Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOUS (SLE)


DI RUANG 28 RSUD DR. SAIFUL ANWAR
MALANG

Oleh :

Nur Fitri Ariani S


NIM. 150070300113016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN SLE

A. Pengertian
- Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun
yangditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalamtubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi
autoantibodi dan kompleks imun sehinggamengakibatkan kerusakan jaringan.
(Sudoyo Aru,dkk 2009)
- Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik danmenyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari
penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
- Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem
yangsebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminant atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya
berbagai macam autoantibodidalam tubuh.
B. Etiologi
Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui,
Didugaadabeberapapaktoryangterlibatsepertifaktorgenetik,infeksidanlingkunganikut
berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).Sistem imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringantubuh
sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibodi
secaraterus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga
mencetuskanpenyakitinflamasiimunsistemik dengan
kerusakanmultiorgandalamfatogenesismelibatkan gangguan mendasar dalam
pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B,hal ini dapat terjadi sekunder
terhadap beberapa faktor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan
5. Obat-obatan yang tertentu
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria.Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita seringterserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masasebelum menstruasi atau selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormone(terutama esterogen) mungkin berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadangobat jantung tertentu dapat
menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilangbila pemakaian obat
dihentikan.

C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkanpeningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan olehkombinasiantara faktor-faktorgenetik,hormonal
(sebagaimanaterbuktiolehawitanpenyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari,luka bakar termal). Obat-obatan
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambahalfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada
SLE,peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T
supresor yangabnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasiakan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi
serangan antibodi tambahan dan siklustersebut berulang kembali.
KerusakanorganpadaSLEdidasaripadareaksiimunologi.Reaksiinimenimbulkana
bnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu :
1) Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
2) Pembentukan sitokin yang berlebihan
3) Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
- Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun
sitokindalam tubuh
- Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
- Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen
karenaadanya mimikri molekuler.
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam
tubuh yangdisebutsebagaiautoantibodi.Selanjutnyaantibodi-
antibodiyangtersebutmembentukkompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi
pada jaringan/organ yang akhirnyamenimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan
jaringan.

D. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertaidengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga
menahun dengangejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang
terkenanya sistem imun.
Padatipemenahunterdapatremisidaneksaserbsi.Remisinyamungkinberlangsung
bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontakdengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan
biasanya disertai gejalaumum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang,
kelemahan, berat badan menurun,dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah
demam, kadang-kadang disertai menggigil.
1. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,
berupa artritis(93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal
proksimal didikuti oleh lutut,pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan
pergelangan kaki. Selain pembekakandan nyeri mungkin juga terdapat efusi
sendi. Artritisbiasanyasimetris,tanpamenyebabkan deformitas, kontraktur atau
ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid.Nekrosis vaskular dapat terjadi
pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan
pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena
ialah kaput femoris.
2. Gejala mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus
SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut,
subakut, diskoid dan livido retikularis. Ruam kulit yang dianggap khas dan
banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit
berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematus pada
hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat
timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas (photo-hypersensitivity).
Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis
dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi,
tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah
berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil
sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.
Livido retikularis, suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada
SLE. Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi
hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura. Kadang-kadang terdapat urtikaria
yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya
menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara
klinis dan serologis. Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami
remisi. Ulserasi selaput lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya
tidak nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi.
Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan
aktivitas penyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit
mereda.
3. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling
sering ialah proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan
kegagalan ginjal jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE
difus dan nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus
merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom
nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis
penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom
nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan
salah satu penyebab kematian SLE kronik.
4. Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi
perikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).

5. Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral.
Mungkin ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi
menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.
Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-
faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah
disingkirkan.
6. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual
(muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan
sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin
disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil
mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga
menimbulkan pankreatitis.
7. Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang
disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali
normal.
8. Kelenjer Getah Bening
Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50 %). Biasanya
berupa limfa denopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Limfadenopati
difus ini kadang-kadang disangka sebagai limfoma.
9. Kelenjer Parotis
Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE.
10. Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik.
Biasanya bersifat sementara
11. Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu
psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan
bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien
menunjukkan gejala delusi/ halusinasi disamping gejala khas kelainan organik
otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat
kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis
tak dapat dibedakan dengan psikosis penyakit SLE. Perbedaan antara
keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis
steroid yang dipakai. Psikosis penyakit SLE membaik jika dosis steroid
dinaikkan, sedangkan psikosis steroid sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan
lain yang mungkin ditemukan ialah korea, kejang tipe Jackson, paraplegia
karena mielitis transversal, hemiplegia, afasia dan sebagainya. Mekanisme
terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas. Faktor - faktor yang
memegang peran antara lain vaskulitis, deposit gamaglobulin di pleksus
koroideus.

E. Klasifikasi
Penyakit Lupus yang diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1. Dicoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas erithema
yang meninggi, skuama, sumbatan falikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul
dikulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung dan dada. Penyakit ini
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan jaringan parut.
2. Sistemik lupus erythematous
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor dan karekteristik oleh adanya gangguan
disgerulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi.
Autoantibody yang berlebihan terbentuknya auto antibodi terhadap dSDNA,
berbagai macam ribonuklea protein intraseluler, sel-sel darah dan fosfolipid dan
dapat menyebabkan jaringan melalui mekanisme pengaktifan komplemen
3. Lupus Yang diinduksikan oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DP-4 menyebabkan asetilatasi akan menjadi
lambat. Obat banyak terakumulasi ditubuh sehinggan memberikan kesempatan
obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon benda asing oleh
tubuh sehingga tubuh manusia membentuk kompleks antibody antinuklir ( ANA
) untuk menyerang benda asing tersebut.
F. Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihans ecara
penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis.
Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang
positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan
diagnostik.
a) Anti ds DNA
Batas normal : 70 – 200 iu/mL
Negatif : < 70 iu/mL
Positif : > 200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan
jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi merupakan
spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan
pada penderitadengan penyakit reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi
mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit
terutama Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negativ pada penyakit
SLE yang tenang.
b) Antinuklear antibodies ( ANA )
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimunyang lain.
ANA adalah sekelompok antibody protein yang beraksi menyerang inti dari
suatu sel. Ana cukup sensitif untuk mendektisi adanya SLE , hasil yang positif
terjadi pada 95% penderita SLE tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja
karena ANA juga berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan
penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif
sehingga jumblah ANA diperkirakan menurun.
Jika hasil test negativ, maka pasien belum tentu negativ terhadap SLE
karena harus dipertimbangkan juga data klinis dan test laboratorium yang lain,
jika hasil test posotof maka sebaiknya dilakukan test laboratorium yang lain
tetapi jika hasil test negativ maka sebaiknya dilakukan test serelogi yang lain
untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat
meliputi anti-smith ( anti SM ). Anti RNP/antiribonukleo protein.

c) Test laboratorium lain


Test laboratorium lainya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta
untuk monitoring tetapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P,
antikardiolipin, lupus antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin, test fungsi hepar.

G. Penatalaksanaan
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan
dalampenatalaksanaanpenderitaLES,terutamapadapenderitayangbaruterdiagno
sis.Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah
penderitatergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif
yang agresif. Bilapenyakitinimengancamnyawadanmengenaiorgan-
organmayor,makadipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi
kortikosteroid dosis tinggi danimunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan
yang permanen untuk SLE. Tujuan dariterapi adalah mengurangi gejala dan
melindungi organ dengan mengurangi peradangandan atau tingkat aktifitas
autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):
1. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita
harusmengklarifikasiapakahkelelahaninibagiandariderajatsakitnyaataukarena
penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau
komplikasipengobatan dan emotional stress. Upayamengurangi kelelahan
disampingpemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu
mengubah
gayahidup.SLEdianjurkanuntukmenghindaripaparansinarmataharipadawaktu
-waktutersebut.
2. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan
memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan
membahayakan penyakitnya.Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala
atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.

3. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada
keluhanyang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat
antiinflamasi nonsteroidnamun tidak memperberat keadaan umum penderita.
Efek samping terhadap system gastrointestinal, hepardan ginjal
harusdiperhatikan, dengan pemeriksaan
kreatininserumsecaraberkala.Pemberiankortikosteroiddosisrendah15mg,setiapp
agi.
Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian
besar sunscreentopikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung
PABA dan esternya,benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap
sinar ultraviolet A dan B atausteroid topikalberkekuatan sedang, misalnya
betametason valerat dantriamsinolonasetonid.
4. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5
mg/kgBB/hari,sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan
prednison 1-1,5mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1
gram atau 15 mg/kgBBselama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
glukokortikoid oral dosis tinggi,kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-
1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersamakortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikangejala artritis.
e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort )
atautriamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
f. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria,
sepertihidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang
membandel.
g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan
mencegaheksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang
berhubungan dengansistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis,
nefritis lupus, faskulitis dangangguan pada SSP. (Kowalak, Welsh, Mayer .
2002).

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup
serta citra diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d. Sistem muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
e. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h. Sistem renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan dan intervensi


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard kurang dari kebutuhan.
Tujuan : Perbaikan dalam pernafasan
Kriteria hasil : -Pasien tidak merasa sesak
-Dapat bernafas kembali dengan normaL
Intervensi Rasional
1.Catat frekuensi jantung, irama, dan 1.kecenderungan menentukan respon
perubahan TD sebelum, selama, sesudah pasien terhadap aktivitas dan dapt
aktivitassesuai indikasi. Hubungkan mengindifikasikan penurunan oksigen
dengan laporan nyeri dada/nafas pendek. miokardia yang memerlukan penurunan
tingkat aktivitas/kembali tirah baring,
perubahan program obat, penggunaan
oksigen tambahan
2.Tingkatkan istirahat {tempat tidur 2.menurunkan kerja miokardia/konsumsi
/kursi}. Batasi aktivitas pada dasar oksigen, menurunkan resiko komplikasi
nyeri/respon hemodimanik. .berikan {contoh; perluasan miokardium}
aktivitas sengang yang tidak berat
3.Batasi penugunjung atau kunjungan 3.Pembicaraan yang panjang sangat
oleh pasien mempengaruhi pasien, namun periode
yang tenang bersifat teraupetik.
4.Aktivitas memerlukan menahan nafas
4.Anjurkan pasien menghindari dan menunduk dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen, contoh barikardi juga menurunkan jurah jantung
mengejan saat defikasi dan takikardi dan peningkatan TD
5.Aktivitas yang maju memberikan
control jantung, meningkatkan regangan
5.Jelaskan pola peningkatan bertahap dari dan mencegah aktivitas berlebihan.
tingkat aktivitas, contoh bangun dari
kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat setelah makan

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,


penumpukan kompleks imun.
Tujuan : Pemeliharaan integritas kulit
Kriteria hasil : -Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
-Tidak terjadi perubahan pada fungsi kulit
Intervensi Rasional
1.lindungi kulit yang sehat terhadap 1.Agar kulit tidak terpajan dengan sinar
kemungkinan malserasi UV
2.Juga dengan cermat terhadap resiko 2.Menghindari kerusakan integritas kulit
terjadinya cedera termal akibat
penggunaan kompres panas yang terlalu
panas. 3.Menghambat reaksi sinar UV
3.Nasehati pasien untuk menggunakan
kosmetik dan preparat tabir surya
4.Kolaborasi pemberian NSAID dan 4.Untuk memberikan efek antipiretik,
kortikosteroid antiinflamasi dan analgesic

Nyeri berhubungn dengan kerusakan jaringan.


Tujuan : Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
kriteria hasil : - Pasien merasa derajat nyeri menurun
- Dapat melakukan relaksasi dan distraksi

Itervensi Rasional
1.Lakukan sejumlah tindakan yang 1.mengendalikan rasa nyeri dan relaksasi
memberikan kenyaman atau kompres terhadap nyeri
panas/ dingin: masase, perubahan posisi,
istirahat, kasur busa, bantal penyangga,
bidai teknik relaksasi aktivitas yang
mengalihkan perhatian.
2.Berikan preparat anti inflamasi
analgesic seperti yang dianjurkan 2.Mengurangi rasa nyeri dan memberikan
3.Sesuaikan jadwal pengobatan untuk kenyaman pasien
memenuhi kebutuhan pasien terhadap 3.Mengatur kesiapan pasien untuk
penatalaksanaan nyeri melakukan pengobatan
4.Dorong pasien untuk mengutarakan
perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat 4.Mengetahui derajat keparahan nyeri
kronik penyakitnya pasien
5.Jelaskan patofisiologik nyeri dan
membantu pasien untuk menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya 5.Menjelaskan efek dari pengobatan yang
kemetode terapi yang belum terbukti sedang dijalani sekarang
manfaatnya
6.Bantu dalam mengenali nyeri dalam
kehidupan seorang yang membawa 6.metode terapi yang tepat
pasien untuk memakai metode terapi
yang belum terbukti manfaatnya
7.Lakukan penilaian terhadap perubahan 7.mengetahui rasa nyeri
subjektif pada rasa nyeri

Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya edema


Tujuan : Dapat memberikan keseimbangan cairan untuk mengurangi edema
Kriteria hasil: -Tidak terjadi edema
-Adanya pemberian cairan yang seimbang
INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji tingkat pengetahuan pasien 1.Mengidentifikasi luas masalah dan
tentang kondisi dan pengobatan, dan perlunya intervensi.
ansietas sehubungan dengan situasi saat
ini.
2.Diskusikan arti kehilangan/ perubahan 2.Beberapa pasien memandang situasi
pada pasien sebagai tantangan, beberapa sulit
menerima perubahan hidup/penampilan
peran dan kehilangan kemampuan
control tubuh sendiri.

3.Perhatikan perilaku menarik diri, tidak 3.Indikator terjadinya kesulitan menagani


efektif menggunakan pengingkaran atau steres terhadap apa yang terjadi.
perilaku yang mengindikasikan terlalu
mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
4.Kaji penggunaan substansi adiktif,
contoh alcohol. Pengerusakan 4.menunjukkan disfungsi koping dan
diri/perilaku bunuh diri. upaya untuk menangani masalah dalam
5.Tentukan tahap berduka. Perhatiakan tindakan tidak efektif.
tandadepresi berat/lama. 5.Identifikasi tahap yang pasien sedang
alami memberikan pedoman untuk
mangenal dan menerima perilaku dengan
tepat. Depresi lama menunjukkan
6.Akui kenormalan perasaan. perlunya intervensi lanjut.
6.Pengenalan perasaan tersebut
daharapkan membantu pasien untuk
menerima dan mengatasinya secara
7.Dorong menyatakan konflik kerja dan efektif.
pribadi yang mungkintimbul, dan dengar 7.Membantu pasien mengidantifikasi dan
dengan aktif. solusi masalah.
8.Tentukan peran pasien dalam keluarga 8.Penyakit lama/permanen dan
dan persepsi pasien akan diharapkan diri ketidakmampuan pasien untuk memenuhi
dan orang lain. peran dalam keluarga/kerja.
9.Menyampaikan harapan bahwa pasien
9.Anjurkan orang terdekat mampu untuk mengatur situasi dan
memperlakukan pasien secara normal dan membantu untuk mempertahankan
bukan sebagai orang cacat. perasaan harga diri dan tujuan hidup.
10.Kebutuhan pengobatan memberikan
10.Bantu pasien untuk memasukkan aspek labil normal bila ini adalah bagian
manajemen penyakit dalam pola hidup. ruti sehari-hari.
11.Berfokus pada ingatan akan
11.Identifikasi kakuatan, kaberhasilan kemempuan sendiri mengahadapi
dahulu, metode sebelumnya yang amsalah dapat membantu pasien
berhasil untuk mengatasi steesor hidup. mengatasi situasi pasien saat ini.
12.Bantu pasien mengidentifikasi area 12.Memeberikan perasaan control di atas
dimana mereka mempunyai beberapa situasi tak terkontrol, mengembalikan
tindakan konrtol. Beriakn kesempatan kemandirian.
untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC
Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai