KPB Makalah Fix
KPB Makalah Fix
MAKALAH
Oleh
NOVEMBER 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Karena dengan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kesehatan dan
Penanggulangan Bencana dengan baik .Judul makalah yang telah disusun adalah
Wabah Penyakit.
Dalam penullisan makalah ini tidak lepas dari kesalahan-kesalahan yang membuat
makalah ini belum begitu sempurna. Maka dari itu, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, apabila dalam penulisan terdapat kata-kata yang kurang
berkenaan di hati. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang berifat
membangun demi kesempunaan makalah ini.Akhir kata, Terimah kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian wabah penyakit
2. Untuk menjelaskan pembagian wabah menurut sifatnya
3. Untuk menjelaskan kriteria penyakit yang dikatakan wabah
4. Untuk menjelaskan karakteristik penyakit yang berpotensi wabah
5. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi wabah
6. Untuk mengetahui penyebab wabah penyakit
7. Untuk mengetahui proses penyebab wabah penyakit
8. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan wabah penyakit
9. Untuk mengetahui penanggulangan saat wabah penyakit
10. Untuk mengetahui fase – fase wabah penyakit
11. Untuk mengetahui berita yang terkait fenomena tentang wabah penyakit
2
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu
serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global
(pandemi).Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu
kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan.
3
2.2 PEMBAGIAN WABAH MENURUT SIFATNYA
2. Propagated/Progresive Epidemic
4
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua
kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari
tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR
dari periode sebelumnya.
7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama
dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
- Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
- Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit
yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
- Keracunan makanan
- Keracunan pestisida
-
2.4 KARAKTERISTIK PENYAKIT YANG BERPOTENSI WABAH
1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara
cepat,
2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan,
3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
5
2. Penyakit potensi wabah / KLB yng menjalar dalam waktu cepat / mempu-
nyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/elimi-
nasi dan memerlukan tindakan segera.
Contoh : DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis,
poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah / KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
Contoh : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus
abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis,
Tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program.
Contoh : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis, Gonorrhoe,
Filariasis, dll.
2.6 PENYEBAB WABAH PENYAKIT
1. Teori Contagion
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada
abad ke-14 dan 15. Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu
telah mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan makhluk hidup
adalah penyebab penyakit menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo
Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit ditularkan
dari satu orang ke orang lain melalui zat penular (transference) yang
disebut kontagion.
Menurut teori ini penyakit terjadi karena proses kontak atau
bersinggungan dengan sumber penyakit. Pada masa ini telah ada
pemikiran konsep penularan yang berawal dari pengamatan terhadap
penyakit kusta di Mesir. Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan situasi
penyakit pada masa itu di mana penyakit yang melanda kebanyakan adalah
penyakit menular yang terjadi karena adanya kontak langsung. Konsep itu
dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan
bahwa “penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat
penular (transference) yang disebut contagion”. Fracastoro membedakan
tiga jenis kontagion, yaitu:
6
a. Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung,
misalnya bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.
b. Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda
tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian
menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk, sapu
tangan.
c. Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad
renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori tersebut
tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro,
tetap dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang epidemiologi
meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa teori
kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan epidemik
lainnya merupakan tindakan yang diperkenalkan pada zaman itu setelah
efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman praktik.
7
benar oleh kedokteran modern. Menurut teorinya, tipe atom terdiri dari
empat jenis: atom tanah (solid dan dingin), atom udara (kering), atom api
(panas), atom air (basah). Selain itu ia yakin bahwa tubuh tersusun dari
empat zat: flegma (atom tanah dan air), empedu kuning (atom api dan
udara), darah (atom api dan air) dan empedu hitam (atom tanah dan udara).
Penyakit dianggap terjadi akibat ketidakseimbangan cairan sementara
demam dianggap terlalu banyak darah.
Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang ada pada waktu
itu dan dipakai hingga tahun 1800-an. Kemudian ternyata teori ini tidak
mampu menjawab tantangan berbagai penyakit infeksi lainnya yang
mempunyai rantai penularan yang lebih berbelit-belit. Hipocrates (460-377
SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern, telah berhasil
membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat
spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit.
3. Teori Humoral
Dikenal dalam kehidupan masyarakat Cina yang beranggapan
bahwa penyakit disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Dikatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat empat macam
cairan yaitu putih, kuning, merah dan hitam. Bila terjadi
ketidakseimbangan akan menyebabkan penyakit, tergantung dari jenis
cairan yang dominan.
4. Teori Miasma
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma
sebagai dasar pemikiran untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit.
Konsep ini dikemukakan oleh Hipocrates. Miasma atau miasmata berasal
dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu yang kotor) atau
bad air (udara buruk).
Miasma dipercaya sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang membusuk
atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. Contoh pengaruh teori
8
miasma adalah timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa
Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu
malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa pembusukan binatang dan
tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa
sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk tersebut.
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma,
maka ia akan terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak
dilakukan adalah menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari
karena orang percaya udara malam cenderung membawa miasma. Selain
itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu
upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada
masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada
telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat
kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh
Anthony van Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang
disebut miasma tersebut sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata
Yunani yang artinya kehidupan mikro (small living).
Penyakit timbul karena sisa dari mahluk hidup yang mati
membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan lingkungan. Pada zaman
itu orang percaya bila seseorang menghirup miasma atau uap busuk tadi
maka ia akan terjangkit penyakit. Sebagai pencegahannya rumah-rumah
dianjurkan ditutup rapat terutama pada malam hari dan tidak banyak
keluar malam karena dipercaya miasma muncul terutama pada waktu
malam. Selain itu masyarakat juga percaya bahwa miasma dapat dihalau
atau diatasi dengan jalan membakar ramuan/kemenyan (dupa) dan bisa
juga diusir dengan bunyi-bunyian keras seperti bel gereja, bedug, petasan,
dll. Pada zamannya teori miasma lebih dipercaya dan dapat diterima
daripada teori contagion yang dicetuskan oleh Fracastoro karena uap
busuk lebih bisa diamati dan tercium baunya.
9
5. Teori Jasad Renik (Germ Theory)
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh
Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov
(1845-1916) dan para pengikutnya merupakan era keemasan teori kuman.
Para ilmuwan tersebut mengemukakan bahwa mikroba merupakan etiologi
penyakit,
Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam
pembuatan anggur. Jika anggur terkontaminasi kuman maka jamur
mestinya berperan dalam proses fermentasi akan mati terdesak oleh
kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses pasteurisasi yang ia
temukan adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur tertentu
hingga kuman yang tidak diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak.
Temuan yang paling mengesankan adalah keberhasilannya
mendeteksi virus rabies dalam organ saraf anjing, dan kemudian berhasil
membuat vaksin anti rabies. Atas rintisan temuan-temuannya memasuki
era bakteriologi tersebut, Louis Pasteur dikenal sebagai Bapak dari “Teori
Kuman”.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman.
Temuannya yang paling terkenal dibidang mikrobiologi adalah Postulat
Koch yang terdiri dari:
1. Kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak
pada yang sehat,
2. Kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya,
3. Kuman yang dibiakkan dapat ditularkansecara sengaja pada hewan
yang sehat dan menyebabkan penyakit yang sama
4. Kuman tersebut harus dapat diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi
Jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit
yang berkembang setelah ditemukannya mikroskop. Suatu kuman
(mikroorganisme) ditunjuk sebagai kausa penyakit. Teori ini sejalan
dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran, ditemukannya
mikroskop yang mampu mengidentifikasi mikroorganisme. Kuman
dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit. Namun selanjutnya ternyata
10
teori ini mendapat tantangan karena sulit diterapkan pada berbagai
penyakit kronik, misalnya penyakit jantung dan kanker, yang penyebabnya
bukan kuman.
11
3. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam
interaksi tersebut akan berhubungan langsung pada keadaan alami dari
lingkungan (lingkungan sosial, fisik, ekonomi, dan biologis).
12
normal, kondisi keseimbangan proses interaksi tersebut dapat dipertahankan.
Melalui intervensi alamiah terhadap salah satu dari ketiga unsur tersebut, maupun
melalui usaha tertentu manusia dalam bidang pencegahan maupun dalam bidang
peningkatan derajat manusia.
1. Unsur penyebab Pada dasarnya, tidak satu pun penyakit yang dapat timbul
hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab tunggal semata.
Pada umumnya, kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang
secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit. Namun demikian,
secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama
yakni:
a. Penyebab Kausal Primer
Unsur ini dianggap sebagai faktor kausal terjadinya penyakit,
dengan ketentuan bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi
penyakit, tetapi sebaliknya. Pada penyakit tertentu, unsur ini dijumpai
sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab kausal ini dapat dibagi
dalam 5 kelompok utama.
1. Unsur penyebab biologis yakni semua unsur penyebab yang
tergolong makhluk hidup termasuk kelompok mikro-organisme
seperti virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing, dan
insekta. Unsur penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit
infeksi dan penyakit menular.
2. Unsur penyebab nutrisi yakni semua unsur penyebab yang termasuk
golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu
karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti
protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.
3. Unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk
senyawaan kimia yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya berasal dari
luar tubuh termasuk berbagai jenis zat racun, obat-obatan keras,
berbagai senyawaan kimia tertentu, dan lain sebagainya. Bentuk
senyawaan kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun gas.
Ada pula senyawaan kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari
13
dalam) yang dapat menimbulkan penyakit tertentu seperti ureum,
kolesterol, dan lain-lain.
4. Unsur penyebab fisika yakni semua unsur yang dapat menimbulkan
penyakit melalui proses fisika umpamanya panas (luka bakar),
irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa), radiasi, dan lain-lain. Proses
kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui proses fisika yang
dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan.
5. Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang bertalian dengan
kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku
sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses dan mekanisme
kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli lebih
menitikberatkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika.
Dalam hal ini kita harus berhati-hati terhadap faktor kehidupan
sosial yang bersifat nonkausal serta lebih menampakkan diri dalam
hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan
kejiwaan.
b. Penyebab Nonkausal (Sekunder)
Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam
proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibal
terjadinya penyakit. Dengan demikian, maka dalam setiap analisis
penyebab penyakit dan hubungan sebab ikibat terjadinya penyakit, kita
tidak hanya terpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi harus
memperhatikan semua unsur lain di luar unsur penyebab kausal primer.
Hal ini didasarkan pada ketentuan bahwa pada umumnya kejadian
setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur yang
berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat.
Sebagai contoh pada penyakit kardiovaskuler, tuberkulosis, kecelakaan
lalu lintas, dan lain sebagainya, kejadiannya tidak dibatasi hanya pada
penyebab kausal saja, tetapi harus dianalisis dalam bentuk suatu rantai
sebab akibat di mana peranan unsur penyebab sekunder sangat kuat
dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara bersama-
sama menimbulkan penyakit.
14
2. Unsur Pejamu (Host)
Unsur pejamu (host) terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua
kelompok sifat umum yaitu: pertama, sifat yang erat hubungannya dengan
manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk
sosial.
a. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis tertentu
seperti:
• umur, jenis kelamin, ras, dan keturunan;
• bentuk anatomis tubuh;
• fungsi fisiologis atau faal tubuh;
• keadaan imunitas serta reaksi tubuh terhadap berbagai unsur
dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri;
• kemampuan interaksi antara pejamu dengan penyebab secara
biologis; dan
• status gizi dan status kesehatan secara umum.
15
a. Lingkungan biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain
meliputi:
b. Lingkungan fisik
16
c. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem
organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu
yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi:
• sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik, serta
sistem ekonomi yang berlaku;
• bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat;
• sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat
masyarakat setempat; dan
• kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, serta berbagai
sistem kehidupan sosial lainnya.
17
langsung berhubungan dengan dan tergantung pada keadaan alami dari
lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan biologis.
18
Penanggulangan wabah dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan wabah secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi wabah. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang
sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat
dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan
yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi wabah secara mingguan. Data-data yang telah terkumpul
dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan
perbaikan oleh tim epidemiologi yaitu :
Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin
Upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber
wabah diketahui
Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang
terlemah dalam penularan penyakit.
Upaya penanggulangan wabah di suatu daerah wabah haruslah dilakukan
dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat di tempat antara lain: agama,
adat, kebiasaan,tingkat pendidikan, sosial ekonomi, serta perkembangan
masyarakat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan upaya
penanggulangan wabah tidak mengalami hambatan dari masyarakat,malah melalui
penyuluhan yang intensif dan pendekatan persuasif edukatif,diharapakan
masyarakat akan memberikan bantuanya,dan ikut serta secara aktif.
Upaya penanggulangan wabah menurut UU Wabah meliputi:
1. Penyelidikan epidemiologis
19
sehingga meluasnya wabah dapat dicegah dan jumlah korban dapat ditekan
serendah-rendahnya.
Tujuan :
20
4. Pemusnahan penyebab penyakit
Penyebab penyakit adalah bibit penyakit yakni bakteri, virus, dan lain-
lainnya yang menyebabkan penyakit. Dalam pemusnahan penyebab
penyakit, kadang-kadang harus dilakukan pemusnahan terhadap benda-
benda, tempat-tempat dan lain-lain yang mengandung kehidupan penyebab
penyakit yang bersangkutan, misalnya sarang berkembang biak
nyamuk,sarang tikus dan lain-lain.
21
2.10 FASE - FASE WABAH PENYAKIT
1. Fase Pra Bencana
a. Tahap Penyiagaan
Tahap ini bertujuan untuk menyiagakan semua sumber daya baik manusia
maupun logistik yang sudah disiapkan pada masa sebelum terjadi bencana. Tahap
ini dimulai sejak informasi kejadian bencana diperoleh hingga mulai tahap upaya
awal. Tahap ini mencakup peringatan awal, penilaian situasi dan penyebaran
informasi kejadian.
b. Upaya Awal
c. Perencanaan Operasi
d. Pencegahan
22
agar jangan sampai terjangkit penyakit. Orang, masyarakat dan lingkungannya
yang mempunya risiko terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan
penyelidikan epidiomologi.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan jenis penyakit
wabah serta hasil penyelidikan epidiomologi antara lain :
f. Pembinaan
1) Peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam penanggulangan wabah
2) Penignkatan jejaring kerja dalam upaya penanggulangan wabah
3) Pemantaun dan evaluasi terhadap keberhasilan penanggulangan wabah
4) Bimbingan teknis terhadap penanggulangan wabah
g. Mitigasi
23
2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya
pencegahan, respon cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi.
3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penangulangan seperti sumberdaya
manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi,
transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko
dan menentukan strategi intervensi dan penanggulangan maupun respon
dini di semua jajaran.
5) Pengendalian faktor risiko.
6) Deteksi secara dini.
7) Merespon dengan cepat.
2. Fase Bencana
a. Surveilans
24
3) Memanfaatkan hasil survailans tersebut dalam upaya penanggulangan
wabah,
Langkah‐langkah surveilans penyakit di daerah bencana meliputi:
a. Pengumpulan Data
1) Data kesakitan dan kematian:
2) Sumber data
3) Jenis form
25
Penyajian data meliputi deskripsi maupun grafik data kesakitan penyakit
menurut umur dan data kematian menurut penyebabnya akibat bencana.
d. Penyebarluasan informasi
26
menimbulkan terjadinya wabah, dan masalah kesehatan yang bisa
memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan/atau
memiliki fasilitas tinggi.
4) Jenis penyakit yang diamati antara lain diare berdarah, campak, diare,
demam berdarah dengue, pnemonia, lumpuh layuh akut (AFP), ISPA non‐
pneumonia, difteri, tersangka hepatitis, malaria klinis, gizi buruk, tetanus,
dan sebagainya
Kegiatan di puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit‐penyakit yang diamati dan kematian
melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap pos
kesehatan yang ada di wilayah kerja
2) Validasi data agar data menjadi benar dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu
4) Pembuatan dan pengiriman laporan
Kegiatan di rumah sakit
Kegiatan surveilans yang dilakukan di rumah sakit, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui
pencatatan rujukan kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari
para korban bencana
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu
4) Pembuatan dan pengiriman laporan
Kegiatan di dinas kabupaten/kota
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota antara lain:
1) Pengumpulan data berupa jenis bencana, lokasi bencana, keadaan bencana,
kerusakan sarana kesehatan, angka kesakitan penyakit yang diamati dan
angka kematian korban bencana yang berasal dari puskesmas, rumah sakit,
atau Poskes khusus
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
27
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan umur dan
tempat tinggal per minggu
4) Pertemuan tim epidemiologi kabupaten/kota untuk melakukan analisis
data dan merumuskan rekomendasi rencana tindak lanjut penyebarluasan
informasi.
Kegitan di dinas kesehatan provinsi
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat provinsi, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit‐penyakit yang diamati dan kematian
korban bencana yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten atau kota
2) Surveilans aktif untuk penyakit‐penyakit tertentu
3) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
4) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan umur dan
tempat tinggal per minggu
5) Pertemuan tim epidemiologi provinsi untuk melakukan analisis data dan
merumuskan rekomendasi rencana tindak lanjut, penyebarluasan
informasi, pembuatan dan pengiriman laporan
28
d. Penatalaksanaan Penderita
29
3) Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke
daerah rawan wabah untuk menghindar terjadinya penyebaran penyakit.
Karantina ditetapkan oleh bupati atau walikota atas usulan tim
penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.
e. Investigasi Wabah
30
a. Catatan Hasil Surveilans, untuk penyakit yang rutin harus dilaporkan;
b. Data Penyakit setempat/lokal, untuk penyakit atau kondisi lain;
c. Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di
dekatnya atau data nasional;dan.
d. Dilaksanakan survei di masyarakat untuk menentukan kondisi
penyakit yang biasanya ada. bila wabah sudah dapat dipastikan,
bagaimana kita membuktikan bahwa memang benar benar telah
terjadi wabah? Ada 3 ketentuan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan
menghitung jumlah penderita yang diharapkan, dengan:
e. Untuk penyakit endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim, jumlah
penderita dihitung dengan:-Melihat rata-rata penderita penyakit per
bulan pada tahun-tahun yang lalu; atau-Membandingkan jumlah
penderita yang ada dengan jumlah ambang wabah (epidemic
threshold), yaitu rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-
waktu yang lalu, ditambah dengan dua kali standar error
f. Untuk penyakit epidemis yang bersifat musiman, dengan:-Melihat
jumlah penderita di musim yang sama tahun lalu; atau-Melihat jumlah
paling tinggi yang pernah terjadi pada musim-musim yang sama di
tahun lalu; Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan
jumlah ambang wabah mingguan atau bulanan berdasarkanvariasi
musiman.
g. Untuk penyakit yang tidak epidemis, dengan:-Membandingkan
jumlah penderita yang ada terhadap jumlah penderita pada saat
penyakit tersebut ditemukan.
31
Pasal 25 : “Dalam keadaan wabah pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan perbekalan kesehatan meliputi bahan, alat, obat, dan vaksin serta
bahan atau alat pendukung lainnya”.
Dalam situasi bencana atau di lokasi pengungsian, upaya imunisasi harus
dipersiapkan dalam mengantisipasi terjadinya KLB PD3I terutama campak.
Dalam melakukan imunisasi ini sebelumnya dilakukan penilaian cepat untuk
mengidentifikasi hal‐hal sebagai berikut :
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat di wilayah bencana atau
lokasi pengungsian terutama para pengungsi, lingkungan, sarana
imunisasi, sumber daya menusia
Data cakupan imunisasi dan epidemiologi penyakit, sebelum bencana
dalam 3 tahun terakhir, untuk menentukan kebutuhan upaya imunisasi
berdasarkan analisa situasi dalam rangka pencegahan KLB PD3I
Sasaran imunisasi untuk mencegah KLB PD3I di daerah bencana/lokasi
pengungsian adalah :
Semua anak usia 9‐59 bulan diberi imunisasi campak tambahan.
Pemberian imunisasi campak tambahan diberikan sebanyak 1 dosis atau
satu kali pemberian. Pemberian imunisasi ini terintegrasi dengan
pemberian Vit A untuk memberikan peningkatan perlindungan pada anak.
Apabila ditemukan kasus campak pasca bencana, walaupun satu kasus,
maka dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa pada daerah tersebut dan
penanggulangannya mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan KLB
(diterbitkan oleh Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan). Perkiraan
jumlah anak usia 9‐59 bulan adalah sekitar 11% x jumlah penduduk.
Kelompok populasi yang berisiko tinggi terhadap penyakit tertentu,
berdasarkan hasil penilaian cepat pasca bencana. Contoh : imunisasi TT
terhadap petugas kesehatan, sukarelawan, petugas penyelamat, pengungsi
dll. Untuk mendapatkan perlindungan, maka pemberian Imunisasi tetanus
diberikan 2 kali dengan interval minimal 1 bulan. Bila tersedia dapat
dipertimbangkan menggunakan vaksin Td (Tetanus Difteri Toxoid), agar
memberikan perlindungan terhadap difteri selain tetanus. Bagi penderita
32
luka terbuka yang dalam, tertusuk paku/benda tajam, segera berikan ATS
(Anti Tetanus Serum).
Vaksin yang paling banyak digunakan dalam kondisi darurat adalah vaksin
campak, meningitis, polio, dan demam kuning. Imunisasi campak sebaiknya
diberikan sesegera mungkin pada kondisi bencana tanpa menunggu adanya kasus
jika cakupan imunisasi kurang dari 90%. Polio bukan penyakit mematikan dalam
kondisi darurat bencana tetapi penyakit ini berhubungan dengan rendahnya
sanitasi dan air bersih.
b. Ekonomi/Pendanaan
33
termasuk alat angkut yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai
prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut jenis bibit penyakit atau kuman.
Pemusnahan bibit penyakit atau kuman penyebab penyakit dilakukan
tanpa merusak lingkungan hidup.
3) Pemusnahan hewahan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit
atau kuman penyebab kuman penyakit dilakukan dengan cara yang tidak
menybabkan tidak tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar atau dikubur
sesuai jenis hewan atau tumbuhan. Pemusnahan hewan dan tumbuhan
merupakan upaya terakhir dan dikordinasikan dengan sektor terkait
dibidang perternakan dan tanaman.
Ilustrasi/SINDOnews
PEKANBARU - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hulu (Rohul) Provinsi
Riau menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus demam berdarah.
Penetapan itu setelah ditemukan dua warga meninggal dunia.
"Pada bulan Januari 2017, ditemukan dua warga Rohul meninggal dunia karena
DBD," ucap Kepala Dinas Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir, Selasa (7/2/2017).
34
Selain dua warga meninggal karena gigitan nyamuk aides aigepty, ditemukan juga
kasus 66 kasus DBD di kabupaten yang saat ini juga menetapkan status siaga
darurat kabut asap.
Jumlah kasus ini mengalami peningkatan dibanding bulan yang sama ditahun
2016. Dimana pada Januari 2016 tercatat ada hanya 9 kasus.
35
DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi
virus Dengue (Zumaroh, 2015).
Jika dilihat berdasarkan berita terkait bahwa daerah yang mengalami darurat
asap juga terserang DBD. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa
peningkatan DBD disebabkan karena buruknya lingkungan sekitar sehingga dapat
menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak. Sesuai dengan penelitian
Muhlisin dan Pratiwi (2006) mengemukakan bahwa tumpukan sampah, genangan
air serta penampungan air di beberapa rumah warga dapat menjadikan tempat
bertenggernya nyamuk. Kebiasaan dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang
berperan dalam berkembangnya nyamuk penyebab demam berdarah. Penyebab
DBD yang lain adalah perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan, distribusi penduduk, faktor perilaku dan partisipasi
masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantsan Sarang Nyamuk
(PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan
mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas
(Zumaroh, 2015).
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan
oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,
perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor
epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunan, terjadi
kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Mc
Michael (2006), perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu,
kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan
serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan
vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor
perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk
dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin
36
membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin
mudah dan semakin luas.
Menurut Sukowati, sejak pertengahan tahun 1970-an dibandingkan dengan
100 tahun yang lalu episode El Nino lebih sering, menetap dan intensif.
Perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan
melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan menyebar
ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur kesehatan
masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor risiko yang mungkin
mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas
penduduk, kepadatan penduduk dan transportasi.
Indeks Curah Hujan (ICH) yang merupakan perkalian curah hujan dan hari
hujan dibagi dengan jumlah hari pada bulan tersebut. ICH tidak secara langsung
mempengaruhi perkembang-biakan nyamuk, tetapi berpengaruh terhadap curah
hujan ideal. Curah hujan ideal artinya air hujan tidak sampai menimbulkan banjir
dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembang-
biakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar
bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah). Tersedianya
air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 – 12
hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk dengan
virus dengue maka dalam 4 - 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD. Sehingga
bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang dibutuhkan
dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah sekitar 3
minggu.
37
tergenang di dalam tampungan air. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dilakukan dengan menerapkan 3M (menutup, mengubur dan menguras) dihimbau
untuk dilakukan oleh masyarakat satu minggu sekali. Gerakan ini dirancangkan
oleh pemerintah setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah
demam berdarah dengue bisa terjadi.
Sukohar (2014) mengemukakan bahwa pengendalian nyamuk Aedes
aegypti dapat dilakuakan dengan beberapa metode:
a. Lingkungan : dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolahan
samapah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah (menguras bak
mandi, menutup dengan rapat tempat penampungan air dan mengubur
kaleng-kaleng bekas).
b. Biologis : dapat menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang)
c. Kimiawi : pengasapan atau fogging dan memberikan bubuk abate pada
tempat penampungan air
Beberapa tindakan upaya dan kebijkan pemerintah dalam menangani kasus DBD
di Jakarta yang mana dapat juga diterapkan oleh warga Rohul dalam
permasalahan untuk memberantas wabah DBD meliputi :
Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan
pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur
tetap yang berlaku,serta membebaskan biaya pengobatan dan perawatan
penderita yang tidak mampu sesuai dengan program PKPS-BBM/ program
kartu sehat (SK Menkes No. 143/ Menkes/ll/2OO4 tanggal 20 Februari
2004).
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu Rumah Sakit di daerah
yang terdiri atas unsur Ikatan DokterAnak Indonesia, Persatuan Dokter
Ahli Penyakit Dalam lndonesia, dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah.
Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan telah melaksanakan
delapan program tetap berkaitan dengan penanggulangan demam berdarah
dengue,mulai dari pemetaan kawasan rawan DBD sampai penyuluhan dan
Pelatihan dokter atau petugas Puskesmas.
Departemen Kesehatan beserta jajaran kesehatan daerah telah mengambil
38
langkah-langkah seperti peningkatan kerja surveillance terhadap kasus dan
vector penyakit menyiapkan unit perawatan untuk meningkatkan
pelayanan media di rumah sakit, melakukan pemantauan ketat di seluruh
provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, Serta penyiapan sarana pendukung
seperti bahan, alat kesehatan, dan sarana operasionalnya.
Kampanye Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN), yaitu program 3M yang
sifatnya konvensional, namun sejauh ini cukup efektif yang diprogramkan
selama 30 menit setiap hari jumat pukul 09.00- 09.30s, seperti menguras
bak mandi , menutup tempat penampungan air dan mengubur barang-
barang bekas.
Pengasapan atau fogging missal di 84 kelurahan yang dikategorikan
sebagai kelurahan rawan pada tahun 2005. Fogging dilakukan secara
Selektif oleh Dinas Kesehatan setempat untuk Penanggulangan focus
didaerah yang terdapat penderita.
Pengiriman logistic seperti penyemprotan dan abate gratis oleh
Departemen kesehatan pada daerah- daerah rawan DBD.
Kerja sama lintas sektor antara Pemerintah Provins(Pemprov) Jakarta
dengan polda Metro Jaya dan TNI AU pada akhir Februari 2004. Melalui
penyebaran tiga juta lembar selebaran peringatan merebaknya DBD di
wilayah Jabodetabek dan Depok.
Melibatkan juru pemantau jentik( Jumantik) yang direkrut dari masyarakat
sekitar daerah rawan DBD dengan gaji di atas UMR melalui pelatihan
terlebih dahulu. Jumantik bertugas mengawasi jika terdapat indikasi harus
dilakukan penyemprotan.
Meningkatkan kualitas pelayanan penderita DBD.
Mengingatkan masyarakat untuk memakai pelindung badan misalnya
kelambu , minyak kayu putih atau minyak tawon untuk dioleskan di tubuh.
Minyak - minyak tersebut tahan terhadap serangan nyamuk selama dua
jam dan aman bagi tubuh.
39
D. Cara Pencegahan Persebaran Wabah Penyakit DBD
Strategi pemberantasan Demam Berdarah Dengue lebih ditekankan pada
upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim
penularan penyakit di daerah endemis Demam Berdarah Dengue.Selain itu
digalakkan juga kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan penyuluhan
kepada masyarakat melalui berbagai media. Pada kenyataannya, tidak mudah
memberantas Demam Berdarah Dengue karena terdapat berbagai hambatan dalam
pelaksanaanya.Akibatnya strategi pemberantasan Demam Berdarah Dengue tidak
terlaksana dengan baik sehingga setiap tahunnya Indonesia terus dibayangi
kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (Sungkar, 2007).
Untuk membantu mengurangi penyebaran Penyakit DBD, masyarakat
harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan vector
penyakit itu sendiri karena penyebaran virus dengue dipengaruhi oleh keberadaan
vektornya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian vector meliputi
pengendalian populasi dan penyebaran vektor. Beberapa cara altematif yang
pernah dicoba antara lain:
Membunuh nyamuk dengan ovitrap,yaitu bak perangkap yang ditutup kasa
Penggunaan insektisida namun cara ini kurang efektif karena sifat
insektisida tidak spesifik sehingga dapat membunuh jenis serangga lain
yang bermanfaat secara ekologis serta membuat serangga resisten di
kemudian hari.
Mengintroduksi musuh alaminya (predator) yaitu Larva nyamuk
Tbxorhyncitseps, namun cara ini kurang efektif.
Membuat nyamuk transgenic yaitu nyamuk yang tidak bisa diinfeksi virus
namun Pengaplikasianya masih perlu dikembangkan.
Upaya pencegahan lebih ditekankan pada pembasmian larva. Cara yang
paling efektif dan efisien adalah dengan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN),
yaitu program 3M Plus yang meliputi:
Menguras bak mandi secara periodik guna mencegah adanya larva nyamuk
yang berkembang didalam air dan telur yang melekat pada dinding bak
mandi
40
Menutup tempat penampungan air untuk menutup akses nyamuk untuk
bertelur.
Mengubur barang-barang bekas sehingga tidak dapat menampung air
hujan untuk dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Beberapa plus meliputi memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprod tenganin
sektisidam, menggunakan re-pellent, memasang obat nyamuk, menanam pohon
anti nyamuk memeriksa jentik berkala pengelolaan sampah padat modifikasti
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil sampingan kegiatan manusia, perbaikan
desain rumah dan upaya pencegahan lain yang disesuaikan dengan kondisi
setempat. Upaya untuk membasmi nyamuk dilakukan Dengan pengasapan atau
fogging (dengan Menggunakan fenthion dan atau malathion 4o/o dicampur solar)
pada wilayah dengan radius 100- 200m di sekitar rumah atau tempat- tempat
rawan yang pengaruhnya selama tiga hari. Pengasapan yang efektif dilakukan
pada pagi hari saat angin belum banyak bertiup Untuk membasmi telur larva, dan
jentik digunakan abate loh dicampur pasir putih (99%) dengan takaran satu gram
untuk l0 liter air. Cara ini efektif sampai dua bulan dalam bak berisi air yang tidak
dikuras lakukan dan ulangi cara ini setiap dua hingga tiga bulan sekali.Untuk
mencegah gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan memasang kawat nyamuk
halus pada pintu, lubang jendela,dan ventilasi menghindari penggantungan
pakaian di kamar mandi atau tempat gelap,mengoleskan minyak kayu putih atau
minyak tawon, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Cara tradisional pun
bisa dilakukan dengan memanfaatkan l0 gram temu hitam + l0 gram kunyit + l0
gram temu lawak + l0gram sambiloto direbus dengan 700cc air hangat tersisa
300cc, kemudian airnya disaring ditambah madu secukupnya,lalu diminum
41
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan mala petaka (UU No 4. Tahun 1984).
Pembagian wabah menurut sifatnya
A. Common Source Epidemic
B. Propagated/Progresive Epidemic
Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat
yang sangat luas meliputi:
a. Jumlah pesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat
menyerang masyarakat dalam Jumlah yang sangat besar, bahkan
sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas negara bahkan
lintas benua.
b. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil
dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara
tajam, khususnya wabah penyakit menular yang masih relatif baru
seperti Flu Burung dan SARS.
c. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan
dampak pada merosotnya roda ekonomi, sebagai contoh apabila
wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha
perunggasan akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan
wisata karena adanya travel warning dari beberapa negara maka akan
melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.
d. Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan
masyarakat yang sangat hebat, dan kondisi ini sangat potensial untuk
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi
tidak stabil
42
43
DAFTAR PUSTAKA
44