Anda di halaman 1dari 47

WABAH PENYAKIT

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

KESEHATAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA

yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc.

Oleh

Dianita Fitri Ramadhani (150351606613)

Nur Elia Puspita (150351606775)

Oktaviana Wahyuningtyas (150351607346)

Rizka Rahma Gusviana (170351600074)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

NOVEMBER 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Karena dengan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kesehatan dan
Penanggulangan Bencana dengan baik .Judul makalah yang telah disusun adalah
Wabah Penyakit.

1. Ibu Novida Pratiwi,S.Si., M.Sc. selaku dosen pengampu matakuliah


Biofisika yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini

3. Teman-teman Prodi Pendidikan IPA offering A yang telah mendukung


kami dalam penulisan makalah ini.

Dalam penullisan makalah ini tidak lepas dari kesalahan-kesalahan yang membuat
makalah ini belum begitu sempurna. Maka dari itu, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, apabila dalam penulisan terdapat kata-kata yang kurang
berkenaan di hati. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang berifat
membangun demi kesempunaan makalah ini.Akhir kata, Terimah kasih.

Malang, 1 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wabah Penyakit ............................................................................... 3
2.2 Pembagian Wabah Menurut Sifatnya .............................................................. 4
2.3 Kriteria Penyakit Wabah .................................................................................... 4
2.4 Karakteristik Wabah Penyakit .......................................................................... 5
2.5 Penyakit-penyakit Berpotensi Wabah Penyakit .............................................. 5
2.6 Penyebab Wabah Penyakit ............................................................................... 6
2.7 Proses Penyebab Wabah Penyakit ................................................................... 12
2.8 Dampak Wabah Penyakit ................................................................................. 18
2.9 Penanggulangan Wabah Penyakit .................................................................... 18
2.10 Fase-fase Wabah Penyakit ............................................................................... 22
2.11 Berita Terkait Fenomena Wabah Penyakit ...................................................... 34
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya pemberantasan wabah penyakit menular di Indonesia saat ini perlu


mendapat perhatian apalagi mengingat beberapa jenis penyakit menjadi mewabah.
Wabah penyakit yang sangat mencemaskan dan memakan banyak korban serta
menimbulkan berbagai dampak psikologis maupun kerugian material, membuat
para peneliti berpikir tentang pentingnya pemahaman dan prediksi dinamika
penyebaran penyakit infeksi, sehingga dampak dari penyebaran penyakit tersebut
dapat diminamilisir. Beberapa pihak merasa mempunyai tantangan dan
kesempatan untuk terus menerus menggali dan menemukan ilmu pengetahuan
baru guna mengatasi masalah ini (James,2009)

Wabah penyakit menular merupakan berjangkitnya suatu penyakit menular


dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka ( Kemenkes, 2010 )

Ketika dokter mendiagnosa suatu penyakit yang tidak biasa, ketika


dokter, perawat atau petugas labiratorium yang menyadari terjadinya serangkaian
klutser kasus. Klutser kasus adalah kelompok kasus penyakit atau peristiwa
kesehatan lain yang terjadi dalam rentang waktu dan tempat yang berdekatan.
Dalam suatu klutser banyaknya kasus yang dapat atu tidak dapat melebihi jumlah
yang diperkirakan, umumnya jumlah yang diperkirakan ketika diketahui. Karena
rate endemik penyakit nosokomial, cedera dan kejadian yang merugikan lainnya
berbeda untuk masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan, hanya ada sedikit
kriteria pasti untuk menentukan kepada yang diperlukan upaya evaluasi pada
suatu masalah yang potensial atau melalui investigasi.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian wabah penyakit?


2. Bagaimana pembagian wabah menurut sifatnya ?
3. Bagaimana kriteria penyakit yang dikatakan wabah ?
4. Bagaimana karakteristik penyakit yang berpotensi wabah ?
5. Apa saja penyakit-penyakit yang berpotensi wabah?
6. Apa saja penyebab wabah penyakit?
7. Bagaimana proses penyebab wabah penyakit?
8. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari wabah penyakit?
9. Apa saja penanggulangan pada wabah penyakit?
10. Apa saja fase - fase wabah penyakit?
11. Apa berita yang terkait fenomena tentang wabah penyakit?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian wabah penyakit
2. Untuk menjelaskan pembagian wabah menurut sifatnya
3. Untuk menjelaskan kriteria penyakit yang dikatakan wabah
4. Untuk menjelaskan karakteristik penyakit yang berpotensi wabah
5. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi wabah
6. Untuk mengetahui penyebab wabah penyakit
7. Untuk mengetahui proses penyebab wabah penyakit
8. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan wabah penyakit
9. Untuk mengetahui penanggulangan saat wabah penyakit
10. Untuk mengetahui fase – fase wabah penyakit
11. Untuk mengetahui berita yang terkait fenomena tentang wabah penyakit

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN WABAH PENYAKIT

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam


masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
mala petaka (UU No 4. Tahun 1984).

Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu
serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global
(pandemi).Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu
kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan.

Penyakit yang mewabah sekarang ini dengan cepat sekali menyebar


menembus batas-batas wilayah dan Negara. Penyakit yang sebelumnya hanya
melanda sebuah Negara atau suatu kawasan dengan cepat menyebar ke Negara
dan kawasan lain di bumi. Tepat, kiranya jika sekarang ini terdapat istilah
globalisasi penyakit. Globalisasi penyakit merupakan dampak negative dari
semakin cepatnya pergerakan manusia, hewan, tumbuhan, dan barang-barang
yang dibawa. Wabah penyakit menyebar semakin cepat. Virus polio, sindrom
pernafasan akut (SARS), AIDS, flu burung (avian influenza), sapi gila, mulut dan
kuku, demam berdarah, dan Ebola. Virus polio yang menyebar di Indonesia
misalnya, diduga berasal dari Arab Saudi yang dibawa oleh tenaga kerja Indonesia
(TKI) yang bekerja di Arab Saudi, atau oleh jemaah haji Indonesias, atau mungkin
pula oleh orang asing, seperti di Afrika, yang saat ini banyak mondar-mandir ke
Indonesia.

3
2.2 PEMBAGIAN WABAH MENURUT SIFATNYA

1. Common Source Epidemic

Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya


sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi
dalam waktu yang relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu
berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi
kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi, jarak antara
satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada
angka serangan ke dua.

2. Propagated/Progresive Epidemic

Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga


waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau
progressive epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang
baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama
masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran
anggota masya yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa
epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari
waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota masyarakat yang
rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan
urutan generasi kasus.

2.3 KRITERIA PENYAKIT YANG DIKATAKAN WABAH


1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).

4
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua
kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari
tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR
dari periode sebelumnya.
7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama
dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
- Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
- Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit
yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
- Keracunan makanan
- Keracunan pestisida
-
2.4 KARAKTERISTIK PENYAKIT YANG BERPOTENSI WABAH
1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara
cepat,
2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan,
3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

2.5 PENYAKIT - PENYAKIT YANG BERPOTENSI WABAH


1. Penyakit Karantina / penyakit wabah penting
Contoh : Kholera, Pes , Yellow Fever

5
2. Penyakit potensi wabah / KLB yng menjalar dalam waktu cepat / mempu-
nyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/elimi-
nasi dan memerlukan tindakan segera.
Contoh : DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis,
poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah / KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
Contoh : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus
abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis,
Tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program.
Contoh : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis, Gonorrhoe,
Filariasis, dll.
2.6 PENYEBAB WABAH PENYAKIT
1. Teori Contagion
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada
abad ke-14 dan 15. Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu
telah mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan makhluk hidup
adalah penyebab penyakit menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo
Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit ditularkan
dari satu orang ke orang lain melalui zat penular (transference) yang
disebut kontagion.
Menurut teori ini penyakit terjadi karena proses kontak atau
bersinggungan dengan sumber penyakit. Pada masa ini telah ada
pemikiran konsep penularan yang berawal dari pengamatan terhadap
penyakit kusta di Mesir. Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan situasi
penyakit pada masa itu di mana penyakit yang melanda kebanyakan adalah
penyakit menular yang terjadi karena adanya kontak langsung. Konsep itu
dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan
bahwa “penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat
penular (transference) yang disebut contagion”. Fracastoro membedakan
tiga jenis kontagion, yaitu:

6
a. Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung,
misalnya bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.
b. Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda
tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian
menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk, sapu
tangan.
c. Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad
renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori tersebut
tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro,
tetap dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang epidemiologi
meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa teori
kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan epidemik
lainnya merupakan tindakan yang diperkenalkan pada zaman itu setelah
efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman praktik.

2. Teori Hipocrates (460-377 SM)


Hipocrates berpendapat bahwa sakit bukan disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat supranatural tetapi ada kaitannya dengan elemen-elemen
bumi, api, udara, air yang dapat menyababkan kondisi dingin, kering,
panas dan lembab. Kondisi ini dapat berpengaruh pada cairan tubuh,
darah, cairan empedu kuning dan empedu hitam. Pada zaman ini
hipocrates telah menghubungkan antara kejadian sakit dengan faktor
lingkungan. Ia mengemukakan teori tentang sebab musabab penyakit,
yaitu bahwa:
a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan
b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal
seseorang. Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters
and Places”.
Hipocrates juga merujuk dan memasukkan ke dalam teorinya apa
yang sekarang disebut sebagai teori atom, yaitu segala sesuatu yang
berasal dari partikel yang sangat kecil. Teori ini kemudian dianggap tidak

7
benar oleh kedokteran modern. Menurut teorinya, tipe atom terdiri dari
empat jenis: atom tanah (solid dan dingin), atom udara (kering), atom api
(panas), atom air (basah). Selain itu ia yakin bahwa tubuh tersusun dari
empat zat: flegma (atom tanah dan air), empedu kuning (atom api dan
udara), darah (atom api dan air) dan empedu hitam (atom tanah dan udara).
Penyakit dianggap terjadi akibat ketidakseimbangan cairan sementara
demam dianggap terlalu banyak darah.
Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang ada pada waktu
itu dan dipakai hingga tahun 1800-an. Kemudian ternyata teori ini tidak
mampu menjawab tantangan berbagai penyakit infeksi lainnya yang
mempunyai rantai penularan yang lebih berbelit-belit. Hipocrates (460-377
SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern, telah berhasil
membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat
spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit.

3. Teori Humoral
Dikenal dalam kehidupan masyarakat Cina yang beranggapan
bahwa penyakit disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Dikatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat empat macam
cairan yaitu putih, kuning, merah dan hitam. Bila terjadi
ketidakseimbangan akan menyebabkan penyakit, tergantung dari jenis
cairan yang dominan.
4. Teori Miasma
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma
sebagai dasar pemikiran untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit.
Konsep ini dikemukakan oleh Hipocrates. Miasma atau miasmata berasal
dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu yang kotor) atau
bad air (udara buruk).
Miasma dipercaya sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang membusuk
atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. Contoh pengaruh teori

8
miasma adalah timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa
Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu
malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa pembusukan binatang dan
tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa
sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk tersebut.
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma,
maka ia akan terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak
dilakukan adalah menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari
karena orang percaya udara malam cenderung membawa miasma. Selain
itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu
upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada
masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada
telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat
kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh
Anthony van Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang
disebut miasma tersebut sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata
Yunani yang artinya kehidupan mikro (small living).
Penyakit timbul karena sisa dari mahluk hidup yang mati
membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan lingkungan. Pada zaman
itu orang percaya bila seseorang menghirup miasma atau uap busuk tadi
maka ia akan terjangkit penyakit. Sebagai pencegahannya rumah-rumah
dianjurkan ditutup rapat terutama pada malam hari dan tidak banyak
keluar malam karena dipercaya miasma muncul terutama pada waktu
malam. Selain itu masyarakat juga percaya bahwa miasma dapat dihalau
atau diatasi dengan jalan membakar ramuan/kemenyan (dupa) dan bisa
juga diusir dengan bunyi-bunyian keras seperti bel gereja, bedug, petasan,
dll. Pada zamannya teori miasma lebih dipercaya dan dapat diterima
daripada teori contagion yang dicetuskan oleh Fracastoro karena uap
busuk lebih bisa diamati dan tercium baunya.

9
5. Teori Jasad Renik (Germ Theory)
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh
Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov
(1845-1916) dan para pengikutnya merupakan era keemasan teori kuman.
Para ilmuwan tersebut mengemukakan bahwa mikroba merupakan etiologi
penyakit,
Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam
pembuatan anggur. Jika anggur terkontaminasi kuman maka jamur
mestinya berperan dalam proses fermentasi akan mati terdesak oleh
kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses pasteurisasi yang ia
temukan adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur tertentu
hingga kuman yang tidak diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak.
Temuan yang paling mengesankan adalah keberhasilannya
mendeteksi virus rabies dalam organ saraf anjing, dan kemudian berhasil
membuat vaksin anti rabies. Atas rintisan temuan-temuannya memasuki
era bakteriologi tersebut, Louis Pasteur dikenal sebagai Bapak dari “Teori
Kuman”.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman.
Temuannya yang paling terkenal dibidang mikrobiologi adalah Postulat
Koch yang terdiri dari:
1. Kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak
pada yang sehat,
2. Kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya,
3. Kuman yang dibiakkan dapat ditularkansecara sengaja pada hewan
yang sehat dan menyebabkan penyakit yang sama
4. Kuman tersebut harus dapat diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi
Jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit
yang berkembang setelah ditemukannya mikroskop. Suatu kuman
(mikroorganisme) ditunjuk sebagai kausa penyakit. Teori ini sejalan
dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran, ditemukannya
mikroskop yang mampu mengidentifikasi mikroorganisme. Kuman
dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit. Namun selanjutnya ternyata

10
teori ini mendapat tantangan karena sulit diterapkan pada berbagai
penyakit kronik, misalnya penyakit jantung dan kanker, yang penyebabnya
bukan kuman.

6. Teori Ekologi Lingkungan

Manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam


lingkungan tertentu. Pada keadaan tertentu akan menimbulkan penyakit.
Teori ini secara lebih luas membahas tentang penyebab penyakit yang
menghubungkan antara sumber penyakit, penderita dan
lingkungannya. Model tradisional epidemiologi atau segitiga epidemiologi
dikemukakan oleh Gordon dan La Richt (1950), menyebutkan bahwa
timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu host, agent, dan environment. Gordon berpendapat bahwa:
1. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab)
dan manusia (host);
2. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan
karakteristikagent dan host (baik individu/kelompok);

11
3. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam
interaksi tersebut akan berhubungan langsung pada keadaan alami dari
lingkungan (lingkungan sosial, fisik, ekonomi, dan biologis).

2.7 PROSES PENYEBAB WABAH PENYAKIT


Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang
dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses
interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya,(biologis,
filosofis, psikologis, sosiologis, antropologis) dengan penyebab (agent),
serta dengan lingkungan (environment).

Hubungan Interaksi Host

Keadaan Keseimbangan Interaksi Host, Agent, dan Environment

Dalam teori keseimbangan, maka interaksi antara ketiga unsur tersebut


harus dipertahankan keseimbangannya. Dan bila terjadi gangguan keseimbangan
antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Pada keadaan

12
normal, kondisi keseimbangan proses interaksi tersebut dapat dipertahankan.
Melalui intervensi alamiah terhadap salah satu dari ketiga unsur tersebut, maupun
melalui usaha tertentu manusia dalam bidang pencegahan maupun dalam bidang
peningkatan derajat manusia.

1. Unsur penyebab Pada dasarnya, tidak satu pun penyakit yang dapat timbul
hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab tunggal semata.
Pada umumnya, kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang
secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit. Namun demikian,
secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama
yakni:
a. Penyebab Kausal Primer
Unsur ini dianggap sebagai faktor kausal terjadinya penyakit,
dengan ketentuan bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi
penyakit, tetapi sebaliknya. Pada penyakit tertentu, unsur ini dijumpai
sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab kausal ini dapat dibagi
dalam 5 kelompok utama.
1. Unsur penyebab biologis yakni semua unsur penyebab yang
tergolong makhluk hidup termasuk kelompok mikro-organisme
seperti virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing, dan
insekta. Unsur penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit
infeksi dan penyakit menular.
2. Unsur penyebab nutrisi yakni semua unsur penyebab yang termasuk
golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu
karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti
protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.
3. Unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk
senyawaan kimia yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya berasal dari
luar tubuh termasuk berbagai jenis zat racun, obat-obatan keras,
berbagai senyawaan kimia tertentu, dan lain sebagainya. Bentuk
senyawaan kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun gas.
Ada pula senyawaan kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari

13
dalam) yang dapat menimbulkan penyakit tertentu seperti ureum,
kolesterol, dan lain-lain.
4. Unsur penyebab fisika yakni semua unsur yang dapat menimbulkan
penyakit melalui proses fisika umpamanya panas (luka bakar),
irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa), radiasi, dan lain-lain. Proses
kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui proses fisika yang
dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan.
5. Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang bertalian dengan
kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku
sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses dan mekanisme
kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli lebih
menitikberatkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika.
Dalam hal ini kita harus berhati-hati terhadap faktor kehidupan
sosial yang bersifat nonkausal serta lebih menampakkan diri dalam
hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan
kejiwaan.
b. Penyebab Nonkausal (Sekunder)
Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam
proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibal
terjadinya penyakit. Dengan demikian, maka dalam setiap analisis
penyebab penyakit dan hubungan sebab ikibat terjadinya penyakit, kita
tidak hanya terpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi harus
memperhatikan semua unsur lain di luar unsur penyebab kausal primer.
Hal ini didasarkan pada ketentuan bahwa pada umumnya kejadian
setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur yang
berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat.
Sebagai contoh pada penyakit kardiovaskuler, tuberkulosis, kecelakaan
lalu lintas, dan lain sebagainya, kejadiannya tidak dibatasi hanya pada
penyebab kausal saja, tetapi harus dianalisis dalam bentuk suatu rantai
sebab akibat di mana peranan unsur penyebab sekunder sangat kuat
dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara bersama-
sama menimbulkan penyakit.

14
2. Unsur Pejamu (Host)
Unsur pejamu (host) terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua
kelompok sifat umum yaitu: pertama, sifat yang erat hubungannya dengan
manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk
sosial.
a. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis tertentu
seperti:
• umur, jenis kelamin, ras, dan keturunan;
• bentuk anatomis tubuh;
• fungsi fisiologis atau faal tubuh;
• keadaan imunitas serta reaksi tubuh terhadap berbagai unsur
dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri;
• kemampuan interaksi antara pejamu dengan penyebab secara
biologis; dan
• status gizi dan status kesehatan secara umum.

b. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus


seperti:
• kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, dan
hubungan keluarga serta hubungan sosial kemasyarakatan;
• kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk
kebiasaan hidup sehat.
• Keseluruhan unsur tersebut di atas merupakan sifat
karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang
peranan dalam proses kejadian penyakit.
3. Unsur Lingkungan (Environment)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam


menentukan terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab
dalam proses terjadinya penyakit. Secara garis besamya, maka unsur lingkungan
dapat dibagi dalam tiga bagian utama.

15
a. Lingkungan biologis

Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain
meliputi:

• berbagai mikro organisme patogen dan yang tidak patogen;


• berbagai binatang dan tumhuhan yang dapat mempengaruhi
kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan
makanan dan obat-obatan), maupun sebagai reservoar/sumber
penyakit atau pejamu antara (host intermedia); dan
• fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit
tertentu terutama penyakit menular.

Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan


yang penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur
penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai
sumber kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan/kesehatan manusia.

b. Lingkungan fisik

Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia


baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan
lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi
serta radiasi) meliputi:

• udara, keadaan cuaca, geografis dan geologis;


• air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk
pencemaran pada air; dan
• unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi
dan lain sebagainya.
• Lingkungan fisik ini ada yang terbentuk secara alamiah tetapi
banyak pula yang timbul akibat manusia sendiri.

16
c. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem
organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu
yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi:
• sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik, serta
sistem ekonomi yang berlaku;
• bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat;
• sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat
masyarakat setempat; dan
• kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, serta berbagai
sistem kehidupan sosial lainnya.

Dari keseluruhan unsur tersebut di atas, di mana hubungan interaksi antara


satu dengan yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian
penyakit, baik pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian
maka terjadinya suatu penyakit tiduk hanya ditentukan oleh unsur penyebab
semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab
akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh sebab itu,
maka dalam setiap proses terjadinya penyakit, selalu kita memikirkan adanya
penyebab jamuk (multiple causation). Hal ini sangat berpengaruh dalam
menetapkan program pencegahan maupun penanggulangan penyakit tertentu,
karena usaha tersebut hanya akan memberikan hasil yang diharapkan bila dalam
perencanaannya memperhitungkan berbagai unsur tersebut di atas.

Interaksi Faktor Penyebab, Host dan Lingkungan

Interaksi antara faktor penyebab, host dan lingkungan adalah


keadaan yang saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit,
Sesuai teori John Gordon suatu penyakit dapat timbul karena terjadi
ketidak seimbangan antara penyebab penyakit dengan host, ketidak
seimbangan mana bergantung pada sifat alami dan karakteristik dari faktor
penyebab dan host baik secara individu maupun kelompok dan
karakteristik faktor penyebab dan host berikut interaksinya secara

17
langsung berhubungan dengan dan tergantung pada keadaan alami dari
lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan biologis.

2.8 DAMPAK WABAH PENYAKIT

Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang


sangat luas meliputi:

1. Jumlah pesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat menyerang


masyarakat dalam Jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan
wabah akan menyerang lintas negara bahkan lintas benua.
2. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan,
maka jumlah kematian juga akan meningkat secara tajam, khususnya
wabah penyakit menular yang masih relatif baru seperti Flu Burung dan
SARS.
3. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak
pada merosotnya roda ekonomi, sebagai contoh apabila wabah flu burung
benar terjadi maka triliunan aset usaha perunggasan akan lenyap. Begitu
juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya travel warning
dari beberapa negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan,
hotel maupun restoran.
4. Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan
masyarakat yang sangat hebat, dan kondisi ini sangat potensial untuk
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi tidak
stabil

2.9 PENANGGULANGAN SAAT WABAH PENYAKIT

Upaya penanggulangan wabah meliputi pencegahan penyebaran wabah,


termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya.
Upaya penanggulangan wabah yang direncanakan dengan cermat dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat
menghentikan atau membatasi penyebarluasan wabah. (Depkes, 2000).

18
Penanggulangan wabah dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan wabah secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi wabah. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang
sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat
dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan
yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi wabah secara mingguan. Data-data yang telah terkumpul
dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan
perbaikan oleh tim epidemiologi yaitu :
 Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin
 Upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber
wabah diketahui
 Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang
terlemah dalam penularan penyakit.
Upaya penanggulangan wabah di suatu daerah wabah haruslah dilakukan
dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat di tempat antara lain: agama,
adat, kebiasaan,tingkat pendidikan, sosial ekonomi, serta perkembangan
masyarakat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan upaya
penanggulangan wabah tidak mengalami hambatan dari masyarakat,malah melalui
penyuluhan yang intensif dan pendekatan persuasif edukatif,diharapakan
masyarakat akan memberikan bantuanya,dan ikut serta secara aktif.
Upaya penanggulangan wabah menurut UU Wabah meliputi:

1. Penyelidikan epidemiologis

Penyelidikan epidemiologis yaitu melakukan penyelidikan untuk


mengenal sifat-sifat penyebabnya serta faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya wabah. Dengan adanya penyelidikan tersebut, maka dapat
dilakukan tindakan-tindakan penanggulangan yang paling berdaya guna
dan berhasil guna oleh pihak yang berwajib dan atau yang berwenang.
Dengan demikian wabah dapat ditanggulangi dalam waktu secepatnya,

19
sehingga meluasnya wabah dapat dicegah dan jumlah korban dapat ditekan
serendah-rendahnya.

Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah


ditujukan untuk :

1) Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah


2) Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah
3) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah
4) Menentukan cara penanggulangan

Tindakan penyelidikan epidemiologis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan :

1) Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk


2) Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis
3) Pengamatan terhadap penduduk pemeriksaan terhadap makhluk hidup lain
dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung
penyebab penyakit wabah

2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk


tindakan karantina

Tujuan :

- Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan


mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan
- Menemukan dan mengobati orang yang nampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potential dapat
menularkan penyakit (carrier)

3. Pencegahan dan pengebalan

Pencegahan dan pengebalan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan


untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit akan
tetapi mempunyai resiko untuk terkena penyakit.

20
4. Pemusnahan penyebab penyakit

Penyebab penyakit adalah bibit penyakit yakni bakteri, virus, dan lain-
lainnya yang menyebabkan penyakit. Dalam pemusnahan penyebab
penyakit, kadang-kadang harus dilakukan pemusnahan terhadap benda-
benda, tempat-tempat dan lain-lain yang mengandung kehidupan penyebab
penyakit yang bersangkutan, misalnya sarang berkembang biak
nyamuk,sarang tikus dan lain-lain.

5. Penanganan jenazah akibat wabah

Penanganan jenazah apabila kematiannya disebabkan oleh penyakit yang


menimbulkan wabah atau jenazah tersebut merupakan sumber penyakit
yang dapat menimbulkan wabah harus dilakukan secara khusus menurut
jenis penyakitnya tanpa meninggalkan norma agama serta harkatnya
sebagai manusia.

6. Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat


persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dengan demikian dapat
melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menular
kepada orang lain. Selain daripada itu penyuluhan dilakukan agar
masyarakat dapat berperan serta secara aktif dalam menanggulangi wabah.

7. Upaya penanggulangan lainnya

Upaya penanggulangan lainnya adalah tindakan-tindakan yang dilakukan


dalam rangka penanggulangan wabah, yakni bahwa untuk masing-masing
penyakit dilakukan tindakan-tindakan khusus.

21
2.10 FASE - FASE WABAH PENYAKIT
1. Fase Pra Bencana

Menurut Rekompak (2010), kegiatan ini bertujuan mengurangi kerugian


harta dan korban manusia yang disebabkan oleh bahaya dan meminimalkan
kerugian ketika terjadi bencana.

Menurut Kemenkes RI tahun 2010, tahapan pra bencana wabah ialah :

a. Tahap Penyiagaan

Tahap ini bertujuan untuk menyiagakan semua sumber daya baik manusia
maupun logistik yang sudah disiapkan pada masa sebelum terjadi bencana. Tahap
ini dimulai sejak informasi kejadian bencana diperoleh hingga mulai tahap upaya
awal. Tahap ini mencakup peringatan awal, penilaian situasi dan penyebaran
informasi kejadian.

b. Upaya Awal

Dilakukan oleh Tim Rapid Health Assesment (RHA) untuk mengetahui


besar masalah, potensi masalah kesehatan yang mungkin terjadi saat bencana serta
kebutuhan sumber daya yang harus segera dipenuhi agar penanganan bencana
dapat berdaya guna dan berhasil guna.

c. Perencanaan Operasi

Rencana operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat harus merujuk


pada hasil rekomendasi RHA dan informasi penting lainnya dari sektor terkait,
seperti masalah keamanan, pencemaran bahan‐bahan berbahaya dan lain‐lain.

d. Pencegahan

Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap orang,


masyarakat dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah

22
agar jangan sampai terjangkit penyakit. Orang, masyarakat dan lingkungannya
yang mempunya risiko terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan
penyelidikan epidiomologi.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan jenis penyakit
wabah serta hasil penyelidikan epidiomologi antara lain :

1) Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber


penularan penyakit
2) Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi
3) Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak
dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunkan alat
proteksi diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.

e. Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan


mengikutsertakan instansi terkait lain, pemuka agama, pemuka masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat menggunakan berbagai media komunikasi massa
agar terjadi peningkatan kewaspadaan dan peran aktif masyarakat dalam upaya
penanggulangan wabah

f. Pembinaan
1) Peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam penanggulangan wabah
2) Penignkatan jejaring kerja dalam upaya penanggulangan wabah
3) Pemantaun dan evaluasi terhadap keberhasilan penanggulangan wabah
4) Bimbingan teknis terhadap penanggulangan wabah

g. Mitigasi

1) Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah


khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami
risiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila
suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan.

23
2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya
pencegahan, respon cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi.
3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penangulangan seperti sumberdaya
manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi,
transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko
dan menentukan strategi intervensi dan penanggulangan maupun respon
dini di semua jajaran.
5) Pengendalian faktor risiko.
6) Deteksi secara dini.
7) Merespon dengan cepat.

2. Fase Bencana
a. Surveilans

Survailans di daereh wabah dan daerah-daerah yang beresiko terjadi


wabah dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui perkembangan penyakit
menurut waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya
penanggulangan yang sedang dilaksanakan, atau Surveilans penyakit dan faktor
risiko pada umumnya merupakan suatu upaya untuk menyediakan informasi
kebutuhan pelayanan kesehatan di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan
tindakan kesehatan segera. Secara khusus, upaya tersebut ditujukan untuk
menyediakan informasi kematian dan kesakitan penyakit potensial wabah yang
terjadi di daerah bencana; mengidentifikasikan sedini mungkin kemungkinan
terjadinya peningkatan jumlah penyakit dari KLB/wabah; mengidentifikasikan
kelompok risiko tinggi terhadap suatu penyakit tertentu; mengidentifikasikan
daerah risiko tinggi terhadap penyakit tertentu dan mengidentifikasi status gizi
buruk dan sanitasi lingkungan.

Kegiatan survailens penyakit :


1) Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat,
2) Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa,
kader, dan masyarakat,

24
3) Memanfaatkan hasil survailans tersebut dalam upaya penanggulangan
wabah,
Langkah‐langkah surveilans penyakit di daerah bencana meliputi:

a. Pengumpulan Data
1) Data kesakitan dan kematian:

Data kesakitan yang dikumpulkan meliputi jenis penyakit yang


diamati berdasarkan kelompok usia. Data kematian adalah setiap kematian
pengungsi, penyakit yang kemungkinan menjadi penyebab kematian
berdasarkan kelompok usia.
Data denominator (jumlah korban bencana dan jumlah penduduk
beresiko) diperlukan untuk menghitung pengukuran epidemiologi,
misalnya angka insidensi dan angka kematian

2) Sumber data

Data dikumpulkan melalui laporan masyarakat, petugas pos


kesehatan, petugas Rumah Sakit, koordinator penanggulangan bencana
setempat.

3) Jenis form

Form register harian penyakit pada korban bencana, rekapitulasi


harian penyakit korban bencana, laporan mingguan penyakit korban
bencana, register harian kematian korban bencana dan laporan mingguan
kematian korban bencana.

b. Pengolahan dan Penyajian Data

Data surveilans yang terkumpul diolah untuk menyajikan informasi


epidemiologi sesuai kebutuhan. Data sebaiknya dipisahkan sesuai wilayah,
waktu dan kelompok pengungsi guna mendapatkan perhitungan yang
tepat. Sumber data juga harus selalu spesifik dan dapat dipercaya.

25
Penyajian data meliputi deskripsi maupun grafik data kesakitan penyakit
menurut umur dan data kematian menurut penyebabnya akibat bencana.

c. Analisis dan Interpretasi

Merupakan kegiatan analisis dan interpretasi data epidemiologi yang


dilaksanakan oleh tim epidemiologi. Langkah‐langkah pelaksanaan analisis:
1) Menentukan prioritas masalah yang akan dikaji
2) Merumuskan pemecahan masalah dengan memperhatikan efektifitas dan
efisiensi kegiatan
3) Menetapkan rekomendasi sebagai tindakan korektif.

d. Penyebarluasan informasi

Penyebaran informasi hasil analisis disampaikan kepada pihak-pihak yang


berkepentingan.
Proses kegiatan surveilans lainnya adalah sebagai berikut:
 Kegiatan di pos kesehatan
Pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah sarana kesehatan sementara yang
diberi tanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar untuk
masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi pengungsi dan sekitarnya. Pos
kesehatan bertujuan untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat
di lokasi pengungsi dan sekitarnya serta terselenggaranya pelayanan rawat jalan,
pelayanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi Iainnya termasuk KB,
pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan gizi, kesehatan Iingkungan
dan terselenggaranya pémantauan dan pencegahan penyakit menular di lokasi
pengungsi.
Kegiatan surveilans yang dilakukan di pos kesehatan, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui
pencatatan harian kunjungan rawat jalan
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, pengolahan data
kesakitan menurut jenis penyakit dan golongan umur per minggu
3) Pembuatan dan pengiriman laporan dalam kegiatan pengumpulan data
kesakitan yang ditujukan pada penyakit‐penyakit yang mempunyai potensi

26
menimbulkan terjadinya wabah, dan masalah kesehatan yang bisa
memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan/atau
memiliki fasilitas tinggi.
4) Jenis penyakit yang diamati antara lain diare berdarah, campak, diare,
demam berdarah dengue, pnemonia, lumpuh layuh akut (AFP), ISPA non‐
pneumonia, difteri, tersangka hepatitis, malaria klinis, gizi buruk, tetanus,
dan sebagainya
 Kegiatan di puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit‐penyakit yang diamati dan kematian
melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap pos
kesehatan yang ada di wilayah kerja
2) Validasi data agar data menjadi benar dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu
4) Pembuatan dan pengiriman laporan
 Kegiatan di rumah sakit
Kegiatan surveilans yang dilakukan di rumah sakit, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui
pencatatan rujukan kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari
para korban bencana
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu
4) Pembuatan dan pengiriman laporan
 Kegiatan di dinas kabupaten/kota
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota antara lain:
1) Pengumpulan data berupa jenis bencana, lokasi bencana, keadaan bencana,
kerusakan sarana kesehatan, angka kesakitan penyakit yang diamati dan
angka kematian korban bencana yang berasal dari puskesmas, rumah sakit,
atau Poskes khusus
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat

27
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan umur dan
tempat tinggal per minggu
4) Pertemuan tim epidemiologi kabupaten/kota untuk melakukan analisis
data dan merumuskan rekomendasi rencana tindak lanjut penyebarluasan
informasi.
 Kegitan di dinas kesehatan provinsi
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat provinsi, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit‐penyakit yang diamati dan kematian
korban bencana yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten atau kota
2) Surveilans aktif untuk penyakit‐penyakit tertentu
3) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
4) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan umur dan
tempat tinggal per minggu
5) Pertemuan tim epidemiologi provinsi untuk melakukan analisis data dan
merumuskan rekomendasi rencana tindak lanjut, penyebarluasan
informasi, pembuatan dan pengiriman laporan

b. Operasi Tanggap Darurat dan Pemulihan Darurat

Terdiri dari kegiatan pencarian dan penyelamatan, triase, pertolongan


pertama, proses pemindahan korban, perawatan di rumah sakit, dan evakuasi pos
medis sekunder.

c. Tim Gerak Cepat

Terdiri dari tenaga medis, epidiomologi kesehatan, sanitarian, entomolog


kesehatan, tenaga laboratorium dengan melibatkan tenaga pada program atau
sektor terkait maupun masyarakat. Tim gerak cepat dapat di tingkat pusat dapat
melibatkan tenaga ahli asing setelah mendapat persetujuan dari mentri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

28
d. Penatalaksanaan Penderita

Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita, pemeriksaan,


pengobatan, dan perawatan serta upaya pencegahan penularan penyakit. Upaya
pencegahan penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan
isolasi, evakuasi dan karantina, sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan
penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat lain yang
sesuai untuk kebutuhan pelayanan kesehatan penyakit menular tertentu.

Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan,


baik dirumah sakit, puskesmas, pos pelayan kesehatan atau tempat lain yang
sesuai untuk penatalaksanaan penderita. Secara umum penatalaksanaan setidak-
tidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat
tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga penderita dapat berobat setiap
saat
2) Melengkapi saran kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, pengambilan spesimen dan
sarana pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita.
3) Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan disarana kesehatan agar
tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan langsung dapat terjadi
karena adanya pencemaran lingkungan oleh bibit atau kuman penyakit
atau penularan melalui hewan penular penyakit
Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina :
1) Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan
seorang penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama
penderita atau tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit
kepada orang lain. Isolasi dilaksankan di rumah sakit, puskesmas, rumah,
atau tempat lain yang sesuai dengan kebutuhan.
2) Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari
suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar dari penularan penyakit.
Evakuasi ditetapkan oleh bupati atau walikota atas usulan tim
penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi

29
3) Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke
daerah rawan wabah untuk menghindar terjadinya penyebaran penyakit.
Karantina ditetapkan oleh bupati atau walikota atas usulan tim
penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

e. Investigasi Wabah

Wabah terdeteksi melalui :


 Analsisis data surveilans rutin; dan/atau
 Laporan petugas kesehatan, pamong atau warga yang cukup peduli.
Berbagai alasan menyebabkan dilakukannya investigasi kemungkinan
wabah yakni 1) mengadakan penanggulangan dan pencegahan; 2)
kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan; 3) pertimbangan
program; dan 4) kepentingan umum, politik, dan hukum.langkah-
langkah dalam melakukan investigasi wabah, antara lain sebagai berikut:
1) Persiapan Investigasi di Lapangan
Dalam melakukan persiapan investigasi ada 4 hal yang harus disiapkan,
yakni:
a. Meneliti penyakit yang akan dilaporkan;
b. Mengumpulkan sarana dan prasarana yang akan dibawa;
c. Membuat perjanjian secara administratif atau personal yang
diperlukan;
d. Berkonsultasi dengan semua bagian/tim untuk menentukan peranan
kita dalam investigasi wabah tersebut; dan
e. Mengidentifikasi kontak person lokal, segera setelah tiba pada tempat
yang direncanakan
2) Memastikan Adanya Wabah
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menentukan apakah jumlah kasus
yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan. Cara untuk menentukan
jumlah kasus adalah dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan
jumlahnya beberapa minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan jumlah yang ada
pada periode waktu yang sama di tahun-tahun sebelumnya Sumber informasi
untuk mengetahui jumlah kasus dapat diperoleh dari:

30
a. Catatan Hasil Surveilans, untuk penyakit yang rutin harus dilaporkan;
b. Data Penyakit setempat/lokal, untuk penyakit atau kondisi lain;
c. Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di
dekatnya atau data nasional;dan.
d. Dilaksanakan survei di masyarakat untuk menentukan kondisi
penyakit yang biasanya ada. bila wabah sudah dapat dipastikan,
bagaimana kita membuktikan bahwa memang benar benar telah
terjadi wabah? Ada 3 ketentuan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan
menghitung jumlah penderita yang diharapkan, dengan:
e. Untuk penyakit endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim, jumlah
penderita dihitung dengan:-Melihat rata-rata penderita penyakit per
bulan pada tahun-tahun yang lalu; atau-Membandingkan jumlah
penderita yang ada dengan jumlah ambang wabah (epidemic
threshold), yaitu rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-
waktu yang lalu, ditambah dengan dua kali standar error
f. Untuk penyakit epidemis yang bersifat musiman, dengan:-Melihat
jumlah penderita di musim yang sama tahun lalu; atau-Melihat jumlah
paling tinggi yang pernah terjadi pada musim-musim yang sama di
tahun lalu; Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan
jumlah ambang wabah mingguan atau bulanan berdasarkanvariasi
musiman.
g. Untuk penyakit yang tidak epidemis, dengan:-Membandingkan
jumlah penderita yang ada terhadap jumlah penderita pada saat
penyakit tersebut ditemukan.

3. Fase Pasca Bencana


a. Sarana dan Prasarana

Menurut Kemenkes tahun 2010 tentang sarana dan prasarana


penanggulangan wabah pasal 24 yaitu :
“Dalam keadaan wabah seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta wajib memberikan pelayanan terhadap penderita atau tersangka
penderita”.

31
Pasal 25 : “Dalam keadaan wabah pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan perbekalan kesehatan meliputi bahan, alat, obat, dan vaksin serta
bahan atau alat pendukung lainnya”.
Dalam situasi bencana atau di lokasi pengungsian, upaya imunisasi harus
dipersiapkan dalam mengantisipasi terjadinya KLB PD3I terutama campak.
Dalam melakukan imunisasi ini sebelumnya dilakukan penilaian cepat untuk
mengidentifikasi hal‐hal sebagai berikut :
 Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat di wilayah bencana atau
lokasi pengungsian terutama para pengungsi, lingkungan, sarana
imunisasi, sumber daya menusia
 Data cakupan imunisasi dan epidemiologi penyakit, sebelum bencana
dalam 3 tahun terakhir, untuk menentukan kebutuhan upaya imunisasi
berdasarkan analisa situasi dalam rangka pencegahan KLB PD3I
Sasaran imunisasi untuk mencegah KLB PD3I di daerah bencana/lokasi
pengungsian adalah :
 Semua anak usia 9‐59 bulan diberi imunisasi campak tambahan.
Pemberian imunisasi campak tambahan diberikan sebanyak 1 dosis atau
satu kali pemberian. Pemberian imunisasi ini terintegrasi dengan
pemberian Vit A untuk memberikan peningkatan perlindungan pada anak.
Apabila ditemukan kasus campak pasca bencana, walaupun satu kasus,
maka dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa pada daerah tersebut dan
penanggulangannya mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan KLB
(diterbitkan oleh Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan). Perkiraan
jumlah anak usia 9‐59 bulan adalah sekitar 11% x jumlah penduduk.
 Kelompok populasi yang berisiko tinggi terhadap penyakit tertentu,
berdasarkan hasil penilaian cepat pasca bencana. Contoh : imunisasi TT
terhadap petugas kesehatan, sukarelawan, petugas penyelamat, pengungsi
dll. Untuk mendapatkan perlindungan, maka pemberian Imunisasi tetanus
diberikan 2 kali dengan interval minimal 1 bulan. Bila tersedia dapat
dipertimbangkan menggunakan vaksin Td (Tetanus Difteri Toxoid), agar
memberikan perlindungan terhadap difteri selain tetanus. Bagi penderita

32
luka terbuka yang dalam, tertusuk paku/benda tajam, segera berikan ATS
(Anti Tetanus Serum).
Vaksin yang paling banyak digunakan dalam kondisi darurat adalah vaksin
campak, meningitis, polio, dan demam kuning. Imunisasi campak sebaiknya
diberikan sesegera mungkin pada kondisi bencana tanpa menunggu adanya kasus
jika cakupan imunisasi kurang dari 90%. Polio bukan penyakit mematikan dalam
kondisi darurat bencana tetapi penyakit ini berhubungan dengan rendahnya
sanitasi dan air bersih.

b. Ekonomi/Pendanaan

Menurut Kemenkes tahun 2010 tentang pendanaan penanggulangan wabah


pasal 18 yaitu :
1) Pendanaan yang timbul dalam upaya penanggulangan wabah di bebankan
pada anggaran pemerintah daerah
2) Dalam kondisi pemerintah daerah tidak mampu menanggulangi wabah
maka dimungkinkan untuk mengajukan permintaan bantuan kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya
3) Pengajuan permintaan bantuan sebagaimana menggunakan formulir
Pasal 19 : “Pemerintah dapat melimpahkan sumber pendanaan
penanggulangan wabah kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”
Pasal 20 : “Dalam penanggulangn wabah, pemerintah dapat bekerjasama
dengan negara lain atau badan internasional dalam mengupayakan sumber
pembiayaan dan atau tenaga ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan”.

c. Pemusnahan Penyebab Penyakit

1) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan terhadap bibit


penyakit atau kuman penyebab penyakit, hewan, tumbuhan dan atau benda
yang mengandung penyebab penyakit tersebut
2) Pemusnahan bibit penyakit atau kuman penyebab penyakit terhadap
permukaan tubuh manusia atau hewan atau pada benda mati lainnya,

33
termasuk alat angkut yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai
prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut jenis bibit penyakit atau kuman.
Pemusnahan bibit penyakit atau kuman penyebab penyakit dilakukan
tanpa merusak lingkungan hidup.
3) Pemusnahan hewahan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit
atau kuman penyebab kuman penyakit dilakukan dengan cara yang tidak
menybabkan tidak tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar atau dikubur
sesuai jenis hewan atau tumbuhan. Pemusnahan hewan dan tumbuhan
merupakan upaya terakhir dan dikordinasikan dengan sektor terkait
dibidang perternakan dan tanaman.

2.11 ANALISIS ARTIKEL ISU PERMASALAHAN


A. ARTIKEL BERITA
(https://daerah.sindonews.com/read/1177666/174/demam-berdarah-renggut-dua-
nyawa-pemkab-rohul-tetapkan-klb-1486446493)
7 Februari 2017, Laporan: Banda Haruddin Tanjung

Ilustrasi/SINDOnews
PEKANBARU - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hulu (Rohul) Provinsi
Riau menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus demam berdarah.
Penetapan itu setelah ditemukan dua warga meninggal dunia.

"Pada bulan Januari 2017, ditemukan dua warga Rohul meninggal dunia karena
DBD," ucap Kepala Dinas Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir, Selasa (7/2/2017).

34
Selain dua warga meninggal karena gigitan nyamuk aides aigepty, ditemukan juga
kasus 66 kasus DBD di kabupaten yang saat ini juga menetapkan status siaga
darurat kabut asap.

Jumlah kasus ini mengalami peningkatan dibanding bulan yang sama ditahun
2016. Dimana pada Januari 2016 tercatat ada hanya 9 kasus.

Terkait penetapan status DBD di Kabupaten Rohul, Dinas Kesehatan Provinsi


Riau telah melakukan kegiatan 3 M (menutup, menguras, dan mengubur barang
bekas) di seluruh Kecamatan di Rohul. "Kita juga sudah melakukan fogging di 60
titik di Rohul,"imbuhnya.

Selain di Kabupaten Rohul, ditemukan juga satu warga meninggal di Kabupaten


Kepulauan Meranti. "Di Kabupaten Meranti pada Januari 2017 ditemukan delapan
kasus. Jumlah kasus yang ditemukan mengalami penurunan dibanding Januari
tahun 2016," pungkasnya. (nag)

B. Penyebab Terjadinya Demam Berdarah


Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau menetapkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) kasus demam berdarah. Hal ini disebabkan karena ditemukan dua
warga meninggal dunia pada bulan Januari 2017. Warga meninggal karena gigitan
nyamuk aides aigepty, ditemukan juga 66 kasus DBD di kabupaten yang
menetapkan status siaga darurat asap (Tanjung, 2017).
Berdasarkan berita tersebut bahwa gigitan nyamuk aides aigepty dapat
menyebabkan kematian hal ini sesuai dengan penelitian Sukohar (2014)
mengemukakan bahwa DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus dengue. Menurut Nadesul (2004) dalam Sinaga (2015) mengemukakan
bahwa gejala dan tanda dari DBD tidak selalu tampak nyata sehingga sulit
dikenali mengakibatkan seringkali terlambat diobati dan berakibat fatal. DBD
adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan
syok yang berujung kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari
genus Flavivirus (manusia dan monyet sebagai resevoir), famili Flaviviridae.

35
DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi
virus Dengue (Zumaroh, 2015).
Jika dilihat berdasarkan berita terkait bahwa daerah yang mengalami darurat
asap juga terserang DBD. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa
peningkatan DBD disebabkan karena buruknya lingkungan sekitar sehingga dapat
menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak. Sesuai dengan penelitian
Muhlisin dan Pratiwi (2006) mengemukakan bahwa tumpukan sampah, genangan
air serta penampungan air di beberapa rumah warga dapat menjadikan tempat
bertenggernya nyamuk. Kebiasaan dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang
berperan dalam berkembangnya nyamuk penyebab demam berdarah. Penyebab
DBD yang lain adalah perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan, distribusi penduduk, faktor perilaku dan partisipasi
masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantsan Sarang Nyamuk
(PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan
mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas
(Zumaroh, 2015).
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan
oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,
perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor
epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunan, terjadi
kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Mc
Michael (2006), perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu,
kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan
serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan
vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor
perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk
dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin

36
membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin
mudah dan semakin luas.
Menurut Sukowati, sejak pertengahan tahun 1970-an dibandingkan dengan
100 tahun yang lalu episode El Nino lebih sering, menetap dan intensif.
Perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan
melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan menyebar
ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur kesehatan
masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor risiko yang mungkin
mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas
penduduk, kepadatan penduduk dan transportasi.
Indeks Curah Hujan (ICH) yang merupakan perkalian curah hujan dan hari
hujan dibagi dengan jumlah hari pada bulan tersebut. ICH tidak secara langsung
mempengaruhi perkembang-biakan nyamuk, tetapi berpengaruh terhadap curah
hujan ideal. Curah hujan ideal artinya air hujan tidak sampai menimbulkan banjir
dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembang-
biakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar
bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah). Tersedianya
air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 – 12
hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk dengan
virus dengue maka dalam 4 - 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD. Sehingga
bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang dibutuhkan
dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah sekitar 3
minggu.

C. Solusi dari Terjadinya Penyebaran Wabah Penyakit Demam


Berdarah Dengue
Terkait penetapan status DBD di Kabupaten Rahohul, Dinas Kesehatan
Provinsi Riau telah melakukan kegiatan 3M (menutup, menguras, dan mengubur
barang bekas) di seluruh kecamatan Rohul (Tanjung, 2017). Hal yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi DBD menurut Sinaga (2015) yaitu
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengasapan (fogging) dan larvassiding
yaitu memusnahkan jentik nyamuk dengan menaburkan bubuk abate ke air yang

37
tergenang di dalam tampungan air. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dilakukan dengan menerapkan 3M (menutup, mengubur dan menguras) dihimbau
untuk dilakukan oleh masyarakat satu minggu sekali. Gerakan ini dirancangkan
oleh pemerintah setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah
demam berdarah dengue bisa terjadi.
Sukohar (2014) mengemukakan bahwa pengendalian nyamuk Aedes
aegypti dapat dilakuakan dengan beberapa metode:
a. Lingkungan : dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolahan
samapah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah (menguras bak
mandi, menutup dengan rapat tempat penampungan air dan mengubur
kaleng-kaleng bekas).
b. Biologis : dapat menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang)
c. Kimiawi : pengasapan atau fogging dan memberikan bubuk abate pada
tempat penampungan air
Beberapa tindakan upaya dan kebijkan pemerintah dalam menangani kasus DBD
di Jakarta yang mana dapat juga diterapkan oleh warga Rohul dalam
permasalahan untuk memberantas wabah DBD meliputi :
 Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan
pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur
tetap yang berlaku,serta membebaskan biaya pengobatan dan perawatan
penderita yang tidak mampu sesuai dengan program PKPS-BBM/ program
kartu sehat (SK Menkes No. 143/ Menkes/ll/2OO4 tanggal 20 Februari
2004).
 Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu Rumah Sakit di daerah
yang terdiri atas unsur Ikatan DokterAnak Indonesia, Persatuan Dokter
Ahli Penyakit Dalam lndonesia, dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah.
 Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan telah melaksanakan
delapan program tetap berkaitan dengan penanggulangan demam berdarah
dengue,mulai dari pemetaan kawasan rawan DBD sampai penyuluhan dan
Pelatihan dokter atau petugas Puskesmas.
 Departemen Kesehatan beserta jajaran kesehatan daerah telah mengambil

38
langkah-langkah seperti peningkatan kerja surveillance terhadap kasus dan
vector penyakit menyiapkan unit perawatan untuk meningkatkan
pelayanan media di rumah sakit, melakukan pemantauan ketat di seluruh
provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, Serta penyiapan sarana pendukung
seperti bahan, alat kesehatan, dan sarana operasionalnya.
 Kampanye Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN), yaitu program 3M yang
sifatnya konvensional, namun sejauh ini cukup efektif yang diprogramkan
selama 30 menit setiap hari jumat pukul 09.00- 09.30s, seperti menguras
bak mandi , menutup tempat penampungan air dan mengubur barang-
barang bekas.
 Pengasapan atau fogging missal di 84 kelurahan yang dikategorikan
sebagai kelurahan rawan pada tahun 2005. Fogging dilakukan secara
Selektif oleh Dinas Kesehatan setempat untuk Penanggulangan focus
didaerah yang terdapat penderita.
 Pengiriman logistic seperti penyemprotan dan abate gratis oleh
Departemen kesehatan pada daerah- daerah rawan DBD.
 Kerja sama lintas sektor antara Pemerintah Provins(Pemprov) Jakarta
dengan polda Metro Jaya dan TNI AU pada akhir Februari 2004. Melalui
penyebaran tiga juta lembar selebaran peringatan merebaknya DBD di
wilayah Jabodetabek dan Depok.
 Melibatkan juru pemantau jentik( Jumantik) yang direkrut dari masyarakat
sekitar daerah rawan DBD dengan gaji di atas UMR melalui pelatihan
terlebih dahulu. Jumantik bertugas mengawasi jika terdapat indikasi harus
dilakukan penyemprotan.
 Meningkatkan kualitas pelayanan penderita DBD.
 Mengingatkan masyarakat untuk memakai pelindung badan misalnya
kelambu , minyak kayu putih atau minyak tawon untuk dioleskan di tubuh.
Minyak - minyak tersebut tahan terhadap serangan nyamuk selama dua
jam dan aman bagi tubuh.

39
D. Cara Pencegahan Persebaran Wabah Penyakit DBD
Strategi pemberantasan Demam Berdarah Dengue lebih ditekankan pada
upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim
penularan penyakit di daerah endemis Demam Berdarah Dengue.Selain itu
digalakkan juga kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan penyuluhan
kepada masyarakat melalui berbagai media. Pada kenyataannya, tidak mudah
memberantas Demam Berdarah Dengue karena terdapat berbagai hambatan dalam
pelaksanaanya.Akibatnya strategi pemberantasan Demam Berdarah Dengue tidak
terlaksana dengan baik sehingga setiap tahunnya Indonesia terus dibayangi
kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (Sungkar, 2007).
Untuk membantu mengurangi penyebaran Penyakit DBD, masyarakat
harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan vector
penyakit itu sendiri karena penyebaran virus dengue dipengaruhi oleh keberadaan
vektornya yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian vector meliputi
pengendalian populasi dan penyebaran vektor. Beberapa cara altematif yang
pernah dicoba antara lain:
 Membunuh nyamuk dengan ovitrap,yaitu bak perangkap yang ditutup kasa
 Penggunaan insektisida namun cara ini kurang efektif karena sifat
insektisida tidak spesifik sehingga dapat membunuh jenis serangga lain
yang bermanfaat secara ekologis serta membuat serangga resisten di
kemudian hari.
 Mengintroduksi musuh alaminya (predator) yaitu Larva nyamuk
Tbxorhyncitseps, namun cara ini kurang efektif.
 Membuat nyamuk transgenic yaitu nyamuk yang tidak bisa diinfeksi virus
namun Pengaplikasianya masih perlu dikembangkan.
Upaya pencegahan lebih ditekankan pada pembasmian larva. Cara yang
paling efektif dan efisien adalah dengan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN),
yaitu program 3M Plus yang meliputi:
 Menguras bak mandi secara periodik guna mencegah adanya larva nyamuk
yang berkembang didalam air dan telur yang melekat pada dinding bak
mandi

40
 Menutup tempat penampungan air untuk menutup akses nyamuk untuk
bertelur.
 Mengubur barang-barang bekas sehingga tidak dapat menampung air
hujan untuk dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Beberapa plus meliputi memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprod tenganin
sektisidam, menggunakan re-pellent, memasang obat nyamuk, menanam pohon
anti nyamuk memeriksa jentik berkala pengelolaan sampah padat modifikasti
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil sampingan kegiatan manusia, perbaikan
desain rumah dan upaya pencegahan lain yang disesuaikan dengan kondisi
setempat. Upaya untuk membasmi nyamuk dilakukan Dengan pengasapan atau
fogging (dengan Menggunakan fenthion dan atau malathion 4o/o dicampur solar)
pada wilayah dengan radius 100- 200m di sekitar rumah atau tempat- tempat
rawan yang pengaruhnya selama tiga hari. Pengasapan yang efektif dilakukan
pada pagi hari saat angin belum banyak bertiup Untuk membasmi telur larva, dan
jentik digunakan abate loh dicampur pasir putih (99%) dengan takaran satu gram
untuk l0 liter air. Cara ini efektif sampai dua bulan dalam bak berisi air yang tidak
dikuras lakukan dan ulangi cara ini setiap dua hingga tiga bulan sekali.Untuk
mencegah gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan memasang kawat nyamuk
halus pada pintu, lubang jendela,dan ventilasi menghindari penggantungan
pakaian di kamar mandi atau tempat gelap,mengoleskan minyak kayu putih atau
minyak tawon, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Cara tradisional pun
bisa dilakukan dengan memanfaatkan l0 gram temu hitam + l0 gram kunyit + l0
gram temu lawak + l0gram sambiloto direbus dengan 700cc air hangat tersisa
300cc, kemudian airnya disaring ditambah madu secukupnya,lalu diminum

41
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan mala petaka (UU No 4. Tahun 1984).
 Pembagian wabah menurut sifatnya
A. Common Source Epidemic
B. Propagated/Progresive Epidemic
 Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat
yang sangat luas meliputi:
a. Jumlah pesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat
menyerang masyarakat dalam Jumlah yang sangat besar, bahkan
sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas negara bahkan
lintas benua.
b. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil
dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara
tajam, khususnya wabah penyakit menular yang masih relatif baru
seperti Flu Burung dan SARS.
c. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan
dampak pada merosotnya roda ekonomi, sebagai contoh apabila
wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha
perunggasan akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan
wisata karena adanya travel warning dari beberapa negara maka akan
melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.
d. Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan
masyarakat yang sangat hebat, dan kondisi ini sangat potensial untuk
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi
tidak stabil

42
43
DAFTAR PUSTAKA

Buletin Jendela Epidemiologi (Topik Utama: Demam Berdarah Dengue) Volume


2, Agustus 2010. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian
Kesehatan RI (diakses pada tanggal 9 September 2017)
Chin, James. 2009. Manual Pemberantasan Penyakit Manual Edisi 17 Cetakan
IV. Jakarta : Infomedika

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta

Hidajat, D. D. I. 2004. Peran serta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan


Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue: Kasus di Jakarta.
Tesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Kemenkes RI, 2010. Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Menimbulkan Wabah
dan Upaya Penanggulangan Wabah. Jakarta

Muhlisin, A., dan Pratiwi, A. (2006). Penanggulangan Demam Berdarah Dengue


(DBD) di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. WARTA, 9(2), 123-
129.
Poerwadarminta, 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Sinaga, S. N. (2015). Kebijakan Penaggulangan Penyakit Demam Berdarah di


Indonesia. Jurnala Ilmiah Reserch Sainis, 1(1).
Sukohar. (2014). Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula, 2(2).
Siusan D dan japH adi Susantot. 2006. Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah
Dengue di Jakarta. Meditek Vol. 14 No. 38. Hal : 1-11.
Sukowati. The Impact Of Climate Change to the Vector Borne Diseases in
Indonesia, NIHR&D: Indonesia
Tanjung, B. H. (2017, Februari Selasa). Demam Berdarah Renggut Dua Nyawa,
Pemkab Rohul Tetatpkan KLB. SINDONEWS.com.

44

Anda mungkin juga menyukai