BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Diabetes Melitus
A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolit dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (Magfirah dkk., 2014).
Diabetes Melitus berasal dari kata Yunani, diabetes berarti pancuran,
melitus berarti madu atau gula. Jadi istilah diabetes melitus
menggambarkan gejala diabetes yang tidak terkontrol yakni banyak
keluar air seni yang manis karena mengandung gula. Diabetes melitus
merupakan penyakit metabolisme yang ditandai peningkatan glukosa
darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara
suplai darah dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan
untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan
untuk metabolisme dan pertumbuhan sel (Magfirah dkk., 2014).
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis umum yang timbul pada penderita diabetes
diantaranya sering buang air kecil (poliuria) dan terdapat gula pada air
seninya (glukosuria) yang merupakan efek langsung kadar glukosa darah
yang tinggi. Poliuria mengakibatkan penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia). Poliuria juga
mengakibatkan terjadinya polifagi (sering lapar), kadar glukosa darah
yang tinggi pada penderita diabetes tidak diserap sepenuhnya oleh sel-sel
jaringan tubuh. Penderita akan kekurangan energi, mudah lelah, dan berat
badan terus menurun. Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 sering
memperlihatkan gejala pasien diabetes melitus tipe 2 mungkin sama
sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes
toleransi glukosa (Utami, 2003; Price et al., 2014).
C. Klasifikasi
7
a. Mikroangiopati
Hiperglikemia ada kaitan yang kuat dengan insiden dan
berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola
retina. Akibatnya, perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut
retina dapat mengakibatkan kebutaan (Price et al., 2014).
Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi.
Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan
9
inflamasi
4=infeksi dengan manefestasi demam,
leukositosis, hipotensi dan azotemia
Hilangnya sensasi 0=tidak ada
1=ada
E. Diagnosis
12
G. Manajemen
Manajemen ulkus kaki diabetik menurut Cahyono (2007), yaitu:
1) Debridemen
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihan
benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Ada beberapa pilihan
dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik,
autolitik, biologik, debridemen bedah. Debridemen mekanik
16
3. Bakteri
A. Definisi
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak
mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu
memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam
tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti (Jawetz et al.,
2007).
B. Klasifikasi Bakteri
Terdapat beberapa cara penggolongan bakteri diantaranya
berdasarkan dinding sel bakteri dan morfologi bakteri (Gani, 2008).
1) Dinding sel
Dinding sel bakteri relatif kuat, sehingga dapat mempertahankan
bentuk bakteri itu sendiri, walaupun tekanan osmotiknya tinggi, sel
bakteri tidak pecah. Dalam garis besarnya didnding sel bakteri
dikelompokkan kedalam 2 jenis yaitu:
a) Dinding sel gram positif
Lapisan peptidoglikan sangat tebal yang terdiri dari rantai
polisakarida biasanya N-acetyl-D-glucosamine (NAG) dan N-acetyl
–D- Muramic Acid (NAM). Komponen lain dari dinding sel gram
positif adalah teochoic acid dan lipoteichoic acid, dimana kedua
komponen ini merupakan hal yang unik bagi dinding sel gram
positif. Misalnya bakteri Micrococcus, Staphylococcus,
Leuconostoc, Pediococcus dan Aerococcus (Gani, 2008).
e) Transport media
Untuk mencegah agar bakteri yang ada dalam spesimen tidak mati
dan tidak mengadakan multipikasi, digunakanlah transport media;
misalnya Stuart medium, Amies medium dan Cary-Blair transport
medium.
4. Sensitivitas Antibiotik
Antibibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme,
yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme lain. Sesuai sifatnya antibiotik harus memiliki toksisitas
selektif karena kelompok obat ini diproduksi oleh satu mikroorganisme dan
mempunyai derajat toksisitas yang berbeda-beda terhadap mikroorganisme
lain. Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk
menyelidiki antibiotik yang sesuai. Metode cakram Kirby-bauer merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui nilai sensitivitas suatu
antibiotik terhadap suatu bakteri (Harmita dkk, 2008).
Pemeriksaan uji sensitivitas menggunakan metode agar difusi cakram
dan dilakukan cara Kirby-bauer (standard single disk method). Adapun
prosedur pemeriksaannya yaitu:
a. Biakan bakteri yang berumur 24 jam pada agar miring dengan
menggunakan sengkelit ditanam pada suhu 370C, atau bila jumlah
bakteri cukup, dapat langsung disuspensikan sampai McFarland 0,5
kaldu Muller Hinton.
b. Suspensi biakan bakteri kemudian disesuaikan kekeruhan dengan
standar kekeruhan / nephelometer McFarland 0,5.
c. Dengan menggunakan swab kapas steril, swab kapas ini di celupkan
dalam suspensi biakan bakteri setelah diperas dengan cara menekan dan
memutar swab kapas pada dinding tabung di luar cairan sebanyak 2
kali, lalu pada lempeng agar Muller Hinton dengan cara garis
menggaris, rapat, sejajar, lalu diputar 600 dan lakukan garisan serupa
dengan lidi kapas yang sama, sampai 3X, sehingga terjadi penyebaran
biakan bakteri secara merata keseluruhan permukaan agar.
21
d. Biakan bakteri pada lempeng agar ini dibiarkan mengering selama 4-5
menit (tidak boleh lebih dari 15 menit).
e. Kemudian meletakan cakram antibiotika pada lempeng agar tersebut
yang berdiameter 6 cm sebanyak 2-3 cakram antibiotika dengan
menggunakan pinset atau dispenser disc.
f. Selanjutnya lempeng agar di inkubasi pada suhu 37 0C selama 18-24
jam.
g. Keesokan harinya dilihat ada tidaknya zona hambatan yang terbentuk
disekitar cakram antibiotika.
h. Penulisan dan intepretasi hasil.
i. Pengukuran diameter zona hambatan dengan menggunakan alat ukur
jangka sorong pada zona yang jernih, kemudian dicatat pada uji
kepekaan.
j. Pembacaan dan evaluasi kepekaan mengikuti petunjuk standar
interpretasi yang ada di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Palu
dengan interpretasi sebagai berikut :
20 Fosfomycin 16 mm 13-15 mm 12 mm
21 Gentamicin 15 mm 13-14 mm 12 mm
22 Kanamicin 18 mm 14-17 mm 13 mm
23 Levofloxacin 17 mm 14-16 mm 13 mm
24 Meropenem 16 mm 14-15 mm 13 mm
25 Methicillin 14 mm 10-13 mm 9 mm
26 Nalidixic Acid 19 mm 14-18 mm 13 mm
27 Neomycin 17 mm 13-16 mm 12 mm
28 Nitrofurantoin 17 mm 15-16 mm 14 mm
29 Norfloxacin 17 mm 13-16 mm 12 mm
30 Novobiocin 22 mm 18-21 mm 17 mm
31 Ofloxacin 16 mm 13-15 mm 12 mm
32 Oxacillin 13 mm 11-12 mm 10 mm
33 Pefloxacin 22 mm 16-21 mm 15 mm
34 Penicillin G 29 mm 21-28 mm 19 mm
35 Streptomicin 15 mm 12-14 mm 11 mm
36 Sulfonamides 17 mm 13-16 mm 12 mm
37 Tetracycline 19 mm 15-18 mm 14 mm
38 Vancomycin 17 mm 15-16 mm 14 mm
(Labkesda, 2016)
5. Sistem Informasi Geografis (SIG)
A. Definisi
Sistem informasi georgrafis pada dasarnya memiliki pengertian, yaitu
sistem informasi berbasis komputer dengan memakai data digital yang
berhubungan pada letak geografis di muka bumi dan terdiri dari 3 unsur
pokok yaitu sistem, informasi dan geografi (Krisna dkk, 2014).
Istilah informasi geografi mengandung pengertian informasi mengenai
tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai
posisi suatu objek dan informasi mengenai keterangan-keterangan
(atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diketahui.
Sistem informasi geografis yang terdiri dari sistem komputer, data
geospatial, dan user (Krisna dkk, 2014).
B. Fungsi
SIG mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor
komputer seperti lembaran peta yang dapat mempresentasikan dunia
nyata diatas kertas, akan tetapi mempunyai kekuatan lebih dan
fleksibilitas dari pada lembaran kertas (Krisna dkk, 2014).
23
SIG dapat melihat peta yang berbasis sistem informasi, yang dapat
menjelaskan lebih terperinci dan mempermudah pemahaman dari peta
tersebut (An Ni’mah, 2014).
C. Subsistem
Menurut Prahasta (2009), SIG dapat diuraikan menjadi beberapa
subsistem sebagai berikut :
1. Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan
menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber.
Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengonversikan
atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format
yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.
2. Data Output
Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan
keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki)
seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy
maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain
sebagainya.
3. Data Manajemen
Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-
tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian
rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update,
dan di-edit.
4. Data Manipulasi dan Analisis
Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat
dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan
manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator
matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan
informasi yang diharapkan.
24
Diabetes Mellitus
B. Kerangka Teori
Makroangiopati Mikroangiopati
Sistem Informasi
Ulkus Diabetik
Geografis
25
Sensitivitas
Bakteri
Antibiotik
Sensitivitas Antibiotik
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
C. Kerangka Konsep
Ulkus Diabetik
D. Landasan Teori
Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah
kaki diabetes, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren
dan artropati Charcot. Sekitar 15% penderita DM dalam perjalanan penyakitnya
akan mengalami kompikasi ulkus diabetik terutama ulkus di kaki. Infeksi
merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus kaki diabetik. Infeksi
26