Anda di halaman 1dari 69

PD IAI JAWA BARAT BID.

SINKRONISASI
PERATURAN
PASAL 1 butir 4 Permenkes 889 Thn. 2011, SUDAH BATAL DEMI HUKUM

Permenkes 889 Thn. 2011 Pasal 1, butir 4:


Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker;

Penjelasan UU No. 36 Tahun 2014 Pasal 11 Ayat (6)


Tenaga teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan
analis farmasi.

Penjelasan UU No. 36 Tahun 2014 Pasal 8 huruf b.


Yang dimaksud dengan "Asisten Tenaga Kesehatan" adalah tenaga yang memiliki
kualifikasi di bawah Diploma Tiga bidang kesehatan dan bekerja di bidang
kesehatan.
UU No. 36 Tahun 2014
Pasal 91
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 92
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 94
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
UU No. 36 Tahun 2014
Pasal 95
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 96
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(17 Oktober 2014 )
HIRARKIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEFARMASIAN
PERATURAN PEMERINTAH PERMEN PERDA
UNDANG-UNDANG (Propinsi & Kab /
(yang diamanatkan Kota)
PP 51/2009 Per-UU)
(PRAKTEK PELAYANAN
UU 36/2009 KEFARMASIAN) Permenkes
(KESEHATAN) 889/2011
PP 72/1998 (Reg, SIP & SIPA)
(Pengamanan Sediaan
UU 36/2014 Farmasi & Alat Kesehatan) Permenkes
(TENAGA KESEHATAN) 30/2014
UUD PP 103/2014 (SP Puskesmas)
PERIZINAN
(Pelkestra)
1945 Stbl. 1949/419
Permenkes
KESEHATAN
(UU Obat Keras) 35/2014
(SP Apotek)
UU 5/1997
Permenkes
(Psikotropika)
58/2014
(SP RS)
UU 35/2009
(Narkotika)
UU No. 36 Tahun 2014
(TENAGA KESEHATAN)

Pasal 8
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
Tenaga Kesehatan (NAKES) dan Asisten Tenaga Kesehatan (ATK)

Pasal 9 (1) Pasal 10 (1)


NAKES harus memiliki kualifikasi ATK harus memiliki kualifikasi
minimum Diploma Tiga, minimum pendidikan menengah di
kecuali tenaga medis bidang kesehatan

Pasal 9 (2) Pasal 10 (2)


Kualifikasi minimum NAKES diatur ATK hanya dapat bekerja di
dengan Permen bawah supervisi NAKES

Pasal 11 (6) Pasal 10 (3)


Jenis Tenaga Kesehatan yang Ketentuan lebih lanjut mengenai
termasuk dalam kelompok tenaga ATK diatur dengan Permen
kefarmasian terdiri atas APT dan
TTKfar
PENDIDIKAN TENAGA KEFARMASIAN
TENAGA Tingkat
KEFARMASIAN
Minimal D3
PENDIDIKAN
KEFARMASIAN
ASISTEN
TENAGA
Tingkat Dibawah
KEFARMASIAN D3

Pasal 62 Ayat (2), UU 36 Th. 2014


Tingkat (Jenis) Kompetensi
NAKES Kefarmasian

Tingkat APT Tingkat TTKfar.


JENIS TENAGA KEFARMASIAN
TENAGA
APOTEKER
PROFESI
KEFARMASIAN
TENAGA
KEFARMASIAN D3
TENAGA FARMASI
TEKNIS
KEFARMASIAN SARJANA
FARMASI

SMK
ASISTEN ASISTEN FARMASI
TENAGA APOTEKER
KEFARMASIAN …?????
PT. FARMASI
dibawah D3

UU 36 Thn. 2014, Pasal 1 Angka 2


PERANAN TENAGA PROFESI APOTEKER
1. APOTEKER AKADEMISI
(DOSEN)

2. APOTEKER MANAJEMEN
(penanggung jawab)
APOTEKER INDUSTRI
APOTEKER
APOTEKER DISTRIBUSI

APOTEKER APOTEK

3. APOTEKER PRAKTIK
(PELAYANAN)

Pasal 62 Ayat (1), UU 36 Th. 2014:


NAKES, Praktik harus dilakukan sesuai Kewenangan didasarkan Kompetensi yang
dimiliki
JENIS & PERANAN
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN

Pasal 62 Ayat (1), UU 36 Th. 2014


NAKES
Praktik harus dilakukan sesuai:
Kewenangan didasarkan Kompetensi yang dimiliki

Pasal 62 Ayat (2)


Jenis NAKES tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan,
memiliki kewenangan profesi sesuai:
Lingkup & Tingkat Kompetensi

Lingkup Kompetensi Tingkat Kompetensi


(Kelompok NAKES) (Seperti Jenis NAKES
Seperti: Tenaga Medis, Perawat, Kefarmasian: APT dan TTKfar.)
Bidan, Kefarmasian, dll.
JENIS & PERANAN

Teknis MANAJEMEN D3 (Amd.


Farm)
TTK INDUSTRI
SARJANA
TTK TTK DISTRIBUSI
FARMASI
TTK
APOTEK/IFRS/Klinik D3 (Amd.
Farm)

Pasal 62 Ayat (1), UU 36 Th. 2014:


NAKES, Praktik harus dilakukan sesuai Kewenangan didasarkan Kompetensi yang
dimiliki
TUGAS TENAGA KEFARMASIAN
Pekerjaan Kefarmasian
ADALAH:
•pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
•pengelolaan obat,
•pelayanan obat atas resep dokter,
•pelayanan informasi obat,
•serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. (Pasal 1, angka 1: PP 51 Th.
2009)

INDUSTRI DISTRIBUSI
Kefarmasian Kefarmasian
(Riset, Pembuatan &
Pengelolaan
Pelayanan (Penyaluran &
Pengelolaan)
Kefarmasian
(Pelayan Resep/Obat,
Informasi Obat &
Pengelolaan)
TUGAS TENAGA KEFARMASIAN

1. INDUSTRI KEFARMASIAN:
• RISET & PENGEMBANGAN (R
Pembuatan, termasuk &D)
pengendalian mutu • FORMULASI
sediaan farmasi, • PRODUKSI
pengamanan, pengadaan, • PENGENDALIAN MUTU SEDIAAN
dan penyimpanan: (QC)

2. DISTRIBUSI KEFARMASIAN:
Pengendalian mutu sediaan Obat Keras (G): (Pasal 3 ayat (1) St. No. 419 tgl. 22
farmasi, pengamanan, Des 1949)
• Distribusi oleh Produsen/PBF melalui
pengadaan, penyimpanan, dan Penawaran dan/atau Penjualan harus
pendistribusi atau berdasarkan SURAT PESANAN yang di ttd oleh
SIPA (di sarana ber-SIA) atau Apoteker Pj. PBF.
penyaluranan obat:
Obat Bebas Terbatas (W): Pasal 4 ayat (1)
(St. No. 419 tgl. 22 Des 1949)
• Distribusi oleh Produsen/PBF melalui
Penawaran dan/atau Penjualan harus
berdasarkan SURAT PESANAN yang di ttd
oleh Apoteker ber SIPA/Apoteker Pj. PBF.
TUGAS TENAGA KEFARMASIAN

3. PELAYANAN KEFARMASIAN:
Pelayanan Kefarmasian
ADALAH:
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. (Pasal 1 angka 4: PP 51 Th. 2009)

Pelayanan Pelayanan Obat


Obat atas Bebas Terbatas
resep dokter Pelayanan & Obat Bebas

Informasi
Obat
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN
Pasal 65, UU 36 Th. 2014
Pelimpahan Tindakan/Pekerjaan NAKES

Pasal 65 (1) Pasal 65 (2)


Pelimpahan Pelimpahan
Tindakan Medis dari Pekerjaan Kefarmasian dari
Tenaga Medis Tenaga APT

Penjelasan Pasal 65 (1) Pasal 65 (2)


Penerima Pelimpahan, antara lain: Penerima Pelimpahan: TTKfar
Perawat, Bidan, Penata Anestesi,
Tenaga Keterapian Fisik, dan
Keteknisian Medis.
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN

Pasal 65 Ayat (3), UU 36 Th. 2014


Pelimpahan tindakan, dilakukan dengan ketentuan:

PEMBERI PELIMPAHAN
( selaku: TENAGA PROFESI KESEHATAN / PENANGGUNG JAWAB )

a. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam Kemampuan dan Keterampilan


yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;

b. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi


pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai
dasar pelaksanaan tindakan.
Pasal 65 (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan tindakan diatur dengan Permen
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN

PELIMPAHAN WEWENANG
PEKERJAAN PROFESI KEFARMASIAN

1. SESUAI
KOMPETENSI

PELIMPAHAN 2. DI BAWAH
WEWENANG kepada TTK syarat PENGAWASAN
(Oleh APOTEKER) APOTEKER

3. BUKAN
BERUPA
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
UU 36 Thn. 2014, Pasal 65
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN

JOBDIS & HIRARKIS PRAKTIK TENAGA KEFARMASIAN


PENANGGUNG JAWAB PENANGGUNG
MANAJEMEN JAWAB PROFESI
( IZIN OPERASIONAL ( SIPA )
atau SIA )
TENAGA PROFESI
APOTEKER Sp2

APOTEKER APOTEKER Sp1

PELIMPAHAN
PELAKSANA TEKNIS
APOTEKER Dg Pelimpahan
( SIK )

SUPERVISI
S1
FARMASI
D3
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN FARMASI
PEKARYA FARMASI
( SURAT PENUGASAN )
ASISTEN TENAGA KEFARMASIAN ASISTEN
TENAGA
KEFARMASIAN
PENGORGANISASIAN PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN:

APOTEKER MELIMPAHAN KEWENANGAN TTK


APOTEKER: PENGELOMPOKAN TTK:
Melimpahkan Sesuai: • Diatur melalui penjurusan PT.
• Apoteker Umum
Kemampuan & Keterampilan
• Apoteker Spesialis (kolegium) Vocasional

KEWENANGAN YANG TIDAK


DAPAT DILIMPAHKAN: KEWENANGAN YANG
PENGAMBILAN
• Ttd SP/Dokumen Obat KEPUTUSAN TINDAKAN: DILIMPAHKAN:
• Pengkajian & Skrinning Resep tidak dapat diimpahkan •Teknis produksi & mutu
• Dispensing Obat
• Pemilihan Zat Aktif & Sediaan •Teknis distribusi
Obat •Teknis pengelolaan sediaan
• Konseling konsumsi Obat
farmasi, alkes & BMHP
PENANGGUNGJAWAB: TANGGUNG JAWAB: •Teknis peracikan/penyiapan
• Berkewajiban mengawasi
• R & D, Formulasi, Produksi &
• Tetap bertanggungjawab atas
obat resep
Mutu
• Distribusi tindakan yg dilimpahkan •Teknis asuhan konsumsi
• Pelayanan obat
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN

Pasal 63 (1), UU 36 Th. 2014


Dalam keadaan tertentu
NAKES dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.

Penjelasan Pasal 63 (1): Penjelasan Pasal 63 (1):


Keadaan Tertentu: NAKES yang dapat memberikan pelayanan
Kondisi tidak adanya NAKES yang memiliki di luar kewenangannya, al:
kewenangan untuk melakukan tindakan a. Perawat/Bidan yg memberikan pel.
pelkes yang dibutuhkan serta tidak kedokteran dan/atau kefarmasian
dimungkinkan untuk dirujuk. dalam batas tertentu; atau
b. TTKfar yang memberikan pelayanan
kefarmasian yang menjadi kewenangan
apoteker dalam batas tertentu.

Pasal 63 (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan
diatur dengan Permen
WEWENANG TENAGA KEFARMASIAN

MELAKSANAKAN PEKERJAAN PROFESI KEFARMASIAN


DILUAR KEWENANGAN
OLEH TENAGA KESEHATAN LAIN

“DALAM KEADAAN
TERTENTU”
dalam Batas Tertentu
DALAM KONDISI TIDAK
TTK
ADA PELAYANAN
KEFARMASIAN & TIDAK PERAWAT
MUNGKIN DIRUJUK
BIDAN
( OLEH APOTEKER )

UU 36 Thn. 2014, Pasal 63


UJI KOMPETENSI
UU 36 Thn. 2014, Pasal 1 Angka 6, 7, 8, 9 dan 10 Jo Pasal 21 ayat (2)

LULUSAN BARU
Oleh
PT & IAI, Lembaga lain
TTK
UJI
STRA / STRTTK
KOMPETENSI (Konsil Profesi)
FARMASI
APOTEKER
LAMA / BERKALA
Oleh
siapa……..??!!!???
ORGANISASI PROFESI
Pasal 50 (1), UU 36 Th. 2014
NAKES harus membentuk Organisasi Profesi ( Contoh: IAI )

Sebagai wadah untuk Sebagai wadah untuk


meningkatkan dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan mengembangkan martabat dan
(kemampuan) dan keterampilan. etika profesi.
ORGANISASI PROFESI

UU 36 Thn. 2014, Pasal 50

APOTEKER

ANGGOTA ORGANISASI
PROFESI KEFARMASIAN IAI

TTK..???!!!

Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.
(Pasal 50, Ayat (2)
ORGANISASI PROFESI

Pembinaan kemampuan dan keterampilan


pekerjaan kefarmasian dapat dilakukan melalui

Kegiatan Kegiatan Pengalaman


Pembelajaran Pelatihan Kerja

Wadah Sarana Produksi,


Wadah ( Profesi & Lembaga Distribusi &
Pelatihan yang telah
( PT ) Terakreditasi )
Pelayanan

Pasal 65 (3) Huruf a.


Tindakan yang dilimpahkan
termasuk dalam Kemampuan dan Keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
ORGANISASI PROFESI

Pembinaan untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan


Martabat dan Etika profesi

Pasal 50 (2), UU 36 Th. 2014


Setiap jenis NAKES hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi

Pasal 65 (3) Huruf:


b. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang
pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
*
 Disahkan pada kongres ISFI ke XVII 2005 di Bali.Disahkan
kembali dalam Kongres ISFI ke XVIII 2009 di Jkt.
 Terdiri dari ;
- Mukadimah
- 5 (lima) Bab dan 15 (lima belas) Fasal.
SAAT INI
Sudah disahkan “PEDOMAN DISIPLIN”
*Kode Etik Apoteker
Indonesia
* Mengingat bahwa Kode Etik IAI dibuat dengan sangat ringkas
dan sederhana, maka untuk memudahkan dalam
implementasi Kode Etik tersebut di buatlah Pedoman
Implementasi. Dimana setiap fasal yang ada dibuatkan
jabarannya, sehingga dapat dijadikan acuan oleh MEDAI D
dan anggota dalam implementasinya.

* Pedoman Implementasi
Kode Etik
* Berisi hal yang mendasari seorang Apoteker dalam
pengabdiannya.
* Landasan moral dalam pengabdiannya.
* Penegasan bahwa kode etik akan dijadikan pedoman dan
petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak.

*Mukadimah
* Berisi hal2 yang merupakan kewajiban umum seorang
Apoteker.
* Pasal 1, Kewajiban terhadap Sumpah Apoteker.
* Pasal 2, Kewajiban terhadap Kode Etik Apoteker.
* Pasal 3, Kewajiban pentingnya kompetensi bagi Apoteker.

*Bab I
*Pasal 4, Kewajiban seorang Apoteker dalam
mengembangkan ilmu & Keterampilan.
*Pasal 5, Kewajiban Apoteker utk menjaga martabat
luhur.
*Pasal 6, Kewajiban Apoteker untuk selalu menjadi
teladan bagi orang lain.
*Pasal 7, Kewajiban Apoteker utk memberikan informasi
yang benar kpd masyarakat.
*Bab I
*Pasal 8, Kewajiban Apoteker utk selalu mengikuti
perkembangan peraturan dan perundangLanjutan
undangan di
bidang Kesehatan dan farmasi khususnya.
* Berisi Kewajiban Apoteker terhadap Penderita.
* Pasal 9, Kewajiban Apoteker untuk mendahulukan
kepentingan pasien dan masyarakat.

* Bab II
* Berisi Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat.
* Pasal 10, Bagaimana seorang Apoteker bersikap terhadap
terhadap sejawatnya.
* Pasal 11, Bagaimana sikap Apoteker melihat pelanggaran kode
Etik oleh sejawatnya.
* Pasal 12,Bagaimana kerjasama sesama Apoteker.

*Bab III
* Berisi kewajiban apoteker terhadap sesama tenaga
kesehatan.
* Pasal 13,14, Bagaimana Apoteker membangun hubungan
dengan tenaga profesi kesehatan lainnya.

*Bab IV
Penutup
* Pasal 15, Pengaturan terhadap sanksi pelanggaran Kode Etik.

*Bab V
* Dalam Kongres ke XIX tahun 2014 baru2 ini telah ditetapkan
bahwa IAI akan membuat Pedoman Disiplin Apoteker
Indonesia.
* Dalam Rakernas bulan Juni yll telah di tetapkan PDAI untuk
pertamakalinya dan sudah dijadikan PO oleh PP.

*PEDOMAN DISIPLIN
APOTEKER INDONESIA
(PDAI)
* 1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
* Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan
standar praktek Profesi/standar kompetensi yang
benar,sehingga berpotensi menimbulkan/mengakibatkan
kerusakan,kerugian pasien atau masyarakat.

*Bentuk Pelanggaran
Disiplin Apoteker
indonesia
• 2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang
menjadi tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun
tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping
yang sah.
• 3.Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan
tertentu dan/ atau tenaga-tenaga lainnya yang tidak
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
• 4.Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak
kepada kepentingan pasien/masyarakat.
• 5.Tidak memberikan informasi yang sesuai,relevan dan “up
to date” dengan cara yang mudah dimengerti oleh
pasien/masyarakat,sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
• 6.Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar
Prosedur Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh
personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian,sesuai
dengan kewenangannya.
• 7.Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin
„mutu‟,‟keamanan‟,dan ‟khasiat/manfaat‟ kepada pasien.
• 8.Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi)
obat dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang
berlaku,sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya
mutu,khasiat obat.
• 9.Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
• 10.Melakukan penataan,penyimpanan obat tidak sesuai
standar, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan
kualitas obat.
• 11.Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat
kesehatan fisik ataupun mental yang sedang terganggu
sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
• 12.Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
• 13.Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam
pelaksanaan praktik swa-medikasi (self medication) yang
tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
• 14.Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak
etis, dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
• 15.Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian
terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
• 16.Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
• 17.Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

• 18.Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi


yang tidak baik dan tidak benar
• 19.Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin
kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi
yang tidak sah.
• 20.Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti
lainnya yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas
pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
• 21.Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun
tulisan.
• 22.Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan
kepada hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan
patut.
* Sumber Pengaduan:
1. Pasien/Masyarakat.
2. Dokter /Tenaga Kesehatan lainnya.
3. Teman Sejawat.
4. Pengurus Cabang / Daerah
5. Instansi Pemerintah.

*TATA CARA
PENANGANAN
PELANGGARAN
* MEDAI Daerah,menerima Pengaduan Tertulis yang:
- Cukup Bukti
- Berisi Kronologi
- Tempat dan Waktu Kejadian.
• Menelaah Pengaduan, kalau perlu melakukan peninjauan
lansung.
• Dalam 20 hari kerja sudah dibuat “Keputusan”,apakah
Perkara akan diteruskan untuk disidang atau tidak.
• “Kalau Tidak”, MEDAI D harus menulis kepada Pelapor dan
PC/PD serta CC kpd MEDAI P.
• “Kalau Sidang”, Maka Sekretaris MEDAI D menyiapkan Sidang
sesuai tata cara persidangan.
*Tugas MEDAI Daerah
* Bilamana setelah 3 x Pemanggilan Terlapor tidak hadir dalam
sidang maka MEDAI D dapat melakukan sidang “inabsentia”.
* Selanjutnya hasil sidang di sampaikan kepada Terlapor, PC/PD
dan MEDAI P.
* Bilamana Tersangka tidak terima keputusan MEDAI D, ybs
dapat melakukan Banding ke MEDAI Pusat.

*Bagaimana kalau
terlapor tidak datang?
* Tidak perlu ada penyidangan terhadap Apoteker Indonesia
karena melanggar Kode Etik dan Disiplin Apoteker.

* Semua kita melakukan Praktek Profesi dengan baik dan benar.

* Harapan...
* Kalau semua Apoteker mau menjalankan praktek profesi nya
dengan baik dan benar serta disiplin menjalankanya, maka itu
berarti kita sudah mengamalkan Kode Etik dan sudah
terhindar dari Pelanggaran Disiplin Apoteker.
• Bilamana kita mengamalkan Kode Etik dan Pedoman Disiplin,
maka apresiasi masyarakat dan profesi Kesehatan lainnya
akan meningkat.
• Bilamana sudah ada apresiasi masyarakat dan Profefesi
Kesehatan lainnya,maka itu artinya “TRUST” sudah muncul
terhadap Apoteker.
• Bilamana Trust sudah muncul,maka masyarakat akan
“membutuhkan” Apoteker.
• Kalau sudah menjadi kebutuhan maka kesejahteraan
Apoteker akan meningkat.
*Jabaran Mukaddimah
 Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian dan
pengamalan ilmunya harus didasari oleh sebuah
niat luhur untuk kepentingan mahluk lain sesuai
dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
 Sumpah dan janji Apoteker adalah komitmen
seorang apoteker yang harus dijadikan landasan
moral dalam pengabdian profesinya
 Kode etik sebagai kumpulan nilai2 atau prinsip
harus diikuti oleh Apoteker sebagai pedoman dan
petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak
dan mengambil keputusan

B
 (Sumpah Apoteker yang diucapkan seorang Apoteker untuk bisa
diamalkan dalam pengabdiannya, harus dihayati dengan baik dan
dijadikan landasan moral dalam setiap tindakan dan perilakunya)
Dalam Sumpah Apoteker ada beberapa poin yang harus
diperhatikan, yaitu :
 Membaktikan hidup utk kepentingan peri kemanusiaan
 Menjaga rahasia terkait pekerjaan dan keilmuaan sbg Apoteker.
 Sekalipun diancam,tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian utk yg bertentangan dengan perikemanusiaan
 Melaksanakan praktik profesi sesuai martabat dan tradisi luhur
*Jabaran Pasal 1
yang berlandaskan praktik, profesi, yaitu Ilmu, Hukum dan Etik.
 Tidak terpengaruh oleh pertimbangan S A R A dan kedudukan
sosial.
B
*Kesungguhan dalam menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
dinilai dari :
* ada tidaknya laporan masyarakat,
* ada tidaknya laporan dari sejawat apoteker
atau sejawat tenaga kesehatan lain,
*serta ada tidaknya laporan dari instansi
*Jabaran Pasal 2
pemerintah (Jajaran Kesehatan)
*B
* Setiap apoteker indonesia harus mengerti,menghayati dan
mengamalkan kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi
Apoteker Indonesia. Kompetensi yang dimaksud adalah
:pengetahuan, ketrampilan dan attitude yang berdasarkan pada
Ilmu, Hukum dan Etik
* Ukuran Kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat uji konpetensi.
* Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama
dalam setiap tindakan dan keputusan seorang Apoteker Indonesia.
* Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan kepada konflik
tanggung jawab profesional ,maka dari berbagai opsi yang ada,

*Jabaran Pasal 3
seorang Apoteker harus memilih resiko yang paling kecil dan paling
tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat

*B
*Seorang Apoteker harus mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya
secara terus menerus.
*Aktifitas seorang apoteker dalam meengikuti
perkembangan di bidang kesehatan, diukur dari
Nilai SKP yang diperoleh dan Hasil Uji
Kompetensi
*Jabaran Pasal 4
*Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh
Apoteker ditetapkan dalam PO
*B
*Seorang apoteker dalam tindakan
profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merusak seseorang
ataupun merugikan orang lain.
*Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya
dapat memperoleh imbalan dari pasien atas
jasa yang diberikannya dengan tetap memegang
teguh kepada prinsip mendahulukan
*Jabaran Pasal 5
kepentingan pasien.

*B
*Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan
masyarakat atas profesi yang disandangnya
dengan jujur dan penuh integritas.
*Seorang Apoteker tidak akan menyalah gunakan
kemampuan profesionalnya kepada orang lain.
*Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya
dihadapan publik
*B
*Jabaran Pasal 6
* Seorang apoteker dalam memberikan informasi kepada
pasien/masyarakat harus dengan cara yang mudah dimengerti dan
yakin bahwa informasi tsb sesuai, relevan dan “up to date”.
* Sebelum memberikan informasi Apoteker harus menggali informasi
yang dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui
Apoteker mengenai pasien serta penyakitnya.
* Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai
pelayanan kepada pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang
terlibat.
* Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman

*Jabaran Pasal 7
masyarakat terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan
informasi secara jelas, melakukan monitoring penggunaan obat
dsb,
*B
*Tidak ada alasan bagi Apoteker untuk tidak tahu per
UU/ peraturan yang terkait dengan ke farmasian.Untuk
itu setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan peraturan, sehingga setiap Apoteker
dapat menjalankan profesinya dengan tetap berada
dalam koridor UU atau peraturan.
*Apoteker harus membuat SPO ( SOP) sebagai pedoman
kerja bagi seluruh personil di apotik atau tempat

*Jabaran Pasal 8
praktek profesi lainnya, sesuai kewenangan atas dasar
peraturan perundangan yang ada

*B
* Pelayanan kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang
Apoteker.
* Setiap tindakan dan keputusan profesional dari Apoteker hrs berpihak kepada
kepentingan pasien dan masyarakat.
* Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk ikut dalam keputusan
pengobatan mereka.
* Seorang Apoteker harus mengambil langkah2 utk menjaga kesehatan pasien,
khususnya anak2 serta orang yang dalam kondisi lemah (Geriatri).
* Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah
obat yang terjamin kwalitas, kwantitas, efikasinya, serta cara pakai obat yang
tepat.
* Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan data2 pasien( resep dan PMR) dengan

*Jabaran Pasal 9
baik.
* Seorang Apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan oleh
dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya
* Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter,maka Apoteker harus melakukan konsultasi/ komunikasi
dengan Dokter tersebut, kecuali UU/peraturan membolehkan Apoteker untuk
mengambil keputusan demi kepentingan pasien.

*B
*Setiap Apoteker harus menghargai teman
sejawatnya,termasuk rekan kerjanya
*Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu
situasi yang problematic, baik secara moral atau
peraturan perundang /undang undang yang berlaku,
tentang hubungannya dengan sejawatnya, maka
komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik
dan santun.
*Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun
*Jabaran Pasal 10
Majelis Pertimbangan Etik dalam menyelesaikan
permasalahan dengan teman sejawat

*B
*Bilamana seorang Apoteker melihat sejawatnya
melanggar kode etik,dengan cara yang santun
dia harus melakukan komunikasi dengan
sejawatnya tersebut untuk mengingatkan
kekeliruan tsb.
*Bilamana ternyata ybs sulit untuk menerima
maka dia dapat menyampaikan kepada IAI atau
Majelis Pertimbangan Etik Apoteker
*Jabaran Pasal 11
Pusat(MPEAP) atau MPEAD untuk dilakukan
pembinaan.

*B
* Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan utk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker didalam
memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan
tugasnya.

*B

*Isi Pasal 12
*Apoteker dalam menjalankan profesinya dapat
dibantu oleh Asisten Apoteker atau tenaga
lainnya yang kompeten. Untuk itu Apoteker hrs
menghargai dan memperlakukan teman kerja
tsb dgn baik.
*Apoteker hrs mampu menjalin hubungan yang
harmonis dengan tenaga profesi kesehatan
*Jabaran Pasal 13
lainnya secara seimbang dan bermartabat.
* Bilamana seorang Apoteker menemui hal2 yang kurang tepat
dari pelayanan profesi kesehatan lainnya, maka Apoteker tsb
harus mampu mengkomunikasikannya dengan baik kepada
tenaga profesi tersebut, tanpa ybs harus merasa
dipermalukan.

*B

*Jabaran Pasal 14
*Terhadap pelanggaran kode etik apoteker dapat
mengakibatkan sanksi bagi apoteker.
*Sanksi dapat berupa peringatan, pencabutan
keanggotaan sementara dan pencabutan keangotaan
tetap.
*Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam PO, dan
ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dari
MEDAI D.
*Jabaran Pasal 15
*Selanjutnya, MEDAI D menyampaikan hasil telaahnya
kepada IAI Daerah dan MEDAI Pusat

*B

Anda mungkin juga menyukai