ARGUMENTASI PRO
Secara filosofis, bela negara merupakan suatu naluriah dan kelaziman yang
mesti dilakukan oleh suatu bangsa terhadap negaranya. Wamil dapat
memupuk jiwa kepahlawanan dan kebangsaan untuk senantiasa cinta dan
setia terhadap tanah air. Bahkan sebagai negara yang dibangun dengan pilar
demokrasi, wamil merupakan bentuk/pola pembangunan pertahanan negara
yang melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam upaya bela negara.
Secara yuridis warga negara memiliki hak dan kewajiban serta dalam
kedudukannya sebagai komponen pendukung upaya bela negara. Secara
sosiologis, dengan menerapkan wajib militer dapat meningkatkan kesiap-
siagaan terhadap berbagai kemungkinan ancaman terhadap kedaulatan RI
mengingat dan mempertimbangkan kondisi geografis dan sosiografis RI.
Saat dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia, hal yang sangat
esensial adalah dasar negara dan norma dasar (konstitusi) yang menjadi
fondasi negara. Satu hal yang termaktub dalam pembukaan norma dasar
tersebut adalah tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Hal tersebut merupakan amanah sekaligus janji
kemerdekaan yang harus bersama-sama diupayakan oleh seluruh komponen
negara, termasuk warga negara.
Merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh warga negara untuk
membela dan menjaga kedaulatan negaranya. Hal ini sebagai bentuk ikhtiyar
menjaga dan mempertahankan akan keberlangsungan kokohnya bangunan
kedaulatan negara dari kemungkinan berbagai ancaman. Hal ini termasuk
wujud tanggung jawab atas pengorbanan para pahlawan selama ± 360 tahun
membela negara dari belenggu dan serangan penjajah. Maka sudah sejatinya
naluri bela negara oleh warga negara merupakan suatu hal yang lazim dan
harus dilakukan pembinaan serta penyiapan. Secara ringkas Samuel
Huntington dalam
The Soldier and yhe State
Menyatakan “ bahwa tidak akan ada negara apabila tidak ada
pertahanan/bela negara, dan tidak akan ada pertahanan/bela negara apabila
tidak ada negara.
Oleh karena itu, menerapkan wamil sangat relevan dengan konsepsi hakikat
ketahanan nasional tersebut
Wajib militer lebih menekankan pada aspek partisipasi warga negara dan
pembentukan karakter. Pada dasarnya, wamil ini secara langsung melibatkan
warga negara untuk mengikuti pendidikan kemiliteran. Tujuan yang paling
esensial adalah membangun kesiap-siagaan seluruh komponen bangsa
(terutama warga negara) dan pembentukan karakter
soft skill
seperti, pembentukan mental keimanan, kedisiplinan, ketaatan, daya tahan
mental, profesionalisme, loyalitas, komitmen, penghormatan, tanpa pamrih,
kehormatan, serta nilai-nilai integritas. Nilai-nilai dalam institusi pertahanan
(negara) berguna agar semua kebijakan dan strategi bahkan operasional
pertahanan dapat dijaga oleh nilai-nilainya sendiri, sehingga dapat berjalan
sesuai dengan peraturan dan perundangan, norma, dan standar yang berlaku.
Sehingga dalam hal ini negara hadir untuk memberi kesempatan dan
pemenuhan terhadap warga negara untuk ikut serta disiapkan dalam
pertahanan/bela negara. Wajib militer ini dapat mendorong partisipasi aktif
warga negara dalam upaya bela negara. Hal ini akan memperkokoh sistem
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana salah
satu prinsip dalam usaha pertahanan negara yakni berdasarkan prinsip
demokrasi.
Pasal 27 ayat 3 UUD NRI 1945 mengamanahkan bahwa setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara. Salah satu konsekuensi
yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah setiap warga negara
memiliki hak untuk disiapkan dan dibina sebagai bekal bela negara, baik
pembekalan nilai-nilai bela negara, pendidikan nilai patriotisme dan
nasionalisme, maupun pelatihan strategi dan teknis dalam bela negara.
Memahami bahwa ikut serta bela negara merupakan hak dan kewajiban
setiap warga negara maka dalam hal ini warga negara wajib untuk mengikuti
berbagai upaya yang menjadi kebijakan negara dalam upaya pertahanan
nasional dan demikian pula negara, dalam hal ini melalui pemerintah wajib
memberikan pembekalan terhadap warga negara agar siap secara dini
apabila sewaktu-waktu negara membutuhkan kehadirannya.
A. Pendidikan kewarganegaraan
B. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib
C. Pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela maupun secara
wajib
D. Pengabdian sesuai profesi
termasuk juga pada bagian self defense setiap negara yang telah diakui didepan
hukum internasional.
ARGUMENTASI KONTRA
Diantaranya ditinjau secara filosofis bahwa bentuk bela oleh warga negara
negara tidak hanya dapat dilakukan melalui wajib militer. Bahkan wamil inipun
bukan merupakan suatu hal yang urgen jika dikaitkan dengan politik luar negeri
Indonesia yang lebih mengedepankan perdamaian dalam mengatasi konflik. Secara
yuridis, tanpa menerapkan wamil sejatinya warga negara telah menjalankan peran
dalam upaya bela negara yakni melalui pengabdian sesuai profesi dalam bidangnya
masing-masing yang semata-mata merupakan wujud pengabdian terhadap bangsa
dan negara. Selain itu, menerapkan wamil secara tidak langsung dapat mengurangi
hak asasi warga negara. Secara sosiologis, diberbagai negara yang melaksanakan
wamil cenderung pada kenyataannya tidak efektif dan menuai protes oleh kalangan
warga negaranya karena bersifat memaksa dan dirasa diera kekinian pendidikan
bela negara bagi warga negara tidak tepat jika melalui militer.
Benar bahwasanya setiap warga negara wajib untuk ikut serta dalam
membela, memajukan dan mempertahankan keutuhan NKRI sebagai wujud warga
negara yang cinta terhadap tanah airnya, akan tetapi apakah hanya dengan ikut
Wajib Militer seseorang warga negara dapat menunjukkan sikap cinta terhadap
tanah airnya? Sebenarnya banyak jalan yang dapat dilakukan untuk
mengimplementasikan rasa nasionalisme/kecintaan warga negara untuk tanah air.
Cara itu antaralain dengan menekuni dan melakukan dengan sebaik mungkin hal
yang menjadi keahlian/profesi dan dengan niat untuk memajukan serta mengabdi
bagi bangsa dan negara. Selalu bersikap jujur, kooperatif, menghindari KKN, taat
hukum dan sikap yang menunjukkan sebagai warga negara yang baik. Bahkan
Mantan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dalam pengukuhun gelar
Guru Besar dalamIlmu Ketahanan Nasional di Universitas Pertahanan menyatakan,
“untuk mencapai tujuannasional, Indonesia bisa menggunakan kekuatan militer
(pertahanan), kekuatan ekonomi, serta kekuatan politik dan diplomasi secara
efektif dan terpadu. Jadi bukan semata-mata militer.
Konsep wajib militer merupakan konsep yang dibangun dalam rangka upaya
pertahanan negara. Pertahanan Negara ini dilaksanakan dengan menanamkan dan
melakukan upaya bela negara. Namun, bela negara yang perlu kita pahami tidak
hanya melalui militer/angkat senjata, akan tetapi bela negara oleh seluruh
komponen negara terkhusus masyarakat sipil (yang merupakan target wamil)
dengan mengoptimalkan peran sebaik mungkin sesuai keahlian/profesinya masing-
masing guna membangun dan mempertahankan negara yang berdaulat.
bahwa salah satu tujuan negara ialah ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam hal
ini, nilai filosofis yang dapat dipetik adalah dalam pergaulan dunia Negara
Indonesia lebih mengedepankan ketertiban, perdamaian, serta keadilan. Sehingga
jika memang hal buruk terjadi (serangan/konflik) Indonesia lebih mengedepankan
proses diplomasi/konsolidasi untuk mengambil jalan tengah. Logika sederhananya,
penyelesaian konflik dengan jalan perang/fisik sangat menelan banyak kerugian.
Contoh konkrit adalah negara Israel, dalam sebuah pemberitaan saluran TV Israel
pada hari Selasa (15/7/2014) menyebutkan bahwa Israel menanggung beban
perang terhadap Jalur Gaza sebanyak 110 juta shekel Israel perharinya (sekitar 32
juta dolar AS atau 377 miliar rupiah). Sejak memulai perang, Pemerintah Israel
telah menghabiskan sekitar 1 miliar shekel atau sekitar 29 miliar dolar AS (1
shekel Israel = 0,29 dolar AS). Selain itu disebutkan, penurunan tajam nilai
perdagangan di wilayah selatan Israel terjadi mencapai 60-70%, penurunan
aktivitas transportasi 20%, dan penurunan jumlah kunjungan wisatawan hingga
50%, yang tentunya mengganggu perekonomian Israel secara makro. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa solusi penyelesaian konflik melalui jalan
militer bukan merupakan langkah yang tepat dan urgen dalam tertib hidup
masyarakat dunia yang saling menjunjung tinggi perdamaian.
status quo
-nya sekarang masyarakat sipil telah menjalankan peran sesuai
keahlian/profesinya masing-masing dalam rangka bela negara. Dan hal tersebut
telah disiapkan sejak dini sejak pendidikan dasar, menengah, lanjut dan pendidikan
profesi sesuai bidang keahlian masing-masing. Namun dalam hal ini perlu
dorongan/motivasi dari pemerintah terhadap warga negara agar berperan
semaksimalnya dan setia mengabdi kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu, hal
ini selaras dengan argumentasi pada tataran filosofis bahwa upaya bela negara
tidak hanya dapat dilakukan melalui wajib militer. Dalam suatu sistem pertahanan
nasional, warga negara yang berprofesi sebagai TNI/POLRI berperan sebagai
komponen utama dalam sistem pertahanan. TNI/POLRI wajib berperan dan
bertugas dengan optimal dengan diperkuat oleh seluruh warga negara sebagai
komponen pendukung yang berprofesi sesuai bidang keahliannya masing-masing.
Maka Negara Indonesia sejatinya sedang membangun Ketahanan Nasional dalam
upaya menjaga keutuhan dan kedaulatan RI. Oleh karena itu, berdasar uraian
tersebut menerapkan wamil bukan merupakan hal yang urgen. Sebab masih
terdapat alternatif konsep bela negara lain dengan tanpa menerapkan wamil
sekalipun.
Menerapkan wamil justru akan menghambat proses alami bela negara yang
telah berjalan, bahkan secara tidak langsung terdapat hak asasi warga negara yang
terkurangi/terlanggar. Menerapkan wajib militer, sejatinya negara menerapkan
hukum wajib terhadap warga negara. Suatu kewajiban apabila tidak dilaksanakan
pasti ada sanksi bagi pelanggarnya. Secara umum, sanksi daripada hal ini tidak
main-main yaitu pidana penjara. Lantas, dalam keadaan semacam ini bagaimana
dengan warga negara yang hati nuraninya tidak sesuai dengan profesi kemiliteran
sementara dipaksa wajib mengikuti pendidikan militer?. Sehingga, pada dasarnya
kebijakan ini telah melanggar hak kebebasan warga negara. Contoh yang terjadi
adalah di Korea Selatan sebagai salah satu negara yang menerapkan wamil, secara
tidak langsung Korea Selatan melanggar hak dari 388 orang yang menolak dinas
militer, semuanya Saksi Yehuwa. Menurut Butir Pasal 18 ICCPR,
”hak orang untuk menolak dinas militer atas dasar hati nurani sama dengan
hak untuk
Di Korea Selatan pun kebijakan wamil ini ditentang oleh warga negaranya.
Dalam 4 kasus yang melibatkan sebanyak 501 orang yang menolak dinas militer,
Komite Hak Asasi Manusia PBB (CCPR) menetapkan bahwa Republik Korea
telah melanggar hak orang-orang ini sebab telah menghukum dan memenjarakan
mereka. Komite itu
menyatakan bahwa ”hak orang untuk menolak dinas militer atas dasar hati n
urani sama dengan hak untuk memiliki kebebasan berpikir, berhati nurani,
dan beragama. Hak ini memberikan kepada setiap individu pengecualian dari wajib
militer, jika itu tidak selaras dengan agama dan kepercayaan sang individu.
Sejumlah negara memprotes pemerintah Korea Selatan yang tidak mengakui hak
asasi manusia untuk melakukan penolakan atas dasar hati nurani. Pada pertemuan
Tinjauan Periodik Universal PBB belum lama ini, delapan negara Hungaria,
Prancis, Jerman, Polandia, Slovakia, Spanyol, Amerika Serikat, dan Australia
mendesak Korea Selatan untuk mengakhiri penindasan orang yang menolak dinas
militer atas dasar hati nurani dan untuk menerapkan dinas sipil non-militer bagi
mereka.
Pada 1998 PBB mengeluarkan resolusi ke-88 yang berisi penolakan terhadap
wajib militer. Istilah yang diberikan PBB yaitu:
Conscientious Objectors Harafiahnya berarti penolakan hati nurani. PBB
mencoba mengakui hak asasi manusia yang mempunyai keyakinan agamanya,
bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata. Beberapa negara sudah
menerapkan dan mencabut wajib militer. Republik Ceko mencabut wajib militer
sejak Desember 2004. Hongaria turut membekukan wajib militer pada November
2004. Kemudian Bosnia juga mencabut wajib militer pada Januari 2006. Jerman
baru mencabut wajib militer tahun 2011.
. Di Amerika serikat bagi yang menolak wajib militer maka dapat mengganti
dengan kerja sosial. Beberapa yang menerapkan seperti Perancis yang memberikan
tugas kedinasan lain bagi yang menolak wajib militer. Oleh karena itu, menimbang
berbagai argumentasi tersebut penulis mengajukan konsep bela negara tanpa
dengan menerapkan wamil antara lain menanamkan nilai nasionalisme dan
patriotisme secara dini pada tiap-tiap pembinaan (pendidikan formal/non formal,
pendidikan profesi, pendidikan/pelatihan teknis, dll.), membangun peran
pemerintah dalam mendorong/mengoptimalisasikan para abdi negara (Warga
Negara selaku Komponen Pendukung) yang memiliki peran sesuai profesinya
masing-masing untuk setia bekerja dalam rangka membangun negara sebagai salah
satu upaya membela dan menjaga keutuhan serta kedaulatan bangsa, serta
membenahi sistem serta regulasi yang dapat menjadi peluang dapat mengancam
kedaulatan Negara. Hal tersebut sebagai antisipasi atas neo-kolonialisme yang
mengancam kedaulatan. Dengan demikian tanpa menerapkan wamil pun bela
negara dapat dibangun dan dioptimalkan dengan baik.