Anda di halaman 1dari 10

PERCOBAAN 5

KROMATOGRAFI PENUKAR ION

I. TUJUAN PERCOBAAN
- Menentukan kapasitas resin

II. TEORI DASAR


Kromatografi penukar ion adalah jenis kromatografi yang menggunakan
fasa diam berupa polimer resin yang dapat dibuat dari polimer organik dan
polimer anorganik. Biasanya resin pada kromatografi penukar ion adalah
stiren yang dipolimerisasi menjadi polistiren dengan divinil benzena yang
membentuk ikatan silang (cross linking) untuk mengikat polimer linier
polistiren. Resin yang digunakan harus difungsionalisasi dengan gugus
fungsi ion melalui ikatan kovalen agar resin dapat digunakan sebagai resin
penukar ion. Fasa gerak yang digunakan pada kromatografi penukar ion juga
bersifat ionik. Jika digunakan resin penukar kation, maka digunakan fasa
gerak yang bersifat asam. Sedangkan jika digunakan resin penukar anion,
maka digunakan fasa gerak yang bersifat basa (Harvey, 2000).
Resin penukar ion merupakan suatu jembatan polimer yang memiliki
gugus fungsi ionik. Apabila gugus fungsi ionik adalah gugus sulfonat maka
termasuk resin penukar kation, sedangkan apabila gugus fungsi ionik adalah
amonium maka merupakan resin penukar anion (Underwood, 2006).
III. ALAT DAN BAHAN
 Alat :
1. Kolom kromatografi
2. Labu erlenmeyer
3. Buret
4. Labu takar 25 mL
5. Peralatan gelas umum
6. Pipet volume
 Bahan :
1. Resin penukar kation yang telah direndam dengan indikator metil
violet (Resin PS-DVBS)
2. Larutan 0,1 M KCl
3. Larutan 6 M HCl
4. Larutan baku 0,1 M NaOH
5. Indikator fenolftalein

IV. CARA KERJA


Pertama, dilakukan aktivasi resin dengan menggunakan HCl 6 M (±25
mL). Selanjutnya kolom dialirkan dengan aqua DM sebanyak (±25-30 mL).
Kemudian, kolom resin penukar ion dimasukkan sampel KCl sebanyak 10
mL dengan menggunakann pipet volume. Selanjutnya, dilakukan proses
elusi dengan keran kolom resin penukar ion dibuka, dan hasil elusinya
ditampung. Lalu, hasil elusi yang sudah ditampung ditandabataskan di dalam
labu takar 25 mL. Larutan di dalam labu takar 25 mL dipindahkan ke dalam
gelas kimia dengan dipipet sebanyak 10 mL untuk dilakukan titrasi. Sampel
dititrasi dengan NaOH 0,1364 M setelah dilakukan pembakuan dengan
menggunakan indikator fenolftalein. Volume NaOH 0,1364 M yang
diperlukan sampai berubah warna dicatat. Kemudian, dilakukan reaktivasi
atau regenerasi kembali resin penukar ion dengan menggunakan HCl 6 M
sebanyak 25 mL Eluat ditampung dan ditunggu hingga larutan 25 mL telah
keluar dari kolom.

V. DATA PENGAMATAN
Massa resin = 20 gram
[NaOH] = 0,1364 M
[KCl] = 0,1 M
Volume KCl = 10 mL

Tabel 5.1 Volume titran yang digunakan


Titrasi ke- Volume titran NaOH (mL)
1 4,90
2 5,0
Volume rata-rata 4,95

VI. PENGOLAHAN DATA


1. Penentuan Jumlah ion K+
 Jumlah ion K+ hasil percobaan
Mol K+ = Mol H+ = Mol NaOH
Mol K+ = [NaOH] × Vtitrasi × faktor pengenceran
25
= 0,1364 M × 4,95 mL ×
10
= 1,68795 mmol
Jumlah ion K+ = Mol K+ × Na
= 1,68795 × 10-3 mol × 6,02 × 1023 partikel/mol
= 10,161459 × 1020 partikel
 Jumlah ion K+ teoritis
Mol K+ = [K+] × VK+
= 0,1 M × 10 mL
= 1 mmol
Jumlah ion K+ = Mol K+ × Na
= 1 × 10-3 mol × 6,02 × 1023 partikel/mol
= 6,02 × 1020 partikel
2. Galat pertukaran ion teoritis
+¿
+¿ Jumlah ion K teoritis
%Galat=¿ Jumlahion K percobaan − ¿¿
Jumlah ion K +¿
teoritis ¿

¿
|( 10,161459× 1020−6,02 ×1020 ) partikel| ×100 %
20
6,02×10 partikel
¿ 68,795 %
3. Penentuan kapasitas resin
V NaOH × [ NaOH ] × valensi
Kapasitas resin=
massa resin
 Penentuan kapasitas resin pada titrasi ke-1
V NaOH × [ NaOH ] × valensi
Kapasitas resin=
massa resin
4,90 mL× 0,1364 M ×1
¿
20 gram

¿ 0,033418 mmol gram −1


 Penentuan kapasitas resin pada titrasi ke-2
V NaOH × [ NaOH ] × valensi
Kapasitas resin=
massa resin
5 mL ×0,1364 M ×1
¿
20 gram
−1
¿ 0,0341 mmol gram

 Penentuan kapasitas resin rata-rata


Kapasitas resin 1+ Kapasitas resin 2
Kapasitas resin rata−rata=
2
−1
(0,033418+0,0341) mmol gram
¿
2
−1
¿ 0,033759 mmol gram

Tabel 6.1 Kapasitas resin

Kapasitas resin (mmol Volume sampel (mL) Volume titran NaOH


gram-1) 0,1364 M (mL)
0,033418 10 4,90
0,0341 10 5,0

VII. PEMBAHASAN
Kromatografi penukar ion merupakan teknik pemisahan campuran ion-
ion atau molekul yang dapat diionkan. Ion-ion bersaing dengan ion-ion fasa
gerak untuk memperebutkan tempat berikatan pada fasa diam. Prinsip kerja
kromatografi penukar ion adalah berdasarkan pada interaksi muatan positif
dan negatif antara molekul spesifik dengan matriks yang barada di dalam
kolom kromatografi. Pada kromatografi penukar ion, pemisahan terjadi
dikarenakan adanya gaya kapiler dan perbedaan interaksi antara setiap
komponen penyusun dengan fasa gerak dan fasa diamnya.
Fasa diam pada kromatografi penukar ion disebut resin. Resin penukar
ion merupakan suatu jembatan polimer yang memiliki gugus fungsi ionik.
Apabila gugus fungsi ionik adalah gugus sulfonat maka termasuk resin
penukar kation, sedangkan apabila gugus fungsi ionik adalah amonium maka
merupakan resin penukar anion. Gugus fungsi ionik berikatan secara kovalen
pada jaringan polimer dan terasosiasi dengan suatu ion berlawanan. Ion
berlawanan ini akan menetralkan muatan dari gugus resin tetapi dapat
dipertukarkan dengan ion-ion dari larutan yang terdapat pada lingkungan
ion. Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang
berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi,
stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan
resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang
tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan (Counter ion)
(Underwood, 2006).
Resin yang digunakan dalam percobaan adalah polistiren divinil benzena
(PS-DVB) yang difungsionalisasi dengan ion sulfonat. Pada percobaan,
dilakukan aktivasi resin dengan menggunakan HCl 6 M ±25 mL. Aktivasi
dilakukan dengan tujuan meregenerasi untuk menghilangkan ion-ion lain
dan juga menghilangkan sisa K+ yang masih tertinggal pada resin. Selain itu,
tujuan dari regenerasi adalah agar yang terikat dengan resin adalah H+, bukan
ion lainnya. Pada saat regenerasi digunakan larutan HCl pekat agar ion H+
tersedia dalam jumlah banyak dan dapat menggantikan ion kalium dalam
resin. Ion K+ berukuran lebih besar daripada ion H+ sehingga untuk
mendorong ion-ion K+ dalam kolom dibutuhkan ion H+ dalam jumlah yang
banyak oleh karena itulah digunakan larutan HCl pekat. Apabila digunakan
larutan HCl encer, maka sebelum ion H+ dapat mendorong ion K + , ion H+
sudah terlebih dahulu keluar dari kolom. Kemudian kolom dibilas dengan
cara dialirkan menggunakan aqua DM 25-30 ml yang bertujuan untuk
mengghilangkan ion ion lain yang ada pada resin dan menyiapkan hingga pH
netral, menghindari adanya leaks atau retakan.
Setelah itu dimasukkan 10 ml larutan KCl 0,1 M ke dalam kolom dan
akan terjadi pertukaran ion. Reaksi yang terjadi adalah reaksi pertukaran
kation, ion H+ pada resin PS-DVBS dipertukarkan dengan ion kalium (K+)
dari sampel. Reaksi yang terjadi pada proses pertukaran ion adalah sebagai
berikut :
2𝑅-𝐻 + + 2𝐾 + (𝑎𝑞) + 𝑆𝑂4 2− (𝑎𝑞) ↔ 2𝑅-𝐾 + + 2𝐻 + (𝑎𝑞) + 𝑆𝑂4 2− (𝑎𝑞)

Setelah ion H+ dalam resin dan ion K+ berhasil dilakukan pertukaran, ion
H+ selanjutnya ditampung eluatnya didalam labu erlenmeyer. Pertukaran
kation terjadi berdasarkan prinsip stoikiometri sehingga mol ion H+ dalam
eluat sama dengan mol K+ yang dipertukarkan.

Karena pada percobaan hanya dilakukan pertukaran ion positif (kation)


maka yang saling bertukar hanya H+ dengan ion kalium (K+) saja. Anion
yang berasal dari larutan sampel KCl yaitu Cl - tidak ikut tertahan karena
resin pada percobaan hanya melakukan pertukaran dengan kation saja.
Selanjutnya setelah eluat selesai ditampung, dilakukan titrasi eluat dengan
menggunakan larutan NaOH 0,1364 M. Digunakannya NaOH sebagai titran
bertujuan untuk memudahkan identifikasi, karena terjadi reaksi penetralan.
Selain itu, pada titrasi juga digunakan indikator fenolftalein yang efektif saat
digunakan pada pH basa dan reaski penetralan. Setelah dititrasi, resin
diregenerasi kembali menggunakan HCl 6M, hal tersebut dilakukan agar ion
K+ dapat mengalami pertukaran ion lagi dengan ion H+.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pertukaran ion yaitu


pengaruh nilai pH, kecepatan aliran, dan suhu atau temperatur. pH
berpengaruh karena ada beberapa jenis pertukaran ion yang dipengaruhi oleh
kekuatan asam basanya, contohnya Gugus OH pada fenolik ataupun asam
karboksilat yang tidak akan terurai pada pH rendah. Selain itu, kecepatan
aliran juga berpengaruh pada proses pertukaran ion, karena semakin cepat
debit aliran yang diterapkan dalam proses pertukaran ion, maka semakin
sedikit pula konsentrasi ion yang dapat dipertukarkan. Hal ini disebabkan
waktu tinggal kontak antar larutan dengan resin semakin pendek.
Konsentrasi ion terlarut semakin besar maka semakin lama kecepatan
berlangsungnya penukaran ion. Suhu berpengaruh pada proses pertukaran
ion karena diperlukan apabila larutan yang digunakan terlalu kental pada
suhu ruang.

Selektivitas adalah sifat resin penukar ion yang menunjukkan adanya


aktivitas pilihan atau seleksi pada ion tertentu. Adapun beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi selektivitas resin pada kromatografi penukar ion yaitu
besarnya muatan, jari-jari ion, derajat ikat silang (crosslinking). Besarnya
muatan akan menyebabkan luas pertukaran meningkat seiring dengan
meningkatnya valensi pertukaran ion. Jari-jari ion berpengaruh karena
semakin kecil jari-jari suatu ion dengan muatan tertentu, maka semakin kuat

ion tersebut akan diikat oleh resin. Derajat cross-linking menunjukkan

hubungan persentase agent ikatan cross-linking. Derajat ini mempengaruhi


struktur dan ukuran pori-pori resin. Dengan memiliki derajatcross-linking
yang tinggi, maka resin akan memiliki kapasitas penukaran ion yang tinggi
pula. Selain itu, tingginnya derajat cross-linking akan membuat resin
menjadi lebih selektif.

Ada beberapa resin penukar ion yang dapat digunakan pada kromatografi
pertukaran ion, seperti resin yang terbentuk dari asam akrilat dan asam
metakrilat. Polimer asam akrilat akan diikatkan secara silang oleh asam
metakrilat yang bertindak sebagai pengikat silang (cross linking). Jika ingin
menjadikan resin penukar kation, maka resin dapat difungsionalisasikan oleh
gugus ion seperti gugus sulfonat. Sedangkan jika ingin membuatnya menjadi
resin penukar anion, maka dapat melakukan fungsionalisasi dengan gugus
amina kuartener. Selain itu, dapat juga digunakan resin anorganik, seperti
silikat (SiO4), aluminosilikat, zeolite, montmorillonites, zirconium, Tin –
phosphate.

Syarat agar resin dapat dikatakan yang baik atau layak untuk digunakan
pada kromatografi penukar ion yaitu memiliki kelarutan yang rendah,
kapasitas yang tinggi, dan kestabilan fisik yang tinggi. Penyebab resin harus
memiliki kelarutan yang rendah adalah karena ion-ion yang akan
dipertukarkan berada dalam fasa aqueous, oleh karena itu resin tidak boleh
larut di dalam air karena jika resin larut dalam air maka resin tidak berfungsi
dengan baik. Selain itu, pengaruh tekanan tinggi yang digunakan untuk
memompakan fasa gerak dapat membuat resin bisa menjadi faktor penting
yang harus diperhatikan, maka dari itu resin harus memiliki kestabilan fisik
yang tinggi. Untuk mendapatkan resin yang baik untuk digunakan, resin
harus memiliki kapasitas tinggi agar dihasilkan kapasitas pertukaran ion
yang tinggi.

Kapasitas resin adalah kemampuan dari resin untuk menukarkan ion


yang bergantung terhadap jumlah gugus fungsi ion persatuan bobot bahan.
Semakin banyak jumlah ion-ion, maka semakin besar kapasitas resin (Lestari
& dkk, 2012). Kapasitas resin berfungsi untuk memperkirakan banyaknya
resin yang dibutuhkan untuk suatu penetapan atau pemisahan. Kapasitas
penukaran ion ditentukan oleh jumlah gugus fungsional per-satuan massa
resin.

Kapasitas resin diperoleh dengan cara menghitung jumlah ion K+ yang


dipertukarkan dengan ion H+ pada resin penukar ion PS-DVB sulfonat.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh kapasitas resin untuk titrasi pertama
sebesar 0,033418 mmol gram-1 dan kapasitas resin untuk titrasi kedua
sebesar 0,0341 mmol gram-1. Kemudian, didapatkan kapasitas resin rata-rata
sebesar 0,033759 mmol gram-1. Selain itu, dihitung juga jumlah ion kalium
(K+). Karena berdasarkan prinsip stoikiometri jumlah mol K+ sama dengan
jumlah mol H+, didapatkan jumlah mol ion kalium (K +) berdasarkan
percobaan sebesar 1,68795 mmol dan jumlah mol ion kalium (K+) secara
teoritis sebesar 1 mmol. Kemudian, dilakukan perhitungan terhadap jumlah
ion Kalium K+, diperoleh juga jumlah ion kalium (K+) berdasarkan
percobaan sebesar 10,161459 × 1020 partikel dan jumlah ion Kalium (K+)
secara teoritis sebesar 6,02 × 1020 partikel. Selanjutnya dilakukan
perhitungan terhadap galat jumlah ion kalium (K+), dan diperoleh galat
sebesar 68,795%.

Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh kromatografi penukar ion


yaitu dapat mempersingkat waktu, hasil yang diberikan reproducible,
menghasilkan kromatogram dengan puncak yang tajam, pemilihan zat
tambahan yang lebih beragam, keakuratan pemisahan semakin tinggi, dapat
memisahkan senyawa ionik dan non ionik dalam sampel yang sama, dan
dalam skala yang kecil masih dapat terdeteksi dengan baik. Selain itu ada
juga beberapa kekurangan yang dimiliki oleh kromatografi penukar ion,
seperti karena larutan ionik yang digunakan bersifat korosif sehingga tidak
bertahan lama di dalam kolom dan stabilitas terhadap suhu terbatas pada
operasi pertukaran ion. Adapun aplikasi dari pemisahan dengan metode
kromatografi penukar ion yang berguna di bidang industri antara lain
pemurnian air, produksi air kemurnian tinggi, pemisahan logam, farmasi
atau obat-obatan, pemisahan campuran kompleks senyawa biokimia, dan
membantu perusahaan pembuatan emas untuk memisahkan emas dari ion-
ion pengotor lain.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kapasitas resin
untuk titrasi pertama sebesar 0,033418 mmol gram-1 dan kapasitas resin
untuk titrasi kedua sebesar 0,0341 mmol gram-1. Kemudian, diperoleh juga
jumlah ion Kalium (K+) dalam percobaan sebesar 10,161459 × 1020 partikel
dan secara teoritis sebesar 6,02 × 1020 partikel, serta galat dari jumlah ion
kalium (K+) sebesar 68,795%.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Day, R.A., dan Underwood A.L, 2006, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam, Jakarta, Erlangga.
Ernalia Rosita, Resin Penukar Ion (Bandung, 2013), hal. 02
Harvey, David. Modern Analytical Chemistry, 1st Ed. McGraw – Hill, New
York, 2000.
J. Basset, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik
(Jakarta: EGC,1994), hal. 195.
Kalasz, H., Nagy, J., Ion Exchange Application of Overpressured Thin-
Layer Chromatography. Journal of Liquid Chromatography
Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Lestari, D. E.; Utomo, S. B.; Harsono. (2012). Analisis Kemampuan Resin
Penukar Ion Pada Sistem Air Bebas Mineral (GCA 01) RSG-GAS.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Reaktor Nuklir.

Anda mungkin juga menyukai