Anda di halaman 1dari 24

TUGAS 5

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON


(Ekstrak Rheum Officinale L.)

OLEH :

JEAN MONAWARAH EKA LESTARI


201410410311137
FARMASI C
KELOMPOK 5

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum Officinale L.)

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakinon dalam
tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tinjuan Tentang Tanaman
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Polygonales
Famili : Polygonaceae
Genus : Rheum
Spesies : Rheum officinale Baill
Nama Daerah : Kelembak (Melayu), Kaiemba (Sunda), Kalembak (Jawa
Tengah), Kelembak (Madura)
Simplisia : Rhei Radix (Materia Medica Jilid IV).
Morfologi Tanaman
- Habitus : Tanaman kelembak merupakan tanaman semak tahunan yang
mempunyai akar tunggang dan lunak. Tinggi batangnya sekitar 25-100 cm.
- Batang : Batangnya pendek berwarna coklat, masit, beralur melintang
terdapat di dalam tanah.
- Daun : Daun kelembak merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat
telur. Pangkal daunnya berbentuk seperti jantung dan berbulu dengan
ujung meruncing. Tepi daunnya rata dengan pangkal daun memeluk
batang, bertangkai 10-40 c.. Panjang daunnya sekitar 10-40 cm dengan
lebar sekitar 10-30 cm, berwarna hijau.
- Bunga : Bunga kelembak merupakan bunga majemuk, berkelamin dua atau
satu. Bunganya bergabung menjadi malai yang bercabang-cabang.
Mempunyai enam helai mahkota yang tersusun dalam lingkaran. Terdapat
sekitar 9 benang sari. Kepala putiknya bertestur tebal berwarna putih
kehijauan. Sedangkan bakal buahnya berbentuk segi tiga dengan tangkai
putik melengkung.
- Buah : buah kelembak berbentuk seperti padi, bulat telur, berwarna merah
dan bersayap tiga.
- Akar : Tunggang, lunak, bulat, coklat muda

Kandungan Kimia
Mengandung asam krisofanat, krisofanin, rien-emodin, aloe-emodin,
reokristin, katekin, saponin, tannin, kuinon. Akar dan daun Rheum officinale
mengandung flavonoida, di samping itu akarnya juga mengandung glikosida
dan saponin, sedangkan daunnya juga mengandung polifenol (Sastroamidjojo,
2001).
Khasiat
Purgatif, antipiretik, antispasmodic, stomakik. Khasiat lainnya untuk
kesehatan, yaitu :
- Dapat digunaan sebagai bahan campuran jamu karena bersifat sebagai
laksatif/ penenang
- Akar dan batangnya dapat digunakan sebagai obat sembelit
- Jika dicampur dengan ramuan parem, kelembak mampu menghilangkan
tahi lalat.
- Sebagai obat antikanker
- Dapat mengobati rematik, gangguan liver, disentri, batu injal dan diare
2.2. Tinjauan Tentang Golongan Senyawa
Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat
dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang
berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 adalah
gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut:

Sifat Fisika dan Kimia


Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali berwarna kuning sampai
merah sindur (orange), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk
identifikasi digunakan reaksi Borntraeger.

Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi


Borntraeger jika amonia ditambahkan : larutan berubah menjadi merah untuk
antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk
kurang teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit
antron.
Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi
dengan penambahan basa, misalnya dengan Natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida.
Antron berwarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak
larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol berwarna kuning
kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi)
kuat.
Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan
antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan
hidrogen peroksida akan menunjukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat
dalam Frangulae cortex
Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul
antron, hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi
dengan udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum,
dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin
A, B, dan C, yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan
heterodiantron.
Antrakuinon termasuk senyawa yang tidak berbahaya, tidak
menimbulkan ketagihan (adiksi), kebiasaan (habituasi), ataupun tidak
menimbulkan toleransi terhadap manusia. Antanol dan antron memiliki sifar
reduksi yang kuat. Sifat ini sering dijadikan sebagai pelengkap ramuan dari
obat-obat antiseptik tertentu untuk beberapa penyakit kulit, misalnya
pemakaian krisarobin dalam psoriasis, eksim kering dan penyakit kulit karena
berbagai jamur, juga pemakaian aloe sebagai antiseptik untuk luka pada
pengobatan veteriner.
Berbagai Kadar Antrakuinon
Efek Farmakologi (Bioaktivitas)
Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan
tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam
kemudian atau lebih lama. Adapun mekanismenya belum jelas, namun diduga
antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpor ion
dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl-.
Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastis (itulah
sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan
selama 1 tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila
jumlahnya lebih besar dari antrakinon dapat mengakibatkan mulas dan rasa
tidak enak.
Kegunaan
Katartika/pencahar, pewarna dan antibakteri
2.3. Identifikasi Golongan Senyawa
Cara percobaan:
Campur 200 mg serbuk simplisia dengan 5 ml asam sulfat 2N, panaskan
sebentar dinginkan. Tambahkan 10 ml benzena P, kocok dan diamkan.
Pisahkan lapisan benzena, saring, filtrat berwarna kuning, menunjukkan
adanya antrakuinon. Kocok lapisan benzena dengan 1 ml sampai 2 ml natrium
hidroksida 2N, diamkan. Lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan
benzena tidak berwarna.

Dengan metode KLT, yaitu fase diam yang digunakan adalah kiesel gel GF
254, dengan fase gerak toluenal-etil asetat-asam asetat(75-24-1) dan dengan
penampak noda larutan KOH 10% dalam methanol.
Berikut ini adalah cara menghitung Rf
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒
Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡 (Harborne 1996)

2.4. Pemisahan KLT


Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua
fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang
menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing komponen.
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase
gerak dan fase diam yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau
lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan
fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf -nya paling kecil.
Pada identifikasi penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf . Rf merupakan nilai dari Jarak
relative pada pelarut.
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎
Rf = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan nilai minimumnya 0. Dengan


menggunakan silika gel sebagai fase diam, harga Rf 1 menunjukkan jika
senyawa tersebut sangat nonpolar sedangkan harga Rf 0 menunjukkan bahwa
senyawa tersebut sangat polar. Rf juga menyatakan derajat retensi suatu
komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut factor referensi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan
tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
 Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
 Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
 Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
 Derajat kemurniannya fase bergerak
 Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
 Teknik percobaan
 Jumlah cuplikan yang digunakan
 Suhu
Nilai Rf sangaat karakteristik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.
Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
karena fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat
pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang
harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen. Sebaliknya jika Rf terlalu
rendah, makan kepolaran eluen harus ditambah.
a. Mekanisme Pemisahan :
Setelah eluen mengenai spot sampel, dengan segera sampel akan
berinteraksi dengan kedua fase dengan prinsip solve disolve like atau like
dissolved like, dimana bagian polar dari senyawa akan berinteraksi dengan
fase yang polar sedangkan bagian nonpolar dari senyawa akan berinteraksi
dengan fase yang nonpolar. Dengan demikian senyawa akan terdistribusi
di antara kedua fase dengan perbandingan tertentu, tergantung pada besar
kecilnya afinitas senyawa pada masing-masing fase. Senyawa yang polar
akan lebih banyak terdistribusi di dalam fase yang polar, demikian pula
sebaliknya. Adanya aliran fase gerak, maka fase gerak yang telah
mengandung sebagian komponen sampel akan terdesak ke atas (pada
metode ascending), sehingga akan terjadi distribusi baru antara fase gerak
dengan fase diam yang baru.
Pada waktu yang bersamaan, distribusi baru juga terjadi pada
daerah totolan antara fase gerak yang baru dengan fase diam yang telah
mengandung sebagian komponen sampel. Karena komponen-komponen
sampel hanya dapat bergerak bersama eluen, maka kecepatan perpindahan
/ migrasi komponen tergantung pada fraksi waktu (lamanya) saat
komponen berada dalam eluen. Apabila komponen mengalami retensi pada
fase diam maka lamanya komponen tersebut berada dalam eluen lebih
kecil dibanding dengan komponen yang tidak mengalami retensi pada fase
diam. Pemisahan terjadi karena salah satu komponen sampel tertahan oleh
fase diam dan yang lain dibawa oleh fase gerak. Dengan demikian akan
terjadi perbedaan kecepatan migrasi (partisi) dari masing-masing
komponen sehingga akan diperoleh noda / bercak dari komponen-
komponen sampel. Mekanisme yang sering terjadi pada KLT adalah
adsorpsi, namun tidak menutup kemungkinan terjadi proses partisi,
tergantung pada kondisi percobaan dan derajat keaktifan fase diam.
b. Fase Diam dan Fase Gerak KLT
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan
antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat
komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam
akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak
akan bergerak lebih cepat.
Fase Diam
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis
tipis silika gel atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau
logam atau plastik yang keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase
diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra
violet. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium
oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH.
Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase
diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluent dapat digolongkan
menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut
tersebut pada adsorben. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar,
dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan
alumina (gel silika). Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut,
Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul
senyawa dengan pelarut.
Ada berbagai kondisi KLT yang bertujuan untuk menaikkan
kemampuan teknik kromatografi, salah satunya adalah sistem fasa normal
(normal phase sistems). Sistem fasa normal yaitu penggunaan fasa diam
polar yang dikombinasikan dengan berbagai fasa gerak non air (non
aqueous mobile phases) . Tipikal fasa diam yang sering dikatakan bersifat
polar antara lain silica gel, alumina dan berbagai material fasa terikat polar
lainnya seperti siano-silika, amino-silika dan diol silika dimana proses
adsorpsi memainkan peranan penting dalam pemisahan.
Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang
kompetitif untuk KLT antara lain adalah parameter kelarutan (solubility
parameter), indeks polaritas (polarity index) dan kekuatannya sebagai
solvent (solvent strength) . Parameter kelarutan menunjukkan
kemampuannya untuk berkombinasi dengan beragam pelarut lain. Indeks
polaritas menunjukkan besaran empiris yang digunakan untuk mengukut
ketertarikan antar molekul dalam solute dengan molekul solvent pada
parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam keadaan murninya.
Sementara kekuatan pelarut dinyatakan sebagai bilangan yang berkisar
antara -0,25 sampai +1,3 yang ditentukan melalui energi adsorpsi oleh
molekul solvent pada solvent yang bersangkutan.

c. Kelebihan Metode Kromatografi Lapis Tipis


Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini adalah sebagai
berikut :
 Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
 Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
 Dapat dilakukan elusi secara naik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi 2 dimensi.
 Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang
akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
 Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
 Waktu analisis yang singkat (15-60 menit)
 Biaya yang dibutuhkan ringan.
 Preparasi sampel yang mudah
 Kebutuhan ruangan minimum
d. Analisis KLT banyak digunakan karena :
 Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek
 Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif
tentang konstituen utama dalam sampel
 Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel
 Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan
untuk analisis kombinasi sampel terutama dari sediaan herbal.
2.5. Tinjauan Tentang Eluen
Pemilihan eluen merupakan faktor yang paling berpengaruh pada sistem
KLT. Eluen dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran dua sampai enam
pelarut. Campuran pelarut harus saling sampur dan tidak ada tanda-tanda
kekeruhan. Fungsi eluen dalam KLT :
 Untuk melarutkan campuran zat
 Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan
melewati sorben fase diam sehingga noda memiliki Rf dalam rentang yang
dipersyaratkan
 untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran senyawa
yang akan dipisahkan.
Eluen juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 memiliki kemurnian yang cukup
 stabil
 memiliki viskositas rendah,
 memiliki partisi isotermal yang linier
 tekanan uap yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi
 toksisitas serendah mungkin Pemilihan eluen yang cocok dapat dilakukan
melalui t ahapan optimasi eluen. Optimasi eluen diawali dengan
menentukan sifat fisika kimia analit yang akan dianalisis dan jenis sorben
fase diam yang digunakan
Berikut ini adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimalkan fase gerak:
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitive
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
solute terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang
berarti juga menentukan nilai Rf.
4. Solut-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan methanol dengan
perbandingan tertentu.
Sebagai fase diam digunakan silica gel dengan pengikat dan indicator
fluoresensi. Jenis silica gel ini biasanya berfluoresensi kehijauan jika dilihat
pada sinar ultraviolet panjang gelombang pendek. Sebagai indicator biasanya
digunakan timah silica aktif. Jenis ini dikenal misalnya silica gel GF atau
GF254. Sebagai fase gerak dalam praktikum ini digunakan kombinasi toluena :
etil asetat : asam asetat glasial (75 : 24 : 1)
Toluena
Toluen merupakan senyawa turunan benzene yang salah satu atom
hidrogennya tersubstitusi oleh gugus metil (-CH3). Nama lain dari toluena
adalah metilbenzena atau fenil metana. Toluene mempunyai rumus molekul
C6H5CH3 dan rumus struktur sebagai berikut. Toluen merupakan senyawa
tidak berwarna, berwujud cairan yang mempunyai aroma khas tapi tidak
setajam benzene.
Sifat fisika Toluen
 Massa Molar : 92,14 gr/mol
 Temperatur leleh normal : 178,15K
 Titik didih normal : 383,15K
 Densitas : Padat pada 93,15K:11,18L/mol
Cair pada 298,15K:9,38L/mol
 Tekanan kritis : 4,108 Mpa
 Temperatur kritis : 591,8K
 Volume kritis : 0,316 L/mol
 Faktor kompresibilitas kritis : 0,264
 Viskositas : 0,548 mPa.s (cPa)
 Panas pembentukan : 50,17 Kj/mol
 Pans penguapan : 33,59 Kj/mol
 Panas pembakaran : -3734Kj/mol
Sifat kimia Toluen
 Reaksi hidrogenasi, dengan katalis nikel, platinum atau paladium
dapatmenjenuhkan cincin aromatik sebagian maupun keseluruhan,
menghasilkanbenzena, metana dan bifenil.
 Reaksi oksidasi, dengan katalis kobalt, mangan atau bromida pada fase
cairmenghasilkan asam benzoat.
 Reaksi substitusi oleh metil, pada temperatur tinggi dan reaksi radikal
bebas.Klorinasi pada 100
 Catau dengan ultraviolet membentuk benzil klorida,benzal klorida
dan benzotriklorida.
 Reaksi substitusi oleh logam alkali menghasilkan normal-propil benzena,
3-fenil pentana, dan 3-etil-3-fenil pentana.
Titik Konstata
Senyawa Rumus kimia Massa Jenis
Didih Dielektrik
Toluena C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml
Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organic dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan
etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis
disertai katalis asam seperti asam sulfat. Reaksi tersebut merupakan reaksi
reversible dan menghasilkan suatu kesetimbangan kimia.Etil asetat merupakan
sistem tak berair paling banyak digunakan sebagai pelarut organic (Lipsy,
2010)

Sifat Fisika Kimia :


 Rumus molekul : CH3CH2OC(O)CH3
 Berat molekul : 88,12 gr mol−1
 Penampilan : Cairan tidak berwarna
 Densitas : 0,89 gr/cm3
 Titik didih : 77,1 °C
 Mudah menguap, tidak beracun
Titik Konstata
Senyawa Rumus kimia Massa Jenis
Didih Dielektrik
Etil CH3-C(=O)-O-CH2-
77 °C 6.0 0.894 g/ml
Asetat CH3

Asam Asetat
Asam asetat dikenal juga sebagai asam etanoat, adalah senyawa kimia
organik terbaik dikenal karena memberikan rasa asam pada cuka dan bau yang
tajam. Asam asetat adalah salah satu asam karboksilat paling sederhana
(kedua-paling sederhana, setelah asam format) dan memiliki rumus kimia
CH3COOH. Pada keadaan murni, keadaan bebas air-nya, yang disebut asam
asetat glasial, itu adalah, cairan higroskopis tak berwarna yang membeku di
bawah 16,7 ° C (62 ° F) ke kristal padat tak berwarna. Asam asetat adalah
bersifat korosif, dan uap yang mengiritasi mata, menghasilkan rasa panas di
hidung, dan dapat menyebabkan sakit tenggorokan dan paru-paru tersumbat.
Istilah asetat digunakan ketika mengacu pada anion karboksilat (CH3COO-)
atau salah satu dari garam atau ester asam asetat.

Sifat Fisik Dan Kimia


o Bentuk : Cairan
o Warna : Tidak berwarna
o Bau : Tajam
o Nilai pH (50g/l H2O) : (20oC) 2,5
o Kekentalan Dinamik : (20oC) 1,22 mm2/s
o Kekentalan Kinematik : (20oC) 1,77
o Titik lebur : (17oC)
o Titik didih : 116-118
o Suhu penyalaan : 485oC
o Titik nyala : 39oC
o Batas ledakan : Lebih rendah 4 Vol%, leboh tinggi 19,9 Vol%
o Tekanan uap : (20oC) 1,54 hPa
o Densitas uap relatif : 2,07
o Densitas : (20oC) 1,05 g/cm3
o Kelarutan dalam air : (20oC) Dapat larut
o Log Pow : -0,17
o Faktor Biokonsentrasi :1
o Indeks Refraksi : (20oC) 1,37
o Konstata
Senyawa Rumus kimia Titik Didih Massa Jenis
Dielektrik

Asam Asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.49 ml


III. BAGAN ALIR
3.1. Reaksi Warna
a. Uji Borntrager

Ditimbang ekstrak Rheum officinale L. 0,3 gram

+ 10ml aquadest kemudian di ekstraksi, saring.

Filtrat diekstraksi lagi + 5ml toluena dalam corong pisah

Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Fase toluena


dikumpulkan dan dibagi dua bagian : Larutan VA dan
Larutan VB

Larutan VA sebagai blanko, Larutan VB + amonia


pekat 1 ml. Di kocok

Timbulnya warna merah menunjukan adanya senyawa


antrakinon

b. Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak Rheum officinale L. Ditimbang 0,3 gram + 5 ml


KOH 0,5N + 1 ml H2O2 encer.

Dipanaskan selama 5 menit dan di saring, filtrat +


asam asetat glasial

+ 5 ml toluena kemudian di ekstraksi

Fase toluena diambil dan dibagi dua bagian : Larutan VIA


dan Larutan VIB
Larutan VIA sebagai blanko, Larutan VIB + amonia
pekat 1 ml

Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan


alkalis menunjukkan adanya antrakinon

3.2. Kromatografi Lapis Tipis

Sampel di totolkan pada fase diam.

Uji KLT ini menggunakan :


- Fase diam : Kiesel Gel 245
- Fase gerak : toluena-etil asetat-asam asetat glasial
(75:24:11)
- Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol.

Timbul noda kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau


ungu menunjukkan adanya antrakinon
IV. SKEMA KERJA
4.1. Reaksi Warna
a. Uji Borntrager

Ditimbang ekstrak
+ 10 ml aquadest, di Saring
Rheum officinale L.
ekstraksi
0,3 g

+ +

VA VB
VA VB
Larutan VA (blanko), larutan VB +
amonia pekat 1ml dan di kocok. Fase toluena Filtrat di ekstraksi + 5ml
Timbulnya warna merah adanya dikumpulkan dan toluena dalam corong pisah.
senyawa antrakinon dibagi 2 bagian (dilakukan sebanyak 2 kali)
b. Uji Modifikasi Borntrager

+ 5ml KOH 0,5N + Dipanaskan selama


Ditimbang ekstrak
1ml H2O2 encer 5 menit
Rheum officinale L.
0,3 g

Di ekstraksi++ 5 ml + asetat
Filtrat + asam
toluena glasial disaring

VA VB VA VB

Larutan VIA (blanko), larutan VIB + amonia


Fase toluena
pekat 1ml. Timbulnya warna merah atau merah
diambil dan
muda pada lapisan alkalis adanya senyawa
dibagi 2 bagian
antrakinon
4.2. Kromatografi Lapis Tipis

Sampel ditotolkan
pada fase diam. Uji Kromatografi Lapis Tipis menggunakan :

- Fase Diam : Kiesel Gel 254


- Fase gerak : toluena-etil asetat-asam asetat glasial
(75:24:1)
- Penampakan noda : Larutan KOH 10% dalam metanol.

Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat,


merah ungu atau hijau ungu menunjukkan adanya
senyawa antrakinon.
V. HASIL
VI. PEMBAHASAN
VII. DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, D dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam, Bogor: Penebar
Swadaya Hlm. 82
Kromatografi hal 7-11. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.
modulbiologi.com/klasifikasi-dan-ciri-ciri-morfologi-kelembak
Sastroamidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta.
Tim Farmasi Indonesia. Materia Medica. Jilid III dan IV.
Wulandari, L., 2011. Kromatografi Lapis Tipis: Metode Pemisahan Pada

Anda mungkin juga menyukai