Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Latar Belakang
Dalam tubuh manusia, radikal bebas dianggap berperan dalam proses
terjadinya kanker, penyakit radiovaskuler, nongeneratif, diabetes dan katarak. Penelitian di
bidang gizi membuktikan bahwa antioksidan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek
negatif radikal bebas (Trilaksani, 2003).
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menetralisir atau menstabilkan
radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron pada radikal bebas tersebut
(Falakh, 2008). Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting
untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan,
perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk
pangan karena oksidasi dapat dihambat (trilaksani, 2003).
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan
alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Ardiansyah, 2007). Tubuh manusia tidak
mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan
radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antoksidan eksogen. Adanya kekhawatiran
akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dibutuhkan (Rohdiana,2001 dan
sunarni, 2005).
Tambahan antioksidan dari luar dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengatasi
efek negatif radikal bebas. Senyawa antioksidan dapat ditemukan dalam bentuk enzim
atau senyawa lain seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E, dan polifenol.
Polifenol dikenal sebagai antioksidan tanaman yang sangat ditemukan dalam
buah-buahan, sayuran serta biji-bijian (Putri, 2006). Hal ini mendorong berbagai
peneliti untuk mendapatkan antioksidan yang lebih aman dari suber alami yang
banyak ditemukan dalam sayuran maupun buah-buahan, biji-bijian serta kacang-
kacangan.
Sejak dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tumbuhan
sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang
dihadapinya. Namun hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman yang turun
temurun dan bukan melalui kajian yang sistematis dan terencana, sehingga
komponen kimia yang aktif dari tumbuhan tersebut belum banyak ditemukan.
Beberapa dari tumbuhan tersebut memiliki manfaat sebagai antioksidan
(Harborne, 1987).
Asal-usul keluwih diperkirakan dari kepulauan nusantara sampai papua.
Tanaman ini mengikuti migrasi suku-suku Australia sekitar 2000 tahun sebelum
Masehi, kemudian turut menyebar ke pulau-pulau di Pasifik. Diperkirakan pada
masa perdagangan rempah di akhir zaman Majapahit, keluwih menyebar ke Jawa
dari Maluku. Karena pengaruh kolonisasi bangsa-bangsa Eropa, tanaman ini lalu
menyebar ke barat antara tahun-tahun 1750 -1800 ke Malaysia, India, Srilangka,
Mauritius, dan pada 1989 tiba di Afrika. Kini keluwih telah menyebar luas di
berbagai belahan dunia terutama di lingkar tropis (Pitojo, 2005).
Keluwih menyukai iklim tropis, dengan kondisi suhu panas (20-40oC), banyak
hujan (2000-3000 mm pertahun), dan lembab (70-90%), dan lebih cocok di
dataran rendah, di bawah 600 mdpl, meski dijumpai sampai sekitar 1500 mdpl.
Anakan pohon lebih baik tumbuh di bawah naungan, namun membutuhkan
matahari penuh untuk tumbuh besar. Meskipun kebayakan kultivarnya akan
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah aluvial yang subur, dalam, dan berdrainase
baik, akan tetapi variasi kemampuannya sangat besar. Maka ada varietas-varietas
yang tumbuh baik di tanah berawa, tanah kapur, tanah payau, dan lain-lain (Pitojo,
2005).
Pada umumnya kandungan senyawa dalam keluwih dapat membuat saraf
yang tegang menjadi rileks sehingga penderita lebih tenang dan dapat tidur
dengan nyenyak. Adanya pada biji keluwih sangat baik untuk mencegah kontipasi
sehingga dapat menghalangi terjadinya kanker. Karotenoid pada keluwih diubah
menjadi vitamin A serta klorofil yang tinggi pada tubuh manusia. Kedua senyawa
tersebut berperan sebagai antioksidan yang berguna untuk mencegah penuaan
dan menghalangi mutasi genetik penyebab kanker.
Oleh karena itu penelitian terhadap biji keluwih (Artocarpus
communis) ini perlu dilakukan uji lebih lanjut sehingga dapat diketahui apakah
kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan ini dapat
dijadikan sebagai antioksidan alami yang bermanfaat bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis metebolit sekunder yang terdapat
pada masing-masing fraksi biji keluwih (Artocarpus
communis)?

2. Apakah biji keluwih (Artocarpus communis) dapat


berfungsi sebagai antioksidan?

3. Berapa nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%)


dari setiap fraksi dan fraksi mana yang memiliki
aktivitas antioksidan tertinggi melalui uji peredaman
radikla 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH)?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis metabolit sekunder apa saja yang
terdapat pada masing-masing fraksi biji keluwih (Artocarpus
communis)?

2. Untuk megetahui biji keluwih (Artocarpus communis) dapat


berfungsi sebagai antioksidan atau tidak ?

3. Untuk menentukan nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%)


dari setiap fraksi dan fraksi mana yang memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi melalui uji peredaman radikal 2,2-
diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) ?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi mengenai jenis metabolit
sekunder yang terdapat pada masing-masing fraksi biji keluwih
(Artocarpus communnis).

2. Dapat memberikan informasi mengenai biji keluwih


(Artocarpus communis) dapat berfungsi sebagai antioksidan
atau tidak.

3. Dapat memberikan informasi besarnya nilai IC50 (Inhibitor


Concentration 50%) dari setiap fraksi dan fraksi mana yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi melalui uji peredaman
radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH).
2.1 Landasan Teori

Anda mungkin juga menyukai