Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA SEPSIS NEONATORUM DI RUANG HCU NEONATUS


RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh:

Ratri Wijayanti Hananingrum (J230170028)


Beny Hermawan (J230170079)

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya
didalam darah atau jaringan lainnya. Sepsis adalah SIRS ditambah tempat
infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organism
dari tempat tersebut) yang memiliki criteria dua atau lebih yaitu (Nurarif,
2015):
1. Suhu > 380C atau 360C
2. Denyut jantung > 90 x/ menit
3. Respirasi > 20 x/ menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur

Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ,


kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi
tidak terbatas) pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status
mental (Nurarif, 2015).

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai


bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup.
Sepsis neonatal dapat terjadi secara dini, yaitu pada 5-7 hari pertama dengan
organisme penyebab didapat dari intrapartum atau melalui saluran genital
ibu. Sepsis neonatal dapat terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih yang
disebut sepsis lambat, yang mudah menjadi berat dan sering menjadi
meningitis. Sepsis nosokomial terutama terjadi pada bayi berat lahir sangat
rendah atau bayi kurang bulan dengan angka kematian yang sangat tinggi.
Karena masih tingginya angka kematian sepsis neonatal, tatalaksana yang
utama adalah upaya pencegahan dengan pemakaian proteksi di setiap
tindakan terhadap neonatus, termasuk pemakaian sarung tangan, masker,
baju dan kacamata debu serta mencuci segera tangan dan kulit yang terkena
darah atau cairan tubuh lainnya (Pusponegoro, 2012).

B. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini
(early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-
onset neonatal sepsis). Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan
infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari
72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita
ibu selama persalinan atau kelahiran bayi. Incidence rate sepsis neonatorum
awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien
tersebut meninggal. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi
disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72
jam kelahiran. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan
transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman
nasokomial (Aminullah, 2010).

C. Etiologi
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis
nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B
(GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria
monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk
Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan
penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus
epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan
Proteus), dan jamur (Pusponegoro, 2012).
D. Faktor Risiko
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah (Pusponegoro, 2012):
1. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi
kulit yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun,
2. Ketuban pecah dini (>18 jam),
3. Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya
khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS,
kolonisasi perineal dengan E. coli,
4. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
5. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
6. Kehamilan kembar,
7. Prosedur invasif,
8. Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
9. Bayi dengan galaktosemi,
10. Terapi zat besi,
11. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
12. Pemberian nutrisi parenteral,
13. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
14. Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari
perempuan

Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup
bulan risiko tinggi disebabkan oleh (Pusponegoro, 2012):

1. Sistem Imunitas Seluler


Sel polimorfonuklear mempunyai kemampuan kemotaksis terbatas,
menurunnya mobilisasi reseptor permukaan sel, kemampuan
bakterisidal yang amat terbatas, dan fagositosis normal.
a. Semua komponen komplemen kurang, terutama pada bayi kurang
bulan juga, disertai kurangnya produksi zat kemotaktik opsonin.
b. Sel limfosit T yang berfungsi dalam imunitas seluler telah normal
pada gestasi muda, tetapi belum dapat memberikan respons terhadap
antigen asing yang spesifik, hal ini me- nyebabkan bayi rentan
terhadap infeksi jamur dan virus, meningkatnya jumlah sel T
supresor, dapat mengurangi produksi antibodi sewaktu antenatal.
c. Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau
menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi.
2. Sistem Imunitas Humoral
Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui
plasenta oleh karena semua tipe IgG dari ibu dapat ditransport ke janin
sedangkan IgM, IgA dan IgE tidak melalui plasenta, karena itu pada
neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang ditransfer ke janin, akan
menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah diderita ibu
sebelumnya. Secara kuantitatif, jumlah IgG jelas kurang pada bayi berat
lahir sangat rendah, karena sebagian besar IgG ditransfer melalui
plasenta sesudah 32 minggu kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi
kurang bulan sangat rendah dibanding bayi cukup bulan. Jumlah ini
berkurang pada beberapa bulan pertama sesudah lahir, keadaan ini
disebut hipoimunoglobinemia fisiologis pascanatal. Hal inilah yang
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa
neonatal, terutama untuk bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang
bulan.

E. Manifestasi klinik
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi
diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal
tidak spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk
gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit
susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya
(misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes).
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:
1. Letargi, iritabel,
2. Tampak sakit,
3. Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat,
kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
4. Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
5. Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis
metabolik,
6. Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih,
napas cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama
atau tiba-tiba, takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
7. Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare,
kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop (Pusponegoro, 2012).

F. Patofisiologi
Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada
neonatus (bayi).Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang
menimbulkan sepsis. Faktor infeksi yang mempengaruhi sepsis, antara lain
faktor maternal yaitu adanya status sosial-ekonomi ibu,ras, dan latar
belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan
alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-ekonomi
rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan
prenatal, ketuban pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor
Neonatal, pada bayi dengan prematurius ( berat badan bayikurang dari 1500
gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya
imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan.Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh
terakhir ketiga.Setelah bayi lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun sehingga menyebabkan hipergamaglobulinemia berat. Imaturitas
kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Faktor
Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung
mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan
waktu perawatan dirumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena atau
arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk
bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi jugamungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu,seperti
steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi
spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang-
kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak
tangan. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi oleh E.colli (Pusponegoro, 2012).
G. Pathways

Bakteri dan virus Penyakit infeksi


yang diderita ibu
Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa intranatal Pascanatal

Kuman dan virus dari ibu Kuman di vagina dan serviks Infeksi
nosokomial dari
luar rahim
Melewati plasenta dan Naik mencapai kiroin dan
umbilikus amnion Melalui alat-alat
pengisap lender,
Masuk kedalam tubuh bayi Amnionitis dan korionitis selang endotrakeal,
infuse, selang
Melalui sirkulasi darah Kuman melalui umbilicus nasogastrik, botol
janin masuk ketubuh janin minuman atau dot

Sepsis

System pencernaan, System pernafasan, Ante, intra, postnatal


anoreksia, muntah, diare, dispneu, takepneu, apneu, hipertermi, aktivitas
menyusui buruk, tarikan otot pernafasan, lemah, tampak sakit,
hepatomegali, peningkatan sianosis menyusu buruk,
residu setelah menyusui peningkatan leukosit
darah
Gangguan gastrointestinal Pola nafas terganggu infeksi

Ketidakseimbangan Ketidakefektifan pola nafas


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Kekurangan volume cairan

Hipotalamus Menghasilkan panas tubuh Hipertermi

(Nurarif, 2015)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah
air kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi
sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi
lumbal, analisis dan kultur urin :
3. Leukositosis (>34.000×109/L)
4. Leukopenia (< 4.000x 109/L)
5. Netrofil muda 10%
6. Perbandingan netrofil immature (stab) dibanding total (stb+segmen)
atau I/T ratio > 0,2
7. Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
8. CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal (Pusponegoro, 2012).

I. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh
normal, untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk
memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan
perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit meliputi sebagai
berikut:
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi
tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh
harus dipantau secara teratur.
b. Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami
perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5
sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama
30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk.
Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk
memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis
neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat
memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres
pernapasan atausianosis
d. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas
tidak memadai
e. Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah
gangguan perdarahan
f. Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau
memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan
infus IV.
g. Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut
fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi
bayi dan perawatan ahli (Pusponegoro, 2012).
2. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan
10eflex10a10c tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan
pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor
pemberian 10eflex10a10c hendaknya memenuhi 10eflex10a efektif
berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh,
dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah
ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin
atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Aminullah, 2010).

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang
perlu dikaji adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat perawatan antenatal, adanya/tidaknya ketuban pecah
dini,partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus). Riwayat
persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. Ada atau
tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia,
gonorea,dll). Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah
menderita penyakit infeksi (mis. Toksoplasmosis, rubeola, toksemia
gravidarum, dan amnionitis). Mengkaji tatussosial ekonomi
keluarga.Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi
letargi (khususnya setelah 24 jam petama), tidak mau minum atau
11eflex mengisap lemah, regurgitasi, peka rangsang, pucat, berat badan
berkurang melebih penurunan berat badan secara fisiologis,
hipertermi/ hipotermi, tampak ikterus. Data lain yang mungkin
ditemukan adalah hipertermia, pernapasan mendengkur, takipnea, atau
apnea, kulit lembab dan dingin, pucat, pengisian kembali kapiler
lambat, hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktus gastrointestinal
meliputi muntah, distensi abdomen atau diare (Nurafif, 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu, apneu,
takipneu
b. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder
akibat infeksi atau inflamasic.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat demam, muntah dan diare
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan reflex hisap lemah
e. Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan status imun
(Herdman, 2015).
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Rencana Tujuan dan Rencana Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Buka jalan nafas, gunakan
pola nafas keperawatan selama …x24 teknik chin lift atau jaw
berhubungan jam, diharapkan nafas thrust bila perlu
dengan dispneu, efektif, dengan 2. Posisikan bayi untuk
apneu, takipneu Kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
1. Frekuensi pernafasan 3. Berikan bronkodilator bila
sesuai yang diharapkan perlu
2. Irama nafas sesuai yang 4. Atur intake cairan untuk
diharapkan mengoptimalkan
3. Inspirasi aman keseimbangan
4. Ekspansi dada simetris 5. Monitor status respirasi
5. Bernafas mudah dan status O2
6. Tidak terdapat kontraksi 6. Bila perlu lakukan suction,
dinding dada postural rainage
7. Tidak didapatkan
penggunaan otot-otot
tambahan
8. Auskultasi suara nafas
sesuai yang diharapkan
Hipertermia Setelah diberikan asuhan 1. Monitoring tanda-tanda
berhubungan keperawatan selama …x24 vital dan pantau warna
dengan kerusakan jam, diharapkan pasien kulit
control suhu panas turun atau tidak ada, 2. Observasi adanya kejang
sekunder akibat dengan dan dehidrasi
infeksi atau Kriteria Hasil: 3. Berikan kompres dengan
inflamasic air hangat pada aksila,
1. Suhu tubuh berada leher dan lipatan paha,
dalam batas normal hindari penggunaan
(suhu normal 36-370C) alcohol untuk kompres
2. Nadi dan frekuensi 4. Kolaborasi dalam
napas dalam batas pemberian antipiretik
normal (Nadi neonates sesuai kebutuhan jika
normal 100-180 x/ panas tidak turun
menit, frekuensi nafas
neonates normal 30-60
x/ menit)
3. Tidak ada perubahan
warna kulit
Kekurangan Setelah diberikan asuhan 1. Monitoring tanda-tanda
volume cairan keperawatan selama …x24 vital setiap dua jam dan
berhubungan jam, diharapkan volume pantau warna kulit
dengan cairan normal, dengan 2. Observasi adanya
kehilangan Kriteria Hasil: hipertermi, kejang dan
sekunder akibat 1. Suhu tubuh berada dehidrasi
demam, muntah dalam batas normal 3. Berikan kompres hangat
dan diare (suhu normal 36-370C) jika terjadi hipertermi, dan
2. Nadi dan frekuensi pertimbangkan untuk
napas dalam batas langkah kolaborasi dengan
normal (Nadi neonates memberikan antipiretik
normal 100-180 x/ 4. Berikan ASI/ PASI sesuai
menit, frekuensi nafas jadwal dengan jumlah
neonates normal 30-60 pemberian yang telah
x/ menit) ditentukan
3. Bayi mau menghabiskan
ASI/ PASI
Ketidakseimbang Setelah diberikan asuhan 1. Kolaborasi dengan ahli
an nutrisi kurang keperawatan selama …x24 gizi untuk menentukan
dari kebutuhan jam, diharapkan kebutuhan jumlah kalori dan nutrisi
tubuh nutrisi terpenuhi, dengan bayi
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Monitor jumlah nutrisi
dengan reflex 1. Intake zat gizi (nutrient) 3. BB bayi dalam batas
hisap lemah 2. Intake makanan dan normal
cairan meningkat 4. Monitor adanya
3. Energy meningkat penurunan berat badan
4. Masa tubuh 5. Monitor turgor kulit
5. Berat tubuh meningkat 6. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan bayi
Infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Bersihkan setelah dipakai
berhubungan keperawatan selama …x24 oleh pasien lain
dengan jam, diharapkan dapat 2. Pertahankan teknik isolasi
ketidakadekuatan infeksi dpat teratasi, dengan 3. Cuci tangan sebelum dan
status imun Kriteria Hasil: sesudah tindakan
1. Tidak ada faktor risiko keperawatan
dari lingkungan 4. Gunakan baju, sarung
2. Berkomitmen dengan tangan sebagai alat
strategi control resiko pelindung
yang dipilih 5. Pertahankan lingkungan
3. Mengenali perubahan aseptic selama
status kesehatan pemasangan alat
4. Status kesehatan 6. Tingkatkan intake nutrisi
meningkat 7. Berikan terapi antibiotic
5. Jumlah leukosit dalam bila perlu
batas normal

(Heardman, 2015; Moorhead, 2017; Bulechek, 2017)


BAB II

PEMBAHASAN

A. DATA BAYI

Nama bayi : By. Y


Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/usia : 21 Agustus 2017/ 50 hari
Diagnosa medis : Sepsis e.c staph.
Tanggal/Jam pengkajian : 9 Oktober 2017/14.00

B. DATA ORANG TUA

Nama orang tua : Tn. E/ Ny. Y


Pendidikan ayah/ibu : Sarjana/SMK
Pekerjaan ayah/ibu : Swasta/ Guru
Usia ayah/ibu : 46 tahun/43 tahun
Alamat :Singopuran, Kartosura
Tanggal dirawat : 23 Agustus 2017 jam 15.00

C. Keluhan Utama :

Sesak nafas

D. Riwayat Kesehatan saat ini:

By. Y lahir di RS panti waluyo pada tanggal 21 Agustus 2017 jam 17.00
melalui operasi sectio caesaria atas indikasi pre eklamsia berat dengan usia
kehamilan janin yaitu 28 minggu. Berat badan bayi saat lahir 950 gram, selama 2
hari dirawat di RS Panti Waluyo klien tampak sesak nafas dan dari pemeriksaan
laboratorium (21-08-2017) di RS Panti Waluyo didapatkan leukosit tinggi yaitu
26,7 /mm3 (rujukan 5 - 19,5 /mm3), kemudian pada tanggal 23 Agustus 2017 jam
15,00 dari RS Panti Waluyo klien dirujuk ke RSUD Dr Moewardi untuk
mendapatkan perawatan dengan alat yang memadai.

E. RIWAYAT BAYI
Apgar skor 1” 4 5” 5 10” 6
Usia Gestasi 28 minggu
Berat badan/PB Lahir 950 gram/35 cm

F. RIWAYAT IBU
Usia Ibu 43 tahun
Gravida/Partus/Abortus G3 P3 A0
Jenis persalinan Sectio caesaria atas indikasi pre eklamsia berat
(PEB)
Komplikasi kehamilan Prematur

G. PEMERIKSAAN FISIK NEONATUS


1 Penampilan Umum Kondisi anak tampak lemah, kesadaran S3

2 Tanda Vital
 Suhu aksila / Denyut HR :158x/menit
jantung / Pernafasan / RR :52x/menit
Tekanan darah Suhu :36,8°C
 Saturasi Oksigen SaPO2 :99%
 Skala nyeri Skala nyeri : 2

3 Antropometri
Berat badan / Panjang Panjang Badan : 38 cm
badan Berat Badan : 1900 gram
IMT : 13,19 (kurus)
Lingkar Kepala / LK : 29 cm
Lingkar Dada LD : 24 cm
LILA : 5 cm
4 Alat Monitoring Klien terpasang alat bantu pernapasan SIPAP
Model NCPAP di O2 40 % PEEP 5, oro
gastric tube, infuse pump dan syringe pump
5 Kulit
 Warna Warna kulit ikterik
 Sianosis Lanugo ( √ )
Tanda Lahir : Tidak ada
Turgor kulit : Elastis
Edema : pada genetalia
Suhu 36,8°
Kelembaban : Lembap
Diaforesis (+)
Lesi/Benjolan :Tidak ada
Kapilary Refill : < 2detik
6 Rambut dan Kuku
a. Rambut Warna : hitam Distribusi : Merata
Kebersihan : bersih Kualitas : kuat
b. Kulit Kepala Lesi ( tidak ada), berminyak (tidak)
c. Kuku Sianosis
7 Kepala
Inspeksi Posisi kepala : Simetris
Kesimetrisan wajah (+)
Palpasi Fontanel anterior : belum menutup
Fontanel Posterior : belum menutup
Sutura : belum menutup
Pembesaran nodus limfe oksipital ( - ),
postaurikuler ( - ), preaurikuler ( - ),
submental ( - ) dan submandibular (- )
8 Leher
Inspeksi Bentuk : Simetris , Lipatan berlebih ( tidak
ada )
Palpasi ROM ( kurang aktif), Kaku kuduk ( tidak ada )
Pembengkakan nodus limfe servikal ( - ),
klavikular ( - )
Tiroid (tidak ada pembesaran)
9 Mata Eksternal Simetris ( +), tidak terdapat kotoran
Distribusi merata :bulu mata (+), alis (- ).
Warna Sklera: putih Iris: hitam, kornea :
hitam Konjungtiva : Anemis
Penglihatan Reflek berkedip (+)

10 Telinga Eksternal Lubang/kulit tambahan pada aurikel (-)


Simetris (+), Letak rendah (- ), Sudut pinna
Serumen (-), warna.
Cairan tambahan (-)
Nyeri tulang mastoid (-)
11 Hidung dan Sinus
Simetris (+)
Bentuk : tidak ada gangguan, Deformitas/Masa
(tidak ada)
Kepatenan jalan nafas (-) terpasang alat bantu
SIPAP
Nafas cuping hidung (+)
Struktur internal Warna membran mukosa merah muda
Septum : lurus (+), Lesi (-), perdarahan (-),
kerak (-)
Kotoran hidung tidak ada
12 Mulut
Bibir Warna : pucat Simetris (+)
Kering Lesi (- )
Gusi Warna gusi : merah muda Peradangan (-
Membran Mukosa )
Kering
Lidah Warna: pucat
Warna : pink
Palatum Tremor ( -), Lesi (-)
Warna merah muda
Celah bibir ( - ), Celah palatum ( - ), Masa ( - )
Tenggorokan Warna : merah muda
Pembengkakan (-) / Lesi (-)
13 Leher
Bentuk : Simetris ( + ), Bengkak ( - )
Abnormalitas lain (-)
ROM : terbatas
14 Dada
Inspeksi Bentuk : Normochest ; Ukuran : normal
Pergerakan simetris (+), Retraksi dada (+)
Respiratory Rate 52x/menit
Palpasi Pergerakan dada simetris (+ ),
Masa/Kista/Krepitus (-)
Taktil fremitus : teraba
Auskultasi Suara paru : ronchi
15 Payudara Kesimetrisan puting ( √ ), Areola bulat ( √ ),
gelap ( √ )
Pembesaran ( - ), Masa abnormal ( - )
16 Jantung
Inspeksi Dada depan simetris ( +), samping simetris (+
)
Letak Apeks ICS 5
Palpasi Apikel impuls teraba
Auskultasi Denyut apeks : Teraba Irama :
reguler
Bunyi jantung 1 : Jelas
Bunyi jantung 2 : Jelas
Splitting ( tidak ada ), Murmur (tidak ada)
Denyut Nadi Radialis simetris (+), Brakhialis simetris (+ ),
Femoralis simetris (+)
17 Abdomen
Inspeksi Simetris (+), Lesi (-)
Tali pusat Warna : merah muda, perdarahan (-), bau (-),
Otot rektus cairan (-)
Menonjol
Pergerakan abdomen saat inspirasi (+)
Pergerakan peristaltik (+)
Auskultasi Bising usus 10x/menit
Aorta (-), arteri renalis (-)
Perkusi Kuadran KiA : Pekak Kuadran KaA :
Pekak
Kuadran KaB : Tympani Kuadran KiB :
Tympani
Palpasi Superfisial Lunak
Pemisahan otot rectus abdominal : ada
Diameter hernia
Liver Teraba ( + ), < 2 cm ( + ), > 2 cm ( - ) Tidak
Palpasi dalam teraba ( - )
Limpa teraba Ginjal teraba
Kolon (+)
Masa : tidak ada

18 Genitalia
Laki-laki Pubis Distribusi rambut : tidak ada
Penis Ukuran : 2 cm warna: kemerahan
Meatus Tampak luka
Skrotum Simetris ( - ) Warna: merah kehitaman,
bengkak, iritasi
Testis Integritas kulit : Lembab
Lunak ( + ), Simetris ( - )
19 Anus & Rektum
Kemerahan (+), Hemoroid (-), Prolap (-)
Keutuhan kulit : tidak, tampak luka dan iritasi,
warma merah kehitaman Mekonium ( + )
Refleks anus : positif
20 Muskuloskeletal Klavikula : Keras
Bahu simetris (+)
Tulang belakang Postur : tegap . Bentuk: lurus
Punggung simetris (+), Bahu simetris (+ )
Berkas rambut ( -), Perubahan warna
punggung : tidak ada
21 Ekstremitas
Ekstremitas Atas Lengan lurus ( +), Simetris ( +)
Jumlah jari 5 pada masing-masing ekstremitas
dan jumlah 20
Lipatan telapak tangan : merah muda
ROM : kurang aktif
Kekuatan Otot 4/4
Ekstremitas Bawah Dislokasi panggul (-), Tungkai simetris (+)
Lutut simetris (+), Tungkai Lurus (+)
ROM kurang aktif, Kekuatan otot sedang
22 Neurologis Kesiapsiagaan ( + ), Sensori (+)
Rooting (+) Sucking (+)
Asimetris leher (+) Palmar grasping (+)
Plantar grasping (+) Babinski (+)
Melangkah (-) Moro (+)

H. EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal No.
No Evaluasi Ttd
/Jam Dx
1 9 1 S:- Ratri
Oktober O:
2017  Klien sesak
21.00  Terdapat retraksi dinding dada
 Irama napas cepat
 Frekuensi pernapasan 56 x/menit
 Nadi 147x/menit
 SB 36,5oC
 Terpasang alat bantu pernapasan SIPAP Model
NCPAP di O2 40 % PEEP 5
 Posisi tidur dengan tinggi kepala 15o
 Bunyi napas ronchi
 SiO2 99%
A : Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi pola pernapasan klien
2. Observasi kecepatan, irama dan kedalaman
pernapasan
3. Obsevasi aliran oksigen dan saturasi oksigen klien
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas
tambahan

2 S:-
O:
 Terpasang OGT dialirkan
 Terpasang Infus D1/4 Ns 122 ml + D40% 51 ml
+KCl 4 ml+ Ca 10ml + soluvit 2 ml (8,6 ml/jam)
 Bibir kering
 Kulit ikterik
 Konjungtiva anemis
 Membran mukosa pucat
 Lidah berwarna pink
 BB 1900 gram saat pengkajian
 Hb :7,6 g/dl (Low)
 Albumin : 2,8 g/dl (Low)
 GDS : 41 mg/dl (Low)
A : Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi mukosa bibir dan turgor kulit
2. Observasi adanya warna pucat, kemerahan dan
jaringan konjungtiva yang kering
3. Observasi tonus otot
4. Timbang BB per hari
5. Pertahankan intake nutrisi dan cairan

3 S:-
O:
 KU lemah
 Genetalia klien sampai pantat berwarna merah
kehitaman
 Scrotum bengkak
 Klien dalam inkubator
 Suhu badan 36,5o C
 Hasil laboratorium hitung jenis:
Eosinofil: 1.00 %
Basofil: 0.00 %
Netrofil: 76.00 %
Limfosit: 8.00 %
Monosit: 5.00 %
 Leukosit: 50.5 ribu/ul (High)
 GOT : 69 u/l (High)
 Gamma GT : 174 u/l (High)
 Bilirubin total : 21.50 mg/dl (High)
 Bilirubin direk: 20.30 mg/dl (High)
 Bilirubin indirek: 1.20 mg/dl (High)
A : Masalah resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi adanya tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hasil laboratorium
3. Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
4. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan
5. Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
6. Tingkatkan intake nutrisi yang cukup
4
S:-
O:
 KU lemah
 Tampak kulit merah kehitaman pada bagian scrotum
ke pantat
 Pantat klien tampak masih lecet
 Luka di scrotum tampak basah
 Kulit tampak lembab
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah
yang tertekan
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

2 10 1 S:- Ratri
Oktober O:
2017  Klien sesak
21.00  Terdapat retraksi dinding dada
 Irama napas cepat
 Frekuensi pernapasan 56 x/menit
 Nadi 141x/menit
 SB 36,5oC
 Terpasang alat bantu pernapasan SIPAP Model
NCPAP di O2 40 % PEEP 5
 Posisi tidur dengan tinggi kepala 15o
 Bunyi napas ronchi
 SiO2 99%
A : Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi pola pernapasan klien
2. Observasi kecepatan, irama dan kedalaman
pernapasan
3. Obsevasi aliran oksigen dan saturasi oksigen klien
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas
tambahan

2 S:-
O:
 Terpasang OGT
 Terpasang Infus D1/4 Ns 116 ml + D40% 24 ml
+KCl 4 ml+ Ca 10ml + soluvit 2 ml (14,4 ml/jam)
 Bibir lembab
 Kulit tampak ikterik
 Konjungtiva anemis
 Membran mukosa tampak pucat
 Lidah berwarna pink
 BB 1900 gram saat pengkajian
 Hb :7,6 g/dl (Low)
 Albumin : 2,8 g/dl (Low)
 GDS : 41 mg/dl (Low)
A : Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi mukosa bibir dan turgor kulit
2. Observasi adanya warna pucat, kemerahan dan
jaringan konjungtiva yang kering
3. Observasi tonus otot
4. Timbang BB per hari
5. Pertahankan intake nutrisi dan cairan

3 S:-
O:
 KU lemah
 Genetalia klien sampai pantat berwarna merah
kehitaman, luka mulai mengering
 Scrotum bengkak
 Klien dalam inkubator
 Suhu badan 36,5o C
 Hasil laboratorium hitung jenis:
Eosinofil: 1.00 %
Basofil: 0.00 %
Netrofil: 76.00 %
Limfosit: 8.00 %
Monosit: 5.00 %
 Leukosit: 50.5 ribu/ul (High)
 GOT : 69 u/l (High)
 Gamma GT : 174 u/l (High)
 Bilirubin total : 21.50 mg/dl (High)
 Bilirubin direk: 20.30 mg/dl (High)
 Bilirubin indirek: 1.20 mg/dl (High)
A : Masalah resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi adanya tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hasil laboratorium
3. Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
4. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan
5. Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
6. Tingkatkan intake nutrisi yang cukup

4 S:-
O:
 KU lemah
 Tampak kulit merah kehitaman pada bagian scrotum
ke pantat
 Pantat klien tampak lecet
 Luka di scrotum tampak mulai mengering
 Kulit tampak lembab
A : Masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah
yang tertekan
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
3 12 1 S:- Ratri
Oktober O:
2017  Klien sesak
06.30  Terdapat retraksi dinding dada
 Irama napas sedang
 Frekuensi pernapasan 48 x/menit
 Nadi 146x/menit
 SB 37,0oC
 Terpasang alat bantu pernapasan SIPAP Model
NCPAP di O2 40 % PEEP 5
 Posisi tidur dengan tinggi kepala 15o
 Bunyi napas ronchi
 SiO2 98%
A : Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi pola pernapasan klien
2. Observasi kecepatan, irama dan kedalaman
pernapasan
3. Obsevasi aliran oksigen dan saturasi oksigen klien
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas
tambahan
2
S:-
O:
 Terpasang OGT dialirkan
 Terpasang Infus D1/4 Ns 122 ml + D40% 51 ml
+KCl 4 ml+ Ca 10ml + soluvit 2 ml (16,9 ml/jam)
 Bibir lembab
 Konjungtiva anemis
 Turgor kulit baik
 Membran mukosa tampak pucat
 Lidah berwarna pink
 BB 1900 gram saat pengkajian
 Hb : 8,8 g/dl (Low)
 Albumin : 3.0 g/dl (Low)
 GDS : 89 mg/dl (High)
A : Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi mukosa bibir dan turgor kulit
2. Observasi adanya warna pucat, kemerahan dan
jaringan konjungtiva yang kering
3. Observasi tonus otot
4. Timbang BB per hari
5. Pertahankan intake nutrisi dan cairan
3
S:-
O:
 KU lemah
 Genetalia klien sampai pantat berwarna kemerahan
mulai berkurang, luka kering
 Scrotum bengkak
 Klien dalam inkubator
 Suhu badan 37o C
 Hasil laboratorium hitung jenis:
Eosinofil: 3.50 %
Basofil: 0.60 %
Netrofil: 61.10 %
Limfosit: 20.10 %
Monosit: 8.20 %
 Leukosit: 9.0 ribu/ul (Normal)
 GOT : 107 u/l (High)
 Gamma GT : 144 u/l (High)
 Bilirubin total : 20.60 mg/dl (High)
 Bilirubin direk: 19.00 mg/dl (High)
 Bilirubin indirek: 1.60 mg/dl (High)
A : Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Observasi adanya tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hasil laboratorium
3. Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
4. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan
5. Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
6. Tingkatkan intake nutrisi yang cukup
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
4 antibiotik

S:-
O:
 KU lemah
 Tampak kulit kemerahan pada bagian scrotum ke
pantat
 Pantat klien tampak iritasi
 Luka di scrotum tampak kering
 Kulit lembab
A : Masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah
yang tertekan
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
PEMBAHASAN

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya didalam darah


atau jaringan lainnya. Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui
(ditentukan dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut) yang
memiliki criteria dua atau lebih yaitu (Nurarif, 2015):
1. Suhu > 380C atau 360C
2. Denyut jantung > 90 x/ menit
3. Respirasi > 20 x/ menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan
hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas)
pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental (Nurarif,
2015).
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis
neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatal dapat terjadi secara
dini, yaitu pada 5-7 hari pertama dengan organisme penyebab didapat dari
intrapartum atau melalui saluran genital ibu (Pusponegoro, 2012).
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk
menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk
mencegah kecenderungan perdarahan (Pusponegoro, 2012).
Berdasarkan tinjauan kasus dalam pengkajian pada Bayi ”Y” usia 50 hari dengan
sepsis neonatorum di dapatkan data bayi “Y” 9 Oktober 2017 21.00 adalah sebagai
berikut:
Terdapat retraksi dinding dada, Irama napas cepat Frekuensi pernapasan 56
x/menit Nadi 147x/menit SB 36,5oC Terpasang alat bantu pernapasan SIPAP
Model NCPAP di O2 40 % PEEP 5 Posisi tidur dengan tinggi kepala 15o Bunyi
napas ronchi SiO2 99% Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
kemudian Intervensi yang dilakukan adalah:
1) Observasi pola pernapasan klien
2) Observasi kecepatan, irama dan kedalaman pernapasan
3) Obsevasi aliran oksigen dan saturasi oksigen klien
4) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.
Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tanda dan
gejalanya antaralain Bibir kering, Kulit ikterik, Konjungtiva anemis, Membran
mukosa pucat, Lidah berwarna pink, BB 1900 gram saat pengkajian, hasil
pemeriksaan laboraturium Hb :7,6 g/dl (Low), Albumin : 2,8 g/dl (Low), GDS : 41
mg/dl (Low) kemudian intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
1) Observasi mukosa bibir dan turgor kulit
2) Observasi adanya warna pucat, kemerahan dan jaringan konjungtiva
yang kering
3) Observasi tonus otot
4) Timbang BB per hari
5) Pertahankan intake nutrisi dan cairan
Kemudian teridentifikasi Masalah infeksi setelah dilakukan uji laboraturium dan
uji fisik didapatkan hasil KU lemah, Genetalia klien sampai pantat berwarna,
merah kehitaman, Scrotum bengkak, Klien dalam inkubator , Suhu badan 36,5o C,
Hasil laboratorium hitung jenis:
Eosinofil: 1.00 %, Basofil: 0.00 %, Netrofil: 76.00 %, Limfosit: 8.00 %, Monosit:
5.00 %, Leukosit: 50.5 ribu/ul (High), GOT : 69 u/l (High), Gamma GT : 174 u/l
(High), Bilirubin total : 21.50 mg/dl (High), Bilirubin direk: 20.30 mg/dl (High),
Bilirubin indirek: 1.20 mg/dl (High) intervensi keperawatn yang dilakukan adalah:
1) Observasi adanya tanda dan gejala infeksi
2) Monitor hasil laboratorium
3) Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
4) Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan
5) Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
6) Tingkatkan intake nutrisi yang cukup
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotic
Masalah kerusakan integritas kulit, dengan hasil pemerikasaan yang diperoleh:
KU lemah, Tampak kulit merah kehitaman pada bagian scrotum ke pantat, Pantat
klien tampak lecet, Luka di scrotum tampak mulai mongering, Kulit tampak
lembab
Intervensi keperawatan yang dilakukan :
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2010). Ikterus, Hiperbilirubinemia dan Sepsis Pada Neonatus.


Jakarta : FKUI.
Bulechek, Gloria M dkk. (2017). Nursing Intervention Clasification. Jakarta:
Mocopedia.
Herdman, T. H. dan Kamitsuru, S. (2015) NANDA Internasional Inc, Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. 10th ed. Alih bahasa: Budi
Anna Keliat et al. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue dkk. (2017). Nursing Outcomes Clasificarion. Jakarta: Mocopedia.
Nurarif, A. H., Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.
Pusponegoro, T. S. (2012). Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Jurnal Sari
Pediatri, 2 (2), 96-102.

Anda mungkin juga menyukai