Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu proses untuk


mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi informasi untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran. Sebagai bagian yang sangat penting dari sebuah proses
pembelajaran, penilaian dalam proses pembelajaran hendaknya dirancang dan
dilaksanakan oleh guru.
Salah satu tugas penting yang acapkali dan bahkan pada umumnya dilupakan
oleh staf pengajar (guru, dosen, dan lain-lain) adalah tugas melakukan evaluasi terhadap
alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para
peserta didiknya (murid, siswa, mahasiswa dan lain-lain).
Salah satu aspek dari pembelajaran, analisis dan interpretasi sangat penting bagi
dunia pendidikan. Penilaian dilakukan untuk menentukan apakah peserta didik telah
berhasil menguasai suatu kompetensi mengacu ke indikator yang telah dikembangkan.
Penilaian dilakukan pada waktu pembelajaran atau setelah pembelajaran berlangsung.
Sebuah indikator dapat dijaring dengan beberapa soal/tugas.
Jadi penulis membuat makalah ini bertujuan untuk membahas lebih dalam
tentang analisis dan interpretasi hasil belajar bagi calon pendidik dan pendidik. Karena
ini sangat penting di dalam dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat penulis merumuskan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi hasil belajar ?
2. Apa tujuan dari analisis dan interpretasi hasil belajar ?
3. Jelaskan teknik analisis hasil belajar dan interpretasinya ?
2

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Memahami apa itu analisis dan interpretasi hasil belajar
2. Memahami tujuan dari analisis dan interpretasi hasil belajar
3. Memahami teknik analisis hasil belajar dan interpretasinya
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis dan Interpretasi hasil belajar

Analisis memiliki arti sebagai tindakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa


untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dalam makna lain analisa atau analisis
dikatakan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah kegiatan atau tindakan
guna meneliti struktur kegiatan atau tindakan tersebut secara mendalam.
Interpretasi (penafsiran) merupakan suatu analisa seseorang terhadap suatu
kejadian atau peristiwa tentang obyektif atau subyektif. Leon H. Levy dalam buku yang
berjudul “Psychological Interpretation” (1963) menyatakan bahwa interpretasi adalah
suatu kegiatan yang dilakukan apabila ada suatu keadaan yang sulit untuk dipahami
secara biasa atau secara langsung. Pada dasarnya interpretasi terdiri dari kegiatan
memberikan suatu kerangka referensi yang lain atau mengemukakan suatu bahasa lain
bagi sejumlah observasi atau tingkah laku, dengan tujuan agar hal ini dapat
dipergunakan.
Jadi analisis dan interpretasi hasil belajar adalah suatu kegiatan atau tindakan
guna meneliti atau mencari hasil belajar apa yang dirancang oleh pengajar dapat
berjalan sesuai fungsinya pada anak didik.

B. Tujuan Analisis dan Interpretasi Hasil Belajar

Tujuan analisis hasil belajar ini tidak lain yaitu untuk menganalisa hasil belajar
dari siswa hingga guru dapat memahami kekurang-kekurangan yang ada saat
pembelajaran yang telah berlansung. Interpretasi atau penafsiran hasil tes bertujuan
untuk menerjemahkan dan memberi makna terhadap skor yang diperoleh testee (orang
yang diuji). Interpretasi skor hasil belajar siswa merupakan hal yang sangat penting
dilakukan oleh guru. Interpretasi ini menyediakan informasi untuk pengambilan
keputusan dan landasan untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya. Pengambilan
keputusan dan landasan perbaikan ini sebaiknya didasarkan pada acuan tertentu
4

C. Teknik Analisis Hasil Belajar dan Interpretasinya

1. Teknik analisis derajat kesukaran item


Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat
dketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing
butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir
item yang baik ,apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu
mudah dengan kata lain derajat kesukaran item itu ialah sedang atau cukup.
Bertitik tolak dari pernyataan tersebut diatas maka butir-butir item tes hasil
belajar dimana seluruh testee tidak dapat menjawab dengan betul-(karena terlalu suka)-
tidak dapat disebut sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-butir item
tes hasil belajar dimana seluruh testee dapat menjawab dengan betul -(karena terlalu
mudah)- juga tidak dapat dimasukkan dalam kategori item yang baik.
Pernyataan yang akan segera muncul adalah : “bagaimana cara yang dapat
dtempuh untuk mengetahui butir-butir item tes belajar tertentu yang dapat dikatakan
sudah memiliki derajat kesukaran yang memadai?”. Dalam hubungan ini, Witherington
dalam bukunya yang berjudul pshycological education (hal.87) mengatakan, bahwa
sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui
dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut.
Angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesulitan item itu dkenal
dengan istilah difficulty index (=angka indek kesukaran item), yang dalam dunia
evaluasi hasil belajar umumnya dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata
proportion (proporsi = proporsa).
Menurut Witherington, angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara
0,00 sampai 1,00 artinya angka indek kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan
paling tinggi adalah 1,00. Angka indek kesukaran sebesar 0,00 (P=0,00) merupakan
petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang
terlalu sukar, sebab disini di seluruh testee`tidak dapat menjawab item dengan betul
(yang dapat menjawab dengan beul=0). Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran item
itu adalah 1,00 (P=1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang
bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah, sebab disini
5

seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan (yang dapat
menjawab dengan butir =`100%=100:100=1,00).

P:
0.0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
Terlalu sukar Terlalu mudah
Angka indek kesukaran item itu dapat dperoleh dengan menggunakan rumus
yang dikemukakan oleh Du Bois, yaitu :
𝑁𝑝
P= 𝑁

Dimana :
P = Proportion=proporsi=difficulty index = angka indek kesukaran item.
Np = Banyaknya testee yang dpat menjawab dengan beul terhadap item yang
bersangkutan.
N = Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.

Rumus lainnya adalah :


𝐵
P :𝐽𝑆

Dimana :
P = Proportion=proporsi=proporsa=difficulty index=angka indek kesukaran item
B = Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir hasil item
yang bersangkutan.
JS = Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.

Mengenai bagaimana cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap indek


kesukaran item, Robert L.Tohrndike dan Elizabeth Hagen dalam bukunya berjudul
Measurement and Evaluation in Pshychology and Education mengemukakan sebagai
berikut :
6

Besarnya P Interpretasi
Kurang dari 0,30 Terlalu Sukar
0,30 - 0,70 Cukup (sedang)
Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah

Sedangkan menurut witherington dalam bukunya berjudul Physichological Education


adalah sebagai berikut :
Besarnya P Interpretasi
Kurang dari 0,25 Terlalu Sukar
0,25 - 0,75 Cukup (sedang)
Lebih dari 0,75 Terlalu Mudah

Tentang bagaimana cara mencari (menghitung) angka indek kesukaran item,


berikut dikemukakan sebuah contoh.
Misalkan sebanyak 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar tahap akhir dalam
mata pelajaran aqidah-akhlak yang dtuangkan dalam bentuk tes obyektif dengan
menyajikan 10 butir item* dimana untuk setiap butir item yang dapat dijawab dengan
betul diberikan bobot 1 dan untuk setiap jawaban yang salah diberikan bobot 0. Setelah
tes hasil belajar tersebut berakhir, dilakukan koreksi dan dberikan skor, pada akhirnya
tes hasil belajar tersebut menghasilkan pola penyebaran jawaban item sebagai berikut
(lihat table 8.1.)
Dari table 8.1 tersebut dapat kita ketahui bahwa untuk butir item nomor 1
dijawab betul oleh testee bernama B,C,E,G,I dan J, yaitu dijawab sebanyak 6 orang, jadi
untuk item nomor 1 ini Np atau B = 6,sedangkan N atau JS = 10. Jadi angka indek
kesukaran atau P untuk butir item nomor 1 adalah 6/10 = 0,60 sehingga kita dapat
memberikan interpretasi bahwa butir item nomor 1 itu termasuk kategori item yang
derajat kesukarannya tergolong sedang atau cukup.
7

Table 8.1. Penyebaran skor jawaban 10 orang testee terhadap 10 butir item yang
diajukan dalam tes hasil belajar tahap akhir bidang studi Aqidah-Akhlak
Skor yang dicapai oleh testee untuk butir item nomor:
Testee
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0
B 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1
C 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0
D 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1
E 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0
F 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1
G 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1
H 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1
I 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1
J 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1
10=N=JS 6 2 8 5 6 2 8 3 8 7
N=pB N= B N= B N= B N= B N= B N= B N=pB
p p p p p p
N=pB N=pB

Untuk butir item nomor 2 dan 3 dengan Np atau B masing-masing sebesar 2 dan
8,dengan mudah dapat kita perleh angka indek kesukaran item untuk kedua butir item
tersebut masing-masing sebesar 2/10 = 0,20 (untuk item nomor 2) dan 8/10 = 0,80
(untuk butir item nomor 3). Sehingga interpretasi yang dapat kita berikan terhadap butir
item nomor 2 adalah bahwa butir item nomor 2 itu termasuk dalam kategori item yang
terlalu sukar ; sedangkan butir item nomor 3 adalah termasuk dalam kategori item yang
terlalu mudah.
Guna meringkas pembicaraan perhatikanlah table 8.2. yang menyajikan hasil-
hasil perhitungan angka indek kesukaran nomor 1 sampai dengan nomor 10.

Table 8.2. Perhitungan-perhitungan untuk memperoleh P, dalam rangka analisis


derajat kesukaran dari 10 butir item tes hasil belajar yang diikuti oleh 10 orang testee.
Butir Item Angka Indek Kesukaran Item (P) Interpretasi
𝑁𝑝 𝐵 6
1. P = 𝑁 = 𝐽𝑆 = 10 = 0,60 Cukup (Sedang)
𝑁𝑝 𝐵 2
2. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,30 Terlalu sukar
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 8
3. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,80 Terlalu Mudah
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 5
4. P= 𝑁
= 𝐽𝑆 = 10 = 0,50 Cukup (Sedang)
8

𝑁𝑝 𝐵 6
5. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,60 Cukup (Sedang)
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 2
6. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,20 Terlalu Sukar
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 8
7. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,80 Terlalu Mudah
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 3
8. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,30 Cukup (Sedang)
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 8
9. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,80 Terlalu Mudah
𝑁
𝑁𝑝 𝐵 7
10. P= = 𝐽𝑆 = 10 = 0,70 Cukup (Sedang)
𝑁

Dari hasil analisis yang dlakukan terhadap 10 butir item tes hasil belajar tersebut
pada akhirnya dapat diketahui bahwa sejak sebanyak lima butir item termasuk dalam
kategori item yang kualitasnya baik, dalam arti : derajat kesukaran itemnya cukup atau
sedang (= tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah), yaitu butir nomor 1,4,5,8, dan 10.
Butir-butir item yang termasuk kategori terlalu sukar adalah butir item nomor 2 dan 6.
Adapun butir item yang termasuk kategori terlalu mudah yakni butir item nomor
3,7,dan 9. Berarti separuh (50%) selebihnya adalah termasuk kategori yang jelek, baik
karena terlalu sukar maupun karena terlalu mudah.
Setelah berhasil dilakukan identifikasi butir-butir item mana yang derajat
kesukarannya termasuk dalam kategori cukup, terlalu sukar dan terlalu mudah maka
yang menjadi pokok permasalahan sekarang adalah, bagaimana menindaklanjuti hasil
analisis item tersebut? seperti telah dikemukakan pada pembicaraan, setiap kegiatan
evaluasi sudah seharusnya dikuti dengan tindak lanjut atau follow up nya, jika evaluasi
ini tidak dtindaklanjuti maka pekerjaan itu akan menjadi mubadzir atau sia-sia belaka.
Dalam kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat kesukarannya
seperti telah dikemukakan diatas maka tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh tester
adalah sebagai berikut :
Pertama, untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis termasuk dalam
kategori baik (dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang), sayangnya butir
item tersebut segera dicatat dalam buku bank soal. Selanjutnya butir-butir soal tersebut
dapat dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar pada waktu-waktu yang akan datang.
9

Kedua, untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar, ada
tiga kemungkinan tindak lanjut, yaitu: (1) butir item tersebut dbuang atau didrop dan
tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang datang. (2) diteliti ulang,
dilacak dan ditelusuri sehingga besangkutan sulit dijawab oleh testee; apakah kalimat
soalnya yang kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan (menjawab) soalnya sulit
dipahami, ataukah dalam soal tersebut terdapat istilah-istilah yang tidak jelas dan
sebagainya. Setelah dilakukan perbaikan kembali,butir-butir item tersebut dkeluarkan
lagi dalam tes hasil belajar yang akan datang. (3) haruslah dipahami bahwa tidak setiap
butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak memiliki
kegunaan. Butir-butir item yang terlalu sukar itu sewaktu-waktu masih dapat diambil
manfaatnya, yaitu dapat digunakan dalam tes-tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya
sangat ketat, dalam arti; sebagian terbesar dari testee tidak akan diluluskan dalam tes
seleksi tersebut. Dalam kondisi seperti itu sangat tepat apabila butir-butir item yang
dikeluarkan adalah butir-butir item yang termasuk kategori terlalu sukar dengan asumsi
bahwa testee dengan kemampuan yang rendah dengan mudah akan tersisihkan dari
seeleksi,sedangkan testee yang memiliki kemampuan tinggi tidak akan terlalu sukar
untuk lolos dalam seleksi tersebut.
Ketiga,untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, juga
ada tiga kemungkinan tindak lanjutnya,yaitu : (1) butir item tersebut dibuang atau
didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang. (2)
diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri secara cermat guna mengetahui faktor yang
menyebabkan butir item tersebut dapat dijawab betul oleh hampir seluruh testee;
kemungkinan option atau alternantif yang dipasangkan pada butir-butir item yang
bersangkutan “terlalu kentara” atau “terlalu mudah diketahui” oleh testee, mana option
yang merupakan kunci jawaban item dan mana option yang berfungsi sebagai pengecoh
atau distaktor. Disini tester harus berusaha memperbaiki atau menggantinya dengan
option yang lain sedemikian rupa sehingga antara kunci jawaban dengan pengecoh sulit
untuk dibedakan oleh testee. Setelah dilakukan perbaikan, item yang bersangkutan
dicoba untuk dikeuarkan lagi pada tes hasil belajar berikutnya,guna mengetahui apakah
derajat kesukaran item itu menjai lebih baik dari pada sebelumnya ataukah tidak. (3)
seperti halnya butir-butir item yang terlalu sukar,butir-butir item yang terlalu mudah
10

juga masih mengandung manfaat, yaitu bahwa butir-butir item yang termasuk dalam
kategori ini dapat dimanfaatkan pada tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya longgar,
dalam arti bahwa sebagian terbesar dari testee akan dinyatakan lulus dalam tes seleksi
tersebut. Dalam kondisi seperti ini adalah sangat bijaksana apabila butir-butir item yang
dikeluarkan dalam tes seleksi itu adalah butir-butir item yang termasuk dalam kategori
terlalu mudah,sehingga tes seleksi itu boleh dikatakan hanya sebagai formalitas saja.

Dari uraian diatas maka tidak ada jeleknya untuk memasukkan butir-butir item
yang termasuk kategori terlalu sukar dan terlalu mudah didalam buku bank soal,sebab
sewaktu-waktu butir-butir item semacam itu diperlukan,tester tidak perlu membuat atau
menyusun butir-butir ite dengan derajat kesukaran dan derajat kemudahan yang sangat
tinggi.

B. Teknik Analisis Daya Pembeda Item

Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk
dapat membedakan (= mendiskriminasi) antara testee berkemampuan tinggi (=pandai),
dengan testee berkemampuan rendah (= bodoh) demikian rupa sehingga sebagian besar
testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk memjawab butir item tersebut lebih
banyak yang menjawab betul, sementara testee yang berkemampuannya rendah untuk
menjawab butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan betul.

Mengetahui daya pembeda item itu penting sekali, sebab salah satu dasar yang
dipegangi untuk menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan,
bahwa kemampuan antara testee yang satu denga testee yang lain itu berbeda-beda, dan
bahwa butir-butir item tes hasil belajar itu haruslah mampu memberikan hasil tes yang
mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang terdapat dikalangan
testee tersebut.

Sejalan dengan pernyataan diatas maka kegiatan analisis terhadap daya pembeda
item itu ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan : “Apakah testee yang kita anggap
pandai jawabannya pada umumnya betul, dan apakah testee yang kita anggap bodoh itu
11

pada umumnya jawabannya salah?” Jika jawab atas pertanyaan itu adalah “Ya”, maka
butir item yang bersangkutan dapat kita anggap sebagai butir item yang baik, dalam arti
bahwa butir item tersebut telah menunjukkan kemampuannya di dalam membedakan
antara testee yang termasuk dalam kategori pandai dengan testee yang termasuk dalam
kategori bodoh. Sebaliknya, jika jawab atas pertanyaan itu adalah “tidak” (yaitu
diperoleh kenyataan bahwa ternyata testee yang kita anggap memiliki kemampuan yang
tinggi justru lebih banyak yang menjawab salah terhadap butir item yang bersangkutan,
sedangkan testee yang kita anggap sebagai testee yang kemampuannya rendah justru
lebih banyak dapat menjawab butir item dengan betul)- maka butir item yang
bersangkutan dapat kita nyatakan sebagai butir item jelek, sebab hasil yang dicapai
dalam tes itu justru bertentangan atau berlawanan arah dengan tujuan tes itu sendiri.

Daya pembeda item tersebut dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar
kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka diskriminasi item adalah sebuah angka
atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya pembeda (discriminatory power) yang
dimiliki oleh sebutir item.

di mana :

D = Discriminatory power (angka indek diskriminasi item).

PA atau PH = Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir
item yang bersangkutan. (PH adalah singkatan dari Proportion of the
Higher Group).

pA atau pH ini dapat diperoleh dengan rumus :

𝐵𝑎
PA = P h = 𝐽𝑎

di mana:

BA = Banyaknya testee kelompok atas (the higher group) yang dapat


menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.

JA = Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok atas.


12

PB atau PL = Proposi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul
yang bersangkutan (PL adalah singkatan dari proportion of the
Lower Group).

Pb atau Pl ini dapat diperoleh dengan rumus :

𝐵𝑏
PB = PL = 𝐽𝑏

di mana :

BB = Banyaknyaa testee kelompok bawah (the lower group) yang


dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.

JB = Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok bawah.

Rumusan kedua :

Dengan rumus kedua ini maka angka indeks diskriminasi item diperoleh dengan
menggunakan teknik korelasi Phi (Ø) dengan rumus sebagai berikut :

𝑃𝐻−𝑃𝐿
Ø=
2√(𝑝)(𝑞)

di mana :

Ø = Angka Indeks Korelasi Phi, yang dalam hal ini dianggap sebgai angka indeks
diskriminasi item.

PH = Proportion of the higher group

PL = Proportion of the lower group

2 = Bilangan konstan

P = Proporsi seluruh testee yang jawabannya Betul

Q = Proporsi seluruh testee yang jawabannya Salah, dimana q=(1-p)


13

Berikut ini dikemukakan contoh bagaimana cara mencari angka indeks


diskriminasi item dengan menggunakan dua buah rumus tersebut diatas.

Contoh 1:

Mencari angka indeks diskriminasi item dengan menggunakan rumus pertama (rumus
D).

Misalkan 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang Studi Bahasa
Arab yang tertuang dalam bentuk multiple choice item. Dalam tes tersebut dikeluarkan
10 butir item dengan catatan bahwa untuk setiap butir item yang dijawab betul di beri
bobot 1 sedangkan untuk setiap butir item yang dijawab salah diberi bobot 0.

Setelah tes hasil belajar tersebut berakhir dan dilakukan pengoreksian serta
diberikan skor, maka dari tes tersebut diperoleh pola penyebaran skor jawaban item
sebagaimana tertera pada Tabel 8.4.

Untuk mengetahui angka indeks diskriminasi item D, langkah-langkah yang perlu


di tempuh adalah sebagai berikut :

Langkah pertama :Membagi (mengelompokkan) teatee yang jumlahnya 10 orang


itu, menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (=pandai) dan kelompok bawah
(=bodoh). Dalam hal ini yang dimaksud dengan kelompok atas adalah tastee yang
memiliki skor-skor tinggi, sedangkan yang dimaksud dengan kelompok bawah adalah
testee yang memiliki skor-skor rendah.

TABEL 8.4 Distribusi skor-skor hasil tes hasil belajar bidang Studi Bahasa Arab yang diikuti
oleh 10 orang testee, dengan menyajikan 10 butir item.

Skor untuk butir item nomor:


Testee Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
C 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7
D 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3
14

E 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7
F 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 4
G 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7
H 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
I 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 4
J 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 5
10=N 5 9 2 8 6 8 5 6 6 6 61

Untuk keperluan tersebut kita urutkan dari atas ke bawah, mulai dari skor tertinggi
sampai dengan skor yang terendah. Seperti dapat kita lihat pada Tabel 8.4, skor tertinggi
dimiliki oleh B), di bawahnya berturut-turut adalah skor 9 (dimiliki oleh H), skor 7
(dimiliki oleh C,E dan G), skor 5 (dimiliki oleh A dan J), skor 4 (dimiliki oleh F dan I),
dan Skor 3 (dimiliki oleh D).

Jika urutan skor-skor hasil tes itu kita urutkan dari atas ke bawah dan kita lakukan
pembagian testee atas dua kelompok – yaitu kelompok atas dan bawah- maka
keadaannya adalah sebagai berikut :

Kelompok Atas Kelompok Bawah


Testee Skor Testee Skor
B 10 A 5
H 9 J 5
C 7 I 4
G 7 F 4
E 7 D 3
JA = 5 - JB = 5 -

Langkah kedua : Menuliskan atau memberikan kode-kode terhadap hasil


pengelompokan testee atas dua kategori tersebut diatas (perhatikan Tabel 8.5 di
halaman 394 : skor 1 (satu) yang berada diantara dua tanda kurung adalah skor –skor
jawaban betul yang dimiliki oleh testee kelompok atas, skor 1 yang tidak dibubuhi tanda
kurung adalah skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh testee kelompok bawah :
adapun skor 0 adalah skor jawaban salah.
15

Langkah ketiga : Mencari (menghitung) BA, BB, PA, PB dan D untuk 10 butir item
tes hasil belajar tersebut diatas. Untuk ini perhatikanlah dengan cermat skor-skor
jawaban betul yang dimiliki oleh testee kelompok atas (berada diantara dua tanda
kurung) dan skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh testee kelompok bawah (tanpa
tanda kurung) yang disajikan pada Tabel 8.5. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel
8.6.

Langkah keempat : Memberikan penafsiran (interpretasi) mengenai kualitas daya


pembeda item yang dimiliki oleh 10 butir item tes hasil belajar tersebut seperti terlihat
pada Tabel 8.7.

Tabel 8.5. I Skor-skor Jawaban betul; yang dicapai oleh 5 orang testee kelompok
atas dan 5 orang testee kelompok bawah

Skor untuk butir item nomor:


Testee Total Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5 Bawah
B (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) 10 Atas
C (1) (1) 0 0 0 (1) (1) (1) (1) (1) 7 Atas
D 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3 Bawah
E 0 (1) (1) (1) (1) (1) 0 (1) (1) 0 7 Atas
F 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 4 Bawah
G 0 (1) 0 (1) 0 (1) (1) (1) (1) (1) 7 Atas
H (1) (1) 0 (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) 9 Atas
I 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 4 Bawah
J 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 5 Bawah
10=N 5 9 2 8 6 8 5 6 6 6 61

Tabel 8.6. Hasil perhitungan BA,BB, PA, PB dan D

Nomor BA BB JA JB 𝐵𝐴 𝐵𝐵 D=PA-PB
PA= 𝐽𝐴 PB= 𝐽𝐵
Butir
1. 3 2 5 5 0,60 0,40 0,20
2. 5 4 5 5 1,00 0,80 0,20
16

3. 2 0 5 5 0,40 0,00 0,40


4. 4 4 5 5 0,80 0,80 0,00
5. 3 3 5 5 0,60 0,60 0,00
6. 5 3 5 5 1,00 0,60 0,40
7. 4 1 5 5 0,80 0,20 0,60
8. 5 1 5 5 1,00 0,20 0,80
9. 5 1 5 5 1,00 0,20 0,80
10. 4 2 5 5 0,80 0,40 0,40

Tabel 8.7. Pemberian interpretasi terhadap D

Nomor Butir Item Besarnya D Klasifikasi Interpretasi


8 dan 9 0,80 Excellent Daya pembeda
itemnya baik sekali
7 0,60 Good Daya pembedanya
baik
3,6 dan 10 0,40 Satisfactory Daya pembedanya
cukup (sedang)
1 dan 2 0,20 Poor Daya pembedanya
lemah sekali (jelek)
4 dan 5 0,00 Poor Tidak memiliki
daya pembeda sama
sekali (jelek)

Bertitik tolak dari hasil penganalisisan tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa 60 % (6 butir) dari 10 butir iten yang diajukan dalam tes hasil belajar bidang
studi Bahasa Arab dimaksud diatas termasuk sudah memiliki daya pembeda item yang
memadai, sedangkan sisanya yaitu 40 % (4 butir item) tergolong dalam kelompok item
yang tidak /belum memiliki daya pembeda seperti yang diharapkan.
17

C. Teknik Analisis Fungsi Distraktor


Pada saat membicarakan tentang tes obyektif bentuk multiple choice item telah
dikemukakan bahwa pada tes obyektif bentuk multiple choice item tersebut untuk setiap
butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa
kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima
buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir item
itu, salah satu di antaranya adalah merupakan jawaban betul (=kunci jawaban);
sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah
yang biasa dikenal dengan istilah distractor (distraktor=pengecoh).
Contoh
Pertanyaan/pernyataaan Alternative (option)
1. A (Kunci Jawaban)
B
C Distraktor
D
E
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah, agar
dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik untuk
memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu
merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh, menganggap bahwa distraktor yang
terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Tentu saja, makin
banyak testee yang terkecoh, maka kita dapat menyatakan bahwa distraktor itu makin
dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Dan begitu pula sebaliknya
apabila makin sedikit testee yang terkecoh, maka distraktor itu tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik.
Distraktor lazimnya dinyatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik
apaabila distraktor tersebut sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5% dari seluruh
peserta. Misalnya, tes hasil belajar diikuti oleh 100 orang testee. Distraktor ang
18

dipasang pada item tersebut dapat dinyatakan berfungsi apabila minimal 5 orang dari
100 orang testee itu sudah “terkecoh” untuk memilih distraktor tersebut.
Berikut ini dikemukakan sebuah contoh bagaimana cara menganisis fungsi
distraktor. Misalkan tes hasil belajar bidang studi geografi diikuti oleh 50 orang siswa.
Bentuk soalnya multiple choice item dengan item sebanyak 40 butir, dimana setiap butir
item dilengkapi dengan lima alternatif, yaitu A, B, C, D, dan E. Dari 40 butir item
tersebut di atas, khusus untuk butir item nomor 1, 2, dan 3 diperoleh pola penyebaran
jawaban item sebagai berikut :

No Alternative (=option)
Item A B C D E
1. 4 6 5 (30) 5
2. 1 (44) 2 1 2
3. 1 1 (10) 1 37
*tanda ( ) : Kunci Jawaban
Dengan pola penyebaran jawaban item sebagaimana tergambar pada tabel
analisis di atas, maka dengan mudah dapat kita ketahui, berapa persen testee yang telah
“terkecoh” untuk memilih distraktor yang dipasangkan pada item 1, 2, dan 3, yaitu:
1. Untuk item nomor 1, kunci jawabannya adalah D, sedangkan pengecohnya atau
distraktornya adalah A, B, C, dan E
Pengecoh A dipilih oleh 4 orang testee; berarti 4/50 x 100% =8%. Jadi pengecoh A
sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebab persentasenya sudah melebihi
5%.
Pengecoh B dipilih oleh 6 orang testee; berarti 6/50 x 100% =12% (telah berfungsi
dengan baik).
Pengecoh C dan E dipilih oleh 5 orang testee; berarti 5/50 x 100% =10% (telah
berfungsi dengan baik).
Jadi keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 1 itu sudah dapat
menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
2. Untuk item nomor 2, kunci jawabannya adalah B, sedangkan pengecohnya adalah A,
C, D dan E.
Pengecoh A dan D dipilih oleh 1 orang testee; berarti 1/50 x 100% = 2% (belum
berfungsi)
19

Pengecoh C dan E dipilih oleh 2 orang testee; berarti 2/50 x 100% = 4% ( belum
berfungsi)
Jadi keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 2 itu belum dapat
menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan.
3. Untuk item nomor 3, kunci jawabannya adalah C, sedangkan pengecohnya A, B, D,
dan E.
Pengecoh A, B, dan D masing-masing dipilih oleh 1 orang teste (=2%). Berarti tiga
buah pengecoh itu belum berfungsi.
Adapun pengecoh E dipilih oleh 37 orang, berarti 37/50 x 100% = 74% (telah berfungsi
dengan baik).
Jadi pada butir item nomor 3 itu hanya 1 buah pengecoh saja yang sudah dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
Perlu ditambahkan, bahwa dengan menggunakan tabel analisis tersebut,
disamping dapat diketahui berfungsi/tidaknya distraktor, dapat pula diketahui derajat
kesukaran item dan daya pembeda itemnya.
20

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Analisis dan interpretasi hasil belajar adalah suatu kegiatan atau tindakan guna
meneliti atau mencari hasil belajar apa yang dirancang oleh pengajar dapat berjalan
sesuai fungsinya pada anak didik.
Tujuan analisis hasil belajar ini tidak lain yaitu untuk menganalisa hasil belajar
dari siswa hingga guru dapat memahami kekurang-kekurangan yang ada saat
pembelajaran yang telah berlansung. Interpretasi atau penafsiran hasil tes bertujuan
untuk menerjemahkan dan memberi makna terhadap skor yang diperoleh testee (orang
yang diuji). Interpretasi skor hasil belajar siswa merupakan hal yang sangat penting
dilakukan oleh guru. Interpretasi ini menyediakan informasi untuk pengambilan
keputusan dan landasan untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya. Pengambilan
keputusan dan landasan perbaikan ini sebaiknya didasarkan pada acuan tertentu.
Teknik analisis hasil belajar dan interpretasinya dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Teknik analisis derajat kesukaran item

2. Teknik analisis daya pembeda item

3. Teknik analisis fungsi distraktor

B. Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca agar menggunakan makalah ini dengan


sebaik-baiknya. Penulis pun sadar bahwa makalah yang disusun ini tidaklah sempurna,
jadi penulis meminta saran dan kritik dari pembaca agar kedepannya penulis dapat lebih
baik lagi menyusun makalah.
21

Daftar Pusataka

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

http://puputpurnama11.blogspot.co.id/2015/01/analisis-pembelajaran.html

http://khairuddinhsb.blogspot.co.id/2010/03/interpretasi-penilaian-evaluasi.html

Anda mungkin juga menyukai