Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Persalinan merupakan proses saat janin dan plasenta keluar dari


lingkungan intrauterin ke ekstrauterin. Persalinan didefinisikan sebagai kontrkasi
uterus yang teratur yang menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sehingga
hasil konsepsi dapat keluar dari uterus.1 Proses fisiologi kehamilan pada manusia
yang menimbulkan inisiasi persalinan dan awitan persalinan belum diketahui
secara pasti. Namun, telah jelas bahwa awitan persalinan mencerminkan puncak
dari serangkaian perubahan fisiologi dan biokimiawi di uterus dan serviks. Hal ini
terjadi akibat sinyal-sinyal endokrin dan parakrin yang berasal baik dari ibu
maupun dari janin2,3
Inisiasi persalinan adalah serangkaian proses permulaan persalinan yang
terjadi secara fisiologis. Inisiasi persalinan menjelaskan bagaimana permulaan
persalinan dimulai yaitu saat uterus mengalami perubahan sebagai persiapan
untuk persalinan serta pematangan serviks yang terjadi secara fisiologis dan
biokimiawi. Hal ini terjadi akibat sinyal-sinyal endokrin dan parakrin yang berasal
baik dari ibu maupun dari janin2,3
Menurut Center for Disease Control and Prevention pada tahun 2006 di
Amerika Serikat terdapat hampir 4,3 juta kelahiran yang menyebabkan angka
kelahiran di Amerika Serikat menjadi 14,2 per 1000 populasi. Sedangkan di
Indonesia, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, jumlah kelahiran
di yaitu sekitar 5 juta kelahiran dan di Sumatera Utara yaitu sekitar 300 ribu
kelahiran.2,5,6
Menurut Wiknjosastro, pada tahun 2007 tindakan induksi persalinan
terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi
baik dari ibu maupun dari janinnya. WHO menemukan di Indonesia dari 500.000
ibu bersalin dengan risiko, 200.000 diantaranya dilakukan induksi persalinan dan
300.000 melakukan seksio sesarea. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) dan Dinas Kesehatan Sumatra Utara pada tahun 2009 mencatat sebanyak
250 ibu hamil per bulan dilakukan induksi persalinan.4,5
Selama fase-fase persalinan terjadi, terdapat perubahan-perubahan baik
secara morfologi, fisiologi maupun biokimiawi. Banyak terdapat faktor-faktor
dalam fase-fase tersebut yang diyakini mempertahankan kehamilan serta
memunculkan persalinan. Termasuk sinyal-sinyal endokrin dan parakrin yang
bersal dari ibu dan janin. Kontribusi relatif keduanya berbeda-beda antara spesies
dan perbedaan inilah yang menyulitkan pencarian faktor-faktor pasti yang
mengatur persalinan pada manusia.2
Oleh karena itu, sangatlah penting mengetahui mengenai pemahaman fase-
fase serta tahapan-tahapan dalam proses persalinan. Dengan begitu kita sebagai
tenaga kesehatan dapat mengetahui apabila persalinan tersebut berjalan abnormal
dan dapat mengambil tindakan yang tepat berdasarkan kondisi dan indikasi,
sehingga diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortilitas.2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus dan Serviks


Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng
kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm,
lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebel dinding uterus adalah 1,25 cm.
Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah
melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih
dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio.3

Gambar 1. Uterus dan Serviks

Bagian-bagian uterus terdiri atas: 3


1) Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di atas muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.
Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya
kehamilan
2) Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri
menyempit di bagian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai
serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri (rongga rahim).
3) Serviks uteri, adalah bagian yang menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya, dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Saluran
yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk sebagai
saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm.3

Serviks manusia merupakan organ yang kompleks dan heterogen yang


mengalami perubahan yang luar biasa selama kehamilan dan persalinan. Bersifat
seperti katup yang bertanggung jawab menjaga janin di dalam uterus sampai akhir
kehamilan. Serviks di dominasi jaringan ikat fibrosa. Komposisinya berupa
jaringan matriks ekstraseluler terutama mengandung kolagen dengan elastin dan
proteoglikan, bagian sel yang mengandung otot dan fibroblas, epitel, serta
pembuluh darah. Rasio relatif jaringan ikat terhadap otot tidak sama sepanjang
serviks yang semakin ke distal rasio ini semakin besar.3
Berbedaan yang kontras dengan korpus, serviks hanya memiliki 10-15%
otot polos. Jaringan ikat ekstraseluler serviks tertama kolagen tipe 1,2, 3 dan
sedikit tipe 4 pada membran basalis. Diantara molekul-molekul itu, berkatalasi
glikosaminoglikan dan proteoglikan, terutama dermatan sulfat, asam hialuronat,
dan heparin sulfat. Juga didapatkan fibronektin dan elastin di antara serabut
kolagen. Rasio tertinggi elastin terhadap kolagen terdapat di ostium interna.2,3
2.2 FASE-FASE PERSALINAN

Sangat berguna untuk mendefinisikan persalinan sebagai suatu seri dari 4


fase fisiologis, yang ditandai oleh pelepasan miometrium dari efek inhibisi selama
kehamilan dan aktivitas stimulan terhadap kontraktilitas uterus. Jauh sebelum
kontraksi-kontraksi kuat dan nyeri ini timbul, terjadi persiapan ekstensif di uterus
dan serviks, dan fase-fase ini berlangsung sepanjang kehamilan. Fase-fase
tersebut yaitu fase 1 (tenang), fase 2 (pengaktifan), fase 3 (proses persalinan atau
stimulasi) dan fase 4 (pemulihan). Yang penting fase-fase persalinan ini jangan
dikacaukan dengan tahap-tahap klinis persalinan yaitu, kala satu, dua dan tiga,
yang membentuk fase 3 persalinan.2

Gambar 2. Fase-Fase Persalinan

Fase 1 persalinan ditandai dengan ketenangan otot polos uterus serta


dipertahankan oleh integritas struktur serviks. Meskipun selama fase tenang ini
kadang-kadang terjadi kontraksi miometrium, dalam keadaan normal kontraksi
tersebut tidak sampai menyebabkan pembukaan serviks. Kontraksi-kontraksi ini
disebut kontraksi Braxton Hicks atau his palsu. Sedangkan perubahan yang terjadi
pada serviks pada fase ini adalah terjadinya perlunakan yang ditandai oleh
peningkatan kelenturan jaringan serviks.
Proses fisologis penyebab dimulainya proses persalinan dan pelahiran
belum sepenuhnya dipahami. Terdapat dua teorema umum yang muncul secara
bersamaan tentang inisiasi persalinan, yaitu: 1). Hilangnya fungsi faktor yang
memelihara kehamilan, 2). Sintesis faktor yang memicu persalinan.

A. Faktor-Faktor yang Berperan pada Fase 1 Persalinan


Pada fase 1 persalinan faktor-faktor yang memelihara uterus tetap dalam
keadaan tenang adalah zat-zat yang bersifat penghambat kontraktilitas seperti:
1). Progesteron
Progesteron adalah hormon yang dihasilkan oleh korpus luteum sampai
usia kehamilan 10 minggu, selanjutnya progesteron dihasilkan oleh plasenta.
Sintesis progesteron sangat bergantung hubungan antara maternal dan plasenta,
karena plasenta tidak mempunyai enzim untuk menghasilkan kolesterol.
Progesteron berfungsi memelihara bagian desidua dan merelaksasi
miometrium dengan cara meningkatkan penguraian reseptor oksitosin dan
menghambat pengaktifan oksitosin di miometrium. Salah satu mekanisme
progesteron mempertahankan keadaan tenang uterus adalah dengan menghambat
respon miometrium terhadap oksitosin.

2). Relaksin
Relaksin adalah hormon yang dibentuk oleh korpus luteum dan plasenta
yang bekerja di miometrium. Relaksin mempunyai struktur yang mirip dengan
insulin, hormon ini bekerja merangsang adenil siklase dan menyebabkan
relaksasi uterus. Peningkatan relaksin dalam sirkulasi darah ibu pada awal
kehamilan sebanding dengan peningkatan kadar hCG. Fungsi relaksin yaitu
memperantai pemanjangan simpisis pubis, perlunakan serviks, relaksasi vagina
dan menghambat kontraksi miometrium.
Peningkatan relaksin sebanding dengan peningkatan kadar hCG yang juga
berfungsi menstimulasi produksi progesteron. Ketika kadar Progesteron
meningkat, aktivitas enzim PGDH juga meningkat sehingga terjadi penguraian
dan ketidakaktifan berbagai uterotonin endogen.
3). Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon yang di hasilkan
oleh plasenta yang berfungsi mempertahankan korpus luteum dan menstimulasi
produksi progesteron melalui sistem adenil siklase. Lapisan sitotrofoblas pada
plasenta dapat diumpamakan sebagai hipotalamus yang menyekresi
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan Corticotropin Releasing
Hormone (CRH). Sedangkan lapisan sinsitiotrofoblas bertindak sebagai hipofisis
yang menyekresi hCG, Human Placental Lactogen (hPL), dan
Adenocorticotropin Hormone (ACTH).

4). 15-hidroksi prostagladin dehidrogenase (PGDH)


15-hidroksi prostagladin dehidrogenase (PGDH), adalah senyawa enzim
yang dapat menguraikan atau mengainktifkan berbagai uterotonin endogen.
Senyawa enzim-enzim tersebut adalah, prostagladin, endotelin, oksitosin,
histamin, katekolamin, angiotensin II, serta faktor penggiat trombosit (PAF).
Aktifitas enzim ini meningkat oleh kerja progesteron.

5). Nitrat Oksida


Nitrat Oksida adalah faktor yang disintesis di desidua, pembuluh darah
miometrium dan saraf. Nitrat oksida berperan dalam relaksasi otot polos dengan
bereaksi dengan besi dan merangsangnya untuk memproduksi cGMP dan
menyebabkan relaksasi miometrium dan berperan dalam pengaktifan guanilil
siklase meningkatkan kadar cGMP intrasel, yang juga mendorong relaksasi otot
polos.

6). Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)


Hormon ini disintesis oleh plasenta dan hipotalamus. CRH akan
meningkat secara drastis pada 6-8 minggu terakhir kehamilan normal. Sekresi
hormon CRH akan menstimulasi progesteron yang berperan pada keadaan tenang
uterus.
Fokus utama pada fase 2 adalah perubahan miometrium dan pematangan
serviks. Fase ini terjadi pada minggu 6-8 terakhir kehamilan. Perubahan yang
terjadi pada uterus yaitu peningkatan distribusi reseptor oksitosin yang lebih
dominan di bagian fundus daripada di serviks, serta peningkatan protein-protein
lain terkait kontraktilitas. Pematangan serviks adalah proses perubahan jaringan
pengikat serviks dari struktur yang rapat berubah jadi struktur yang longgar.3 Pada
keadaan serviks yang belum matang, persalinan pervaginam tidak dapat
berlangsung.2,4
Sejumlah protein yang meningkat dibawah pengaruh estrogen meliputi
reseptor miometrium untuk prostagladin dan oksitosin, kanal ion mebran, dan
koneksin 43, suatu komponen kunci dan gap junction. Gap junction akan
mengakibatkan kontraksi bergerak dari fundus ke serviks.
Transisi dari perlunakan menjadi pematangan serviks mengalami
perubahan jumlah total dan komposisi proteoglikan dan glikosaminoglikan di
dalam matriks. Banyak dari proses yang membantu remodeling serviks ini
dikontrol oleh hormon-hormon yang membantu juga mengatur fungsi uterus.2
Proses-proses yang menyebabkan pergeseran pada fase ini dapat menyebabkan
persalinan abnormal (persalinan kurang bulan atau tertunda).2

B Faktor-Faktor yang Berperan pada Fase 2


Seperti hal nya fase 1 persalinan, pada fase 2 persalinan terdapat faktor-
faktor yang berperan dalam proses pengaktifan uterus dan memicu persalinan.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari ibu-plasenta-janin seperti:
1). Relaksin
Selain berperan pada fase 1 persalinan, relaksin juga berperan pada fase 2
persalinan. Peran relaksin pada fase 2 meliputi remodeling matriks ekstraselular
di uterus, serviks, vagina dan payudara, simfisis pubis serta proliferasi sel dan
menghambat apoptosis.

2). Reseptor Oksitosin


Pada fase 2 persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dapat
melibihi 50 kali lipat bersamaan dengan peningkatan responsivitas kontraktil
uterus akibat peningkatan aktivitas kalsium intrasel. Keberadaan reseptor
oksitosin ini mendorong pelepasan prostagladin.
Reseptor oksitosin ditemukan di miemetrium, endometrium, sedikit di
jaringan amniokorion, dan desidua. Regulator utama ekspresi reseptor oksitosin
adalah estrogen dan progesteron.

3). Prostagladin
Prostagladin dapat berubah menjadi bentuk aktif yaitu, PGE2, PGE2a,
dan PGI2. Bentuk aktif prostagladin terhadap reseptornya menentukan respon
yang akan terjadi pada miometrium. PGE2 dapat mendorong kontraktilitas uterus
melalui peningkatan dengan reseptor EP1 dan EP3 dan pada serviks akan terjadi
induksi proses pematangan dari serviks dengan modifikasi kolagen, perubahan
konsentrasi dari glikosaminoglikan. Enzim pengontrol aktivitas prostagladin
adalah 15-hidroksi prostagladin dehidrogenase (PGDH).

4). Estrogen
Estrogen adalah hormon yang di hasilkan oleh plasenta bersamaan dengan
pembentukan hormon progesteron. Estrogen diproduksi dalam 3 bentuk yaitu
Estradiol (E2), Estron (E1), Estriol (E3). Estrogen yang dihasilkan oleh plasenta
sebagian besar berasal dari konversi prekursor androgen maternal dan adrenal
janin. estrogen berfungsi pada sistem kardiovaskular maternal yaitu
menyebabkan vasodilatasi sirkulasi uteroplasenta, stimulasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan neovaskularisasi plasenta. Estrogen juga
meningkatkan kontraktilitas uterus dan berperan dalam pertumbuhan serta
perkembangan kelenjar payudara ibu.

5). Progesteron
Hormon estrogen dalam kehamilan berfungsi sebagai pemicu persalinan
dan progesteron sebagai penghambat persalinan (pada fase1 persalinan). Namun
pemberian antagonis reseptor progesteron akan dapat mendorong sebagian atau
semua faktor-faktor persalinan yang dapat mengakibatkan pematangan serviks,
peningkatan distensibilitas serviks dan kepekaan uterus terhadap uterotonin.
Pada akhir gestasi, aktivitas reseptor progesteron menurun sehingga
mengakibatkan hambatan yang ada pada reseptor kontraklititas terbuka. Hal
tersebut memungkinkan kontraktilitas terjadi untuk dimulainya persalinan.
Penurunan kadar progesteron menggeser rasio estrogen-progesteron yang
mendorong protein-protein yang berperan dalam kontraktilitas uterus untuk
mengakhiri masa tenang uterus.

6). Kontribusi Janin dalam Inisiasi Persalinan


Kontribusi janin dalam inisiasi persalinan yaitu menghasilkan sinyal-
sinyal untuk memulai persalinan. Sinyal tersebut dapat disalurkan melalui bahan-
bahan larut darah yang bekerja pada plasenta.

7). Peregangan Uterus dan Persalinan


Pertumbuhan janin merupakan suatu komponen penting dalam
pengaktifan uterus pada fase 2 persalinan. Seiring dengan pertumbuhan janin
terjadi peningkatan signifikan stres peregangan uterus dan tekanan cairan
amnion. Peregangan uterus diperlukan untuk ikut berperan dalam pengaktifan
protein-protein terikat-kontraksi-spessifik atau contraction-associated-protein
(CAPs). Peregangan uterus juga mengakibatkan peningkatan protein taut-celah
(gap junction) yaitu koneksin 43 serta peningkatan reseptor oksitosin.
Peregangan uterus juga berperan dalam jalur pengaktifan uterus melalui sistem
endokrin janin-ibu.

8). Jenjang Endokrin Janin


Telah dibuktikan bahwa janin mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan sinyal-sinyal endokrin yang dapat memulai persalinan. Pengaktifan
sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal plasenta janin dianggap merupakan
komponen penting dalam persalinan normal. Komponen kunci pada manusia
mungkin adalah kemampuan plasenta menghasilkan CRH dalam jumlah besar.
Kelenjar adrenal janin manusia secara morfologis, fungsional, dan
fisiologi adalah organ yang luar biasa. Kelenjar adrenal janin menghasilkan
kolesterol dalam jumlah besar pada trisemester terkhir. CRH merangsang
peningkatan sintesis kortisol yang mengakibatkan peningkatan DHEA-S dan
akhirnya menyebabkan peningkatan estrogen ibu terutama estriol. Peningkatan
aktifitas kelenjar adrenal janin tidak membentuk umpan balik positif terhadap
ACTH, karena terbukti bahwa CRH yang merangsang terbentuknya kortisol
bukan berasal dari CRH janin. Umpan balik positif yang terjadi adalah antara
CRH plasenta dengan kelenjar adrenal janin, yaitu CRH plasenta mengatur
aktivitas kelenjar adrenal dan kelenjar adrenal mengatur produksi CRH plasenta.
CRH plasenta merupakan suatu hormon pelepas yang identik dengan
CRH Hipotalamus ibu dan janin. CRH hipotalamus bekerja dengan cara umpan
balik terhadap produksi glukokortikoid, namun CRH plasenta tidak demikian,
peningkatan kortisol sebagai akibat rangsangan CRH mengakibatkan plasenta
menghasilkan CRH lebih banyak. Peningkatan kadar CRH dapat merangsang
kontraksi miometrium secara tidak langsung, perangsangan membran janin dapat
meningkatkan sintesi prostagalsin.

9). Surfaktan Paru Janin dan Persalinan


Pematangan paru janin memerlukan protein surfaktan A (SP-A) yang
dihasilkan oleh paru janin. Studi-studi terakhir pada mencit menyarankan bahwa
peningkatan konsentrasi SP-A dalam cairan amnion mengaktifkan makrofag
cairan untuk bermigrasi ke dalam miometrium dan menginduksi terjadinya
kontraktilitas uterus.

Fase 3 persalinan disebut stimulasi. Selama stimulasi, oksitosin dan


prostagladin yang menstimulasi dapat menginduksi kontraksi uterus yang teratur
yang dapat mengakibatkan serviks berdilatasi. Janin, membran, dan plasenta
dikeluarkan dari uterus pada proses yang disebut persalinan. Pada fase 3
persalinan inilah kala 1,2 dan 3 persalinan terjadi. Fase 4 pada persalinan yang
terjadi setelah kelahiran dan disebut involusi. Selama involusi, kotraksi yang
terus-menerus pada uterus menyebabkan hemostasis yang diperlukan dan
akhirnya mengurangi uterus postpartum yang membesar masif ke ukuran yang
sedikit lebih besar dari keadaan sebelum kehamilan. 1
2.3 INISIASI PERSALINAN
2.3.1 Definisi Inisiasi Persalinan
Inisiasi persalinan adalah serangkaian proses permulaan persalinan yang
terjadi secara fisiologis. Inisiasi persalinan menjelaskan bagaimana permulaan
persalinan dimulai yaitu saat uterus mengalami perubahan sebagai persiapan
untuk persalinan serta pematangan serviks yang terjadi secara fisiologis dan
biokimiawi. Hal ini terjadi akibat sinyal-sinyal endokrin dan parakrin yang berasal
baik dari ibu maupun dari janin2,3

2.3.2 Mekanisme Inisiasi Persalinan


Beberapa peneliti menyatakan bahwa janin yang matang adalah sumber
dari sinyal awal untuk dimulainya persalinan.2 Seperti spesies lain yang
melahirkan anaknya, unit fetoplasenta tampaknya mengatur pada usia gestasi
berapa persalinan akan terjadi sementara waktu dimulainya proses persalinan
ditentukan oleh sinyal maternal. Mekanisme yang digunakan oleh unit
fetoplasenta untuk memulai persalinan bervariasi pada setiap spesies.1,2
Terdapat pendapat umum yang diterima bahwa keberhasilan kehamilan
pada semua spesies mamalia bergantung pada aktivitas progesteron untuk
mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan. Asumsi
ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar kehamilan mamalia
nonprimata yang diteliti, perlucutan progesteron (progesterone breakthrough)
ternyata dapat mendahului inisiasi persalinan. Di samping itu, percobaan dengan
pemberian progesteron pada spesies-spesies ini pada akhir masa kehamilan dapat
memperlambat awitan persalinan.5
Yang lain menyatakan bahwa satu atau lebih uterotonin, yang produksinya
meningkat, atau suatu peningkatan dalam populasi reseptor di miometrium, adalah
penyebab utama.2 Sejak umur kehamilan 20-23 minggu mulai dapat tumbuh
reseptor oksitosin dengan distribusi dominan di fundus dan korpus uteri. Seperti
diketahui bahwa pengeluaran oksitosin oleh hipofisis poterior terjadi secara
pulsasif. Demikian dapat dikemukakan bahwa “inisiasi” mulainya proses
persalinan ditentukan oleh kombinasi peningkatan reseptor oksitosin dan
pengeluaran oksitosin.8
Gambar 3. Mekanisme Inisiasi Persalinan

Dari gambar diatas (Gambar 3) dapat dijelaskan bagaimana mekanisme


inisiasi persalinan terjadi. Stimulus untuk peningkatan produksi androgen adrenal
janin saat mendekati aterm diperkirakan berasal dari plasenta. Tampaknya hal
tersebut tidak berasal dari hipotalamus janin (CRH) atau ACTH hipofisis karena
tidak adanya pembentukan otak yang semestinya pada janin anensefalus tidak
memperlama kehamilan. Secara biokimia, CRH plasenta merupakan identik
dengan CRH hipotalamus ibu dan janin namun berbeda dalam hal regulasinya.
CRH plasenta menstimulus kelenjar hipofisis anterior janin untuk
menghasilkan ACTH dan merangsang kelenjar adrenal menyekresikan
glukokortikoid yaitu hormon kortisol. Hormon kortisol membentuk suatu umpan
balik positif terhadap CRH plasenta untuk lebih banyak menghasilkan hormon
kortisol dari kelenjar adrenal janin. CRH plasenta juga memiliki efek lokal pada
uterus, membantu vasodilatasi palsenta, produksi prostagladin, dan kontraktilitas
miometrium.1
Di dalam plasenta, kolesterol dikonversi menjadi pregnolon sulfat
kemudian dikonversi lagi menjadi dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S).
DHEA-S mengalami metabolisme lebih lanjut menjadi E1 dan melalui
testosteron menjadi E2 dan E3 yang merupakan bentuk terbesar estrogen yang
diproduksi oleh hepar janin.
Pada semua spesiaes, peningkatan sintesis prostagladin oleh desidua dan
membran janin bersama-sama membentuk jalur akhir persalinan. Jaringan uterus
manusia secara selektif diperkaya oleh asam arakidonat, yaitu suatu lemak esential
yang merupakan prekursor obligat untuk prostagladin yang paling penting dalam
persalinan: PGE dan PGF2α. kedua enzim sikooksigenase, COX-1 dan COX-2,
diekspresikan dalam uterus.1
Bukti peran prostagladin dalam persalinan berdasarkan adanya observasi
bahwa: 1). Konsentrasi PG di dalam cairan amnion, plasma ibu dan urin ibu
meningkat sesaat sebelum onset persalinan terjadi. 2). Pemberian prostagladin
pada setiap tahap kehamilan memiliki kemampuan untuk menginisiasi persalinan.
3). Prostagladin dapat menginduksi pematangan serviks dan kontraksi uterus. 4).
Prostagladin meningkatkan sensitivitas miometrium terhadap oksitosin, dan 5).
Inhibitor sintesis prostagladin dapat mensupresi kontaksi dan memperlama
kehamilan.1
Seperti sel otot polos lainya, sel moimetrium dipicu untuk berkontraksi
oleh peningkatan kalsium intraseluler. Prostagladin meningkatkan kalsium
interaseluler dengan meningkatkan influks kalsium melewati mebran sel, dengan
menstimulasi pelepasan kalsium dari simpanan intraseluler dan dengan
memperkuat pembentukan gap junction miometrium.
Oksitosin, suatu hormon hipofisis posterior, memiliki peran yang penting
pada persalinan. Oksitosin bekerja melalui reseptor membrannya pada sel
miometrium untuk mengaktivasi anggota sub-famili protein-G. Kemudian protein
ini mengaktivasi anggota pase C dan inositol trifosfat yang menyebabkan
pelepasan Ca2+ intraselular. Oksitosin tampaknya berperan pada pengontrolan
waktu terjadinya persalinan. Beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
persalinan, aktivasi miometrium berubah dari kontraktur menjadi kontraksi. Ritme
sirkandian aktivitas miometrium uterus disertai dengan peningkatan oksitosin
yang bersirkulasi maupun reseptor oksitosin miometrium.
Oksitosin juga memiliki peran yang penting dalam mendorong janin
keluar (ekspulsi) dari uterus setelah serviks berdilatasi sempurna. Pada
kenyataanya, konsentrasi oksitosin pada sirkulasi maternal belum mulai
meningkat sampai tahap ekspulsi persalinan dimulai. Walaupun begitu,
peningkatan bertahap konsentrasi reseptor oksitosin di dalam miometrium selama
paruh akhir kehamilan memungkinkan konsentrasi oksitosin yang lebih rendah
untuk mempengaruhi kontraksi miometrium sebelum dimulainya ekspulsi.
Oksitosin dapat menginduksi produksi prostagladin dan pembentukan gap
junction di dalam uterus menunjukkan adanya kerja yang sinergis dengan faktor-
faktor lain dalam memulai persalinan. Untuk hal ini, oksitosin dapat digunakan
secara klinis untuk menginduksi dan menstimulasi persalinan. Janin, plasenta dan
membran janin membuat oksitosin yang secara selektif disekresi kedalam
kompartemen ibu.
BAB III KESIMPULAN

1. Inisiasi persalinan adalah serangkaian proses permulaan persalinan yang


terjadi secara fisiologis.
2. Ada empat fase yang terjadi selama kehamilan yaitu fase tenang, fase
pengaktifan, fase proses persalinan dan fase pemulihan. Yang penting fas-fase
persalinan ini jangan dikacaukan dengan tahap-tahap klinis persalinan yaitu,
kala satu, dua dan tiga, yang membentuk fase ketiga persalinan.
3. Selama fase-fase persalinan itu terjadi, terdapat perubahan-perubahan baik
secara morfologi, fisiologi maupun biokimiawi. Banyak terdapat faktor-faktor
dalam fase-fase tersebut yang diyakini mempertahankan kehamilan serta
memunculkan persalinan. Termasuk akibat sinyal-sinyal endokrin dan
parakrin yang bersal dari ibu dan janin.
4. Faktor-Faktor yang diyakini berperan dalam mempertahankan kehamilan
yaitu, progesteron, estrogen, relaksin, PGDH, nitrat oksida serta Corticotropic
Releasing Hormone (CRH). Sedangkan Faktor-faktor yang dapat memicu
terjadinya persalinan yaitu, estrogen, progesteron, peregangan uterus, reseptor
gap juction atau taut celah, relaksin, hialuronan, perubahan komposisi
proteoglikan, prostagladin, kortisol dan sinyal maternal antara ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Heffner JL and Schust D. At a Glance. Ed. Kedua. Erlangga Medical


Series. Jakarta. 2008. Hal 52-53
2. Garry Cunningham F, Leveno, K J et all. Persalinan dan pelahiran normal;.
Williams Obstetrics 21st Edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
Hal 272-318
3. Keman K. Fisiologi dan mekanisme persalinan normal dalam buku Ilmu
Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiwohardjo, Jakarta. Cetakan
ketiga edisi keempat. 2010. hal 296-314
4. Wirakusumah, firman f. Obstetric fisiologi: ilmu kesehatan reproduksi.
Edisi 2. Jakarta, EGC. 2010
5. Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta. 2014
6. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013
7. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online]
8. Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar
Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2007.

Anda mungkin juga menyukai