1102015012
LI I Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata
1.1 Makroskopis Anatomi Mata
Mata terdiri dari :
1. Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior (sklera).
Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot ekstraokular melekat pada sklera
sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.
2. Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi
nutrisi pada permukaan dalam retina.
3. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang
kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah-ubah. Epitel
siliaris mensekresi aqueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris
merupakan tempat perlekatan iris.
4. Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang
terbentang di antara lensa dan korpus siliaris.
5. Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu jaringan
sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar jalinan ini, kanal schlemm
mengalirkan aqueous humor dari bilik anterior ke dalam sistem vena, sehingga terjadi
drainase aqueous. Daerah ini dianamakan sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata anterior. Di antara
iris, lensa, dan korpus siliaris terdapat bilik mata posterior (yang berbeda dari korpus vitreous).
Kedua bilik ini terisi oleh aqueous humor. Di antara lensa retina terletak korpus vitreous.
Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak mata atas dan bawah.
Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisahkan konjungtiva dari sklera dan memanjang ke
belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus.
Orbita
Mata terletak dalam ruang orbita yang memiliki bentuk seperti piramida berisi empat. Pada apeks
posterior terletak kanal optik yang merupakan tempat lewatnya saraf optik ke otak. Fissura orbita
superior dan inferior merupakan tempat lewatnya pembuluh darah dan saraf kranialis yang
memberikan persarafan pada struktur orbita. Pada dinding anterior media terdapat fossa untuk
sakus lakrimalis. Kelenjar lakrimal terletak di anterior pada aspek superolateral orbit.
Kelopak Mata
Fungsi :
Otot levator berjalan ke arah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini
dipersarafi oleh saraf ketiga. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan pada usia tua
menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari permukaan
profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.
Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan.
Tepi kelopak mata adalah letak sambungan mukokutan. Sambungan ini mengandung muara
kelenjar minyak Meibomm yang terletak di lempeng tarsal. Kelenjar ini mensekresikan komponen
lipid dari film air mata. Di medial, pada kelopak mata atas dan bawah, dua pungta kecil membentuk
bagian awal sistem drainase lakrimal.
Air mata mengalir ke dalam pungta atas dan bawah dan kemudian ke dalam sakus lakrimalis
melalui kanalikuli atas dan bawah. Kanalikuli-kanalikuli membentuk kanalikulus komunis
sebelum memasuki sakus lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berjalan dari sakus ke hidung.
Kegagalan bagian distal duktus nasolakrimalis untuk membentuk saluran sempurna pada saat lahir
biasanya merupakan penyebab mata berair dan lengket pada bayi. Drainase air mata melalui sistem
ini.
Perdarahan
Mata mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karotis interna) melalui art
eri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis. Sirkulasi konjungtiva beranastomosis di anterior de
ngan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna. Saraf optik anterior mendapat pasokan darah dar
i cabang-cabang dari arteri siliaris. Retina mendapat pasokan darah dari cabang arteriol dari arteri
retina sentral. Fovea sangat tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirkulasi retina. Fove
a mendapat darah secara tidak langsung, seperti juga lapisan luar retina, oleh difusi oksigen dan m
etabolit dari koroid melewati epitel pigmen retina.
Persarafan
1. Nervus III
Saraf ini memasuki sinus kavernosus pada dinding lateral dan memasuki orbita melalui fissura
orbita superior. Nukleusnya terletak di tengah.
2. Nervus IV
Saraf keempat memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di otak
tengah.
3. Nervus VI
Saraf ini memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di pons.
Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris.
a. banyak pigmen = coklat.
b. sedikit pigmen = biru.
c. tidak ada pigmen = merah / pada albino.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas 5 lapis.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat
bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya
(transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan
dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa.
Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung,
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada
di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
2. Keruh atau apa yang disebut katarak,
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah: (1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang
dan kornea di bagian depan; (2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid,
dan di bagian depan terdapat badan siliaris dan iris; dan (3) tunika nervosa, retina.
Antara skleranya sendiri dengan koroid terdapat suatu lapisan tipis, lamina fuska (lapis gelap),
dengan berkas kolagen kecil, sejumlah besar serat elastik, dan melanosit. Di posterior, sklera
ditembusi serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa. Sklera mengandung pembuluh darah,
terutama pada limbus, dan beberapa serat saraf elastis.
Kornea
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak melengkung secara
uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan ‘hasil’ indeks refraksi dan radius
lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis, kornea mempunyai
dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah peralihan dengan lebar sekitar 1 mm pada tepi
kornea). Sementara kornea asli bersifat avaskular, limbus mempunyai pembuluh darah dan limf.
Kornea asli, secara histologik, terdiri dari lima lapisan:
1. Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian tiga
atau empat lapisan sel polihedral (sel ‘sayap’), dan satu atau dua lapisan sel permukaan yang
gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai daya
regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.
2. Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 μm, tak
berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel dengan
serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir dengan
tegas/mendadak pada limbus.
3. Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya), bersifat
tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat lebar, seperti
pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang berbeda. Lamel
saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang berdampingan. Fibroblas
berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang ramping, terletak antara lamel.
4. Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam substansi
propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung serabut kecil dengan
periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang amat teratur. Secara kimiawi,
materinya adalah kolagen.
5. Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu lapis sel
kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks tautan,
permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik. Vesikula ini
mentransportasikan cairan dan larutan.
Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan difusi pembuluh
perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.
Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal hanya 1 mm, antara
kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau lebih lapisan dan melanjutkan
diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran Descemet
menipis dan memecah dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamen pektinata, dan stroma
kornea menjadi kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang
khas menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi
yang baik.
Lensa
Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada anterior.
Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub posterior. Garis
yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah ekuator.
Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan sklerotik dengan
bertambahnya usia. Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini ditahan (dan lensa
menggepeng) karena tegangan pada zonula. Secara struktural, terdapat tiga komponen:
1. Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 μm pada permukaan anterior,
tetapi hanya 5-6 μm pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen, agaknya merupakan
membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein dan kolagen tipe
IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamen
suspensorium/penyokong.
2. Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel
subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam
hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks jungsional
dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa,
lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat ini. Dengan memanjangnya sel
kapsul pada ekuator, ujung anteriornya bergeser di bawah epitel lensa dengan ujung posterior
di bawah kapsul di bagian posterior.
3. Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk sebagai
prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan
lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang lebih muda mengandung inti dan beberapa
organel. Di bagian tengah, dalam inti lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan
tampak homogen. Serat yang berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang terdiri dari
juluran sitoplasma yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan desmosom bercak.
Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari humor aqueus dan
badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma serat lensanya sangat tidak
permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut zonula, yang
terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke
ekuator lensa, sehingga meliputi lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat zonular memecah
menjadi serat yang lebih halus yang menyatu dengan kapsul lensa.
Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang
antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada bagian
anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini melekat pada epitel siliar, terutama
sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar mengandung glikosaminoglikans yang
terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut
ini lebih padat pada bagian perifer dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan
berjalan anteroposterior. Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula mengandung arteri
hyaloidea pada masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan
merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan pemeliharaan kolagen dan
asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada membran limitans interna. Badan
vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.
Retina
Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak peka dan
bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor atau alat
penerima cahaya. Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut vesikel
optik. Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik. Vesikel
optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk epitel
pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh penonjolan sel
pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan dalam mudah
terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah terjadi trauma.
Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian posterior hingga
ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang disebut fovea
sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning, atau makula
lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat fotoreseptor di atas papila
optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.
KELOPAK MATA
Kelopak mata terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri dari jaringan ikat
dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu membran mukosa di dalam.
Kulit di bagian depan merupakan kulit tipis dengan rambut kecil, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea dan suatu dermis yang terdiri dari jaringan ikat halus yang banyak serat elastin. Dermis
lebih padat pada tepi kelopak mata dan disini mengandung tiga atau empat baris rambut panjang
yang kaku disebut bulu mata, yang menembus dalam ke dermis. Di antara dan sebelah belakang
bulu mata terdapat kelenjar apokrin yang saluran keluarnya bermuara pada folikel bulu mata
disebut kelenjar Moll.
Di bawah kulit terdapat lapisan otot lingkar mata (muskulus orbikularis okuli) yang
merupakan otot rangka. Bagian atau berkas serat otot ini yang berada di belakang saluran keluar
kelenjar Meibom disebut muskulus siliaris Riolani.
Di bagian tengah palpebra terdapat jaringan ikat fibrosa yang menjadi kerangka kelopak
mata yang disebut tarsus. Tarsus ini tebal pada pangkal kelopak mata dan makin ke ujung makin
semakin sempit. Di dalam tarsus terdapat untaian kelenjar sebasea yang disebut kelenjar Meibom
yang bermuara bersama ke dalam satu saluran keluar dan tidak berhubungan dengan folikel
rambut. Epitel konjungtiva makin ke pangkal makin tinggi dan di dalam forniks terdapat lipatan
mukosa.
KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak mata
(konjungtiva palpebra) dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata
(konjungtiva bulbi). Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel
goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat
longgar. Sekret sel-sel goblet ikut menyusun tirai air mata yang berfungsi sebagai pelumas dan
pelindung epitel mata bagian depan. Pada corneoscleral junction, tempat berawalnya kornea,
konjungtiva melanjutkan diri sebagai epitel kornea berlapis gepeng kornea dan tidak mengandung
sel goblet.
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang biasanya ditandai oleh konjungtiva yang
hiperemis (merah) dan sekret yang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bakteri, virus, alergen
atau parasit-parasit lainnya.
KELENJAR LAKRIMAL
Kelenjar lakrimal utama terletak pada sudut superolateral rongga mata. Ukurannya sebesar
kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar yang terpisah
mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian lateral forniks superior
konjungtiva. Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/ assesoris dalam lamina propria
kelopak mata atas dan bawah.
Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri. Air mata berfungsi untuk
memelihara agar epitel konjungtiva tetap lembab, kedipan kelopak mata akan menyebabkan air
mata tersebar di atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk mengeluarkan benda
asing seperti partikel debu. Penguapan air mata yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film
mukus (dari sel goblet konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom). Air
mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki pungta lakrimal (lacrimal puncta)
yang terletak disetiap sudut medial palpebra superior dan inferior.Dari sini air mata kemudian
masuk ke kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus lakrimal.Dinding
kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat silindris bersilia.Sakus lakrimalis merupakan
bagian superior duktus nasolakrimalis yang melebar.Air mata kemudian masuk ke duktus
nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia.Dari sini air mata kemudian
dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di dasar rongga hidung.
kosentrasi Na tinggi
depolarisasi membrane
kosentrasi Na tinggi
penurunan GMP-siklik
penutupan canal Na
menutupnya canal Ca
FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea
lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari
lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel
utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui
kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,
stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur
Jaras penglihatan
Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan retina kedua
mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan pandang jatuh
di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina membawa informasi
dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan sewaktu kedua saraf
optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus, serat-serat dari separuh
medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi serat-serat yang dari separuh
lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah direorganisasi dan meninggalkan
kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap traktus optikus membawa informasi
dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial retina yang lain. Dengan demikian,
persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua mata yang yang membawa informasi
dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap traktus optikus menyampaikan ke belahan
otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh lapangan pandang dari sisi yang
berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk informasi dalam jalur penglihatan adalah
nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus atau nucleus genikulatum, serat-serat
dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain bersinaps di sel-sel yang axonnya
membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini menuju ke lobus oksipitalis korteks
serebrum (area Brodmann 17).
Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang tepat
untuk ukuran TF (Wang et al, 2006). Menurut Smith et al (2000) ketebalan berkisar antara 7-10
μm sedangkan Pyrdal et al (1992) menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 μm dan
mayoritas terdiri dari gel musin.
Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah
mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam penelitian
mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok yang
disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks
berair yang segera.
3.2 Epidemiologi
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita
penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan
pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama,
konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%). (Suharjo.
2005)
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh
masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan
tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang
sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al, 2005). Di Indonesia
penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan
yang tidak Hygiene.
Penyakit alergi pada mata yang paling sering didapat adalah konjungtivitis alergik (hay
fever), konyungtivitis vernalis, keratokonjungtivitis atopik, dan konjungtivitis giant papilar.
Keadaan penyakit dapat mulai dari konjungtivitis ringan sampai yang berat seperti
keratokonjungtivitis atopik yang dapat menyebabkan kebutaan.
3.3 Etiologi
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
c. Konjungtivitis viral.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif
3.4 Klasifikasi
1) Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial : akut (dan sub akut) dan menahun.
Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme tertentu
seperti haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis. S. aureus pada dewasa dan bakteri pathogen
lain pada anak-anak .
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis bakterial akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu sekian obat
anti bakterial yang tersedia biasanya mengatasi keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan N. Gonorrhoae dan N. Meningitidis dapat menimbulkan komplikasi
berat jika tidak segera diobati sejak dini.
Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan H. Influenzae dan kadang-kadang oleh E. Coli dan spesies Proteus.
Infeksi H. Influenzae ditandai eksudat berair tipis atau berawan.
Konjungtivitis Gonorhoe
Merupakan radang konjungtiva akut yang hebat dan disertai sekret purulen. Gonokokus
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen, dan bersifat invasif sehingga reaksi radang
kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonorhoe merupakan merupakan
penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia secara endemik. Pada neonatus infeksi konjungtiva
terjadi pada saat berada pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu
yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penularanya melalui alat
kelaminnya sendiri.
Diklinik akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
konjungtivitis gonorhoe infantum (usia lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonorhoe
adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya, merupakan
penyebab utama oftalmia neonatorum.
Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antar 12 jam hingga 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium
penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Stadium infiltratif ditemukan gejala kelopak dan
konjungtiva kaku dan rasa sakit pada perabaan, peseudomembran pada konjungtiva tarsal
superior, konjungtiva bulbi merah, kemotik, menebal. Pada dewasa selaput konjungtiva lebih
bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Dan biasanya rasa sakit pada
mata disertai tanda-tanda infeksi umum, biasanya menyerang satu mata dulu dan menyebar.
Stadium supuratif sekret kental, pada bayi mengenai kedua matadengan sekret kuning kental,
berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekretnya tidak kental sekali.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan
terlihat diplokokus di dalam leukosit. Dengan Gram kan terlihat sel intraseluler atau ekstraseluler
bersifat gram negatif, pemeriksaan sensitif pada agar darah dan coklat. Pengobatan dimulai bila
terlihat pada pewarnaan gram positif diplokokus batang intraseluler dan sangat dicurigai
konjungtivitis gonorea. Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 50000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih
atau garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes
mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10000-20000 U/ml setiap 1 menit sampai
30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal bagian atas, ini mudah terjadi perforasi
akibat adanya daya lisis kuman gonokokus, pada anak sering keratitis atau tukak kornea sehingga
terjadi perforasi kornea, pada orang dewasa tukak yang terjadi sering pada marginal dan
terbentuk cincin. Pencegahan cara yang paling aman ialah membersihkan mata bayi segera
setelah lahir denag larutan borisi dan memberi salep kloramfenikol.
Oftalmia Neonatorum
Merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi dibawah usia 1 bulan, dapat disebabkan oleh
berbagai sebab: konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi 24 jam setelah penetesan nitras
argenti profilaksis untuk gonorhoe, pengobatan dengan pembilasan sisa obat dan bahan
penyokong. Konjungtivitis stafilokokus, masa inkubasi lebih dari 5 hari diobati dengan antibiotik
topikal. Konjungtivitis inklusi (klamidia), masa inkubasi 5-10 hari, pengobatan dengan tetrasiklin
atau erytromicin dan tobramicyn, konjungtivitis Neiseria, masa inkubasi 2-5 hari. Konjungtivitis
virus masa inkubasi 1-2 minggu, diobati dengan trifluorotimidin, konjungtivitis jamur, diobati
dengan antijamur.
Konjungtivitis bakterial menahun terjadi pada pasien obstruksi duktus naso lakrimalis dan
dakriosistisis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertakan blefaritis
bakterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrome palpebra lemas dan
ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis bakterial sekunder.
Konjungtivitis bakterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan
Streptokokus pyogenes. Pseudomembran dan membran yang dihasilkan oleh organisme ini dapat
terbentuk pada konjungtiva palpebra.
2) Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
A. Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak yang
berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata
kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terus-
menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada
kornea, umumnya setelah berusia 50 tahun.
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak
biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi pada
orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat berkembang. Sering mirip
konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra,
kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan,
pembentukan panus. Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas
daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-
kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada palpebra
superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior, folikellimbus dan
sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas dilimbus atas.
B. Laboratorium
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan giemsa tampak
masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari sel epitel, namun tidak selalu ada.
Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai
dilaboratorium klinik, yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel.
Konjungtivitis Inklusi (Blenorrhea Inklusi, Paratrachoma)
Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang
seksualnya aktif. Agen klamidial menginfeksi uretra pria dan servik wanita. Transmisi ke mata
karena praktek seksual oral-genital atau dari tangan ke mata.
A. Gejala
Dapat berawal akut dan subakut, pasien mengeluh mata merah, pseudoptosis, terdapat sekret
terutama pagi hari. Neonatus menunjukkan konjungtivitis papiler, eksudat sedang, pada kasus
hiperakut terbentuk pseudomembran yang menimbulkan parut. Karena neonatus tidak memiliki
jaringan adenoid di stroma konjungtiva, tidak akan terbentuk folikel namun jika berlangsung 2-
3 bulan akan timbul folikel dan mirip pada orang dewasa. Pada neonatus dapat menimbulkan
faringitis, ottitis mediam, dan pneumonitis intertitial. Karena pseudomembran umumnya tidak
terbentuk pada orang dewasa, tidak terjadi luka parut. Keratitis superficial ditemukan pada bagian
atas. Otitis media dapat terjadi akibat infeksi tuba auditiva.
B. Laboratorium
Tes sama pada trakoma. Pada oftalmia klamidia neonatal, sediaan yang dipulas giemsa sering
memperlihatkan banyak inklusi. Pengukuran antibodi IgM sangat berharga untuk mendiagnosis
pneumonitis klamidia pada bayi.
3) Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus, sebuah penyakit umum dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan
ini berkisar antara penyakit berat, yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang
cepat sembuh sendiri.
Keratokonjungtivitis epidemika
Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya lebih parah. Pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan epitel bulat. Sensasi kornea normal. Khasnya adalah
nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut adalah edema palpebra, kemosis, dan hiperima
konjungtiva. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu, kekeruhan subepitel terutama terdapat
dipusat kornea, bukan ditepian dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus ini
dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuklear primer, bila terbentuk pseudomembran, juga
neutrofil. Keratokonjungtivitis epidemika pada dewasa terbatas pada bagian luar mata, pada
anak-anak terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitismedia
dan diare.
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea
sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
Konjungtivitis varicela-zoster
Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster
dapat memberikan infeksi pada ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes
zoster pada mata. Herpes zoster mengenai pada semua umur dan umumnya pada usia lebih dari
50 tahun keatas.
Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median kepala. Herpes
zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti pada hiperemia,
vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar preurikel.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus dan
inklusi intranuklear.
Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari
merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid mengurangkan penyulit akan tetapi
dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetik untuk
menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan permukaan dapat diberi salep tetrasiklin. Steroid tetes
deksametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis. Gloukoma yang terjadi
akibat iritis diberi preparat steroid dan antigloukoma. Penyulit pada penyakit ini dapat terjadi
parut pada kelopak, neuralgia, katark, gloukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi saraf optik,
dan kebutaan.
Keratokonjungtivitis Morbilli
Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini, konjungtiva
mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda
Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret
mukopurulen dan muncul erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva dan carunculus.
Pada saat anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi keratitis epitelial.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau
sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang gizi atau imnokompeten, penyakit mata ini sering
disertai HSV atau infeksi bakterial sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan organisme
lain. Agen ini dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan
penurunan penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel mononuklear,
kecuali ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan pulas Giemsa menunjukkan sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali
ada infeksi sekunder.
4) Konjungtivitis Rickettsia
Semua Rikettsia dianggap patogen oleh manusia dapat menyerang konjungtiva dan konjungtiva
mungkin menjadi pintu masuk. Demam Q disertai hiperemia konjungtiva hebat. Pengobatan
dengan tetracyclin atau kloramfenicol sistemik akan menyembuhkan. Demam Marseilles sering
kali disertai konjungtivitis ulseratif atau garnulaomatosa dan limfonodus preaurikuler yang
tampak jelas. Tifus endemik (murine) ”srub typhus”, Rocky Mountain Spotted Fever”, dan tifus
epidemik berkaitan dengan tanda-tanda konjungtiva yang umumnya ringan dan bervariasi.
5) Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican) adalah infeksi
yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien
diabetes atau pasien terganggu kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah tumbuh pada
media agar darah atau Saboroaud dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup atau jarang
sebagai pseudohypha.
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air (bukan garam)
atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat sampai enam kali sehari. Obat
ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti masuk dalam sacus konjungtiva dan hanya tidak
numpuk ditepian palpebra.
Infeksi loa-loa
L.loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup dijaringan ikat manusia dan kera dapat
menjadi reservoirnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing
dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra, konjungtiva atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L.loa, terdapat eosinofilia, namun diagnosis ditegakkan dengan menemukan
cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Kini obat
pilihan untuk L.loa adalah diethylcarbamazine, ivermectin kini sedang dievaluasi.
Oftalmomiiasis
Miasis adalah infestasi larva lalat. Banyak spesies lalat dapat menimbulkan miasis.
Jaringan mata mungkin cedera oleh transmisi mekanik organisme penyebab penyakit dan oleh
aktivitas parasit larva dalam jaringan mata. Larva mampu memasuki jaringan nekrotik dan
jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tidak sengaja menelan telur atau larva atau
kontaminasi luka luar atau kulit. Bayi dan anak muda, peminum alkohol, dan pasien lemah yang
tidak terurus adalah sasaran umum infeksi lalat yang menimbulkan miasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraokuler, atau jaringan orbita
lebih dalam. Lalat ini meletakkan telurnya ditepian palpebra inferior atau cantus interna dan larva
menetap dipermukaan mata, menimbulkan iritasi, sakit, dan hiperemi konjungtiva. Pengobatan
miasis permukaan mata adalah memebuang mata secara mekanik setelah anastesi topikal.
Konjungtivitis Vermal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan kasar pada konjuntiva
tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil, atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe timbal terlihat benjolan
didaerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat didalam
benjolan.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas.
Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Pada bentuk palpebra,
pasien biasanya mengeluh gatal, timbul papil yang besar dan sekret yang mukoid, konjungtiva
tarsal bawah edema, hiperemi, dengan kelainan kornea lebih berat. Sedangkan pada bentul
limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang membentuk jaringan hiperplastik gelatin,
dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil dibagian epitel limbus
kornea, terbentuk panus, dengan sedikit eosinofil.
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin
topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat antiinflamasi
nonsteroid tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan
dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan
radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa
diobati. Dapat diberi kompres dingin, natrium karbonat, dan obat vasokonstriktor. Kelainan
kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium kromolin topikal. Bila terdapat tukak maka
diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai sikoplegik.
3.6 Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai
rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal,
sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam.
Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran
hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada
umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-
laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur
darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning
kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva.
Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar
muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai
mata pemeriksa.
Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas. Secara
histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN ditemukan
pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas tipe
lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus, Coccidioides immitis, Chlamydia,
acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus Candida albicans. Jarang kasusnya
idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali biasanya
menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak, membentuk ulkus
dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut (Alamsyah, 2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar atau kornea,
dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat nodul inflamasi
dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak menimbulkan
jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung membesar ke bawah
daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten yang melibatkan kornea
sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin berkembang. Kadangkala, beberapa
inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).
Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva). Kemerahan paling nyata didaerah forniks dan
berkurang ke arah limbus, disebabkan dilatasi arteri konjungtiva posterior akibat adanya
peradangan. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial, dan warna keputihan
mirip susu mengesankan konjungtivitis alergi.
Lakrimasi
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi
airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.
2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf
pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika,
yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur
pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri
3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.4
5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada
tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang
membentuk substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang
di atas papila mirip jeruji payung.4
6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral
conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication.
Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.
a.Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan
lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia
dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis flikten
biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau kelabu,
jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva
(hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan slit-
lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,
simblepharon, massa, sekret
3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik membantu. Pemeriksaan
secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat
dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada
konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata
dan edema konjungtiva.
1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan konjungtivitis
infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis purulen berat atau
berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap
pengobatan.
2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik yang
cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis
adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%.
Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari
okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam
tergantung dari kebijakan laboratorium.
4. Smear/sitology
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan pada kasus
dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus
dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.
5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon pada terapi.
Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung dapat
menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes
diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit
seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan dan
sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari mata
dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma glandula
sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi
preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan
spesimen yang tepat.
6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui menderita
penyakit tiroid.
3.8 Tatalaksana
A. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang
sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus
harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.
B. Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologinya.
Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.
Kloramfenikol
Gentamisin
Tobramisin
Eritromisin
Sulfa
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia. Adapun terapi
empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang
diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin, aureomisin,
kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis, kanamisis, asam fusidat,
ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi pengobatan antibiotik spektrum luas dengan
deksametason atau hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih cepat.
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan dihentikan dan
ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan
pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui penyebabnya.
Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau
salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus
nasolakrimal.
• Steroid topical
– Prednisolone 0,5% 4xsehari à pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
– Keratitis simtomatik à steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan, gejala
dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
– Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius pasien.
– Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang
• Lainnya
– Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari selama
10 hari) diberikan jika progresi memburuk.
– Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama 10 hari,
atau dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.
– Stop menggunakan lensa kontak
– Artificial tears 4xsehari
– Kompres hangat atau dingin
– Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
– Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
– Povidone-iodine
– Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat
yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam
bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa kerja
lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal. Vasokonstriktor
tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega
jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan
inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek
anti-peradangan.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk
konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis
harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama dengan
antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat ditambahkan jika
memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka
panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru
seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin topikal
dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan sebagai lini kedua
dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi
berat atau konjungtivitis vernal.
3.9 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis
yang tidak tertangani diantaranya:
- Glaucoma
- Katarak
- Ablasi retina
- Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis.
- Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
- Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta.
- Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.
3.10 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain
bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi tersebut dapat
dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan
menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina
3.11 Pencegahan
a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
b. Pinguekula
merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua,
terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas.
Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal. Pinguekula merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
c. Hematoma subkonjungtiva
dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk
rejan). Dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang
menutup perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
d. Episkleritis
merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva
dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues,
SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik, atau bagian dari infeksi. Dapat
saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu
mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik.
e. Skleritis
biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh
penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadang-kadang disebabkan oleh
tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah.
Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan.
d. Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea
dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan
perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren
sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga
penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan
alergi terhadap toksin ankilostoma. Penyakit ini lebih sering terdapat pada wanita
usia pertengahan.
Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena
terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya dari
melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan pandangannya
dari melihat laki-laki.
Allah juga melanjutan firmannya yang menganjurkan para wanita untuk menjaga
paandangannya yaitu:
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan
sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)