Anda di halaman 1dari 47

Ahmad Rafi Faiq

1102015012
LI I Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata
1.1 Makroskopis Anatomi Mata
Mata terdiri dari :
1. Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior (sklera).
Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot ekstraokular melekat pada sklera
sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.
2. Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi
nutrisi pada permukaan dalam retina.
3. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang
kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah-ubah. Epitel
siliaris mensekresi aqueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris
merupakan tempat perlekatan iris.
4. Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang
terbentang di antara lensa dan korpus siliaris.
5. Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu jaringan
sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar jalinan ini, kanal schlemm
mengalirkan aqueous humor dari bilik anterior ke dalam sistem vena, sehingga terjadi
drainase aqueous. Daerah ini dianamakan sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata anterior. Di antara
iris, lensa, dan korpus siliaris terdapat bilik mata posterior (yang berbeda dari korpus vitreous).
Kedua bilik ini terisi oleh aqueous humor. Di antara lensa retina terletak korpus vitreous.
Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak mata atas dan bawah.
Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisahkan konjungtiva dari sklera dan memanjang ke
belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus.

Orbita
Mata terletak dalam ruang orbita yang memiliki bentuk seperti piramida berisi empat. Pada apeks
posterior terletak kanal optik yang merupakan tempat lewatnya saraf optik ke otak. Fissura orbita
superior dan inferior merupakan tempat lewatnya pembuluh darah dan saraf kranialis yang
memberikan persarafan pada struktur orbita. Pada dinding anterior media terdapat fossa untuk
sakus lakrimalis. Kelenjar lakrimal terletak di anterior pada aspek superolateral orbit.

Kelopak Mata
Fungsi :

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior.


2. Mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata.
3. Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea.
4. Mencegah mata menjadi kering.
5. Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.

Kelopak mata terdiri dari :


1. Suatu lapisan permukaan kulit.
2. Otot-otot orbikularis.
3. Suatu lapisan kolagen kuat (lempeng tarsal).
4. Suatu lapisan epitel, konjungtiva, sampai ke bola mata.

Otot levator berjalan ke arah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini
dipersarafi oleh saraf ketiga. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan pada usia tua
menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari permukaan
profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.
Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan.
Tepi kelopak mata adalah letak sambungan mukokutan. Sambungan ini mengandung muara
kelenjar minyak Meibomm yang terletak di lempeng tarsal. Kelenjar ini mensekresikan komponen
lipid dari film air mata. Di medial, pada kelopak mata atas dan bawah, dua pungta kecil membentuk
bagian awal sistem drainase lakrimal.

Sistem Drainase Lakrimal

Air mata mengalir ke dalam pungta atas dan bawah dan kemudian ke dalam sakus lakrimalis
melalui kanalikuli atas dan bawah. Kanalikuli-kanalikuli membentuk kanalikulus komunis
sebelum memasuki sakus lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berjalan dari sakus ke hidung.
Kegagalan bagian distal duktus nasolakrimalis untuk membentuk saluran sempurna pada saat lahir
biasanya merupakan penyebab mata berair dan lengket pada bayi. Drainase air mata melalui sistem
ini.
Perdarahan
Mata mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karotis interna) melalui art
eri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis. Sirkulasi konjungtiva beranastomosis di anterior de
ngan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna. Saraf optik anterior mendapat pasokan darah dar
i cabang-cabang dari arteri siliaris. Retina mendapat pasokan darah dari cabang arteriol dari arteri
retina sentral. Fovea sangat tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirkulasi retina. Fove
a mendapat darah secara tidak langsung, seperti juga lapisan luar retina, oleh difusi oksigen dan m
etabolit dari koroid melewati epitel pigmen retina.

Persarafan

1. Nervus III
Saraf ini memasuki sinus kavernosus pada dinding lateral dan memasuki orbita melalui fissura
orbita superior. Nukleusnya terletak di tengah.
2. Nervus IV
Saraf keempat memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di otak
tengah.
3. Nervus VI
Saraf ini memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di pons.

Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris.
a. banyak pigmen = coklat.
b. sedikit pigmen = biru.
c. tidak ada pigmen = merah / pada albino.

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas 5 lapis.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya
ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di
dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh,
karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai
glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor,
yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat
bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya
(transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan
dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa.
Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung,
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada
di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
2. Keruh atau apa yang disebut katarak,
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Badan Vitreous (Badan Kaca)


Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan
yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat
terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari
lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian
retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk
bola mata yang sferis.
Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau
cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah: (1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang
dan kornea di bagian depan; (2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid,
dan di bagian depan terdapat badan siliaris dan iris; dan (3) tunika nervosa, retina.

A. Tunika fibrosa (tunica fibrosa oculi)


Sklera dan kornea membentuk tunika fibrosa bola mata; sklera berada di lima perenam bagian
posterior dan opak; kornea membentuk seperenam bagian anterior dan transparan.Sklera memiliki
densitas yang tinggi dan sangat keras, merupakan membran solid yang berfungsi mempertahankan
bentuk bola mata. Sklera lebih tebal di bagian belakang daripada di depan; ketebalan di bagian
belakang 1 mm. Permukaan eksternal sklera berwarna putiih, dan menempel pada permukaan
dalam fascia bulbi; bagian anterior sklera dilapisi membran konjungtiva bulbi.
Di bagian depan, sklera berhubungan langsung dengan kornea, garis persatuannya
dinamakan sclero-corneal junction atau limbus.
Pada bagian dalam sklera dekat dengan junction terdapat kanal sirkular, sinus venosus
sclera (canal of Schlemm). Pada potongan meridional dari bagian ini, sinus tampak seperti
cekungan (cleft), dinding luarnya terdiri dari jaringan solid sklera dan dinding dalamnya dibentuk
oleh massa triangular jaringan trabekular.
Aqueous humor direasorbsi menuju sinus skleral oleh jalur pectinate villi yang analog dengan
struktur dan fungsi arachnoid villi pada meninges serebral menuju pleksus vena sklera.
Kornea merupakan bagian proyeksi transparan dari tunika eksternal, dan membentuk seperenam
permukaan anterior bola mata. Kornea berbentuk konveks di bagian anterior dan seperti kubah di
depan sklera. Derajat kelengkungannya berbeda pada setiap individu.

B. Tunika vaskular (tunica vasculosa oculi)


Tunika vaskular mata terdiri dari koroid di bagian belakang, badan siliaris serta iris di bagian
depan. Koroid berada di lima perenam bagian posterior bola mata, dan memanjang sepanjang ora
serrata. Badan siliaris menghubungkan koroid dengan lingkaran iris. Iris adalah diafragma sirkular
di belakang kornea, dan tampak di sekeliling pusat, apertura bundar, pupil.
Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian belakang
ditembus oleh nervus optikus. Lapisan ini lebih tebal di bagian belakang daripada di bagian depan.
Salah satu fungsi koroid adalah memberikan nutrisi untuk retina serta menyalurkan pembuluh
darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.
Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat processus
ciliaris serta musculus ciliaris. Iris dinamakan berdasarkan warnanya yang beragam pada individu
berbeda. Iris adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous humorantara
kornea dan lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Di bagian perifernya, iris menempel
dengan badan siliaris, dan juga terkait dengan; permukaannya rata, bagian anterior menghadap ke
kornea, bagian posterior menghadap prosesus siliaris dan lensa.
Iris membagi ruangan antara lensa dan kornea sebagai ruang anterior dan posterior. Ruang anterior
mata dibentuk di bagian depan oleh permukaan posterior kornea; di bagian belakang oleh
permukaan anterior iris dan bagian tengah lensa. Ruang posterior adalah celah sempit di belakang
bagian perifer iris, dan di depan ligamen suspensori lensa dan prosesus siliaris.

C. Tunika nervosa (Tunica interna)


Retina adalah membran nervosa penting, dimana gambaran objek eksternal ditangkap. Permukaan
luarnya berkontak dengan koroid; permukaan dalamnya dengan membran hialoid badan vitreous.
Di belakang, retina berlanjut sebagai nervus optikus; retina semakin tipis di bagian depan, dan
memanjang hingga badan siliaris, dimana ujungnya berupa cekungan, ora serrata. Disini jaringan
saraf retina berakhir, tetapi pemanjangan tipis membran masih memanjang hingga di belakang
prosesus siliaris dan iris, membentuk pars ciliaris retina danpars iridica retina.
Tepat di bagian tengah di bagian posterior retina, pada titik dimana gambaran visual paling bagus
ditangkap, berupa area oval kekuningan, makula lutea; pada makula terdapat depresi sentral, fovea
sentralis. Fovea sentralis retina sangat tipis, dan warna gelap koroid dapat terlihat. Sekitar 3 mm
ke arah nasal dari makula lutea terdapat pintu masuk nervus optikus (optic disk), arteri sentralis
retina menembus bagian tengah discus. Bagian ini satu-satunya permukaan retina yang insensitive
terhadap cahaya, dan dinamakan blind spot.

1.2 Mikroskopis Anatomi Mata


Sklera
Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan mempertahankan bentuk ukuran bola mata. Berkas
serat kolagen yang gepeng pada sklera sebagian besar terletak sejajar permukaan, tetapi berkas
saling menyilang di segala arah, dengan jaring-jaring halus serat elastik di antara berkas, juga
sejumlah substansi dasar, dan sejumlah kecil fibroblas yang gepeng/pipih dan bercabang-cabang.
Lapisan paling luar, jaringan episkleralis, merupakan cabang fibroelastik jarang yang di luar
melanjutkan diri dengan jaringan fibrosa padat kapsula Tenon, dengan dibatasi oleh jaringan
longgar (ruang Tenon). Tendo otot ekstraokular berjalan melalui kapsula untuk berinsersi ke
sklera. Bola mata dapat berputar oleh karena ruang ini dan karena lemak orbital.

Antara skleranya sendiri dengan koroid terdapat suatu lapisan tipis, lamina fuska (lapis gelap),
dengan berkas kolagen kecil, sejumlah besar serat elastik, dan melanosit. Di posterior, sklera
ditembusi serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa. Sklera mengandung pembuluh darah,
terutama pada limbus, dan beberapa serat saraf elastis.

Kornea

Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak melengkung secara
uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan ‘hasil’ indeks refraksi dan radius
lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis, kornea mempunyai
dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah peralihan dengan lebar sekitar 1 mm pada tepi
kornea). Sementara kornea asli bersifat avaskular, limbus mempunyai pembuluh darah dan limf.
Kornea asli, secara histologik, terdiri dari lima lapisan:

1. Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian tiga
atau empat lapisan sel polihedral (sel ‘sayap’), dan satu atau dua lapisan sel permukaan yang
gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai daya
regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.
2. Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 μm, tak
berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel dengan
serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir dengan
tegas/mendadak pada limbus.
3. Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya), bersifat
tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat lebar, seperti
pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang berbeda. Lamel
saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang berdampingan. Fibroblas
berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang ramping, terletak antara lamel.
4. Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam substansi
propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung serabut kecil dengan
periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang amat teratur. Secara kimiawi,
materinya adalah kolagen.
5. Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu lapis sel
kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks tautan,
permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik. Vesikula ini
mentransportasikan cairan dan larutan.

Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan difusi pembuluh
perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.

Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal hanya 1 mm, antara
kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau lebih lapisan dan melanjutkan
diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran Descemet
menipis dan memecah dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamen pektinata, dan stroma
kornea menjadi kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang
khas menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi
yang baik.

Lensa

Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada anterior.
Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub posterior. Garis
yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah ekuator.
Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan sklerotik dengan
bertambahnya usia. Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini ditahan (dan lensa
menggepeng) karena tegangan pada zonula. Secara struktural, terdapat tiga komponen:
1. Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 μm pada permukaan anterior,
tetapi hanya 5-6 μm pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen, agaknya merupakan
membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein dan kolagen tipe
IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamen
suspensorium/penyokong.
2. Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel
subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam
hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks jungsional
dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa,
lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat ini. Dengan memanjangnya sel
kapsul pada ekuator, ujung anteriornya bergeser di bawah epitel lensa dengan ujung posterior
di bawah kapsul di bagian posterior.
3. Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk sebagai
prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan
lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang lebih muda mengandung inti dan beberapa
organel. Di bagian tengah, dalam inti lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan
tampak homogen. Serat yang berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang terdiri dari
juluran sitoplasma yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan desmosom bercak.

Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari humor aqueus dan
badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma serat lensanya sangat tidak
permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut zonula, yang
terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke
ekuator lensa, sehingga meliputi lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat zonular memecah
menjadi serat yang lebih halus yang menyatu dengan kapsul lensa.

Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang
antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada bagian
anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini melekat pada epitel siliar, terutama
sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar mengandung glikosaminoglikans yang
terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut
ini lebih padat pada bagian perifer dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan
berjalan anteroposterior. Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula mengandung arteri
hyaloidea pada masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan
merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan pemeliharaan kolagen dan
asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada membran limitans interna. Badan
vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.

Retina
Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak peka dan
bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor atau alat
penerima cahaya. Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut vesikel
optik. Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik. Vesikel
optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk epitel
pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh penonjolan sel
pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan dalam mudah
terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah terjadi trauma.
Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian posterior hingga
ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang disebut fovea
sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning, atau makula
lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat fotoreseptor di atas papila
optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.

Lapisan retina terdiri dari:


1. Epitel pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna

Terdapat empat kelompom sel:


1. Fotoreseptor (batang dan kerucut)
Baik batang maupun kerucut merupakan bentuk modifikasi neuron. Sel ini menunjukkan
segmen dalam dan luar yang terletak di luar membran limitans eksterna. Batang merupakan
sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris mengandung fotopigmen
rhodopsin (ungu visual) dan suatu segmen dalma yang sedikit lebih panjang. Kerucut
menunjukkan segmen luar yang mengecil dan membesar ke arah segmen dalam, sehingga
berbentuk seperti botol.

2. Neuron konduksi langsung (sel bipolar dan sel ganglion)


Sel bipolar badan sel bipolar sebagian besar terletak pada bagian sentral aerah inti dalam.
Terbagi dalam suatu kelompok utama:
a. Bipolar difusa berhubungan dengan beberapa fotoreseptor
b. Bipolar monosinaptik/kerdil yang berhubungan dengan satu sel.
Sel ganglion terletak dalam retina dalam dengan dendritnya dalam lapisan pleksiform dalma
dan aksonnya membentuk serat saraf optik. Aksonnta tak pernah bercabang.
3. Neuron asosiasi dan lainnya (sel horisontal, makrin, dan sel bipolar sentrifugal)
4. Unsur penyokong (serat Muller dan neuroglia).

ORGAN TAMBAHAN MATA


Bola mata terletak di dalam rongga tulang yang membuka ke anterior. Celah ini ditutup oleh
kelopak mata atas dan bawah yang bila saling mendekat akan bertemu di fissura palpebra.
Konjungtiva akan melipat dari bagian tepi kornea untuk melapisi permukaan dalam kelopak mata.
Lipatan ini disebut forniks superior dan inferior.
Organ-organ tambahan mata terdiri atas
1. Kelopak mata
2. konjungtiva
3. Kelenjar lakrimal

KELOPAK MATA
Kelopak mata terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri dari jaringan ikat
dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu membran mukosa di dalam.
Kulit di bagian depan merupakan kulit tipis dengan rambut kecil, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea dan suatu dermis yang terdiri dari jaringan ikat halus yang banyak serat elastin. Dermis
lebih padat pada tepi kelopak mata dan disini mengandung tiga atau empat baris rambut panjang
yang kaku disebut bulu mata, yang menembus dalam ke dermis. Di antara dan sebelah belakang
bulu mata terdapat kelenjar apokrin yang saluran keluarnya bermuara pada folikel bulu mata
disebut kelenjar Moll.
Di bawah kulit terdapat lapisan otot lingkar mata (muskulus orbikularis okuli) yang
merupakan otot rangka. Bagian atau berkas serat otot ini yang berada di belakang saluran keluar
kelenjar Meibom disebut muskulus siliaris Riolani.
Di bagian tengah palpebra terdapat jaringan ikat fibrosa yang menjadi kerangka kelopak
mata yang disebut tarsus. Tarsus ini tebal pada pangkal kelopak mata dan makin ke ujung makin
semakin sempit. Di dalam tarsus terdapat untaian kelenjar sebasea yang disebut kelenjar Meibom
yang bermuara bersama ke dalam satu saluran keluar dan tidak berhubungan dengan folikel
rambut. Epitel konjungtiva makin ke pangkal makin tinggi dan di dalam forniks terdapat lipatan
mukosa.
KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak mata
(konjungtiva palpebra) dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata
(konjungtiva bulbi). Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel
goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat
longgar. Sekret sel-sel goblet ikut menyusun tirai air mata yang berfungsi sebagai pelumas dan
pelindung epitel mata bagian depan. Pada corneoscleral junction, tempat berawalnya kornea,
konjungtiva melanjutkan diri sebagai epitel kornea berlapis gepeng kornea dan tidak mengandung
sel goblet.
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang biasanya ditandai oleh konjungtiva yang
hiperemis (merah) dan sekret yang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bakteri, virus, alergen
atau parasit-parasit lainnya.

KELENJAR LAKRIMAL
Kelenjar lakrimal utama terletak pada sudut superolateral rongga mata. Ukurannya sebesar
kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar yang terpisah
mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian lateral forniks superior
konjungtiva. Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/ assesoris dalam lamina propria
kelopak mata atas dan bawah.
Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri. Air mata berfungsi untuk
memelihara agar epitel konjungtiva tetap lembab, kedipan kelopak mata akan menyebabkan air
mata tersebar di atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk mengeluarkan benda
asing seperti partikel debu. Penguapan air mata yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film
mukus (dari sel goblet konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom). Air
mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki pungta lakrimal (lacrimal puncta)
yang terletak disetiap sudut medial palpebra superior dan inferior.Dari sini air mata kemudian
masuk ke kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus lakrimal.Dinding
kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat silindris bersilia.Sakus lakrimalis merupakan
bagian superior duktus nasolakrimalis yang melebar.Air mata kemudian masuk ke duktus
nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia.Dari sini air mata kemudian
dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di dasar rongga hidung.

LI II Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Mata


2.1 Fisiologi Penglihatan
Mekanisme penglihatan
Cahaya masuk ke bagian mata yg bernama pupil. Ukuran pupil disesuakan dengan
kontraksi dari iris yaitu m.konstriktor pupilae yg menyebabkan pupil mengecil dan
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis dan m.dilator pupilae yg menyebabkan pupil membesar
dan dipersarafi oleh simpatis.
Lalu cahaya dibiaskan melalu media refraksi yang terdiri dari kornea dan lensa, bentuk
kornea itu sendiri berbentuk konveks (cembung) berfungsi agar cahaya dapat di belokkan pada
titik focus, setelah melewati kornea cahaya lalu diteruskan oleh lensa. Yg juga berbentuk
konveks sehingga cahaya dapat jatuh pada titik focus di retina. Lensa sendiri diatur oleh
m.ciliaris yg disambungkan oleh zonula zinii. Bila m.ciliaris berkontraksi maka pupil maka
zonula zinii melemas sehingga membuat lensa semakin cembung dan berfungsi untuk melihat
dari jarak dekat (akomodasi). Sebaliknya bila m.ciliaris melemas maka zonula zinii akan
menarik lensa sehingga lensa menjadi semakin pipih dan berfungsi untuk melihat jarak jauh.
Semua otot tersebut masing masing dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis.
Setelah cahaya di refraksikan maka cahaya akan mencapai retina yg terdapat sel sel
fotoreseptor yaitu sel batang dan sel kerucut.
Sifat dari sel sel ini ialah bila sel batang maka sel ini peka terhadap gelap, kepekaan tinggi
dan ketajaman rendah. Bila sel kerucut peka terhadap sinar dan warna , ketajaman penglihatan
tinggi, digunakan pada saat siang hari. Terjadi bbrapa proses pada saat otak mengekspresikan
gelap atau terang yaitu
gelap

konsentrasi GMP-siklik tinggi

kosentrasi Na tinggi

depolarisasi membrane

pengeluaran zat inhibitor

neuron bipolar dihambat

tidak adanya eksitasi ke korteks penglihatan di otak

tidak ada ekspresi melihat


cahaya/terang

fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin

kosentrasi Na tinggi

penurunan GMP-siklik

penutupan canal Na

menutupnya canal Ca

pengeluaran zat inhibitorik dihambat

terjadi eksitasi neuron bipolar

perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak

adanya ekspresi melihat

Fungsi Bagian Bagian mata

 Aquos humor = sebagai isi bola mata bagian anterior


 Korpus ciliaris = membentuk aquos humor dan mengandung m.ciliaris
 Bintik buta = tempat keluarnyaa saraf ooptikus dan pembuluh darah dari bola mata
 Iris = mengubah ukuran pupil
 Kornea = berperan penting dalam kemampuan refraksi cahaya
 Lensa = mengahsilkan kemampuan refraksi cahaya yg bervariasi selama akomodasi
 Macula lutea = memiliki sel fotorespetor sel kerucut yang tinggi.
 Pupil = tempat cahaya masuk
 Retina = mengandung sel sel fotoreseptor untuk penglihatan
 Viterus humor = zat semacam gel sebagai mempertahankan bentuk bola mata

FISIOLOGI KORNEA

 Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea
lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari
lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi
 Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel
utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui
kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,
stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur

Jaras penglihatan

Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan retina kedua
mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan pandang jatuh
di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina membawa informasi
dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan sewaktu kedua saraf
optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus, serat-serat dari separuh
medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi serat-serat yang dari separuh
lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah direorganisasi dan meninggalkan
kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap traktus optikus membawa informasi
dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial retina yang lain. Dengan demikian,
persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua mata yang yang membawa informasi
dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap traktus optikus menyampaikan ke belahan
otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh lapangan pandang dari sisi yang
berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk informasi dalam jalur penglihatan adalah
nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus atau nucleus genikulatum, serat-serat
dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain bersinaps di sel-sel yang axonnya
membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini menuju ke lobus oksipitalis korteks
serebrum (area Brodmann 17).

2.2 Fisiologi Lakrimasi


Laju pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 μL/menit pada orang normal dan
2,8 μL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002). Sedangkan menurut Nichols (2004),
laju pengeluaran air mata adalah 3,8 μL/menit dengan interferometri. Antara dua interval
berkedip, terjadi 1-2 % evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 μm PTF dan 20% pertambahan
osmolaritas (On et al, 2006).
Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7 μL yang terbagi
menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :
1. Mengisi sakus konjungtiva sebanyak 3-4 μL.
2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 μL akan membentuk TF dengan tebal 6-10 μm dan luas
260 mm..
3. Sisanya sebanyak 2-3 μL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm. dengan jari-jari 0,24
mm (Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006), TF digabungkan dari tear meniscus atas
dan bawah saat berkedip.

Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang tepat
untuk ukuran TF (Wang et al, 2006). Menurut Smith et al (2000) ketebalan berkisar antara 7-10
μm sedangkan Pyrdal et al (1992) menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 μm dan
mayoritas terdiri dari gel musin.
Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah
mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam penelitian
mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok yang
disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks
berair yang segera.

Mekanisme Distribusi Air Mata


Mengedip berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata (Palakuru et al, 2007).
Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air mata (AAO, 2007). Menurut teori
Doane (1980), setiap berkedip, palpebra menutup mirip retsleting dan menyebarkan air mata
mulai dari lateral. Air mata yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva kemudian bergerak ke
medial untuk memasuki sistem ekskresi (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu
kelopak mata mulai membuka, aparatus ekskretori sudah terisi air mata dari kedipan mata
sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut menyempit dan oklusi punkta akan
terjadi setelah kelopak mata atas telah turun setengah bagian . Kontraksi otot orbikularis okuli
untuk menutup sempurna kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong
seluruh air mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan meatus
inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan duktus
nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per tiga bagian kelopak
mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi akan melebar. Fase pengisian akan
berlangsung sampai kelopak mata terbuka seluruhnya dan siklus terulang kembali (Doane,
1980). TF dibentuk kembali dari kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka,
lapisan lemak ikut terangkat.
Mekanisme Ekskresi Air Mata
Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu absorbsi ke kornea (inward
flow), pergerakan paralel air mata sepanjang permukaan kornea (tangential flow) dan evaporasi
(Nichols et al, 2005). Lain halnya dengan Tsubota et al (1992), Mathers et al (1996), dan Goto et
al (2003). Mereka berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan
penipisan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa evaporasi
berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008) menyebutkan bahwa hal ini
bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi berbagai mekanisme.
Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto et al, 2003), 0,89
(Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson, 1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94
(Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk ruptur PTF (Kimball, 2009).
LI III Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis
3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia),
alergi, iritasi bahan-bahan kimia
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata
dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata
berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan
pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal
ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang.
Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan
injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya
terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.

3.2 Epidemiologi
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita
penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan
pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama,
konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%). (Suharjo.
2005)
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh
masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan
tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang
sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al, 2005). Di Indonesia
penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan
yang tidak Hygiene.
Penyakit alergi pada mata yang paling sering didapat adalah konjungtivitis alergik (hay
fever), konyungtivitis vernalis, keratokonjungtivitis atopik, dan konjungtivitis giant papilar.
Keadaan penyakit dapat mulai dari konjungtivitis ringan sampai yang berat seperti
keratokonjungtivitis atopik yang dapat menyebabkan kebutaan.

3.3 Etiologi
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
c. Konjungtivitis viral.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif

3.4 Klasifikasi
1) Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial : akut (dan sub akut) dan menahun.
Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme tertentu
seperti haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis. S. aureus pada dewasa dan bakteri pathogen
lain pada anak-anak .
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis bakterial akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu sekian obat
anti bakterial yang tersedia biasanya mengatasi keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan N. Gonorrhoae dan N. Meningitidis dapat menimbulkan komplikasi
berat jika tidak segera diobati sejak dini.

 Tanda dan gejala


Organisme ini menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat purulen dengan palpebra
saling melengket saat bangun tidur, kadang-kadang edema palpebra. Infeksi biasanya pada satu
mata dan menular kesebelah karena tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan
yang dapat menyebarkan kuman seperti kain, dan lain-lain.

a. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut).


Konjungtivitis Purulen
Adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis yang ditandai
dengan eksudat purulen. Konjungtivitis meningokokus kadang-kadang terjadi pada anak-anak.
Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat perlu segera diperiksa secara laboratoris dan
segera diobati. Jika ditunda, mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan penglihatan, atau
konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis, yang
menimbulkan sepsis atau meningitis.

Konjungtivitis Mukopurulen (catarhal) Akut


Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut ”mata merah” oleh orang awam. Penyakit ini
ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen
sedang. Penyebab paling umum adalah Streptokokus pneumonia pada iklim sedang dan
Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah Stapilokokus dan
Streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan Haemophilus
aegyptius mungkin disertai perdarahan sub konjungtiva. Pengobatan dengan membersihkan
konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.

Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan H. Influenzae dan kadang-kadang oleh E. Coli dan spesies Proteus.
Infeksi H. Influenzae ditandai eksudat berair tipis atau berawan.

Konjungtivitis Gonorhoe
Merupakan radang konjungtiva akut yang hebat dan disertai sekret purulen. Gonokokus
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen, dan bersifat invasif sehingga reaksi radang
kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonorhoe merupakan merupakan
penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia secara endemik. Pada neonatus infeksi konjungtiva
terjadi pada saat berada pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu
yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penularanya melalui alat
kelaminnya sendiri.

Diklinik akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
konjungtivitis gonorhoe infantum (usia lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonorhoe
adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya, merupakan
penyebab utama oftalmia neonatorum.
Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antar 12 jam hingga 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium
penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Stadium infiltratif ditemukan gejala kelopak dan
konjungtiva kaku dan rasa sakit pada perabaan, peseudomembran pada konjungtiva tarsal
superior, konjungtiva bulbi merah, kemotik, menebal. Pada dewasa selaput konjungtiva lebih
bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Dan biasanya rasa sakit pada
mata disertai tanda-tanda infeksi umum, biasanya menyerang satu mata dulu dan menyebar.
Stadium supuratif sekret kental, pada bayi mengenai kedua matadengan sekret kuning kental,
berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekretnya tidak kental sekali.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan
terlihat diplokokus di dalam leukosit. Dengan Gram kan terlihat sel intraseluler atau ekstraseluler
bersifat gram negatif, pemeriksaan sensitif pada agar darah dan coklat. Pengobatan dimulai bila
terlihat pada pewarnaan gram positif diplokokus batang intraseluler dan sangat dicurigai
konjungtivitis gonorea. Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 50000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih
atau garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes
mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10000-20000 U/ml setiap 1 menit sampai
30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal bagian atas, ini mudah terjadi perforasi
akibat adanya daya lisis kuman gonokokus, pada anak sering keratitis atau tukak kornea sehingga
terjadi perforasi kornea, pada orang dewasa tukak yang terjadi sering pada marginal dan
terbentuk cincin. Pencegahan cara yang paling aman ialah membersihkan mata bayi segera
setelah lahir denag larutan borisi dan memberi salep kloramfenikol.

Oftalmia Neonatorum
Merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi dibawah usia 1 bulan, dapat disebabkan oleh
berbagai sebab: konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi 24 jam setelah penetesan nitras
argenti profilaksis untuk gonorhoe, pengobatan dengan pembilasan sisa obat dan bahan
penyokong. Konjungtivitis stafilokokus, masa inkubasi lebih dari 5 hari diobati dengan antibiotik
topikal. Konjungtivitis inklusi (klamidia), masa inkubasi 5-10 hari, pengobatan dengan tetrasiklin
atau erytromicin dan tobramicyn, konjungtivitis Neiseria, masa inkubasi 2-5 hari. Konjungtivitis
virus masa inkubasi 1-2 minggu, diobati dengan trifluorotimidin, konjungtivitis jamur, diobati
dengan antijamur.
Konjungtivitis bakterial menahun terjadi pada pasien obstruksi duktus naso lakrimalis dan
dakriosistisis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertakan blefaritis
bakterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrome palpebra lemas dan
ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis bakterial sekunder.
Konjungtivitis bakterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan
Streptokokus pyogenes. Pseudomembran dan membran yang dihasilkan oleh organisme ini dapat
terbentuk pada konjungtiva palpebra.

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dari


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Gram atau Giemsa
dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva disarankan pada semua
kasus dan diharuskan pada penyakit yang purulen, bermembran, atau pseudomembran. Uji
sensitivitas antibiotik juga abaik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotik empirik.

2) Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
A. Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak yang
berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata
kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terus-
menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada
kornea, umumnya setelah berusia 50 tahun.
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak
biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi pada
orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat berkembang. Sering mirip
konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra,
kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan,
pembentukan panus. Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas
daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-
kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada palpebra
superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior, folikellimbus dan
sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas dilimbus atas.
B. Laboratorium
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan giemsa tampak
masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari sel epitel, namun tidak selalu ada.
Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai
dilaboratorium klinik, yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel.
Konjungtivitis Inklusi (Blenorrhea Inklusi, Paratrachoma)
Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang
seksualnya aktif. Agen klamidial menginfeksi uretra pria dan servik wanita. Transmisi ke mata
karena praktek seksual oral-genital atau dari tangan ke mata.
A. Gejala
Dapat berawal akut dan subakut, pasien mengeluh mata merah, pseudoptosis, terdapat sekret
terutama pagi hari. Neonatus menunjukkan konjungtivitis papiler, eksudat sedang, pada kasus
hiperakut terbentuk pseudomembran yang menimbulkan parut. Karena neonatus tidak memiliki
jaringan adenoid di stroma konjungtiva, tidak akan terbentuk folikel namun jika berlangsung 2-
3 bulan akan timbul folikel dan mirip pada orang dewasa. Pada neonatus dapat menimbulkan
faringitis, ottitis mediam, dan pneumonitis intertitial. Karena pseudomembran umumnya tidak
terbentuk pada orang dewasa, tidak terjadi luka parut. Keratitis superficial ditemukan pada bagian
atas. Otitis media dapat terjadi akibat infeksi tuba auditiva.
B. Laboratorium
Tes sama pada trakoma. Pada oftalmia klamidia neonatal, sediaan yang dipulas giemsa sering
memperlihatkan banyak inklusi. Pengukuran antibodi IgM sangat berharga untuk mendiagnosis
pneumonitis klamidia pada bayi.

3) Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus, sebuah penyakit umum dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan
ini berkisar antara penyakit berat, yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang
cepat sembuh sendiri.

1. Konjungtivitis folikuler virus akut


Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva
dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau unilateral. Mata merah berair sering terjadi dan
mungkin ada keratitis superficial untuk sementara. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler
(tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-
kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi.
Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologik dengan
meningkatnya titer antibodi. Tidak ada pengobatan spesifik, konjungtivitis akan sembuh sendiri
dalam 10 hari.

Keratokonjungtivitis epidemika
Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya lebih parah. Pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan epitel bulat. Sensasi kornea normal. Khasnya adalah
nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut adalah edema palpebra, kemosis, dan hiperima
konjungtiva. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu, kekeruhan subepitel terutama terdapat
dipusat kornea, bukan ditepian dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus ini
dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuklear primer, bila terbentuk pseudomembran, juga
neutrofil. Keratokonjungtivitis epidemika pada dewasa terbatas pada bagian luar mata, pada
anak-anak terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitismedia
dan diare.
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea
sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.

Konjungtivitis virus herpes simplek


Biasanya menyerang anak kecil yang ditandai dengan pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, sekret mukoid, sakit, fotofobia ringan. Sering disertai keratitis herpes simplek dengan
kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus
epitelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler atau pseudomembran.
Vesikel herpes kadang-kadang muncul dipalpebra dan tepi palpebra, disertai edema hebat pada
palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang nyeri tekan.
Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika pseudomembran reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan
mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering diatas konjungtiva dan memindahkan sel-
sel terinfeksi ke jaringan biakan.
Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu, dan jika timbul pseudomembran, dapat
meninggalkan parut linier halus dan datar. Komplikasi dapat berupa keterlibatan kornea
(termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit. Meskipun virus herpes tipe 1 adalah penyebab
kebanyakan kasus mata, namun tipe 2 adalah penyebab umum pada neonatus dan jarang pada
dewasa. Pada neonatus mungkin terdapat penyakit umum yang disertai ensefalitis, korioretinitis,
hepatitis, dan lain-lain. Setiap infeksi pada neonatus harus diobati dengan obat antivirus sistemik
(acyclovir) dan dipantau di rumah sakit.
Jika konjungtivitis pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh
sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea perlu debridemen kornea dengan hati-
hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering , meneteskan dengan obat anti virus dan
menutup mata selama 24 jam. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari; trifluridine setiap 2 jam
sewaktu bangun atau salep vidarabin lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% , 1 tetes setiap jam
sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam disaat malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan
salep acyclovir 3% lima kali sehari selam 10 hari atau dengan acyclovir oral 400 mg 5 kali sehari
selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid merupakan kontraindikasi, karena memperburuk
infeksi herpes simplek dan mengkonversi penyakit dari sembuh sendiri yang singkat menjadi
infeksi yang sangat lama.

Konjungtivitis penyakit newcastle


Disebabkan oleh virus newcastle dengan gambaran klinis sama dengan demam
faringokonjungtiva.penyakit ini sering pada unggas. Umumnya bersifat unilateral walaupun bisa
bilateral. Konjungtivitis ini memberikan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan
kabur, dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu.
Pada mata akan terlihat edema ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan folikel-folikel
yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah. Pada kornea ditemukan keratitis
epitelial atau keratitis subepitel.
Pembesaran kelenjar getal bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas
sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai
obat-obat simtomatik.

Konjungtivitis varicela-zoster
Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster
dapat memberikan infeksi pada ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes
zoster pada mata. Herpes zoster mengenai pada semua umur dan umumnya pada usia lebih dari
50 tahun keatas.
Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median kepala. Herpes
zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti pada hiperemia,
vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar preurikel.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus dan
inklusi intranuklear.
Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari
merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid mengurangkan penyulit akan tetapi
dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetik untuk
menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan permukaan dapat diberi salep tetrasiklin. Steroid tetes
deksametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis. Gloukoma yang terjadi
akibat iritis diberi preparat steroid dan antigloukoma. Penyulit pada penyakit ini dapat terjadi
parut pada kelopak, neuralgia, katark, gloukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi saraf optik,
dan kebutaan.

Konjungtivitis hemoragik epidemik akut


Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva. Penyakit ini
pertama kali ditemukan di Ghana, Afrikapada tahun 1969 yang menjadi pandemik.
Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit
periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai lakrimasi.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan, sakit periorbita,
keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang
dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan keratitis
epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik. Pengobatan antibiotik
spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan
adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan.

2. Konjungtivitis virus menahun


Blefarokonjungtivitis-Moluscum Contagiosum
Sebuah nodul moluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan
konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan panus superior atau mungkin
menyerupai trachoma. Reaksi radang yang terutama mononuklear (berbeda dengan reaksi
trachoma), lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang pada bagian pusat adalah khas
moluscum contagiosum. Biopsi menampakkan inklusi sitoplasmik eosinofilik, memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
Eksisi, incisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi
akan menyembuhkan konjungtivitisnya. Pada kasus yang sangat jarang nodul moluscum timbul
dikonjungtiva. Dalam hal ini eksisi nodul menyembuhkan konjungtivitisnya.
Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemi dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitis biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel
temporer yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada
awal penyakit. Parut palpebra, entropion, dan trikiasis adalah sekuele.
Lesi palpebra dari varicela mirip dengan lesi kulit ditempat lain, mungkin timbul ditepian
papebra maupun palpebra dan sering meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif
ringan tetapi lesi konjungtiva yang jelas sangat jarang terjadi. Lesi dilimbus menyerupai
phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papul dan ulkus. Kornea didekatnya
mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluhnya. Acyclovir oral dosis tinggi 800 mg lima kali
sehari selam 10 hari, jika diberi pada awal penyakit, akan mengurangi dan menghambat beratnya
penyakit.

Keratokonjungtivitis Morbilli
Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini, konjungtiva
mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda
Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret
mukopurulen dan muncul erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva dan carunculus.
Pada saat anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi keratitis epitelial.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau
sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang gizi atau imnokompeten, penyakit mata ini sering
disertai HSV atau infeksi bakterial sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan organisme
lain. Agen ini dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan
penurunan penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel mononuklear,
kecuali ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan pulas Giemsa menunjukkan sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali
ada infeksi sekunder.

4) Konjungtivitis Rickettsia
Semua Rikettsia dianggap patogen oleh manusia dapat menyerang konjungtiva dan konjungtiva
mungkin menjadi pintu masuk. Demam Q disertai hiperemia konjungtiva hebat. Pengobatan
dengan tetracyclin atau kloramfenicol sistemik akan menyembuhkan. Demam Marseilles sering
kali disertai konjungtivitis ulseratif atau garnulaomatosa dan limfonodus preaurikuler yang
tampak jelas. Tifus endemik (murine) ”srub typhus”, Rocky Mountain Spotted Fever”, dan tifus
epidemik berkaitan dengan tanda-tanda konjungtiva yang umumnya ringan dan bervariasi.

5) Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican) adalah infeksi
yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien
diabetes atau pasien terganggu kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah tumbuh pada
media agar darah atau Saboroaud dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup atau jarang
sebagai pseudohypha.
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air (bukan garam)
atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat sampai enam kali sehari. Obat
ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti masuk dalam sacus konjungtiva dan hanya tidak
numpuk ditepian palpebra.

Konjungtivitis jamur lain


Sporothrix schenckii jarang mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur ini menimbulkan
penyakit granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler jelas. Pemeriksaan laboratorik dari
biopsi granuloma menampakkan coni (spora) berbentuk cerutu garam-positif.
Rhinosporidium seeberi kadang-kadang mengenai konjungtiva, saccus lakrimal, palpebra,
canalikuli dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah. Pemeriksaan
histologik menampakkan granuloma dengan spherula besar terbungkus yang mengandung
Myriad endospore. Pengobatan dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides immitis kadang-kadang menimbulkan konjungtivitis granulomatosa yang
disertai nodus preaurikeler nyata (sindrome okulograndular parinoud) ini bukan penyakit primer
namun menisfestasi dari infeksi metatastik infeksi paru primer. (demam San Joaquin Valey).
Penyakit yang menyebar memberi respon buruk.

Infeksi Thelazia Californiensis


Habitat alami cacing gilig ini adalah dimata anjing, namun dapat pula mengenai mata kucing,
domba, beruang hitam, kuda, rusa. Infeksi kebetulan pada sacus konjungtiva manusia pernah
terjadi. Penyakit ini dapat diobati secara efektif dengan menghilangkan cacing itu dari sacus
konjungtiva dengan forceps atau aplikator berujung kain.

Infeksi loa-loa
L.loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup dijaringan ikat manusia dan kera dapat
menjadi reservoirnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing
dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra, konjungtiva atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L.loa, terdapat eosinofilia, namun diagnosis ditegakkan dengan menemukan
cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Kini obat
pilihan untuk L.loa adalah diethylcarbamazine, ivermectin kini sedang dievaluasi.

Infeksi Ascaris Lumbricoides (Konjungtivitis Jagal)


Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtiva berat, meskipun jarang. Saat jagal atau orang
yang melakukan pemeriksaan post-mortem potongan jaringan yang mengandung Ascaris, cairan
jaringan bagian organisme itu mengenai matanya. Ini diikuti konjungtivitis toksik yang nyeri
dan hebat, yang ditandai kemosis berat dan edema palpebra. Pengobatan adalah irigasi cepat dan
tuntas pada sacus konjungtiva.

Infeksi Trichenella Spiralis


Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, namun dalam perjalanan penyebaranya
mungkin terdapat edema palpebra superior dan inferior dan lebih dari 50% pasien menunjukkan
kemosis (pembengkakan kuning). Lemon pucat paling jelas pada muskulus rectus lateral dan
medial dan mengurang kearah limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu minggu atau lebih, dan
sering teras sakit saat mata digerakkan.

Infeksi Schistosoma Haematobiu


Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuning
kemerahan, terutama pada pria. Gejala minimal. Diagnosis tergantung pemeriksaan mikroskopik
materi biopsi, yang menunjukkan granuloma dengan limfosit, sel plasma, sel raksasa, dan
eosinofil mengelilingi ovum bilharzia pada berbagai tahap disintegrasi. Pengobatan ialah eksisi
granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimon seperti niridazole.

Infeksi Taenia Solium


Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering menyerang retina, koroid, atau
vitreus, menimbulkan sistiserkosis mata. Biasanya konjungtiva terkait menampakkan kista
subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakan hemisferik setempat, biasanya disudut dalam dari
fornik inferior, yang melekat pada sklera dibawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebra
mungkin meradang dan ada edema.
Diagnosis didasarkan atas tes fiksasi komplemen atau tes presipitasi atau atas keberhasilan
memperlihatkan organisme dalam saluran cerna. Eosinofilia adalah ciri yang selalu ada.
Pengobatan terbaik adalah eksisi lesi, keadaan terminalnya dapat diobati denagn niklosamide.

Infeksi Pthirus Pubis (infeksi kutu pubis)


P. Pubis dapat mengenai silia dan tepi palpebra. Karena ukuranya, kutu pubis agaknya
memerlukan rambut yang tersebar berjauhan. Inilah sebabnya parasit ini lebih menyukai silia
yang tersebar berjauhan selain rambut pubis. Parasit ini agaknya melepaskan bahan yang
merangsang yang menimbulkan konjungtivitis folikuler toksik pada anak-anak dan konjungtivitis
papiler yang mengiritasi pada orang dewasa. Tepian palpebra umumnya merah, dan perasaan
gatal. Menemukan organisme dewasa atau sengkenit berbentuk oval yang melekat pada bulu
mata adalah diagnosis.
Lindane (Kwell) 1% atau RID (pyrethrin) yang diberikan pada daerah pubis dan bulu mata
setelah membuang sengkenitnya, biasanya menyembuhkan. Pemberian Lindane atau RID pada
tepian palpebra harus sangat hati-hati agar jangan berkontak dengan mata. Pada setiap salep yang
diberikan pada tepian palpebra cenderung menekan organisme dewasa. Keluarga pasien yang
dekat harus diperiksa dan diobati. Semua pakaian harus dicuci

Oftalmomiiasis
Miasis adalah infestasi larva lalat. Banyak spesies lalat dapat menimbulkan miasis.
Jaringan mata mungkin cedera oleh transmisi mekanik organisme penyebab penyakit dan oleh
aktivitas parasit larva dalam jaringan mata. Larva mampu memasuki jaringan nekrotik dan
jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tidak sengaja menelan telur atau larva atau
kontaminasi luka luar atau kulit. Bayi dan anak muda, peminum alkohol, dan pasien lemah yang
tidak terurus adalah sasaran umum infeksi lalat yang menimbulkan miasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraokuler, atau jaringan orbita
lebih dalam. Lalat ini meletakkan telurnya ditepian palpebra inferior atau cantus interna dan larva
menetap dipermukaan mata, menimbulkan iritasi, sakit, dan hiperemi konjungtiva. Pengobatan
miasis permukaan mata adalah memebuang mata secara mekanik setelah anastesi topikal.

6) Konjungtivitis Imunologik (Alergi)


Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi cepat
seperti alergi biasa dan reaksi lambat seperti beberapa hari kontak seperti pada reaksi obat,
bakteri dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen, biasanya dengan
riwayat atopi.
Gejala utama penyakit alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas), gatal, silau dan
menahun.
Tanda karakteristik lainya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim
dan mengganggu penglihatan. walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan
tetapi dapat memberikan keluhan dan perlu pengobatan.
Pengobatan terutama dengan menghindarkan faktor penyebab penyakit dan memberikan
astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah, dan kompres dingin untuk
menghilangkan edema. Pada kasus berat diperlukan antihistamin dan steroid sistemik.

Konjungtivitis Vermal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan kasar pada konjuntiva
tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil, atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe timbal terlihat benjolan
didaerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat didalam
benjolan.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas.
Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Pada bentuk palpebra,
pasien biasanya mengeluh gatal, timbul papil yang besar dan sekret yang mukoid, konjungtiva
tarsal bawah edema, hiperemi, dengan kelainan kornea lebih berat. Sedangkan pada bentul
limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang membentuk jaringan hiperplastik gelatin,
dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil dibagian epitel limbus
kornea, terbentuk panus, dengan sedikit eosinofil.
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin
topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat antiinflamasi
nonsteroid tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan
dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan
radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa
diobati. Dapat diberi kompres dingin, natrium karbonat, dan obat vasokonstriktor. Kelainan
kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium kromolin topikal. Bila terdapat tukak maka
diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai sikoplegik.

3.5 Manifestasi Klinik


Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
1. Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).
2. Produksi air mata berlebihan (epifora).
3. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konkungtivitis alergika (eksudasi).
4. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller (pseudoptosis)
5. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula).
6. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel (pseudomembran).
7. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis) (Kanski, 2000).

3.6 Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai
rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal,
sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam.
Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran
hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada
umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-
laki didahului pada mata kanannya.

2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur
darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning
kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva.
Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar
muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai
mata pemeriksa.

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil


Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih
nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat
berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit
kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva
kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata
terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena mata
menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah
disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema,
rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat
bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan
lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang
lama kelamaan menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang
terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata
sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing

Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas. Secara
histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN ditemukan
pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas tipe
lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus, Coccidioides immitis, Chlamydia,
acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus Candida albicans. Jarang kasusnya
idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali biasanya
menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak, membentuk ulkus
dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut (Alamsyah, 2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar atau kornea,
dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat nodul inflamasi
dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak menimbulkan
jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung membesar ke bawah
daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten yang melibatkan kornea
sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin berkembang. Kadangkala, beberapa
inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).

Patofisiologi konjungtivitis alergi


Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi
dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan
yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran
cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang
menghasilkan lesi fokal.Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.
Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan
tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil
dan sel mast. Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel
mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial.Dalam hal ini hampir
80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi.Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan
peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis.Keberadaan eosinofil dan basofil,
khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone
yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas.Horner- Trantas dot’s yang
terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PMN dan limfosit.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini merupakan
tanda konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah biasanya
menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti kabut biasanya
menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada forniks dan
mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior.

Terdapat perbedaan antara injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;


Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris
Kausa Iritasi, Konjungtivitis Keratitis, Iridosiklitis, Glaukoma Akut
Forniks ke limbus makin
Lokasi kecil Limbus ke forniks makin kecil
Warna Merah terang Merah padam
Bergerak dengan dengan
Pembuluh darah konjungtiva Tidak bergerak
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri

Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva). Kemerahan paling nyata didaerah forniks dan
berkurang ke arah limbus, disebabkan dilatasi arteri konjungtiva posterior akibat adanya
peradangan. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial, dan warna keputihan
mirip susu mengesankan konjungtivitis alergi.

Lakrimasi

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi
airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf
pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika,
yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur
pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
 Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
 Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
 Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri

3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.4

4. Khemosis (Edema Konjungtiva)


Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis merupakan
tanda yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau meningococcal
konjungtivitis, serta kerato konjungtivitis.

5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada
tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang
membentuk substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang
di atas papila mirip jeruji payung.4

6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral
conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication.
Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.

7. Pseudomembran dan Membran


Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang bila
lepas, epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas mengenai
epitel sehingga kalau dilepas akan berdarah.
8. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian
setiap ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan kelenjar
limfe preaurikuler.

1. Sign & Simptom


Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas, sensasi
penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau terbakar sering
berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi konjungtiva.
Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),
pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler

a.Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan
lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia
dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis flikten
biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.

b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau kelabu,
jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva
(hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan slit-
lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
 Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
 Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
 Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
 Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,
simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:


 Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa kulit
berwarna darah, keratinisasi
 Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
 Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
 Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
 Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila, ulserasi,
luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
 Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat

 Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi


 Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik membantu. Pemeriksaan
secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat
dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada
konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata
dan edema konjungtiva.

1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan konjungtivitis
infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis purulen berat atau
berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap
pengobatan.

2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik yang
cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis
adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%.
Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari
okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam
tergantung dari kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial


Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat dipastikan dengan
pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan imunologikal telah tersedia, meliputi
tes antibodi imunofloresens langsung dan enzyme-linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara
luas digantikan oleh PCR untuk spesimen genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen
konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler beragam. Meskipun
spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang memuaskan, penggunaannya belum
diperjelas oleh FDA.

4. Smear/sitology
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan pada kasus
dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus
dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon pada terapi.
Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung dapat
menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes
diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit
seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan dan
sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari mata
dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma glandula
sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi
preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan
spesimen yang tepat.

6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui menderita
penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien. Paparan


bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan konjungtivitis toksik/kimiawi.
Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH okuler harus dites dan irigasi mata
terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan penggunaan lensa
kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.

Diagnosis banding tipe konjungtifitis yang lazim


Klinik & sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik
(Alergi)
Gatal Minim Minim Minim Hebat
Hyperemi Umum Umum Umum Umum
Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang
Eksudasi Minim Menguncur Menguncur Minim
Adenopatipreurikular Lazim Jarang Lazim hanya Tak ada
konngtivitis
inklusi
Pewarnaan kerokan monosit Bakteri, PMN, plasma Eusinofil
& eksudat PMN sel badan
badan inklusi
Sakit tenggorok, Kadang - Kadang – Tak pernah Tak pernah
panas yang menyertai kadnag kadang

Diagnosa Banding Konjungtivitis


Glaukoma Kongestif
Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior
Akut
Menurun perlahan,
Tergantung letak
Visus Normal tergantung letak Menurun mendadak
infiltrat
radang
Hiperemi konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi
Epifora,
- + + -
fotofobia
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal normal Edema
Edema, suram (tidak
Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel radang
bening), halo (+)
COA Cukup cukup Sel radang (+) dangkal
Sel radang (+), flare
H. Aquous Normal normal Kental
(+), tyndal efek (+)
Kadang edema Kripta menghilang
Iris Normal normal
(bombans) karena edema
Pupil Normal normal miosis Mid midriasis (d:5mm)
Lensa Normal normal Sel radang menempel Keruh

3.8 Tatalaksana
A. Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang
sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus
harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.
B. Farmakologi
 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologinya.
 Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan


antibiotic tunggal seperti

 Kloramfenikol
 Gentamisin
 Tobramisin
 Eritromisin
 Sulfa

Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia. Adapun terapi
empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang
diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin, aureomisin,
kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis, kanamisis, asam fusidat,
ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi pengobatan antibiotik spektrum luas dengan
deksametason atau hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih cepat.

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan dihentikan dan
ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan
pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui penyebabnya.
Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau
salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus
nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus


Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari
pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes
simpleks telah dieliminasi.

• Mengurangi risiko transmisi


– Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
– Tidak menggunakan handuk bersamaan
– Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi
menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine

• Steroid topical
– Prednisolone 0,5% 4xsehari à pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
– Keratitis simtomatik à steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan, gejala
dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
– Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius pasien.
– Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang

• Lainnya
– Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari selama
10 hari) diberikan jika progresi memburuk.
– Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama 10 hari,
atau dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.
– Stop menggunakan lensa kontak
– Artificial tears 4xsehari
– Kompres hangat atau dingin
– Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
– Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
– Povidone-iodine
– Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant

3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi


Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan sampai
ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai
sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler yang
ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai giant papila pada
konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea.

 Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.

 Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat
yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam
bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa kerja
lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal. Vasokonstriktor
tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega
jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan
inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek
anti-peradangan.

 Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk
konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis
harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama dengan
antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat ditambahkan jika
memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka
panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru
seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin topikal
dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan sebagai lini kedua
dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi
berat atau konjungtivitis vernal.

3.9 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis
yang tidak tertangani diantaranya:
- Glaucoma
- Katarak
- Ablasi retina
- Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis.
- Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
- Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta.
- Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.

3.10 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain
bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi tersebut dapat
dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan
menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina
3.11 Pencegahan
a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.

LI III. Mempelajari mata merah


LO 3.1 Memahami dan menjelaskan mata merah dengan visus normal
Mata merah dengan penglihatan normal dan tidak kotor / belek
a. Pterigium
merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pteregium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
di daerah kornea. Pterigium mudah meradang, dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. Pterigium diduga
disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas.
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang,
dan degenerasi.

b. Pinguekula
merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua,
terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas.
Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal. Pinguekula merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.

c. Hematoma subkonjungtiva
dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk
rejan). Dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang
menutup perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

d. Episkleritis
merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva
dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues,
SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik, atau bagian dari infeksi. Dapat
saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu
mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik.
e. Skleritis
biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh
penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadang-kadang disebabkan oleh
tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah.
Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan.

Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Kotor atau Belek


Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuknya sekret. Sekret merupakan
produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret konjungtivitis
dapat bersifat:
 Air, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus atau alergi
 Purulen, oleh bakteria atau klamidia
 Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok
 Lengket, oleh alergi atau vernal
 Seros, oleh adenovirus
Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan
pewarnaan Giemsa, maka akan didapat dugaan kemungkinan penyebab sekret seperti
terdapatnya:
 Limfosit—monosit—sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin
disebabkan oleh virus
 Neutrofil oleh bakteri
 Eosinofil oleh alergi
 Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia
 Sel raksasa multinuklear oleh herpes
 Sel Leber—makrofag raksasa oleh trakoma
 Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye
 Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia

LO 3.2 Memahami dan menjelaskan mata merah dengan visus menurun


Mata Merah dengan Visus Menurun
a. Keratitis. Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena,
seperti keratitis superfisial dan interstisial/profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh
berbagai hal, seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang
diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis akan
memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.

b. Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan


konjungtiva. Kelainan ini dapat terjadi pada penyakit yang mengakibatkan defisiensi
komponen lemak air mata, defisiensi kelenjar air mata, defisiensi komponen musin,
akibat penguapan yang berlebihan, atau karena parut pada kornea atau
menghilangnya mikrovil kornea. Pasien akan mengeluh mata gatal, seperti berpasir,
silau, penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar
menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi kornea.
c. Tukak (ulkus) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan
infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Staphylococcus aureus, H.
influenzae, dan M. lacunata.

d. Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea
dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan
perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren
sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga
penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan
alergi terhadap toksin ankilostoma. Penyakit ini lebih sering terdapat pada wanita
usia pertengahan.

e. Glaukoma akut. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya


merupakan glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intraokular meningkat mendadak. Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata
sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil,
sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut
bilik mata (mekanisme blokade pupil). Biasanya terjadi pada usia lebih daripada 40
tahun. Pada glaukoma primer sudut tertutup akut, terdapat anamnesa yang khas sekali
berupa nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan
hilang setelah tidur sebentar. Melihat palangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini
merupakan stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa enek dan
muntah yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut.
Tabel 3.1 Mata merah dengan visus normal ataupun turun
Gejala Konjungtivitis akut Iritis akut Glaukoma akut
Sakit Nihil Sedang Sangat hebat
Pegal Tidak Mencolok Mencolok
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Visus Tak dipengaruhi, kecuali Berkurang sedikit (<N) Berkurang mencolok (<<
bentuk sekresi pada N)
permukaan kornea (N)
Sakit Membakar & gatal; tak Cukup hebat pada mata & Hebat pada mata &
sakit sungguh-sungguh; cabang pertama n. V sepanjang seluruh n. V
rasa benda asing
Serangan Perlahan Biasanya perlahan Mendadak
Tanda Absen Ringan Mual dan muntah
konstitusional
muntah
Sekret (+) (-) (-)
Kotoran Jernih, mukous, atau Berair Refleks air
mukopurulen
Purulen Pembesaran umum Merah di sekeliling Menebal di sekeliling
konjungtiva kornea kornea
Kongesti superfisial Kongesti siliar Kongesti siliar,
konjungtiva merah sirkumkorneal dalam episkleral, dan
Injeksi pucat transparan konjungtival kemotik
Superfisial berkurang ke Siliar dalam mengitari Siliar – dalam
arah kornea kornea berkurang ke
Kornea arah fornik
Jernih; tapi dapat Deposit pada endotel Suram & tak sensitif
berwarna dengan kornea (keratik Edema epitel
fluoresin bila epitel presipitat) dapat hadir
Bilik depan kornea di- Dapat terisi sel-sel, Dangkal
Tak terlibat kekeruhan yang
Suar/fler melayang, eksudat
Iris -/+ ++ -/+
- Gambaran iris tak tegas Kongesti, terdorong ke
Tak dikenal atau muddy; mungkin depan, abu-abu-hijau
terdapat sinekia warna berubah
posterior bengkak,
Pupil suram warna berubah
Mengecil; iregular Dilatasi; kadang lonjong,
Visus Normal sinekia posterior sinekia imobil
Sedang, kabur Buruk
Tensi Baik, kecuali tertutup Tinggi sangat keras
kotoran (belek) Biasanya normal atau (sangat pegal)
Penyulit Normal renda (pegal), normal
sistemik Tidak terkena sedikit Lemah dan muntah
Nihil Sedikit
Tabel 3.2 Perbandingan keadaan umum pada tiap-tiap kondisi mata merah
Kondisi Sakit Fotofobia Visus Injeksi
1 Konjungtivitis Ringan/sedang Tak ada; ringan Suram ringan Kelopak dan
karna kotoran mata
2 Episkleritis Sedang Tak ada Normal
Pembuluh-
pembuluh
dalam sklera,
3 a. Ulkus kornea Tak ada sampai Bervariasi Biasanya sering lokal
karena hebat menurun sering Difus
bakteri/jamur
b. Ulkus kornea Rasa benda asing Sedang Menurun ringan
karena virus Ringan-sedang
4 Luka bakar Sedang Hebat Menurun
kornea non- Sedang
alkali (UV
atau lain-lain)
5 Uveitis Ringan-sedang Ringan-sedang Normal atau
menurun Dekat limbus
6 Glaukoma akut Hebat atau Hebat atau sedang
ringan ringan Menurun karena Difus
7 Selulitis orbita edema kornea
Tak ada hebat Tak ada hebat Normal atau Difus dengan
8 Endoftalmitis menurun kemosis
Hebat Sedang- Menurun secara Hebat
mencolok mendadak

Tabel 3.3 Diagnosis banding mata merah


Gejala Glaukoma Uveitis Konjungtivitis
Keratitis
subyektif akut akut Bakteri Virus Alergi
1. * Visus +++ +/++ +++ - - -
2. * Rasa nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
3. * Fotofobia + +++ +++ - - -
4. * Halo ++ - -- - - -
5. Eksudat - - -/+++ +++ ++ +
6. Gatal - - - - - ++
7. Demam - - - - -/++ -
* Gejala subyektif berat dan harut diobati oleh dokter ahli mata
LI IV Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Mata dan Menjaga Kesehatan
Mata dalam Sudut pandang Islam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an:


“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): “Hendaklah mereka
menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan
mereka….” (An-Nur: 30)

Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena
terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya dari
melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan pandangannya
dari melihat laki-laki.

Allah juga melanjutan firmannya yang menganjurkan para wanita untuk menjaga
paandangannya yaitu:
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan
sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)

Anda mungkin juga menyukai