Anda di halaman 1dari 11

SILENCE

Daun-daunan berwarna kemerahan dengan sangat cantik. Hanya bunga Tulip yang
setiap musimnya tidak berubah, bunga yang selalu dicintai Josie. Gadis berambut pirang di
bawah punggung itu tengah menendangi daun-daun yang berserakan di jalan. Suara dering bel
sepeda yang sejak tadi menyuruhnya berhenti tak didengarnya, dia larut dalam lamunannya.
Dan, BRUK! Hantaman benda keras itu membuat tubuh Josie dan penunggangnya jatuh di
pelataran jalan.
“Astaga....” Rintih Josie sembari memegangi lututnya yang berdarah. Sikunya pun
sama-sama parah. Sebuah goresan di pipi begitu perih.
Sang penunggang sepeda bangkit dari jatuhnya, tak ada yang serius. Dia hanya luka di
mata kaki, lebih tepatnya lecet. Namun, tidak untuk sepedanya yang berbentuk aneh dan entah
masih bisa dikemudikan atau tidak. Lelaki berseragam sama dengan Josie itu mendekati Josie.
Dia mengulurkan tangan tanpa bicara sepatah kata pun.
Josie terdiam sesaat menatap seorang lelaki tampan di depannya. Rambutnya cokelat
gelap, kulitnya sama-sama putih seperti orang Belanda lainnya, bibirnya merah muda, matanya
yang membuat pria itu tampak lebih tampan, mata berwarna abu-abu dan untuk ukuran
tubuhnya sekitar 190 sentimeter, cukup tinggi memang. Josie segera menyambut uluran tangan
lelaki itu. Namun, baru beberapa detik dia berdiri, kali ini dia terjatuh lagi. Tidak. Dia tidak
sedang berakting.
Lelaki itu melangkah kecil menuju sepedanya, setelah memastikan sepedanya baik-baik
saja, hanya berubah di bagian stang depan. Kali ini, dia memapah Josie dan menaikkannya ke
boncengan sepeda. Lelaki itu belum juga berkata. Membuat Josie bingung dan akhirnya, dia
yang memulai percakapan.
“Aku ada ujian, bisakah kita langsung ke sekolah saja? Bukankah sekolah kita sama?”
tanya Josie canggung, sebenarnya dia tahu lelaki itu bersekolah di sekolah yang sama, dia
sering melihatnya, namun untuk namanya, dia tidak tahu.
Lelaki berambut cokelat gelap itu sudah di depan Josie dan mengangguk. Josie tak tahu,
apa lelaki itu bisu atau memang sedang sakit gigi. Uhm, Josie tak harus peduli. Sementara itu,
pria bermata abu-abu itu sudah mengayuh sepedanya meskipun sulit dengan stang yang
bengkok. Lima menit berlalu, mereka sampai sekolah tepat waktu. Josie harus berterimakasih
pada lelaki itu, setidaknya untuk hari ini, dia tidak terlambat masuk kelas. Hari sial sekaligus
hari keberuntungan.

Sugestydjati 1
“Terimakasih, ya.” Ujar Josie. Dia lumayan bisa berdiri meskipun dengan kaki
terpincang-pincang. Lelaki itu tak melirik Josie, ia sedang membetulkan sepedanya. “Aku
minta maaf membuat sepedamu seperti ini.” Lanjut Josie bingung sekaligus belum juga pergi
menuju kelas.
“Tidak apa-apa.” Sahut lelaki yang sejak tadi diam. Josie hampir berteriak tidak percaya
mendengar kalimat meluncur dari bibirnya. Dia masih tak menatap Josie.
“Bisakah kau memberitahu nama dan kelasmu?” tanya Josie sumringah.
“Noah Whitegrabb. Kelas 2-D.” Sahut lelaki itu kemudian.
“Aku Josie Matthew. 2-A. Dank u!” teriak Josie sembari berlari menjauhi lelaki itu.
Suara bel membuat Noah menghentikan pekerjaannya dan siap-siap menuju kelas.
Sebelumnya, dia membasuh tangan di wastafel dekat parkiran. Di sekolah ini memang tersebar
beberapa wastafel agar memudahkan setiap siswa membasuh tangan sekaligus menjaga diri
dari kesehatan.
~~~
Noah sedang membaca sebuah buku di ujung kelas. Tempat duduknya memang paling
belakang sekaligus kesukaannya untuk merenung. Tanpa diketahuinya, tiga orang di jendela
sedang memerhatikannya.
“Bukankah tampan?” tanya Josie semangat pada Samantha dan Minnie.
“Memang tampan, tapi aku belum pernah melihatnya sekali pun. Apa dia siswa baru,
Joe?” tanya Samantha membuat Minnie setuju.
“Tidak. Aku pernah melihatnya beberapa kali, tapi aku baru benar-benar melihat dan
berbicara padanya pagi tadi. Sebenarnya, bukan berbicara. Dia hanya sedikit bicara dan terlihat
pendiam juga.” Jelas Josie tanpa beralih dari jendela. Begitu pula Samantha dan Minnie.
Mungkin, keduanya juga sama-sama tertarik.
“Kurasa dia tidak punya teman. Atau dimusuhi teman-temannya karena terlalu culun,
benar tidak, Sammy?” ujar Minnie meminta persetujuan Samantha.
Gadis berambut hitam itu mengetuk kepala Minnie. Josie hanya tertawa bernada rendah
melihat ulah kedua sahabatnya. “Mana ada yang begitu?! Mungkin dia memang tidak suka
bergaul dan menutup diri dari teman-temannya.” Identifikasi Samantha.
“Kurasa Sammy benar, Joe.” Minnie akhirnya setuju juga.
“Apa kau menyukainya?” tanya Samantha dan Minnie bersamaan.
“Entahlah. Aku baru pertama kali bicara langsung padanya. Bagaimana menurut
kalian?” Josie meminta pendapat. Dia tidak melirik ke arah teman-temannya.
“Membosankan.” Sahut Samantha dan Minnie bersamaan lagi.

Sugestydjati 2
“Heh?” Josie bersungut-sungut sementara Samantha dan Minnie tersenyum lebar
menganggap semuanya baik-baik saja.
Dan, suara tawa mereka yang begitu lantang membuat Noah melirik ke jendela.
Samantha dan Minnie bersamaan menunduk, namun tidak untuk Josie. Dengan sangat konyol,
gadis itu melambaikan tangan dan tersenyum. Noah tidak menjawab, yang dilakukannya hanya
mengangguk tanpa senyum sedikit pun. Kemudian, lelaki itu kembali duduk dan membaca
bukunya. Lagi.
Samantha dan Minnie cekikikan melihat ulah sahabatnya yang satu itu.
~~~
Sejak pelajaran terakhir, Josie selalu ingin cepat-cepat pulang dan menemukan Noah
lagi. Dan, ini waktu yang ditunggu-tunggunya. Bel berdering dan ia sudah keluar kelas sebelum
guru pun keluar. Teman-teman sekelasnya melongo melihat ulah Josie. Begitu pula Samantha
dan Minnie yang mengikuti dari belakang setelahnya.
“Josie!!” teriak keduanya. Mereka berdua berlari dan mengejar Josie yang entah
bagaimana bisa berlari secepat kilat dengan kaki yang cidera.
“Sudah kuduga.” Ujar Samantha membuat Josie menoleh. Seakan bertanya apa. “Sudah
kuduga kau akan berhenti di kelas 2-D.” Tegas Samantha. Josie hanya nyengir.
Untungnya, siswa-siswa kelas 2-D baru saja keluar kelas. Josie tidak terlambat. Dan,
dia belum juga menemukan Noah. Noah masih duduk di bangkunya sembari sibuk membaca
buku yang bersampul sama seperti istirahat tadi. Setelah benar-benar tidak ada oranglain selain
Noah, Josie memberanikan diri masuk kelas.
Samantha menepuk dahinya, benar-benar terlalu berani sikap Josie. Bahkan dia sudah
berlari menuju Noah dan duduk pada bangku di depannya. Minnie yang santai saja tidak begitu
memikirkan apa yang dipikirkan Samantha. Jelas saja, Minnie dan Josie sama-sama konyol,
tidak tahu malu dan terlalu periang. Bahkan, keduanya tidak pernah berpikir perasaan orang
lain yang diperlakukan demikian. Akhirnya, Samantha pelan-pelan mengikuti langkah Minnie
yang sama pelannya.
Noah mendongak. Setelahnya dia kembali membaca tanpa bertanya apa pun. Glek.
Josie menelan ludahnya sendiri akibat begitu kesal.
“Apa aku mengganggumu?” tanya Josie akhirnya. Noah hanya menggeleng. “Apa yang
sedang kau baca?” tanya Josie lagi. Noah masih tak menjawab, yang dilakukannya hanya
menunjukkan judul buku pada sampul. Josie mengangguk-angguk.
Bukannya menghibur, Samantha dan Minnie hanya cekikikan kecil. Kali ini, Josie
harus berusaha menahan kesalnya. Noah menutup wajahnya dengan buku dan Josie bisa

Sugestydjati 3
bersyukur karena Noah tidak melihat wajah kesalnya sekarang. Bagaimana pun juga ini
kesalahan Josie. Mungkin Noah masih marah.
“Apa kau masih marah karena aku merusak sepedamu tadi pagi?” tanya Josie sekali
lagi. Samantha dan Minnie hanya menjadi pendengar rahasia. Sekali lagi Noah menggeleng-
gelengkan kepalanya. “Kau itu menyebalkan sekali!” teriak Josie bangkit dari tempat
duduknya, ia menepuk buku yang dibaca Noah sampai lepas dari tangan Noah. Noah hanya
terdiam tak mengerti. “Apa kau bisu?! Atau tuli?! Bahkan kau tak bicara apa pun! Kau itu
menyebalkan!” teriak Josie menahan air matanya.
Samantha dan Minnie tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana bisa Josie
bersikap seperti itu. Begitu pula pada Noah. Mereka tak pernah tahu ada sosok manusia
semembosankan Noah.
“Heh?” hanya kata itu yang keluar dari mulut Noah.
Setelahnya, Josie berlari sembari menenteng tasnya dengan susah payah hingga lupa
dengan kakinya yang sakit. Samantha dan Minnie pun ikut mengejar. Hanya Noah yang diam
di tempat tak mengerti apa yang terjadi. Wanita selalu aneh.
~~~
Keesokan harinya, Josie kembali seperti biasanya. Ini bisa membuat Samantha dan
Minnie tenang. Namun, tetap saja ada perbedaan. Gadis itu lebih suka baca buku dan jarang ke
kantin. Candanya tetap tidak menghilang. Setiap kali Samantha dan Minnie ingin tahu apa yang
dibaca Josie, dia berusaha sehebat mungkin menutupinya. Itu berlangsung hampir seminggu.
Josie tak lagi membicarakan Noah.
“Kau itu sudah seminggu membaca buku ini. Memangnya buku apa?” tanya Minnie
membuat Samantha menghentikan makannya. Sejak perubahan Josie, Samantha dan Minnie
lebih suka membawa bekal dan makan di tribune depan kelas.
“Yeah! Selesai.” Ujar Josie sumringah. Ia memberikan bukunya pada Minnie.
“Belajar Bahasa Isyarat?” baca Minnie lebih sesuai dengan pemastian. Samantha
melirik Minnie dan Josie bergantian. “Kau yakin?” tanya Minnie membuat Josie tertawa
kemudian tersenyum dan mengangguk mantap.
“Aku kira kau hanya main-main dengannya. Kau menyukainya sampai seperti itu, Joe?
Aku tak tahu kau bisa serius juga.” Samantha melanjutkan makannya lagi.
“Kau memuji atau meledek?!” sahut Josie bersungut-sungut.
“Aku mendukungmu.” Ujar Minnie diikuti persetujuan dari Samantha yang sebenarnya
ragu-ragu. Josie mulai bersemangat sekarang.
Bukankah tidak salah seorang wanita memperjuangkan cinta?

Sugestydjati 4
~~~
Josie harus berterimakasih pada guru pelajaran terakhir yang membuatnya bisa pulang
lebih cepat. Dan dia sedang menunggu Noah di parkiran. Namun, dia tak bisa menemukan
sepeda yang sepuluh hari lalu digunakan Noah untuk membonceng sekaligus menabraknya.
Josie tetap menunggu.
“Hey! Jeff!” panggil Josie pada teman lamanya. Yang dipanggil segera melangkah
menuju tempat berdiri Josie. “Kau sekelas dengan Noah?” tanya Josie to the point.
“Noah Whitegrabb?” Jeffrey memastikan. Josie mengangguk mantap. “Dia masih di
kelas sepertinya. Biasanya dia selalu pulang terakhir, Joe. Memangnya, ada apa? Apa dia
menarik perhatianmu?” kalimat terakhir Jeffrey persis ledekan. Pria yang sempat satu SMP
dengan Josie itu tahu betul kesukaan Josie. Josie selalu suka tipe lelaki yang unik dan terkesan
aneh.
“Sepertinya begitu.” Jawab Josie jujur sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.
Jeffrey tertawa kecil. “Baiklah, terimakasih, Jeff.”
“Tak masalah. Tunggu saja di sini, Joe.” Ujar Jeffrey berhambur pergi.
Seperti yang diperintahkan Jeffrey, Josie menunggu Noah di parkiran. Hingga parkiran
sepeda kosong dan menyisakan sebuah sepeda saja di sana. Dia yakin kalau sepeda satu-
satunya itu milik Noah. Hingga seseorang yang ditunggunya datang dan berjalan
mendekatinya. Bahkan lelaki itu tidak begitu menarik bagi siapa pun, kecuali Josie yang
memiliki tipe lelaki unik dan terkesan aneh.
Josie berdiri tepat di depan Noah yang tinggi. Noah pun menghentikan langkah dan
menatap gadis yang mungkin memiliki tinggi hanya 170 saja. Josie memainkan tangannya
dengan lincah tanpa melepas pandangannya dari Noah. Gadis itu membentuk sebuah kalimat
“apa kau baik-baik saja?” untuk Noah. Sontak Noah terdiam sesaat dan tersenyum. Senyum
yang pertama kalinya baru dilihat Josie atau mungkin semua orang. Lelaki itu dengan cepat
menjawab dengan bahasa tubuh pula. “Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” Itu benar-
benar membuat Josie bahagia.
“Kalau tersenyum membuatmu lebih tampan, seharusnya kau jadikan kebiasaan.” Ujar
Josie tanpa bahasa isyarat. Kali ini, Noah diam lagi. Kemudian menatap Josie yang tengah
konyol menatapnya.
Pria berambut cokelat terang itu memulai bahasa isyaratnya lagi dengan tangan yang
dimainkan secara cepat. Pelajaran Josie berhari-hari memang tidak sia-sia. Josie dapat
mengartikan isyarat Noah. “Seharusnya kau membuat senyumku itu menjadi kebiasaan.” Kali
ini Josie kikuk.

Sugestydjati 5
Lelaki itu melengos melewati Josie dan menuju parkiran sepeda. Sepeda baru. Josie
baru menyadari itu sekarang. Noah sudah bersiap-siap mengayuh sepedanya dan pergi, namun
Josie berteriak memanggil Noah. Alhasil, pria itu diam di tempat.
“Boleh aku menumpang?” tanya Josie. Noah mengangguk.
Dan, keduanya benar-benar keluar dari gerbang sekolah. Hati Noah benar-benar tak
keruan ketika tahu Josie sedemikian berusaha berhubungan dengannya. Josie sejak seminggu
lebih menghilang, ia mengira Josie bosan menemuinya. Namun, gadis itu memberi kejutan
pada hidupnya yang hening. Bahkan sebelum dia mengenal Josie, dia hampir lupa bagaimana
caranya tersenyum. Dan, ia tersenyum untuk pertama kalinya.
“Apa kau ada waktu untuk berhenti di depan sana?” tanya Josie menunjuk pada sebuah
taman di depan sebuah rumah makan berbangunan gaya Victoria. Seperti yang diduganya,
Noah tidak menjawab.
Pria itu terus mengayuh sepedanya lambat-lambat dan menghentikan laju sepeda ketika
sampai pada tempat yang dikatakan Josie. Dia belum juga turun, lelaki itu melirik gedung
rumah makan yang terkesan antik. Setelahnya, dia membentuk kalimat isyarat “dimana
rumahmu?” tanyanya. Josie berpikir sejenak.
“Rumahku sudah terlewat. Bisakah kau menemaniku sebentar di sini?” tanya Josie
seperti memohon. Noah mengeraskan rahang. Kali ini, Josie merangkai kalimat dengan bahasa
isyarat. “Bisakah kita berkencan sebentar?” pertanyaan itu membuat Noah mendelik tak
percaya. Josie tertawa kecil melihat perubahan wajah Noah.
Akhirnya, pria itu turun juga dari sepedanya. Josie berjalan di depan sementara itu Noah
menuntun sepedanya tepat di belakang Josie. Dan, mereka berdua berhenti tepat di tribune yang
dikelilingi bunga Tulip berwarna-warni.
“Apa kau menyukai bunga Tulip?” tanya Josie membuat Noah menatap gadis di
sampingnya. Entah mengapa, gadis itu selalu bisa membuatnya kesal dan menurut.
“Aku suka Tulip yang berwarna-warni. Tapi, aku lebih menyukai mawar.” Ini kalimat
terpanjang yang pernah didengar Josie dari bibir Noah. Josie tersenyum. Dia ingin mewujudkan
semua keinginan Noah. Noah kembali pada bicara bahasa isyaratnya, “kau menyukai Tulip?”
tanyanya. Josie mengangguk mantap.
“Tapi aku lebih menyukaimu.” Tegas Josie. Itu membuat Noah terdiam. “Aku ingin
kau jadi pacarku.” Ujar Josie membuat Noah kikuk untuk kesekian kalinya.
Lelaki itu bangkit tanpa menjawab pernyataan Josie. Ia menuntun sepeda dan beberapa
detik berikutnya dia menunggangi sepeda dan meninggalkan Josie sendirian. Josie tak ingin

Sugestydjati 6
memanggil Noah. Ingin sekali Josie menangis, namun dia justru tersenyum dan menatap taman
yang indah.
~~~
Sehari ini Josie tidak menunggu Noah keluar dari kelasnya. Dia sudah pulang lebih
cepat dari biasanya. Dia pergi ke toko makanan untuk membeli pewarna makanan dan
selanjutnya ke toko bunga untuk membeli beberapa mawar putih segar. Hampir lima jam ia
berjalan kaki dan berkeliling kota. Dia menyukai pekerjaannya. Samantha dan Minnie bingung
dengan kelakuan sahabatnya itu. Mereka berdua sudah sejak awal tidak ingin ikut. Dan, Josie
melakukannya sendirian.
Sebuah rumah sederhana berdinding batu bata merah dengan taman Tulip kecil di depan
pelataran. Cerobong asap mengepulkan asap. Ini memang awal musim dingin. Josie pun tidak
ingin berlama-lama keluar rumah.
Josie menyiapkan beberapa botol wiski kosong dan diisi dengan air putih. Lalu, dia
memasukkan pewarna makanan berbeda warna pada masing-masing botol. Dia mulai
membersihkan duri pada tangkai mawar putih dan memasukkan setiap tangkai pada botol. Bisa
ditunggu selama dua jam. Dia pun memilih tertidur.
~~~
Samantha dan Minnie tidak ingin ikut campur dengan masalah percintaan Josie. Josie
sudah meletakkan berbagai warna mawar di keranjang sepeda tadi pagi. Dan, siang ini dia
mengharapkan Noah berterimakasih padanya.
Namun, sudah menunggu lama, dia tak menemukan Noah di mana pun. Bahkan tak ada
satu pun sepeda di parkiran sepeda. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, dia melangkah menjauhi
parkiran. Tatapannya terhenti pada tong sampah yang menyembulkan rangkaian bunga
berwarna-warni karyanya. Ia berusaha tertawa untuk menahan tangisnya. Kemudian, dia
mengambilnya. Dia baru tahu rasanya tidak dihargai. Noah sukses menyakiti hatinya. Padahal,
dia begitu serius memperjuangkan cintanya pada Noah. Namun, mengapa lelaki itu terus-
terusan menyakitinya?
“Aku sudah berusaha keras membuatnya. Dan? Hahaha!”
~~~
Bel istirahat tiba. Minnie dan Samantha berusaha menghibur Josie. Bunga mawar
warna-warni yang kemarin dibuang, Josie bawa hari ini. Gadis itu membagi-bagikan pada
setiap lelaki dan membuat Samantha menepuk dahinya. Konyol!
Dan, Josie tepat di depan kelas 2-D sekarang. Dia melirik ke kelas dan menemukan
Noah ada di sana. Setelahnya, dia memberikan beberapa tangkai bunga pada Jeffrey. Jeffrey

Sugestydjati 7
tampak bingung, namun dia menerimanya juga. Josie tahu, Noah tak punya perasaan padanya.
Dia tampak bodoh kali ini. Terlebih, ketika Noah hanya melirik sekilas kemudian membaca
buku kembali.
Josie tak tahu lagi bagaimana caranya meluluhkan Noah.
Bel pulang berdentang seraya Josie yang tengah patah hati. Samantha dan Minnie
merasa bingung untuk menghibur Josie. Ini masalah yang berbeda. Josie tidak biasanya patah
hati separah ini. Yang bisa dilakukan Samantha dan Minnie hanya meninggalkan gadis itu
sendirian untuk menenangkan.
Langkah Josie sudah melewati rumahnya. Dia terhenti pada tempat di mana dia dan
Noah pernah di sini. Dia tidak ingin ke taman. Begitu menyedihkan. Akhirnya, dia pergi
menuju rumah makan di hadapannya. Dia memesan seporsi stamppot, olliebollen dan
rookworst. Stamppot adalah makanan musiman yang terbuat dari kentang yang direbus dan
dihancurkan sekaligus dicampur dengan sayur-sayuran, sangat mengeyangkan. Olliebollen
adalah makanan ringan yang biasanya dihidangkan pada awal musim dingin sama seperti
stamppot. Sedangkan, rookworst adalah sosis panggang.
Belanjaan Josie begitu banyak. Dia selalu ingin makan banyak kalau sedang galau dan
kesal. Tiba-tiba pandangannya terhenti pada tempat yang pernah menjadi tempat duduknya
bersama Noah. Di sana ada Noah juga.
Josie melangkah dan tepat duduk di sebelah Noah sekaligus di samping seorang lelaki
berjas universitas dibalut jaket tebal berbahan wol. Josie belum memakan apa yang dipesannya.
Dia membuka tas dan mengambil buku catatannya. Dia menulis, “apa yang kau lakukan di
sini?” ia menyerahkannya pada Noah.
Noah melirik pada Josie yang mulai makan dan terkesan acuh. Pria itu membaca tulisan
Josie kemudian menyerahkan buku catatannya pada Josie lagi. Josie tak menemukan apa pun
yang ditulis Noah pada buku catatannya. Lelaki itu benar-benar menyebalkan. Dia menyesal
sudah menyukainya. Namun, dia tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, bukan?
“Boleh berkenalan denganmu?” pertanyaan Josie pada mahasiswa di sebelahnya
membuat Noah menoleh. Josie sedang membuatnya cemburu.
“Aku?” lelaki berkacamata itu memastikan. Josie mengangguk sembari tersenyum
ragu. “Ruben Jayden.” Lelaki itu tersenyum.
“Salam kenal. Namaku, Josie Matthew.” Josie bergeser merapat pada Ruben.
Noah masih terdiam tanpa menatap Josie. Namun, lelaki itu masih menjadi pendengar
yang setia. Apa wanita selalu bersikap seperti itu? Noah mulai kesal dengan tingkah Josie. Ia

Sugestydjati 8
mulai memerhatikan tulip dan ingat pada bunga mawar kiriman Josie. Apa dirinya begitu
bersalah? Hingga Josie melakukan itu?
“Apa kau lapar?” tanya Josie membuat Noah menoleh. Tidak. Pertanyaan itu bukan
untuknya, itu untuk Ruben. “Aku membeli stamppot.” Josie memberikan sewadah stamppot
yang dibungkus wadah plastik pada Ruben.
Makanan kesukaan Noah. Josie tidak mungkin tahu bahwa Noah menyukai itu, pikir
Noah. Pria itu benar-benar kesal. Tidak mungkin dia cemburu.
“Ruben, maukah kau jadi pacarku?” tanya Josie membuat Noah langsung bangkit. Josie
sudah kelewatan dan begitu menyebalkan. Ruben yang culun hanya melongo mendengar
ucapan Josie sekaligus melihat ekspresi Noah yang mengejutkan. Noah sudah berdiri di depan
keduanya. “Maukah kau jadi pacarku?” tanya Josie sekali lagi.
“Jangan ganggu pacarku!” tegas Noah membuat Ruben ketakutan.
Bukan hanya tinggi, Noah juga lebih tampan dan sangat jauh dengan Ruben yang culun
dan Noah yakin Josie tidak benar-benar menyukainya. Noah menarik tangan Josie hingga
menjauhi Ruben. Josie merasa menang sekarang.
“Kau pikir apa yang kau lakukan?!” bentak Noah membuat Josie bingung. “Kalau dia
menjahatimu bagaimana?!” teriaknya sekali lagi.
“Aku hanya main-main. Apa kau cemburu?” Josie menyelidik sembari tersenyum. Dia
memainkan alisnya turun-naik. Noah sekali lagi dibuat kesal.
“Kau pikir aku mainan?! Kau pikir cara murahanmu membuatku menyukaimu?! Itu
justru membuatku membencimu!” bentak Noah tak terhenti. Josie yang sejak tadi mendongak
akhirnya menunduk dan menangis.
“Jangan kau pikir aku menyukaimu kau bisa membentakku seperti ini! Jangan sebut
aku pacarmu!” bentak Josie sembari mendongak lagi. Kali ini, Noah bisa melihat gadis itu
menangis. Dan, Josie berlari meninggalkan pria yang terus-terusan menyakiti dirinya sebegitu
dalam.
Noah tak tahu harus melakukan apa. Dia bukan lelaki yang bisa bersikap manis. Dia
juga bukan lelaki yang selalu bisa menjadi orang yang pura-pura baik. Lalu, apa yang membuat
Josie begitu menyukainya? Apa dia salah membuat Josie seperti itu. Padahal Josie sudah
berusaha sebaik mungkin untuk mengenalnya yang bahkan begitu asing untuk orang lain. Josie
mempelajari bahasa isyarat, bahasa kedua orangtuanya yang tunawicara, Josie membuatkannya
mawar warna-warni yang diharapkannya hanya Josie yang bisa membuat hidupnya berwarna-
warni. Lalu, kenapa Josie harus mendapat perlakuan tidak baik darinya? Dia menyesal.
~~~

Sugestydjati 9
Tanpa sepengetahuan Josie, Noah sudah meminta alamat rumahnya dari Minnie dan
Samantha. Kali ini, dia mengayuh sepedanya menuju alamat yang dituliskan. Tak terlalu jauh
dari taman. Dan, Noah di sini sekarang. Rumah sederhana berbatu-bata merah dengan tulip-
tulip pada halaman tidak begitu luas. Cerobong asapnya mengepul asap. Ini sudah memasuki
musim dingin.
Tok tok tok. Seseorang membukakan pintu.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya lelaki berseragam Universitas itu terlihat cukup
mirip dengan Josie.
“Saya Noah. Bisakah saya bertemu Josie, Kak?” tanya Noah hati-hati.
“Oh, Noah. Josie sering bercerita tentangmu padaku. Katanya dia menyukaimu, apakah
kalian ingin pergi berkencan?” lelaki itu bahkan lebih cerewet dari Josie. Noah bingung untuk
berkata apa, yang dilakukannya hanya tersenyum. “Oh ya, aku hampir lupa mempersilakanmu
masuk. Silakan masuk di rumah sederhana kami. Namaku, Joshua Matthew.” Ujarnya.
Noah hanya mengangguk sembari duduk di ruang tamu. Dia mengedarkan mata pada
seluruh ruangan. Dan, berhenti pada satu titik. Meja kayu yang di atasnya berjajar botol-botol
bekas wiski yang diisi air-air berwarna. Tidak ada mawar di dalamnya, tapi Noah tahu, seberapa
Josie berusaha.
“Dia membuat mawar warna-warni. Dia bilang untukmu. Aku tak pernah tahu dia
seberusaha itu. Kau tahu, dia lima jam jalan kaki berkeliling kota mencari mawar berukuran
sama di setiap toko dan beberapa pewarna makanan. Dia juga memaksaku mencari botol-botol
wiski bekas.” Joshua sama antusiasnya ketika menceritakan sesuatu seperti Josie. Deg! Noah
kembali merasa bersalah.
Noah hanya tersenyum. Josie begitu berusaha berhubungan dengannya.
“Mungkin sebentar lagi dia pulang. Dia sedang membeli stamppot untuk makan malam.
Kita hanya tinggal berdua. Orangtua kami tinggal di Rotterdam.” Ujar Joshua sembari melirik
jam dinding. “Ternyata benar apa yang dikatakan Josie, kau begitu pendiam.” Lanjut Joshua
lagi.
Baru ingin menyahuti kata-kata Joshua, Josie muncul di balik pintu dan terdiam sesaat
ketika mendapati Noah tengah menatapnya. Kenapa pria itu hadir lagi di hidupnya ketika dia
ingin memperbaiki lagi hidupnya yang sempat berantakan.
“Joe, dia mencarimu.” Ujar Joshua seraya bangkit dari tempat duduknya dan pergi
menuju ke dalam rumah. Dia hanya memberi kesempatan mereka berdua bicara.

Sugestydjati 10
Josie berusaha tenang dan menutup pintu selanjutnya ia tidak berkata apa-apa dan
masuk ke ruang makan untuk meletakkan stamppot di meja makan. Dia tidak tahu, haruskah
dia menemui Noah yang beberapa kali menyakiti hatinya.
Akhirnya, Josie di sini. Dia berdiri bersandar pada pintu yang menghubungkan ruang
tamu dengan ruang makan. Noah pun sama-sama diam.
“Maukah kau berkencan denganku?” pertanyaan Noah membuat Josie hampir lupa
bernapas. Josie hanya diam. Noah mengulang pertanyaannya dengan bahasa isyarat. Josie
hanya terdiam sembari mengikuti Noah keluar.
Dan mereka berdua di sini. Di bawah salju putih yang turun lambat di atas sepeda
kesayangan Noah. Josie adalah satu-satunya orang yang berusaha berhubungan dengannya
yang tampak membosankan. Apa ini cinta? Noah tak tahu. Yang dia tahu, dia merasa bahagia
sekarang, dia menemukan apa yang dilupakannya.
~~~

Sugestydjati 11

Anda mungkin juga menyukai