Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
‘‘HUKUM PIDANA KHUSUS’’
Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan ,pencarian bahan, dan penulisan
saya mendapat saran,petunjuk,dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Effendi, SH, MH
selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana Khusus Kelas H yang berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
masih sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan ini.
Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan kepada pihak yang membacanya.

Saya sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Apabila terdapat

kesalahan yang kecil ataupun yang fatal saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada

pihak yang membaca makalah ini. Dan saya juga menerima kritik dan saran terhadap makalah

yang saya buat ini, mudah-mudahan dengan adanya kritik dan saran saya dapat membuat

makalah yang lebih baik lagi di hari kemudian.

Pekanbaru, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1

Latar Belakang.................................................................................................................. 3
Rumusan Masalah............................................................................................................ 5
Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 5
Manfaat Penulisan............................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP............................... 6


A. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana............................................................................................... 6
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana..............................................................................................8

B. Hukum Lingkungan Hidup


1. Pengertian Lingkungan Hidup.................................................................................11
2. Pengaturan Hukum Lingkungan Hidup Di Indonesia (Dasar Hukum)....................12
3. Jenis Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut UU No. 32 Tahun 2009............14

4. Tabel.1 Jenis sanksi Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2009.............................................................................................15
a. Delik Materil Tindak Pidana Lingkungan Hidup.....................................15
b. Delik Formil Tindak Pidana Lingkungan Hidup......................................16

Perbedaan delik materiil dan delik formil...................................................................................18


5. Tabel.2 Perbandingan Pengaturan Ketentuan Pidana Terkait Tindak Pidana
Lingkungan Hidup dalam UU No 23 Tahun 1997 dan UU No. 32
Tahun2009...............................................................................................................................18

BAB III PENUTUP...................................................................................................................20


KESIMPULAN & SARAN.......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 21

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam
segala aspek dan sesuai dengan kehidupan wawasan Nusantara. Dalam rangka
mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum
seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai
kebahagian hidup berdasarkan Pancasila. Oleh Sebab itu, perlu dilaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup,
berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk
itu dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi,
selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu dikembalikan
fungsinya sebagai kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat
dan keadilan antar generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan
hukum.
Pada saat melakukan pembangunan dengan memperhatikan pelestarian fungsi
lingkungan, kita dihadapkan pada kasus-kasus perusakan dan pencemaran
lingkungan. Hampir setiap hari media massa memberitakan kerusakan lingkungan
yang terjadi didaerah. Kasus-kasus lainnya yang tidak sempat diberitakan, tentu
masih banyak lagi. Sedang isu pokok Penegakan Hukum Lingkungan sampai
dengan sekarang ini masih berkisar pada masalah pencemaran oleh pihak industri
atau perusahaan, masalah pencemaran sungai, masalah perusakan hutan.
Hal ini menjadi sangat penting mengingat bahwa laju kerusakan lingkungan
hidup dan sumber daya alam dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini telah
menunjukkan intensitas yang sangat tinggi.
Selama tahun 1984-1997 saja misalnya laju kerusakan hutan sudah mencapai
16,57 juta hektar pertahun. Ini berarti bahwa setiap tahun ada sekitar 2.586.500
hektar hutan yang rusak. Selain itu kebakaran dan pembakaran hutan selang 1997-

3
1998 telah menghabiskan kurang lebih 10 juta hektar hutan. Belum lagi soal kasus
kehutanan (illegal logging), penambangan emas tanpa izin, pencemaran industri
oleh perusahaan, perusakan hutan bakau,pencemaran limbah rumah tangga,
pertambangan liar dan masih banyak lagi yang mengakibatkan kerusakan
lingkungan.
Pendirian suatu pabrik atau perusahaan dalam suatu ekosistem tertentu akan
mempunyai korban pada lingkungan hidup sekitar. Pada awal pembuatan
bangunan paling tidak akan membawa pengaruh pada perubahan lahan yang
mengakibatkan perataan pohon-pohon dan terganggunya stuktur tanah sekeliling.
Dampak positif dari adanya pabrik atau perusahaan misalnya menambah mata
pencaharian sebagai tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan perkapita
penduduk. Efek negatif dari kegiatan tersebut hendaknya ditekan seminimal
mungkin agar industri atau perusahaan tersebut memperhatikan lingkungan.
Kasus pencemaran dan perusakan lingkungan ini adalah sangat berbahaya
bagi kesejahteraan umat manusia. Apalagi pencemaran dan perusakan lingkungan
di lakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang
kegiatan, baik itu pertambangan, kehutanan dan lain-lain. Kalau ini terjadi yang
rugi bukan satu dua orang saja melainkan seluruh umat manusia dibumi ini. Oleh
karena itu aspek penegakan hukum memerlukan perhatian dan aksi
pemberdayaan secara maksimal terutama pada perusahaan yang melakukan
perusakan dan pencemaran lingkungan.

4
Rumusan Masalah

1. Apa arti putusan Tindak Pidana ?

2. Apa Sajakah Unsur-Unsur dari Tindak Pidana?

3. Apa sajakah jenis-jenis tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ?

4. Dimanakah dasar hukum diaturnya Tindak Pidana Lingkungan Hidup ?

Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui arti Tindak Pidana Lingkungan Hidup

2. Untuk mengetahui Unsur-Unsur dari Tindak Pidana

3. Untuk mengetahui jenis-jenis tindak pidana yang diatur dalam undang-


undang.

4. Dimanakah dasar hukum diaturnya Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Manfaat Penulisan

Walaupun tulisan ini sangat sederhana dan masih sangat jauh dari apa yang
diharapkan oleh pembaca pada umumnya karena katerbatasan ilmu dan wawasan
penulis, mudah-mudahan sedikit dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan sebuah referensi, bahan bacaan untuk memperkaya khasanah
kepustakaan yang telah dimiliki serta dapat memacu penulis untuk lebih banyak
menggali wawasan dengan membaca literature dan buku – buku yang berkaitan
dengan hukum Pidana Khusus, khususnya, agar dalam membuat tulisan dapat
lebih berkualitas yang dapat dijadikan rujukan oleh pembaca

5
BAB II

TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

2. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan

strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak

pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan

sesuatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud

1
dengan strafbaarfeit tersebut.

Hazewinkel-suringa misalnya, telah membuat suatu rumusan yang

bersifat umum dari strafbaar feit sebagai “suatu perilaku manusia yang

pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup

tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum

pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang

2
terdapat di dalamnya”.

Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat

dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib

hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah

dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap

pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

terjaminnya kepentingan umum”.

6
1
P.A.F Lamintang, 2014, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, jakarta, cetakan 1,
PT Sinar Grafika, Hal 179
2
Ibid, hal 180

7
Pompe pun berpendapat bahwa sangatlah berbahaya untuk mencari

penjelasan mengenai hukum positif, yakni semata-mata dengan

menggunakan pendapat-pendapat secara teoritis. Apabila melihat ke

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maka akan menjumpai

sejumlah besar strafbare feiten, yang dari rumusan-rumusan nya dapat

diketahui bahwa tidak satupun dari strafbare feiten tersebut yang

memiliki sifat-sifat umum seperti strafbaar feit, yakni bersifat

wederrechetleijk, aan schuld te wijten dan strafbaar atau bersifat

“melawan hukum”, “telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

dengan sengaja” dan “dapat dihukum”.

Sifat-sifat seperti dimaksud di atas perlu dimiliki oleh setiap

strafbaar feit, oleh karena secara teoritis setiap pelanggaran norma atau

setiap movertreding itu harus merupakan suatu perilaku atau gedraging

yang telah dengan sengaja ataupun telah tidak disengaja dilakukan oleh

seorang pelaku, yang di dalam penampilannya merupakan suatu perilaku

yang bersifat bertentangan dengan hukum atau in strijd met het recht atau

bersifat wederrechtelijk.

Sebagai contoh telah dikemukakan oleh Pompe suatu pelanggaran

norma seperti yang telah dirumuskan di dalam Pasal 338 KUHP yang

berbunyi :

“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain,


karena bersalah telah melakukan pembunuhan dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

8
Dikatakannya bahwa tidak setiap pembunuhan itu bersifat

wederechtelijk, misalnya seseorang yang telah membunuh orang lain

karena melakukan suatu pembelaan diri seperti yang dimaksud di dalam

Pasal 48 KUHP.

Dikatakan selanjutnya oleh Pompe, bahwa menurut hukum positif,

suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu

tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan


3
sebagai tindakan yang dapat dihukum.

Perbedaan yang ada antara teori dengan hukum positif itu

sebenarnya hanyalah bersifat semu, oleh karena itu yang terpenting bagi

teori itu adalah, bahwa tidak seorang pun dapat dihukum kecuali apabila

tindakanya itu memang benar-benar bersifat melanggar hukum dan telah

dilakukan berdasarkan suatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja

maupun tidak sengaja, sedangkan hukum positif kita pun tidak mengnal

adanya suatu schuld tanpa adanya suatu wederechtelijk. Dengan

demikian, sesuailah sudah apabila pendapat menurut teori dan pendapat

menurut hukum positif disatukan dalam sebuah teori geen straf zonder

schuld atau “tidak ada suatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap

seseorang tanpa adanya kesengajaan ataupun ketidaksengajaan”, yang

berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif.

9
3
Ibid, hal 181

10
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Pidana, sesuatu tindakan itu

dapat merupakan een doen atau een neit doen atau dapat merupakan “hal

melakukan sesuatu” ataupun “ hal tidak melakukan sesuatu”, yang

terakhir ini di dalam doktrin juga sering disebut sebagai een nelaten yang

juga berarti ”hal mengalpakan sesuatu yang diwajibkan (oleh Undang-

Undang)”.

Strafbaar feit itu oleh Hoge Raad juga pernah diartikan bukan

sebagai “suatu tindakan” melainkan sebagai suatu peristiwa atau sebagai

suatu keadaan, yaitu seperti yang dapat kita baca dari arrest-nya tanggal

4
19 November 1928, N.J. 1928 halaman 1671, W. 11915 , dimana Hoge

Raad telah menjumpai sejumlah tindak pidana di bidang perpajakan yang

terdiri dari peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan, dimana seseorang

itu harus dipertanggungjawabakan atas timbulnya peristiwa-peristiwa

atau keadaan-keadaan tersebut tanpa ia telah melakukan sesuatu kealpaan

atau tanpa adanya orang lain yang telah melakukan suatu kealpaan,

hingga ia harus dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana.

Sungguh pun demikian setiap tindak pidana yang terdapat di dalam

KUHP itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang

pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-

unsur subjektif dan unsur-unsur obyektif.

11
4
Ibid, hal 191-192

12
Pengertian dari unsur subjektif itu adalah unsur yang melekat pada

diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk

ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang yang terkandung di dalam

hatinya. Unsur objektif itu adalah unsur yang ada hubungannya dengan

keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus
5
dilakukan. Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :

a. Kesengajaan atau Ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maskud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya di dalam kejahatan-kejahatn pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti

yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340

KUHP;

6
Unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

a. Sifat melanggar hukum atau wederechtelijkheid;

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang

pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415

atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu

perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

13
5
Ibid, hal 192
6
Ibid, hal 192-193

14
Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

B. Hukum Lingkungan Hidup

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Definisi lingkungan hidup menurut UUPPLH Nomor 32 Tahun

2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

sebagaimana tertera pada Pasal 1 angka ke 1 adalah :

“kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk


hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain”.

Rumusan tentang lingkungan hidup sebagaimana RM. Gatot P.

Soemartono mengutip pendapat para pakar sebagai berikut :

“secara umum lingkungan diartikan sebagai segala benda, kondisi,


keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati,
dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas,
namun praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor
yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik,
7
faktor ekonomi, faktor soasial dan lain-lain”.

15
7
RM Gatot Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, 1991, Sinar Grafika,
Jakarta, Hal 14 Dalam Syahrul Machmud, 2012, Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia Penegakan Hukum Administrasi, Hukum Perdata, Hukum Pidana Menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, Yogyakarta, Cetakan 1, Graha Ilmu, Hal 78

16
Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan hidup adalah semua

benda dan daya serta kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah

perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan

mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan

jasad hidup lainnya. Dengan demikian tercakup segi lingkungan fisik dan
8
segi lingkungan budaya.

2. Pengaturan Hukum Lingkungan Hidup Di Indonesia

Awal sejarah pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia secara

Komperhensif atau biasa disebut environmental law adalah dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Lingkungan (LN 1982 No.12, TLN No. 3215), yang

disingkat dengan UULH yang kemudian diganti dengan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN 1997

No. 12, TLN No. 3125) yang disingkat UUPLH yang sekarang diganti

dengang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI Tahun 2009 Nomor 140 TLN
9
nomor 5059) yang disingkat dengan UUPPLH.

Hukum lingkungan hidup merupakan instrumen yuridis yang

memuat kaidah-kaidah tentang pengelolaan lingkungan hidup. Hukum

lingkungan hidup bertujuan untuk mencegah penyusutan dan

8
ST Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, 1980, Bina Cipta,
Bandung, Dalam Syahrul Machmud, 2012, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia
Penegakan Hukum Administrasi, Hukum Perdata, Hukum Pidana Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009, Yogyakarta, Cetakan 1, Graha Ilmu, Hal 78
9
Hadin Muhjad, 2015, Hukum Lingkungan, Yogyakarta, cetakan 1, GENTA Publishing,
Hal 5

17
kemerosotan mutu lingkungan. Munadjat Danusaputro berpendapat

bahwa hukum lingkungan hidup adalah konsep studi lingkungan hidup

yang mengkhususkan pada ilmu hukum, dengan objek hukumnya adalah

tingkat kesadaran dan pengertian masyarakat terhadap aspek


10
perlindungan sebagai kebutuhan hidup.

Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1997 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah adanya

penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam

setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan

dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,

partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Karenanya setiap undang-undang

yang telah disebutkan hanya memuat asas-asas dan prinsip-prinsip pokok

bagi pengelolaan lingkungan hidup, oleh sebab itu undang-undang

tersebut berfungsi sebagai ”payung” bagi penyusunan peraturan

perundanga-undangan lainnya. Dengan demikian UULH, UUPLH atau

11
UUPPLH disebut sebagai “umbrella act” atau “umbrella provision”.

Fungsi dari UULH dan UUPLH/UUPLH tersebut harus mampu

menjadi dasar dan landasan bagi pembentukan peraturan perundang-

undangan tentang lingkungan hidup, disamping secara khusus

18
10
Syahrul Machmud, 2012, Op., cit hal 78
11
Hadin Muhjad, 2015, Op., cit, Hal 4-5

19
memberikan arah serta ciri-cirinya terhadap semua jenis tata pengaturan

tentang lingkungan hidup sehingga semua peraturan perundang-

undangan tentang lingkungan hidup dapat terangkum dalam satu sistem

Hukum Lingkungan Indonesia.

Danusaputro memakai istilah “kesadaran lingkungan hidup”

(“environmental awwarness atau “environmental oriented”), hukum

lingkungan harus merupakan hukum yang berwawasan lingkungan

sebagai ciri utama hukum lingkungan modern. Hardjasoemantri, dan

karya-karya lainnya tentang hukum lingkungan menggunakan istilah

wawasan lingkungan hidup dan kesadaran lingkungan hidup untuk

maksud yang sama yaitu diarahkan pada penyerasian antara pemanfaatan

dan pelestarian fungsi SDA dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Kondisi ini berlangsuang dalam satu kesatuan pengertian dan bahasa

sebagai suatu sikap dan tanggapan baru dalam menghadapi setiap


12
masalah lingkungan hidup.

C. Jenis Tindak Pidana Lingkungan Hidup Dan Sanksinya Menurut UU

No. 32 Tahun 2009

Karateristik Penegakan hukum pindana dalam Undang-Undang ini

memperkenalkan ancaman hukuman pidana minimun disamping maksimum,

perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan

penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.

Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum

20
12
Ibid

21
Pasal

ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

ayat (1)

ayat (2)

22
remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai

upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap

tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi

tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku

mutu air limbah, emisi, dan gangguan.

Berikut adalah tabel kategori tindak pidana lingkungan hidup yang

diatur di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 98 sampai Pasal 115 :

Tabel.1

Jenis sanksi Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2009

23
1. Delik Materil Tindak Pidana
Lingkungan Hidup
Sanksi mengakibatkan tahun.
Perbuata jara Min 3 orang luka Dan
n tahun, Maks 10 berat atau Denda
gaja melakukan perbuatan tahun, dan mati. n3
yang mengakibatkan Denda Min 3 Milyar,
dilampauinya : baku mutu Milyar, Maks abat pengawas Maks 9
tidak Milyar.
udara ambien, baku mutu 10 Milyar.
melakukan jara
air, baku mutu air laut,
pengawasan Maks 1
atau kriteria baku jara Min 4 tahun,
terhadap tahun.
kerusakan lingkungan ks 12 tahun, dan
ketaatan Dan
hidup. Denda Min 4
penanggung Denda
buatan sebagaimana Milyar, Maks 12 Maks
dimaksud pada ayat jawab usaha
Milyar. 500 Juta
(1) mengakibatkan dan/kegiatan
jara Min 5
orang luka dan/atau terhadap
tahun, Maks 15
peraturan
bahaya kesehatan tahun, dan
perundang-
manusia. Denda Min 5
undangan
buatan sebagaimana Milyar, Maks dan
dimaksud pada ayat 15 Milyar. izin
(1) mengakibatkan jara Min 1 lingk
orang luka berat atau tahun, Maks 3 unga
mati. tahun. Dan n
Denda Min 1 yang
ena kelalaiannya Milyar, Maks meng
mengakibatkan 3 Milyar. akiba
dilampauinya : baku mutu tkan
udara, baku mutu air, jara Min 2 terjad
baku mutu air laut, atau tahun, Maks 6 inya :
kriteria baku kerusakan tahun. Dan cemaran
lingkungan hidup. Denda Min 2 dan/atau
buatan sebagaimana Milyar, Maks kerusakan
dimaksud pada ayat 6 Milyar. lingkungan
(1) mengakibatkan jara Min 3 tahun, yang
orang luka dan/atau Maks 9 mengakibatkan
bahaya kesehatan hilangnya
manusia. nyawa manusia
ayat (3) buatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

24
bahan la
ke
2. Delik Formil Tindak Pidana media ya
Lingkungan Hidup lingkun h
gan N jara
hidup
lakukan perbuatan yang tanpa eg Maksi
melanggar baku mutu izin ar mal 3
air limbah, baku mutu a tahun.
emisi, atau lakukan
perbuata K Dan
u mutu gangguan. n es Dend
Berdasarkan Pasal 100 ayat ayat Memasu at a
(1) (2) tindak pidana ini baru kkan ua Maks
dapat dikenakan limbah n 3
apabila sanksi ke R Milya
administratif yang 105 da ep r.
telah dijatuhkan la ub
tidak dipatuhi atau m li
pelanggaran wi k
dilakukan lebih dari la In
satu kali. ya do
lakukan perbuatan h ne
Ne si jara
melepas dan/atau
ga a Mi
mengedarkan
ra n 1
produk rekayasa
Ke tah
genetik ke
media lingkungan hidup sat un,
yang bertentangan ua Ma
101
dengan pertauran n ks 3
perundang-undangan Re tah
atau izin lingkungan pu un.
sebagaimana dimaksud bli Da
dalam pasal 69 ayat (1) k n
huruf g. In De
do nda
lakukan perbuatan
pengelolaan limbah B3 ne Mi
tanpa sia
n 1
102
izin lakukan Mil
perbuata yar,
lakukan perbuatan Menghasilkan n Ma
limbah B3 dan Memasu ks 3
103
tidak melakukan kkan
Mil
pengelolaan limbah
B3 ke yar.
lakukan perbuatan
106 da
Dumping limbah dan/atau
104 la
m
wi

25
jara Min 1 tahun, Maks 3 tahun. l
Dan Denda Min 1 Milyar, Maks a
3 Milyar k
lakukan u
jara Min 1 tahun, Maks 3 tahun.
perbuata k
Dan Denda Min1 Milyar, Maks n a
3 Milyar Memasu n
jara Maks 3 tahun. Dan Denda Maks kkan B3
3 Milyar yang p
jara Min 4 tahun, Maks 12 dilaran e
g r
tahun.
menuru b
nda Min 4 Milyar. Maks 12 t u
Milyar peratur a
jara Min 5 tahun, Maks 15 tahun. an t
Dan Denda Min 5 Milyar, Maks perunda a
ng-
15 Milyar. 107 n
unda
ngan M
ke e
dala n
m y
wilay u
ah s
Nega u
ra n
Kesat
uan A
Repu m
blik
d
Indo
a
nesia
l
t
108 lakukan a
perbuatan n
Pembakaran p
hutan a
m
lakukan e
perbuata m
n il
Melakuk ik
an usaha i
dan/atau s
109
kegiata er
n tanpa
memili ti
ki izin fi
lingkun k
gan
at

26
kompetensi peny
penyusun Amdal idik jara
pega
abat pemberi izin Maks 1
wai jara Min 5
lingkungan yang menerbitkan ayat nege tahun.
(1) izin lingkungan tanpa tahun, Maks Dan
ri
dilengkapi dengan amdal sipil 15 tahun. Dan Denda
atau UKL-UPL Denda Min 5 Maks 1
abat pemberi izin usaha Milyar, Maks Milyar
dan/atau kegiatan yang ayat (2) 15 Milyar.
menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan tanpa jara Min 3
dilengkapi dengan izin tahun, Maks
lingkungan 10 tahun. Dan
lakukan perbuatan Denda Min 3
berupa Milyar. Maks
memberikan 10 Milyar jara
informasi palsu, jara Min 1 Maks 1
memberikan tahun, Maks tahun
informasi 3 tahun. Dan dan
menyesatkan, Denda Min 1 Denda
menghilangkan Milyar. Maks Maks 1
informasi, merusak 3 Milyar Milyar
informasi, atau jara Maks 3 tahun. jara
memberikan Dan Denda Maks Maks 1
113 keterangan yang tidak 3 Milyar tahun.
benar Dan
ng diperlukan dalam jara Maks 3 tahun. Denda
kaitannya dengan Dan Denda Maks Maks
pengawasan dan 3 Milyar. 500 Juta.
penegakan hukum yang
berkaitan dengan jara Maks 3 tahun.
perlindungan dan Dan Denda Maks
pengelolaan lingkungan 3 Milyar
hidup
anggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang
114
tidak melaksanakan
paksaan pemerintah
lakukan perbuatan
mencegah, menghalang-
halangi, atau
menggagalkan
Pelaksanaan tugas
115
pejabat pengawas
lingkungan hidup
dan/atau pejabat

27
28
Di dalam UUPPLH tahun 2009 mengatur perumusan delik, yakni delik materiil
dan delik formil.
Perbedaan delik materiil dan delik formil adalah :

a. Delik materiil adalah : delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana

terhadap perbuatan yang menimbulkan akibat dari perbuatan (adanya

kausalitas antara perbuatan dan akibat dari perbuatan).

b. Delik formil adalah : delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana

terhadap perbuatan yang dilarang, tanpa memandang akibat dari perbuatan.

Delik materiil terdapat pada Pasal 98, Pasal 99 dan Pasal 112, sedangkan

delik formil terdapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan Pasal 113 s/d Pasal 115

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Tabel 2

Perbandingan Pengaturan Ketentuan Pidana Terkait Tindak Pidana Lingkungan

Hidup dalam UU No 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009

29
5
N
UP
U
1P P
N
P o P

P. A
2
P 3
2

T
a
3 h
u
n

2
0
K
0
4
9
P
a
s
a
l

y
a
i
t
u

P
a
s
a
l

9
8

s
/
d

1
1

30
perseroan, perserikatan, tuntutan pidana dan sanksi
yayasan, atau organisasi pidana dijatuhkan kepada :
lain, ancaman pidana a. Badan usaha; dan /
denda diperberat atau
dengan sepertiga. b. Orang yang memberi
perintah untuk
melakukan tindak
pidana tersebut atau
orang yang bertindak
sebagai pemimpin
kegiatan dalam tindak
pidana tersebut.
al 117 : jika tuntutan pidana
diajukan kepada pemberi
perintah atau pemimpin
tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 116
ayat (1) huruf b, ancaman
pidana yang dijatuhkan
berupa pidana penjara dan
denda diperberat dengan
sepertiga
dang-Undang ini tidak dang-Undang ini
mengatur secara jelas
mengatur secara eksplisit
5 ana Tambahan pidana tambahan di dalamnya namun hanya pidana tambahan yang di
menyebutkan tindakan cantumkan dalam Pasal
tata tertib yaitu dalam
119
Pasal 47

31

Anda mungkin juga menyukai