Tgs Individu
Tgs Individu
BANJAR KALIBALANG
OLEH :
1605521006
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Banjar kalibalang merupakan desa yang masih kental akan budaya dan tradisi dapat
dilihat dengan jelas pada bangunan rumah masyarakatnya masih mempertahankan gaya
arsitektur tradisional bali. Arsitektur tradisional mendominasi gaya arsitektur di lingkungan
ini. Di tengah derasnya pertumbuhan pariwisata dan perkembangan perkotaan, suatu daerah
di Bali, sebuah pemukiman mampu mempertahankan tradisi berumur ratusan tahun untuk
hidup berdampingan dengan gemerlap dunia modern.
Pintu gerbang di setiap rumah saling berhadapan satu sama lain yang hanya di batasi oleh
jalan utama kecil di tengahnya. Pintu gerbang ini disebut dengan Angkul-angkul (Pintu
gerbang khas bali) yang juga memiliki arsitektur sama dengan angkul-angkul setiap rumah di
desa ini. Hal tersebut menjadi ciri khas suatu desa di bali.
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang di peroleh yaitu sebagai berikut :
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan mengenai lingkungan disekitar rumah tinggal yaitu sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja yang terdapat pada kawasan objek observasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik bangunan pada kawasan observasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Memasuki areal pemukiman gaya arsitektur tradisiobal masih sangat kental dapat
dirasakan. Rumah dalam arsitektur tradisional Bali, adalah satu kompleks rumah yang terdiri
dari beberapa bangunan, dikelilingi oleh tembok yang disebut tembok penyengker. Perumahan
adalah kumpulan beberapa rumah di dalam kesatuan wilayah yang disebut banjar adat atau
desa adat, juga merupakan kesatuan keagamaan dengan pura kayangan tiga yakni; pura desa,
pura puseh, pura dalem. Terwujudnya bentuk rumah dan perumahan ini, tidak terlepas dari
dasar pemikiran yang dilandasi oleh tata kehidupan masyarakat yang bersumber dari agama
Hindu. Dalam falsafah agama Hindu, manusia dan alam ini diyakini terbentuk oleh lima unsur
yang sama yang disebut “ Panca Maha Bhuta”.
Tabanan merupakan salah satu kabupaten yang bercorak agraris dengan posisi yang
cukup strategis karena berbatasan langsung dengan kabupaten badung disebelah timur,
sedangkan disebelah utara berbatasan dengan kabupaten Buleleng, di sebelah barat berbatasan
dengan kabupaten Jembrana dan disebelah selatan Berbatasan dengan Samudra Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan arsitektur yang tidak terlihat secara signifikan. Konsep
Tri Hita Karana dijadikan sebagai pedoman dalam pembangunan. Tri Hita Karana berasal dari
kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti
penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”.
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah
tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di
tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita karana
menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu
meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan
dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup
menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras
antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan
menghindari daripada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai.
1. Kayangan tiga merupakan jiwa pada karang desa, yang tidak dipisahkan dari
seluruh kehidupan desa.
2. Krama desa merupakan warga desa atau aparatur desa, merupakan penggerak atau
tenaga yang menghidupi desa.
3. Karang desa adalah teritorial tempat krama desa melakukan aktivitas untuk menjaga
hubungan harmonis ketiga unsur di atas.
Selain konsep tri hitakarana terdapat juga konsep hulu teben. Hulu-Teben merupakan
warisan nenek moyang orang Bali pegunungan dari masa lalu dan sampai saat ini diaplikasikan
pada tataran desa adat sebagai bentuk apresiasi kongkrit terhadap para leluhur (nenek moyang).
Arah gunung/ketinggian dijadikan Hulu/Kaja sebagai zona sakral dengan tata nilai
utama. Sementara itu, arah laut atau lawan dari gunung sebagai Kelod/ Teben bernilai nista
atau “rendah”. Zona Hulu pada sebuah desa adat dipergunakan untuk menempatkan Pura Desa
dan Pura Paseh, dua bagian dari Pura Kahyangan Tiga sebagai indikator religius keberadaan
sebuah desa adat.
Pura Kahyangan Tiga Pura ini merupakan indikator religius atas keberadaan sebuah desa adat
di Bali, terdiri dari :
1. Pura Desa, terletak di Hulu desa, didedikasikan untuk Dewa Brahma manifestasi Tuhan
sebagai Pencipta Dunia. Pura Desa lebih dikenal dengan sebutan Pura Bale Agung.
2. Pura Puseh ditempatkan di Hulu desa/kaja, didedikasikan untuk Sri Wisnu, Tuhan
sendiri sebagai Sang Pemelihara Dunia.
3. Pura Dalem (Pura ini didedikasikan untuk Dewa Siwa, manifestasi Tuhan sebagai
Pelebut Dunia). Keberadaan Pura Dalem selalu dilengkapi dengan 1 (satu) Setra desa adat.
Semua upacara kematian berhubungan dengan Setra/Sema dan Pura Dalem, seperti : (i) upacara
Metanem adalah menguburkan jenazah, (ii) upacara ngaben/ pelebon adalah pembakaran
jenazah, (iii) upacara ngeroras/ngasti/meligia adalah upacara peningkatan status sang roh
menjadi pitara/roh yang disucikan dan (iv) upacara ngelinggihan dewahyang adalah
menempatkan pitara di sanggah/ pemerajan menjadi leluhur. Alasan Pura Dalem sebagai Srana/
kedudukan sang pelebur dunia dan kematian adalah sebuah peleburan kematian, maka Pura
Dalem dan Setra ditempatkan pada satu lokasi di Teben desa/kelod.
3.1 Kesimpulan
Perumahan adalah bangunan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan Perumahan
layak merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting untuk
meningkatkan harkat dan kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan
cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun kelompok dan kebersamaan dalam
masyarakat.