Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945

adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah menguasai dan

wajib menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Untuk itu, pengembangan sektor riil menjadi hal yang

harus dilakukan pemerintah sebagai strategi pertumbuhan ekonomi guna

menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Sektor riil yang memiliki

kontribusi terbesar antara lain sektor pertanian, perdagangan, dan industry

manufaktur.1

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan sektor riil, khususnya

meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, daya saing, dan

meningkatkan penguasaan ekonomi nasional serta pengembangan wilayah,

salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melaksanakan

pengembangan dan maksimalisasi sektor perkebunan. Sebagai salah satu

bentuk pengelolaan sumber daya alam, maka pengembangan perkebunan

tersebut perlu dilakukan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional dan

bertanggung jawab.

Perkebunan memiliki beberapa fungsi, yaitu secara ekonomi, untuk

meningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Secara ekologi,

1
Musa Rajekshah, 2009, Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak
Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, Tesis, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hlm.2
sebagai peningkatan konservasi tanah dan air yang sangat dibutuhkan dalam

menjaga kelestarian lingkungan hidup. Secara budaya, berfungsi untuk

mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, maka pembangunan

perkebunan harus diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan

berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan2

Pada masa kini bentuk umum penyelenggaran pengelolaan perkebunan

kelapa sawit dilakukan dalam bentuk KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer

untuk Anggotanya). Hubbungan antara petani atau pemilik lahan perkebunan

yang tergabung dala KKPA diwujudkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang

di dalamnya terdapat hak dan kewajiban.

Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313

KUHPerdata). Perjanjian diatur dalam buku III bab II KUHPerdata dibawah

judul Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Buku III

ini bersifat terbuka, hal itu berakibat ketentuan-ketentuannya hanya bersifat

pelengkap (aanvulen recht)3 .

Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian,

yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya

2
Pasal 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
3
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001. hlm 4
4 (empat) syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah

dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.4

Hukum perjanjian mengenal banyak asas, di antaranya adalah asas

konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas iktikad baik, dan asas

mengikatnya perjanjian (Pacta Sunt Servanda). Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas iktikad baik

mempunyai peranan tertinggi di antara asas-asas yang ada. Iktikad baik diatur

dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Perjanjian

harus dilaksanakan dengan iktikad baik5.

Perjanjian dalam KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer untuk

Anggotanya) harus dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) yang dimulai

sewaktu para pihak akan membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian,

pembuatan perjanjian harus dilandasi atas asas kemitraan. Asas kemitraan

mengharuskan adanya sikap dari para pihak bahwa yang berhadapan dalam

pembuatan dan pelaksanaan perjanjian tersebut merupakan mitra yang saling

berjanji, terlebih lagi dalam pembuatan perjanjian kerjasama, asas kemitraan

itu sangat diperlukan.6

Hak dan kewajiban dalam perjanjian merupakan suatu prestasi untuk

dilaksanakan oleh manusia pribadi, persekutuan ataupun badan hukum dimana

kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab para pihak yang membuatnya.

4
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 1994,hlm. 8
5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, hlm. 3
6
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994. hlm. 46.
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan yaitu tidak adanya

itikad baik oleh pihak KKPA terhadap anggotanya (petani atau pemilik lahan)

dalam hal transparansi naik turunnya harga sawit.

Di dalam perjanjian dijelaskan bahwa pemilik lahan berhak menerima

pembayaran atas penjualan buah sawit sesuai harga yang ditetapkan oleh pihak

Perusahaan selaku pembeli, namun anggota yang tergabung di dalam KKPA

sama sekali tidak mengetahui besaran harga yang ditentukan dan justru

menerima pembayaran atas penjualan buah dibawah harga yang telah

ditentukan oleh perusahaan pembeli.

Hal ini tentu merugikan pemilik lahan yang tergabung dalam

keanggotaan KKPA karena tidak menerima hasil penjualan sebagai mana

mestinya, padahal disetiap penerimaan pembayaran hasil penjualan selalu

dilakukan pemotongan oleh pihak KPPA atas perawatan, pengelolaan serta

peremajaan perkebunan berdasarkan kewjiban yang artinya tidak tampak itikad

baik serta rasa kemitraan pihak KKPA terhadap anggotanya.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM

PEMILIK LAHAN PERKEBUNAN DALAM PERJANJIAN

KEMITRAAN POLA KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer untuk

Anggotanya)”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum Pemilik Lahan Perkebunan

Dalam Perjanjian Kemitraan Pola Kkpa (Kredit Kepada Koperasi

Primer Untuk Anggotanya)


2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap Perjanjian Kemitraan Pola

Kkpa (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) yang

tidak menerapkan asas hokum perikatan ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk Menganalisis Perlindungan Hukum Pemilik Lahan Dalam

Perjanjian Kemitraan Pola Kkpa (Kredit Kepada Koperasi Primer

Untuk Anggotanya)

b. Untuk menganalisis Akibat Hukum Perjanjian Kemitraan Pola Kkpa

(Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) yang tidak

menerapkan asas hukum perikatan

2. Kegunaan Penelitian

a. Penelitian ini dapat berguna bagi penulis untuk menambah dan

memperluas wawasan tentang ilmu hukum perdata khususnya terkait

permasalahan Perjanjian Kemitraan Pola Kkpa (Kredit Kepada

Koperasi Primer Untuk Anggotanya).

b. Penelitian ini dapat berguna sebagai acuan atau referensi serta sebagai

perbandingan bagi penulis lain untuk melakukan penelitian yang

berkaitan dengan penulisan ini

c. Sebagai acuan bagi instansi terkait dalam mengambil kebijakan yang

berkaitan dengan penelitian


D. Tinjaun Pustaka

Penulisan ini merupakan hasil karya penulis dan berbeda dengan

penulisan-penulisan sebelumnya. Adapaun penulisan sebelumnya yaitu TESIS

yang ditulis oleh Rizky Hidayat dengan judul ”TINJAUAN YURIDIS

PERJANJIAN KEMITRAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INTI

PLASMA ANTARA PT.BOSWA MEGAPOLIS DENGAN MASYARAKAT

(SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA)”.

Di dalam penulisan tersebut dijelaskan Kurang seimbangnya posisi

masyarakat dalam menentukan isi perjanjian dan dominannya

kekuatanmanajemen perusahaan dikhawatirkan menjadi penyebab timbulnya

sengketa dikemudian hari, Perjanjian pola kemitraan usaha perkebunan antara PT.

Boswa Megalopolis dengan Masyarakat secara umum sudah

mengimplementasikan Kepmentan dan Permentan dimaksud.Namun dalam

prakteknya masih terdapat beberapa kekurangan, terutama mengenai isi perjanjian

yang menyangkutmekanisme pembagian keuntungan dan persyaratan kemitraan

usahayang tidak diatur secara rinci dan adanya peluang perjanjian yang dapat

dibuat dibawah tangan.Perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam

perjanjian kemitraan usaha perkebunan secara tidak langsung melalui peraturan

perundang-undangan dilakukan dalam bentuk pembinaan, pengawasan dan

konsultasi agribisnis.

Perlindungan secara langsung melalui perjanjian dilakukan dengan

membuat kesepakatan mengenai penentuan harga jual TBS, mekanisme

pembagian keuntungan, pewarisan dan pengakhiran kerja sama. Pengaturan


kemitraan usaha perkebunan belum memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum bagi masyarakat.

Disarankan kepada Pemerintah untuk melakukan revisi subtansi materi

Kepmentan dan Permentan terutama terkait standariasi kebun kemitraan, dan

penegasan pembuatan perjanjian yang harus dibuat dalam akta otentik. Kepada

pihak perusahaan untuk eksistensinya dalam melakukan pembinaan dan perlunya

dibuat addendum perjanjian terkait hak dan kewajiban para pihak dalam hal

pembagian keuntungan, mekanisme secara rinci pengelolaan perkebunan dan

pengawasan penjualan TBS serta penanganan force majour.

E. Kerangka Teori

Sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian maka

diperlukan landasan teori. Landasan teori sebagai landasan berfikir yang

bersumber dari suatu teori yang sering diperlukan sebagai tuntunan untuk

memecahkan berbagai permasalahan dalam sebuah penelitian. Landasan teori

merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori–teori hukum, konsep-konsep

hukum, asas-asas hukum, serta norma-norma hukum.

Untuk mengkaji permasalah hukum secara mendetail diperlukan beberapa

teori yang merupakan rangkaian asumsi, konsep, definisi, untuk

mengembangkan, menekankan serta menerangkan suatu gejala sosial secara

sistematis. Suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih, atau

pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu

yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab
itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan

antara dua variable atau lebih yang telah diuji kebenarannya 7

Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau

menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau

permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun hukum positif dengan

menggunakan interdisipliner. Jadi, tidak hanya menggunakan metode sintesis

saja. Dikatakan secara kritis karena pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan

teori hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena

memerlukan argumentasi atau penalaran.8

1. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari

munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau

aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan

Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa

hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara

hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang

bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal

dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral9

7
Soerjono Soekamto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta,hlm
30.
8
Sudikno Mertokusumo,2012, Teori hukum (edisi revisi), Cahaya atma pustaka, Yogyakarta, hlm
87
9
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.53
2. Teori Kemitraan

Secara teoritis, Eisler dan Montuori membuat pernyataan yang menarik

yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada

diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang kreatif bagi pemikiran

dan perilaku dominator merupakan langkah pertama ke arah membangun sebuah

organisasi kemitraan.

Dewasa ini, gaya-gaya seperti perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di

dunia baru ini, yang dibicarakan orang adalah tentang karyawan yang “berdaya”,

yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang menambah nilai dengan

menjadi agen perubahan. Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah

gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun

kelompok.

Menurut Notoatmodjo , kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara

individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai

suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum

meliputi:

a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal

antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra

atau partner.

b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk

kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara

sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.


c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk

bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,

prinsip, dan peran masing-masing.

d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau

organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan

melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang

berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-

masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila

diperlukan.

3. Teori Tanggung Jawab

Tanggung jawab dalam hukum dibagi ke dalam asas tanggung jawab

berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan tanggung jawab tanpa

kesalahan (liability without fault). Pada tanggung jawab berdasarkan

kesalahan pihak yang menuntut ganti rugi (penggugat) diharuskan untuk

membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya disebabkan oleh perbuatan

dan kesalahan dari pihak yang ia tuntut untuk membayar ganti rugi tersebut

(tergugat), sedangkan pada asas tanggung jawab tanpa kesalahan (liability

without fault) seseorang bertanggung jawab begitu kerugian terjadi, terlepas

dari ada tidaknya kesalahan pada dirinya. Model tanggung jawab hukum

adalah sebagai berikut:

a) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)

sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata


b) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata

c) Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam

Pasal 1367 KUHPerdata.

d) Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum,

KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan

wanprestasti. Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan

kewajiban.

4. Teori Kepercayaan

Kepercayaan (trust) merupakan pondasi dari suatu hubungan.

Suatu hubungan antara dua pihak atau lebih akan terjadi apabila masing-

masing saling mempercayai. Kepercayaan ini tidak begitu saja dapat

diakui oleh pihak lain, melainkan harus dibangun mulai dari awal dan

dapat dibuktikan.

Di dunia ekonomi, kepercayaan telah dipertimbangkan sebagai

katalis dalam berbagai transaksi antara penjual dan pembeli agar kepuasan

konsumen dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan, kepercayaan

adalah perilaku individu, yang mengharapkan seseorang agar memberi

manfaat positif. Adanya kepercayaan karena individu yang dipercaya

dapat memberi manfaat dan melakukan apa yang diinginkan oleh individu

yang memberikan kepercayaan. Sehingga, kepercayaan menjadi dasar bagi

kedua pihak untuk melakukan kerjasama. Francis Fukuyama

mendefinisikan kepercayaan sebagai harapan yang timbul dari masyarakat


dimana semua anggota harus bertindak dalam batas norma, dengan

keteraturan, kejujuran, dan kerjasama. Carnevale dan Wechsler

mendefenisikan kepercayaan adalah suatu sikap yang menganggap bahwa

individu atau kelompok bermaksud baik, adil dan sesuai dengan norma

etika.

Dasgupta menyatakan bahwa kepercayaan merupakan suatu sikap

untuk mempercayai individu dan kelompok dengan tingkatan tertentu

yang saling berhubungan. Pada tingkat individu, anda mempercayai

seorang individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang anda

ketahui tentangnya, disposisi, kemampuannya, reputasi dan sebagainya

tidak hanya karena dia bilang dia akan melakukannya.

Pada tingkat kolektif, jika anda tidak percaya suatu badan atau

organisasi dengan mana individu berafiliasi, anda tidak akan percaya

padanya untuk membuat kesepakatan atau kerja sama. Mayer

mendefinisikan kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk peka

terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain

akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya,

tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan

mengendalikannya.

Mayer menjelaskan konsep ini bahwa orang yang dipercaya

memiliki kemauan dan kepekaan pada harapan orang lain yang meyakini

bahwa tindakannya berperan sangat penting. Yamagishi (dalam Hakim,


Thontowi, Yuniarti dan Kim, 2010 memformulasikan kepercayaan sebagai

anggapan bahwa setiap orang tidak bermaksud negatif terhadap dirinya.

Ini apa yang disebut kepercayaan secara umum. Untuk mempercayai orang

lain, individu memiliki indikator kepercayaan diri berdasarkan tingginya

kepekaan dan keterampilan untuk membedakan antara perasaan dapat

dipercaya dan tidak dipercaya. Pada dasarnya semua orang dapat

dipercaya hingga suatu hal tertentu membuat individu tersebut tidak dapat

dipercaya lagi.

Menurut Moordiningsih kepercayaan (trust) di Asia Timur,

kepercayaan merupakan konsep relasional bukan individual. Ia tidak

berkaitan dengan kepentingan atau keuntungan pribadi individu.

Kepercayaan adalah konsep yang mengandung harmoni, jaminan, dan

kesejahteraan untuk individu dan komunitas. Kepercayaan dikembangkan

mulai dari keluarga, dalam kelekatan hubungan orang tua dan anak.

Kemudian kepercayaan berkembang dalam lingkungan kerabat dan teman

dekat. Lebih lanjut,

Moordiningsih mengatakan bahwa membangun kepercayaan pada

orang lain merupakan hal yang tidak mudah. Kepercayaan terbentuk

melalui rangkaian perilaku antara orang yang memberikan kepercayaan

dan orang yang dipercayakan tersebut. Kepercayaan muncul dari

pengalaman dua pihak yang sebelumnya bekerja sama atau berkolaborasi

dalam sebuah kegiatan atau organisasi. Pengalaman ini memberikan kesan


positif bagi kedua pihak sehingga mereka saling mempercayai dan tidak

berkhianat, yang dengan itu dapat merusak komitmen

F. Metode Penelitian

Untuk menghasilkan penelitian yang baik dan berkualitas, maka penulis

menggunakan metode penelitian untuk menjelaskan, menjawab dan menganalisa

rumusan masalah. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah

sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian

yang membahas suatu permasalahan dengan menggunakan peraturan perundang-

undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana..

2. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer yaitu : Bahan hukum yang berasal dari peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yaitu KItab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu : Bahan hukum yang berasal dari

literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian

c. Bahan Hukum Tertier Yaitu : Bahan hukum yang berasal dari kamus

dan ensiklopedi

G. Analisis Data

Analisis data dilkukan secara deskriptif yaitu tanpa menggunakan angka,

dari hasil analisis selanjutnya disimpulkan dengan metode deduktif yaitu


menraik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi hal yang bersifat

khusus

H. Sistematika Penulisan

Didalam Bab 1 merupakan proposal penelitan

Di dalam Bab II merupakan Kajian kepustakaan

Didalam Bab III merupakan tinjaun mengenai objek penelitian

Didalam bab IV merupakan pembahasan hasil penelitian

Di dalam Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk. 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung

Mariam Darus Badrulzaman, 1994. Aneka Hukum Bisnis, Bandung :

Alumni,

Musa Rajekshah, 2009, Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan

Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program

Revitalisasi Perkebunan, Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Suharnoko, 1994, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta :

Kencana Prenada Media Group.

Soerjono Soekamto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Gravindo

Persada, Jakarta

Sudikno Mertokusumo,2012, Teori hukum (edisi revisi), Cahaya atma

pustaka, Yogyakarta

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai