Anda di halaman 1dari 3

LEGISLATIF

Hanya 3 Anggota DPR yang Disebut Hakim


Diperkaya Kasus e-KTP, Ini Kata KPK

Jubir KPK Febri Diansyah, Rabu (19/7/2017).(Kompas.com/Robertus Belarminus)

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam persidangan vonis dua terdakwa kasus e-KTP Irman dan
Sugiharto, hanya tiga nama anggota DPR yang disebutkan hakim diperkaya dari proyek tersebut.
Mereka yakni politisi Hanura Miryam S Haryani, politisi Golkar Markus Nari dan politisi Golkar Ade
Komarudin.

Nama-nama lain yang sebelumnya ada pada surat dakwaan jaksa tidak disebutkan hakim. Menanggapi
hal tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK akan mempelajari putusan hakim
tersebut.

"Tentu putusan itu akan kita pelajari lebih lanjut, akan ada cukup banyak sebenarnya pihak-pihak yang
diduga mendapat aliran dana," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Febri mengatakan, hakim baru masuk pada konteks soal unsur memperkaya dan pihak yang diperkaya
pada kasus e-KTP. Pada konteks unsur penyuapan, belum termasuk dalam pertimbangan di putusan
hakim tersebut.

"Tentu ini belum bicara dalam konteks suap, tetapi bicara pada unsur yang ada di pasal 2 atau pasal 3,
yaitu memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain," ujar Febri.

Prinsipnya, lanjut Febri, KPK terus mengejar pihak-pihak yang mendapat aliran dana dalam kasus e-
KTP. Langkah itu merupakan strategi KPK agar dapat mengembalikan uang negara dalam kasus ini.

KPK pun berharap pihak yang menerima aliran dana dari proyek e-KTP untuk mengembalikan melalui
KPK. Termasuk bersikap kooperatif dalam penyidikan kasus ini.

"Kami tentu akan menghargai dari sikap-sikap kooperatif untuk membongkar bersama-sama kasus e-
KTP ini," ujar Febri.
YUDIKATIF

Putusan MA tentang DPD Salah Ketik, KY: Bisa


Diduga Langgar Etika
Jakarta - Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhar menilai salah ketik putusan Mahkamah Agung
tentang pimpinan DPD bisa diduga melanggar kode etik hakim. Duduk sebagai ketua majelis adalah
hakim agung Supandi dengan anggota hakim agung Irfan Fachruddin dan hakim agung Yosran.

"Kalau dari segi etika, memang saya melihat kesalahan itu bisa diduga. Tapi ini belum ada pemeriksaan
ya, bisa diduga ada pelanggaran etika terkait ketidakcermatan," kata Aidul di Hotel Borobudur, Jalan
Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/4/2017).

KY masih harus mengkaji putusan MA tersebut. Kesalahan ketik juga belum diketahui apakah dilakukan
hakim atau panitera.

"Kesalahan penulisan itu akan kami lihat apakah kesalahan penulisannya terletak pada hakim atau
panitera," ujar Aidul.

Menurutnya, salah ketik yang dilakukan MA sudah banyak, salah satunya putusan kasasi kasus Yayasan
Supersemar pada tahun 2013. Seharusnya hakim dan panitera cermat dan teliti terhadap putusan agar
tidak salah ketik.

"Ini soal kecermatan, ya. Memang hakim dituntut cermat, berkali-kali (putusan) diperiksa. Tapi
tergantung nanti apakah ini kesalahan di hakim atau pihak lain (misalnya panitera)," tutup dia.

Sebelumnya, MA membatalkan tata tertib DPD tentang pergantian pimpinan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). Dengan putusan itu, pimpinan permanen 5 tahun, bukan dipilih ulang per setengah periode.

Tapi apa nyana, putusan itu terdapat kesalahan fatal di amar putusan. Dalam perkara Nomor 20 P
HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi:

Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari
2017 tentang Tata Tertib.
(asp/asp)
EKSEKUTIF

Belajar dari Kasus First Travel, Menteri Agama


Kaji Batas Minimum Biaya Umrah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis
(13/7/2017).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya akan
meningkatkan pengawasan penyelenggaraan umrah.

Pengawasan ini dilakukan karena banyaknya biro travel yang menyediakan layanan umrah di Indonesia.

Ia mengatakan, saat ini pemerintah memang lebih fokus pada penyelenggaraan ibadah haji sehingga
menyerahkan penyelenggaraan umrah melalui biro travel.

Sementara, Kementerian Agama hanya berwenang memberikan izin usaha.

Akan tetapi, belajar dari kasus First Travel, Kementerian Agama berencana mengkaji penetapan batas
minimal biaya umrah.

"Sehingga masyarakat tidak selalu menjadi korban. Karena kan masyarakat selalu ingin mencari yang
paling murah. Padahal yang murahnya kelewat ekstrem itu justru yang harus dicurigai karena itu sesuatu
yang enggak masuk akal," ujar Lukman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017).

Menurut Lukman beberapa hal yang akan dikaji adalah biaya standar hotel, pesawat, dan lainnya
sehingga ditemukan biaya minimal umrah yang rasional.

"Sehingga di bawah (yang harganya ekstrem) harus dicurigai," lanjut Lukman.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah
PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel).

Pencabutan izin First Travel tercantum dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 589 Tahun 2017
tentang Penjatuhan Sanksi Administrasi Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT First Anugerah Karya
Wisata sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Keputusan Menteri tersebut telah berlaku sejak
1 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai