Anda di halaman 1dari 11

BPH

PENGERTIAN
1. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang
sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi
yang dominan adalah hyperplasia (Long, 2006).
2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker
(Basuki, 2000).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan (Soeparman, 2000).
4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretra (Hardjowidjoto, 2000).
5. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Schwartz, 2000).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra.
Prostatektomy adalah merupakan tindakan pembedahan bagian prostat
(sebagian / seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki
aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
ANATOMI FISIOLOGI
Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius
maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria
dapat menganggu salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit
sistem reproduksi pria biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari
sistem reproduksi pria adalah testis, vas deferen (duktus deferen), vesika
seminalis, penis, dan kelenjar asesori tertentu, seperti kelenjar prostat dan
kelenjar cowper (kelenjar bulbo-uretral). Organ genetalia pria terdiri dari 6
komponen yaitu :
a. Testis dan epididimis
b. Duktus deferen
c. Vesikula seminalis
d. Duktus ejakulatorius dan penis
e. Prostat
f. Kelenjar bulbo-uretra
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-
buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram.
Sebagian prostat mengandung kelenjar grandular dan sebagian lagi otot
involuter dan menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang basa
dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih
25% dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia
jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior
dan mengakibatkan obstruksi saluran kemih.
ETIOLOGI
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit
dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan
testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase diperkirakan sebagai
mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat
ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini
jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk
kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor
komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk
menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya
anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon
androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa
jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara
retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian
tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinisme,
bagian inilah yang mengalami hiperplasia (Hardjowidjoto,2000).
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori yaitu :
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu
sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor
pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengancepat, sehingga
terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori kedua adalah teori Reawekering menyebutkan bahwa jaringan
kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga
jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa
dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron
dan terjadinya konversi testoteron menjadi estrogen. (Sjamsuhidayat,
2005).
PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Basuki, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubahmenjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secaralangsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga
terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnyadisebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat akan terjadiresistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih
tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli
balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot
dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih,
sehingga sering berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan
sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia,
miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinariamenjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,
yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksmenyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena
overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi
(disuria) (Mansjoer,2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin kontinen).
Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,
dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume
urine yangturun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar,
dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
- Normal : Tidak ada sisa
- Grade I : sisa 0-50 cc
- Grade II : sisa 50-150 cc
- Grade III : sisa > 150 cc
- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinisa.
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa, seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (trans uretra).
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai
dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.Pembedahan
terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita
yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan
dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada
BPH dapat dilakukan dengan:
1. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol,tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.
2. Medikamentosa
A. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan
prostat memperlihatkanrespon mengecil terhadap agonis. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli- buli secara primer
diperantarai oleh reseptor alpha blocker. Penghambatan terhadap alfa
telah memperlihatkanhasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap
gejala dan tanda BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat
diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya
B. Penghambat α5-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi
komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar
dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan,
guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan
perbaikan gejala-gejala
C. Terapi KombinasiTerapi kombinasi antara penghambat alfa dan
penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan
symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada
pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi
kombinasi tambahan sedang berlangsung.
D. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-
tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah
popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerjafitoterapi tidak
diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji.
3. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi salurankemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah, uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker
prostat.
4. Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostatmelalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Soeparman (2000), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan
pada pasien dengan BPH adalah :a. Laboratorium
1. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
2. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kumanterhadap beberapa antimikroba yang
diujikan. b. Pencitraan1). Foto polos abdomenMencari kemungkinan
adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang
menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urin.
3. IVP ( Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal
atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,memperkirakan
besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
4. Ultrasonografi ( trans abdominal dan trans rektal )
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
5. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum
PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
Persiapan Pre-Operatif
A. Tanda persetujuan secara tertulis, penderita dan keluarga harus
menyatakan persetujuan pembedahan (informed konsen).
B. Persiapan kulit
Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran
langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan
dan bersih malam sebelum pembedahan.
C. Diet
Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien
dipuasakan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
D. Cairan IV
Pemberian cairan intravena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi
pada penderita yang lansia atau lemah perlu diberi cairan penguat pada
malam sebelum pembedahan.
E. Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut,
pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet
dulcolax.
F. Pemberian obat-obatan
Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anastesi
G. Tes laboratorium
Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan
lain-lain.
I. Transfusi darah
Harus disiapkan bilamana perlu
J. Kandung kencing
Kateter folley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik
memasang kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya.

Persiapan Pre-Operatif
A. Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang
dihadapi
B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus dicatat tiap 15 menit sesudah
operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4 jam hingga penderita
sembuh
C. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
D. Aktivitas dan posisi
Posisi mula-mula telentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau
ke kanan setiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri. Anjurkan
menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
G. Makanan
H. Cairan intra vena (catat jenis cairan dan kecepatan tetesan
pemberiannya)
I. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya
J. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya
K. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah
L. Pemberian antibiotic untuk menimimalkan infeksi pasca operasi

Anda mungkin juga menyukai