Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara


global, yaitu lebih banyak orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit kadiovaskuler
dari pada penyebab lainnya. Penyakit kardiovaskular yang saat ini diperkirakan akan
menjadi penyebab utama kematian di negara-negara industri dan negara berkembang pada
tahun 2020 adalah Coronary Artery Disease (CAD) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan gawat darurat dari PJK. Penyakit Jantung
Koroner merupakan salah satu penyakit mematikan dan prevalensinya terus mengalami
peningkatan sepanjang tahunnya (Fitri, 2013).
Analisis registry Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) yang dilakukan di IGD
pusat jantung nasional harpan kita tahun 2008-2009 yang meliputi 2013 pasien sindrom
coroner akut (654 pasien stemi) menunjukan bahwa sebagian besar pasien stemi (59%) tidak
mendapat terapi reperfusi tersebut, dijumpai 80% pasien yang awitan infarknya sudah lebih
dari 12 jam saat tiba di igd PJNHK. Angka mortalitas selama periode hospitalisasi pasien
STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
dengan pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik (Dharma S,2012)
STEMI yang merupakan singkatan dari ST Elevated myocardial infarction merupakan
sebuah tipe serangan jantung. Infark myocard (serangan jantung) terjadi ketika sebuah arteri
koroner terblok parsial oleh bekuan darah, yang menyebabkan beberapa otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut mengalami infark (mati). STEMI merupakan bagian dari
kelompok kelainan pada jantung yang disebut sebagai acute coronary syndromes yang terdiri
atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi segmen ST, dan IMA dengan elevasi ST
(Sudoyo dkk, 2010). Insidens STEMI telah menurun selama 20 tahun terakhir. Mortalitas di
rumah sakit akibat acute coronary syndrome telah menurun dari sekitar 20% menjadi sekitar
5%, karena perbaikan terapi dan cepatnya didapatkan terapi yang efektif (NICE,2013).

1
BAB II
KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Status : Menikah
Alamat : Loceret
Masuk RS : 4 Januari 2018

ANAMNESIS (auto anamnesis)


Keluhan Utama
Nyeri dada sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke igd rsud nganjuk dengan keluhan nyeri dada kiri 2 hari in dan memberat
sejak 10 jam sebelum MRS. Nyeri dada seperti tertekan, dan menjalar ke tangan kiri dan
punggung. Pasien juga mengeluh sering keringat dingin, mual, muntah. Pasien juga mengeluh
sesak, terutama saat sedang beraktivitas. Sesak saat malam hari(-), tidur dengan bantal
tinggi(-). Pasien juga mengeluh sering batuk 1 bulan ini. BAB dan BAK (+) normal

Riwayat Penyakit Dahulu


-Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
-Riwayat hipertensi (+)
-Riwayat DM (-)
- Riwayat penyakit vaskuler (-)
-Riwayat TB (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
 Tidak ditemukan riwayat penyakit seperti pasien
2
Riwayat Kebiasaan
 Merokok 1 pack sehari
 Alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 88x/menit, regular
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 36,40 C
- Tb :160 cm
- Bb : 55 kg

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala – Leher
 Mata
- Konjungtiva pucat (-)
- Sklera ikterik (-)
Refleks pupil (+/+) isokor
 Telinga – Hidung – Mulut
- Tidak ada kelainan
 Leher
- JVP dalam batas normal
- Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremistus simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
3
Auskultasi : Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di SIK 5 linea midclavicula kiri
 Perkusi : Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri 2 jari medial linea midclavicula sinistra SIK V
 Auskultasi : S1 (+), S2 (+),murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : datar, simetris, venektasi (-),
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
 Clubbing finger (-)
 Akral hangat
 Udem ekstremitas (-/-)
 CRT < 2detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
4 Januari 2018

4
EKG ( 3 Januari 2018 )

5
Interpretasi :
 Ritme : Sinus rythm
 Heart Rate : 88 x/ menit reguler
 Axis: normoaxis
 ST segment : Gambaran ST elevasi pada V1, V2, V3
Kesan : Infark miocard Akut dengan ST elevasi antero septal

Ekhokardiography

6
7
RESUME
Pasien Tn. M datang ke igd rsud nganjuk dengan keluhan nyeri dada 2 hari in dan
memberat sejak 10 jam sebelum MRS. Nyeri dada seperti tertekan, dan menjalar ke tangan
kiri dan punggung. Pasien juga mengeluh sering keringat dingin, mual, muntah. Pasien juga
mengeluh sesak, terutama saat sedang beraktivitas. Sesak saat malam hari(-), tidur dengan
bantal tinggi(-). Pasien juga mengeluh sering batuk 1 bulan ini. BAB dan BAK (+) normal.
Riwayat hipertensi (+)
Pada pemeriksaan fisik TD 150/90, Nadi 88x/menit, RR 20x/menit kepala dan leher
tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan fisik jantung, paru, abdomen dan ekstremitas dalam
batas normal. Dari pemeriksaan EKG didapatkan ST Elevasi pada V1,V2 dan V3 serta

8
pemeriksaan troponin I 254,2 ug/l. Dari hasil ekhokardiography disimpulkan coronary arteri.
disease

DIAGNOSIS KERJA
-STEMI ANTEROSEPTAL
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
 Bedrest
 MRS
 Foto thorax, EKG
Farmakologis :
 Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul
 Inf. PZ 500cc/24jam
 Acetosal 300mg 3 tab kunyah dilanjutkan 1x1 tab
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Lovenox 0,6cc 2x1sc
 Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab
 Canderin 8mg 1x1 tab
 Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Zypraz 0.5 mg 1x1 tab
 Laxadyn syrup 3x C1
 Coten 100mg 1x1 tab

Follow Up tanggal 4 Januari 2018

Subjective Nyeri dada berkurang, sesak berkurang, mual (+) muntah (+)

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VeS +/+, RH -/-

Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

9
Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI

Planning  Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul


 Inf. PZ 500cc/24jam
 Acetosal 300mg 3 tab kunyah dilanjutkan 1x1 tab
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Lovenox 0,6cc 2x1sc
 Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab
 Canderin 8mg 1x1 tab
 Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Zypraz 0.5 mg 1x1 tab
 Laxadyn syrup 3x C1
 Coten 100mg 1x1 tab

Follow Up tanggal 5 Januari 2018

Subjective Pusing (+) Nyeri dada berkurang, sesak (-)

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VeS +/+, RH -/-

Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI

Planning  Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul


 Inf. PZ 500cc/24jam
 Acetosal 300mg 3 tab kunyah dilanjutkan 1x1 tab
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Lovenox 0,6cc 2x1sc
 Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab

10
 Canderin 8mg 1x1 tab
 Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Zypraz 0.5 mg 1x1 tab
 Laxadyn syrup 3x C1
 Coten 100mg 1x1 tab

Follow Up tanggal 6 Januari 2018

Subjective Tidak ada keluhan

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 85x/menit

Respirasi : 19x/menit

Suhu : 36,5 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VeS +/+, RH -/- halus

Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI

Planning  Acetosal 300mg 1x1 tab


 Clogin 75mg 1x1tab
 Canderin 8mg 1x1 tab
 Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Coten 100mg 1x1 tab
 Fasorbid 5 mg , 3x1

BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

11
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat terganggunya aliran darah
ke otot jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Infark dapat terjadi akibat trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti hipertensi, merokok dan hiperkolesterolemia.
IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI) adalah salah satu spektrum sindrom koroner akut
yang terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA (Alwi, 2009).
B. DIAGNOSIS
Menurut World Heath Organization (WHO) dan American Heart Association (AHA),
diagnosis infark miokard dapat ditegakkan jika didapatkan 2 atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
(o, Connor et al, 2010) :
1. Terdapat gejala infark yang khas (nyeri dada yang khas)
2. Perubahan dari gambaran elektrokardiografi (EKG)
3. Peningkatan biomarker jantung
Diagnosis infark myocard bergantung kepada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,
pengukuran marker biokimia kerusakan otot jantung (khususnya Troponin), dan hasil
pemeriksaan EKG. Dari anamnesis, diagnosis infark myocard biasanya didasarkan pada
riwayat nyeri dada selama 20 menit atau lebih di daerah substernal, tidak hilang dengan
istirahat dan tidak berespon terhadap nitrogliserin. Ciri khas lain adalah nyeri yang menjalar
ke leher, rahang bawah, atau tangan kiri. Nyerinya tidak berat. Beberapa pasien datang
dengan gejala yang lebih ringan, seperti mual/muntah, sesak nafas, kelelahan, palpitasi, atau
pingsan (Steg, 2012). Pasien juga sering mengalami keringat malam. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut
( Sudoyo , 2010).

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien


STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan penanda
kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB dan Troponin T atau I
yang merupakan biomarker pilihan karena sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk
nekrosis myocard. Peningkatan kadar Troponin I atau Troponin T pada pasien dengan riwayat
kemungkinan infark myocard berarti bahwa telah terjadi infark (Steg, 2012).
12
GEJALA DAN TANDA
-Nyeri dada:
 Substernal
 Lama > 20 menit
 Disertai keringat dingin
 Menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, ulu hati
­ Terdapat salah satu atau lebih faktor resiko: DM, kolesterol, darah tinggi, keturunan.
­ Elevasi segmen ST > 1 mm di minimal dua lead yang berdekatan
­ Terdapat evolusi pada EKG 1 jam kemudian
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau gelisah.
Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi. Penderita infark miokard dapat
mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok kardiogenik,
namun mayoritas dari pasien STEMI tanpa komplikasi memiliki tekanan darah yang normal,
walaupun penurunan volume sekuncup dan adanya takikardi dapat menyebabkan penurunan
sistolik. Meskipun gejala berat dan infark miokard luas, temuan yang didapat saat
pemeriksaan fisik jantung biasanya normal dan tidak spesifik untuk STEMI. Pada saat
melakukan auskultasi dapat didengar suara jantung tiga dan empat. Murmur dapat didengar
oleh karena disfungsi dari otot papillary dan friction rub (Dharma, S 2017) .
ELEKTROKARDIOGRAFI
Monitor EKG harus dilakukan sesegera mungkin pada suspek STEMI (Steg et al,
2012). Elevasi segmen ST diukur dari J point pada dua lead yang berdampingan dan ≥0,25
mV pada laki-laki berusia < 40 tahun, ≥0,2 mV (pada laki-laki berusia > 40 tahun, atau ≥0,15
mV pada wanita yang ditemukan pada lead V2–v3 dan/atau ≥0,1 mV pada sadapan lain (pada
keadaan tidak terdapat hipertrofi ventrikel kiri) atau left bundle branch block (LBBB). Pada
infark inferior disarankan melakukan rekaman pada precordial kanan (V3R dan V4R) untuk
mencari ST elevasi, untuk mencari infark ventrikel kanan. (Steg et al,2012) .
Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Temuan EKG 12 lead pada infark

13
miokard menurut evolusinya dapat berupa gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST,
dan gelombang Q patologis. Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas
EKG adalah sebagai berikut (Boyle, 2009):

Lokasi IMA Lokasi Elevasi Segmen ST Arteri Koroner


Arteri koroner kiri cabang LAD-
Anterior V3, V4
Diagonal
Arteri koroner kiri cabang LAD-
Anteroseptal V1, V2, V3, V4
diagonal, cabang LAD-septal

Arteri koroner kiri-proksimal


Anterior ekstensif I, aVL, V2-V6
LAD
Arteri koroner kiri cabang LAD-
Anterolateral I, aVL, V3, V4, V5, V6 diagonal dan/atau cabang
Sirkumfleks
Arteri koroner kanan (paling
sering) cabang desenden
Inferior II, III, aVF
posterior dan/ cabang arteri
koroner kiri-sirkumfleks
Arteri koroner kiri cabang LAD-
Lateral I, aVL, V5, V6 diagonal dan/cabang
Sirkumfleks
Arteri koroner kiri cabang LAD-
Septum V1, V2
Septal
Arteri coroner
Posterior V7, V8, V9
kanan/sirkumfleks
Arteri koroner kanan bagian
Ventrikel Kanan V3R - V4R
Proksimal
SUMBER: Dharma S,2007
LABORATORIUM
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/uL (Braunwald, et al 2012).
Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI :
 CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan dua hasil
pemeriksaan lebih dari 25%
 CK-MB 10 – 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK
 Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan peningkatan aktivitas
CK-MB lebih dari 50%
 Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat nilai normal
14
 Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1 > LDH-2

Gambar 2. Pemeriksaan biomaker jantung


Troponin harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
Pasien tersebut termasuk Killip 1. Klasifikasi Killip digunakan pada penderita infark
miokard akut, dengan pembagian sebagai berikut (o, connor et al 2010):
1. Derajat I : tanpa gagal jantung
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 gallop dan peningkatan tekanan
vena pulmonalis
3. Derajat III: Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
4. Derajat IV: Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

15
PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid6 . Merokok, hipertensi, kadar LDL, serta tingginya
kadar gula darah pada penderita diabetes melitus akan mengakibatkan kerusakan pada
endotel pembuluh darah. Lapisan endotel yang rusak menjadi terganggu dan jaringan ikat
pada pembuluh darah mengalami thrombogenik sehingga terjadi primary hemostasis. Primary
hemostasis merupakan tahap awal pertahanan terhadap pendarahan (Braunwald , 2012).

Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah pembuluh rusak dan dicegah
oleh adanya sirkulasi platelet. Platelet akan menempel pada kolagen subendotel pembuluh

16
darah dan beragregasi untuk membentuk “Platelet plug” (Braunwald , 2012). Kerusakan
lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan cell molecule adhesion seperti
sitokin, TNF-α, growth factor, dan kemokin. Limfosit T dan monosit akan teraktivasi dan
masuk ke permukaan endotel lalu berpindah ke subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit
berproliferasi menjadi makrofag dan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag
membentuk sel busa. Akibat kerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk
lesi fibrous, plak aterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan
factor Va dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua
faktor tersebut dapat dipicu karena tidak terbentuknya protein C oleh liver sehingga thrombin
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot (Braunwald , 2012).

Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan trombus. Hal ini disebabkan


teraktivasinya faktor VII dan X yang mengakibatkan terpaparnya sirkulasi darah oleh zat-zat
trombogenik yang akan menyebakan rupturnya plak dan hilangnya respon protektif seperti
antitrombin dan vasodilator pada pembuluh darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan
faktor kimiawi yang tidak stabil pada lesi aterosklerosis dan faktor stres fisik penderita.
Disebakan adanya perkembangan klot pada pembuluh darah dan tidak terstimulusnya
produksi NO dan prostasiklin pada lapisan endotel sebagai vasodilator sehingga terjadi
disfungsi endotel. Dengan adanya ruptur plak dan disfungsi endotel, teraktivasinya kaskade
koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan terjadi agregasi platelet yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi trombosis koroner (Braunwald , 2012).

STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan infark miokard dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai mati setelah sekitar 20 menit
mengalami kekurangan oksigen . Akibat trombus tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah
untuk berkontraksi berkurang, hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga
pembentukan ATP berkurang. Keadaan ini berdampak pada metabolisme mitokondria
sehingga terjadi perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis.
Berkurangnya ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase, peningkatan Na+ dan Cl-
intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan mati (Braunwald , 2012).

PENATALAKSANAAN
17
Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, memberi antithrombotik dan anti platelet, serta memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) penatalaksanaan STEMI yaitu dari
ACC/AHA dan ESC, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di
masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Dharma S, 2009) .

Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama setelah pasien datang)
(Fauci et al, 2011).

 Tirah baring (bed rest total)


 Oksigen 4 L/menit (saturasi O2 dipertahankan > 90%)
 Aspirin 160-325 mg (dikunyah) dilanjutkan dengan 75-162 mg per hari
 Nitrat 5 mg sublingual (dapat diulang 3 kali) lalu drips bila masih nyeri
 Clopidogrel 300 mg per oral (jika belum pernah diberikan)
 Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat
 Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan
reperfusi myocard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi
≤ 12 jam.
Tatalaksana umum

Oksigen (sungkup atau nasal canule) harus diberikan pada pasien yang sesak
nafas, hipoksik, atau yang juga menderita gagal jantung, serta pada pasien yang
saturasi oksigennya < 90%.

Berikut ini merupakan alur tatalaksana pada Sindroma Koroner Akut (SKA)
berdasarkan ACLS. Terapi inisial pada SKA yaitu oksigen (dianjurkan memberikan oksigen
dalam 6 jam pertama terapi), aspirin (diberikan dengan dosis 160-325 mg, dengan dosis
pemeliharaan 75-100 mg/hari), nitrogliserin (obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil, analgetik (analgetik pilihan pada SKA adalah morfin),
clopidogrel dan antipltelet lain (O,connor et al,2010).

18
19
Berdasarkan PERKI 2016 tatalaksana STEMI adalah sebagai berikut.
1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
 Aspilet 160mg kunyah
 Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel) berikan
300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau
 Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan primary PCI
 Atorvastatin 40mg
 Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dan
dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
 Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12jam:
 Fibrinolitik (di IGD) atau
 Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan dalam 2 jam

2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):


a. Obat-obatan:
 Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20 mg jika
kadar LDL di atas target
 Aspilet 1x80-160 mg
 Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
 Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi
ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Ramipril 1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi menurun
EF <50% dan diberikan jika tidak ada kontra indikasi

20
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB: Candesartan 1
x 16, Valsartan 2x80 mg
 Obat pencahar 2xIC (7) Diazepam 2x5 mg
 Heparinisasi dengan:
 UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan
12 unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30
mg iv di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam
e. Total cairan 25-35 cc/KgBB/24jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas pasien (pilih salah satu) :
Treadmill test, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
PROGNOSIS
Mortalitas rata-rata STEMI adalah sebesar 30%, dengan 25 hingga 30% dari
pasien yang meninggal tersebut meninggal sebelum sampai di rumah sakit (umumnya
karena fibrilasi ventrikel).
Tabel 2 – Klasifikasi KILLIP

BAB IV
RINGKASAN

21
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut dengan ST elevasi. Dari hasil
anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada tipikal angina yaitu nyeri yang berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit) .
Pasien juga memiliki faktor risiko berupa hipertensi, yang merupakan faktor resiko dari PJK.
Keluhan nyeri dada pada pasien terjadi karena oklusi lumen arteri koroner yang mendadak
sehingga mengganggu aliran darah ke distal dan menyebabkan infark pada miokard.
Dari pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas jantung dalam batas normal, suara
jantung 1 dan 2 reguller, tidak ditemukan mumur ataupun gallop. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan adanya gambaran ST elevasi di V1, V2 dan V3 Hal ini merupakan faktor resiko
terjadinya aterosklerosis. Selain itu didapatkan juga peningkatan enzim Jantung yaitu
Troponin I. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami infark. Penatalaksanaan pasien saat
di ruangan adalah dengan pemberian Oksigen 3 liter/menit dan tatalaksana farmakologisnya
Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul INF PZ 500cc , NTG pump 10 mikrogram/menit, Lovenox
0,6cc 2x1sc, Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab, Canderin 8mg 1x1 tab Bisovell 5 mg
1x1/2 tab Atorvastatin 20mg 1x1 tab, Zypraz 0.5 mg 1x1 tab, Laxadyn syrup 3x C1 ,Coten
100mg 1x1 tab

Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai dengan anjuran terapi pada pasien IMA ST
elevasi, dimana telah dilakukan pemberian oksigen, anti angina : ISDN , antiplatelet :
clopidogrel dan aspilet, ACE Inhibitor : Ramipril, golongan ACE Inhibitor untuk mengurangi
remodeling, dan pemberian statin: simvastatin. Pada pasien dengan Akut STEMI juga
diberikan anti koaguan yang bertujuan untuk menghambat terjadinya agregasi trombosit..
Antikoagulan tidak dianjurkan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwald, et al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Mc-
Graw Hill: New Yorks Medical Society.
2. Braunwald’s, Eugene. 2012. Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Disease.
9th Edition. Philadelphia: Elsevier.

22
3. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Jakarta: Interna
Publishing.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2012. Advanced Cardiac
Life Support Indonesia. Jakarta: PERKI.
5. O'Connor. Robert E, Brady. William, et all, 2010. Acute Coronary Syndromes: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. Available at:
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf
6. Boyle AJ, Jaffe AS. 2009. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill.
7. Steg, et al. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction
in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal (2012) 33,
2569–2619
8. PERKI. 2016. Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: PERKI
9. Fitri Z, Masrul S, Eti Y. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner Akut di
Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012. Artikel penelitian
dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 3(2) 167 Available from :
http://jurnal.fk.unand.ac.id
10. NICE. Myocardial infarction with ST-segment elevation : The acute
management of myocardial infarction with ST-segment elevation. NICE
Clinical Guideline. July 2013;167.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2010
12. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2009.
13. Dharma S, et al .Temporal Trends of System of Care for STEMI: Insights
from the Jakarta Cardiovascular Care Unit Network System. 2014
14. Dharma S, et al. Acute myocardial infarction system of care in the third world.
Net heart journal. 2012.

23

Anda mungkin juga menyukai