PENDAHULUAN
1
BAB II
KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Status : Menikah
Alamat : Loceret
Masuk RS : 4 Januari 2018
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 88x/menit, regular
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 36,40 C
- Tb :160 cm
- Bb : 55 kg
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala – Leher
Mata
- Konjungtiva pucat (-)
- Sklera ikterik (-)
Refleks pupil (+/+) isokor
Telinga – Hidung – Mulut
- Tidak ada kelainan
Leher
- JVP dalam batas normal
- Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremistus simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
3
Auskultasi : Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIK 5 linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri 2 jari medial linea midclavicula sinistra SIK V
Auskultasi : S1 (+), S2 (+),murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, venektasi (-),
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Clubbing finger (-)
Akral hangat
Udem ekstremitas (-/-)
CRT < 2detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
4 Januari 2018
4
EKG ( 3 Januari 2018 )
5
Interpretasi :
Ritme : Sinus rythm
Heart Rate : 88 x/ menit reguler
Axis: normoaxis
ST segment : Gambaran ST elevasi pada V1, V2, V3
Kesan : Infark miocard Akut dengan ST elevasi antero septal
Ekhokardiography
6
7
RESUME
Pasien Tn. M datang ke igd rsud nganjuk dengan keluhan nyeri dada 2 hari in dan
memberat sejak 10 jam sebelum MRS. Nyeri dada seperti tertekan, dan menjalar ke tangan
kiri dan punggung. Pasien juga mengeluh sering keringat dingin, mual, muntah. Pasien juga
mengeluh sesak, terutama saat sedang beraktivitas. Sesak saat malam hari(-), tidur dengan
bantal tinggi(-). Pasien juga mengeluh sering batuk 1 bulan ini. BAB dan BAK (+) normal.
Riwayat hipertensi (+)
Pada pemeriksaan fisik TD 150/90, Nadi 88x/menit, RR 20x/menit kepala dan leher
tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan fisik jantung, paru, abdomen dan ekstremitas dalam
batas normal. Dari pemeriksaan EKG didapatkan ST Elevasi pada V1,V2 dan V3 serta
8
pemeriksaan troponin I 254,2 ug/l. Dari hasil ekhokardiography disimpulkan coronary arteri.
disease
DIAGNOSIS KERJA
-STEMI ANTEROSEPTAL
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
Bedrest
MRS
Foto thorax, EKG
Farmakologis :
Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul
Inf. PZ 500cc/24jam
Acetosal 300mg 3 tab kunyah dilanjutkan 1x1 tab
NTG pump 10 mikrogram/menit
Lovenox 0,6cc 2x1sc
Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab
Canderin 8mg 1x1 tab
Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
Atorvastatin 20mg 1x1 tab
Zypraz 0.5 mg 1x1 tab
Laxadyn syrup 3x C1
Coten 100mg 1x1 tab
Subjective Nyeri dada berkurang, sesak berkurang, mual (+) muntah (+)
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,8 C
9
Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,8 C
Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI
10
Canderin 8mg 1x1 tab
Bisovell 5 mg 1x1/2 tab
Atorvastatin 20mg 1x1 tab
Zypraz 0.5 mg 1x1 tab
Laxadyn syrup 3x C1
Coten 100mg 1x1 tab
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 85x/menit
Respirasi : 19x/menit
Suhu : 36,5 C
Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment STEMI
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
11
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat terganggunya aliran darah
ke otot jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Infark dapat terjadi akibat trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti hipertensi, merokok dan hiperkolesterolemia.
IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI) adalah salah satu spektrum sindrom koroner akut
yang terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA (Alwi, 2009).
B. DIAGNOSIS
Menurut World Heath Organization (WHO) dan American Heart Association (AHA),
diagnosis infark miokard dapat ditegakkan jika didapatkan 2 atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
(o, Connor et al, 2010) :
1. Terdapat gejala infark yang khas (nyeri dada yang khas)
2. Perubahan dari gambaran elektrokardiografi (EKG)
3. Peningkatan biomarker jantung
Diagnosis infark myocard bergantung kepada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,
pengukuran marker biokimia kerusakan otot jantung (khususnya Troponin), dan hasil
pemeriksaan EKG. Dari anamnesis, diagnosis infark myocard biasanya didasarkan pada
riwayat nyeri dada selama 20 menit atau lebih di daerah substernal, tidak hilang dengan
istirahat dan tidak berespon terhadap nitrogliserin. Ciri khas lain adalah nyeri yang menjalar
ke leher, rahang bawah, atau tangan kiri. Nyerinya tidak berat. Beberapa pasien datang
dengan gejala yang lebih ringan, seperti mual/muntah, sesak nafas, kelelahan, palpitasi, atau
pingsan (Steg, 2012). Pasien juga sering mengalami keringat malam. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut
( Sudoyo , 2010).
13
miokard menurut evolusinya dapat berupa gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST,
dan gelombang Q patologis. Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas
EKG adalah sebagai berikut (Boyle, 2009):
15
PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid6 . Merokok, hipertensi, kadar LDL, serta tingginya
kadar gula darah pada penderita diabetes melitus akan mengakibatkan kerusakan pada
endotel pembuluh darah. Lapisan endotel yang rusak menjadi terganggu dan jaringan ikat
pada pembuluh darah mengalami thrombogenik sehingga terjadi primary hemostasis. Primary
hemostasis merupakan tahap awal pertahanan terhadap pendarahan (Braunwald , 2012).
Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah pembuluh rusak dan dicegah
oleh adanya sirkulasi platelet. Platelet akan menempel pada kolagen subendotel pembuluh
16
darah dan beragregasi untuk membentuk “Platelet plug” (Braunwald , 2012). Kerusakan
lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan cell molecule adhesion seperti
sitokin, TNF-α, growth factor, dan kemokin. Limfosit T dan monosit akan teraktivasi dan
masuk ke permukaan endotel lalu berpindah ke subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit
berproliferasi menjadi makrofag dan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag
membentuk sel busa. Akibat kerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk
lesi fibrous, plak aterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan
factor Va dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua
faktor tersebut dapat dipicu karena tidak terbentuknya protein C oleh liver sehingga thrombin
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot (Braunwald , 2012).
STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan infark miokard dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai mati setelah sekitar 20 menit
mengalami kekurangan oksigen . Akibat trombus tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah
untuk berkontraksi berkurang, hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga
pembentukan ATP berkurang. Keadaan ini berdampak pada metabolisme mitokondria
sehingga terjadi perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis.
Berkurangnya ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase, peningkatan Na+ dan Cl-
intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan mati (Braunwald , 2012).
PENATALAKSANAAN
17
Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, memberi antithrombotik dan anti platelet, serta memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) penatalaksanaan STEMI yaitu dari
ACC/AHA dan ESC, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di
masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Dharma S, 2009) .
Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama setelah pasien datang)
(Fauci et al, 2011).
Oksigen (sungkup atau nasal canule) harus diberikan pada pasien yang sesak
nafas, hipoksik, atau yang juga menderita gagal jantung, serta pada pasien yang
saturasi oksigennya < 90%.
Berikut ini merupakan alur tatalaksana pada Sindroma Koroner Akut (SKA)
berdasarkan ACLS. Terapi inisial pada SKA yaitu oksigen (dianjurkan memberikan oksigen
dalam 6 jam pertama terapi), aspirin (diberikan dengan dosis 160-325 mg, dengan dosis
pemeliharaan 75-100 mg/hari), nitrogliserin (obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil, analgetik (analgetik pilihan pada SKA adalah morfin),
clopidogrel dan antipltelet lain (O,connor et al,2010).
18
19
Berdasarkan PERKI 2016 tatalaksana STEMI adalah sebagai berikut.
1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
Aspilet 160mg kunyah
Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel) berikan
300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan primary PCI
Atorvastatin 40mg
Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dan
dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12jam:
Fibrinolitik (di IGD) atau
Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan dalam 2 jam
20
Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB: Candesartan 1
x 16, Valsartan 2x80 mg
Obat pencahar 2xIC (7) Diazepam 2x5 mg
Heparinisasi dengan:
UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan
12 unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30
mg iv di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam
e. Total cairan 25-35 cc/KgBB/24jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas pasien (pilih salah satu) :
Treadmill test, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
PROGNOSIS
Mortalitas rata-rata STEMI adalah sebesar 30%, dengan 25 hingga 30% dari
pasien yang meninggal tersebut meninggal sebelum sampai di rumah sakit (umumnya
karena fibrilasi ventrikel).
Tabel 2 – Klasifikasi KILLIP
BAB IV
RINGKASAN
21
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut dengan ST elevasi. Dari hasil
anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada tipikal angina yaitu nyeri yang berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit) .
Pasien juga memiliki faktor risiko berupa hipertensi, yang merupakan faktor resiko dari PJK.
Keluhan nyeri dada pada pasien terjadi karena oklusi lumen arteri koroner yang mendadak
sehingga mengganggu aliran darah ke distal dan menyebabkan infark pada miokard.
Dari pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas jantung dalam batas normal, suara
jantung 1 dan 2 reguller, tidak ditemukan mumur ataupun gallop. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan adanya gambaran ST elevasi di V1, V2 dan V3 Hal ini merupakan faktor resiko
terjadinya aterosklerosis. Selain itu didapatkan juga peningkatan enzim Jantung yaitu
Troponin I. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami infark. Penatalaksanaan pasien saat
di ruangan adalah dengan pemberian Oksigen 3 liter/menit dan tatalaksana farmakologisnya
Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul INF PZ 500cc , NTG pump 10 mikrogram/menit, Lovenox
0,6cc 2x1sc, Clogin 75mg 1x4 tab dilanjutkan 1x1tab, Canderin 8mg 1x1 tab Bisovell 5 mg
1x1/2 tab Atorvastatin 20mg 1x1 tab, Zypraz 0.5 mg 1x1 tab, Laxadyn syrup 3x C1 ,Coten
100mg 1x1 tab
Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai dengan anjuran terapi pada pasien IMA ST
elevasi, dimana telah dilakukan pemberian oksigen, anti angina : ISDN , antiplatelet :
clopidogrel dan aspilet, ACE Inhibitor : Ramipril, golongan ACE Inhibitor untuk mengurangi
remodeling, dan pemberian statin: simvastatin. Pada pasien dengan Akut STEMI juga
diberikan anti koaguan yang bertujuan untuk menghambat terjadinya agregasi trombosit..
Antikoagulan tidak dianjurkan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald, et al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Mc-
Graw Hill: New Yorks Medical Society.
2. Braunwald’s, Eugene. 2012. Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Disease.
9th Edition. Philadelphia: Elsevier.
22
3. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Jakarta: Interna
Publishing.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2012. Advanced Cardiac
Life Support Indonesia. Jakarta: PERKI.
5. O'Connor. Robert E, Brady. William, et all, 2010. Acute Coronary Syndromes: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. Available at:
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf
6. Boyle AJ, Jaffe AS. 2009. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill.
7. Steg, et al. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction
in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal (2012) 33,
2569–2619
8. PERKI. 2016. Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: PERKI
9. Fitri Z, Masrul S, Eti Y. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner Akut di
Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012. Artikel penelitian
dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 3(2) 167 Available from :
http://jurnal.fk.unand.ac.id
10. NICE. Myocardial infarction with ST-segment elevation : The acute
management of myocardial infarction with ST-segment elevation. NICE
Clinical Guideline. July 2013;167.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2010
12. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2009.
13. Dharma S, et al .Temporal Trends of System of Care for STEMI: Insights
from the Jakarta Cardiovascular Care Unit Network System. 2014
14. Dharma S, et al. Acute myocardial infarction system of care in the third world.
Net heart journal. 2012.
23