Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit inflamasi autoimun yang ditandai


dengan temuan antibodi pada jaringan dan kompleks imun sehingga mengakibatkan
manifestasi klinis di berbagai sistem organ. Etiologinya tidak jelas, diduga berhubungan
dengan gen respon imun spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor klas II, yaitu
HLA-DR2 dan HLA DR3. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan
angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan di duga berperan dalam patofisiologi SLE.1,2
Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara
prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jender
wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup
semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,
didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit
Dalam sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari
total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010. 1 Di Indonesia sendiri
jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah
penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia, 2011).
Prevalensi penyakit inflamasi sistemik berdasar diagnosis naskes di Indonesia adalah 11,9%.
Prevalensi tertinggi di Bali 19,3%, Aceh 18,3%, Jawa Barat 17,5 dan Papua 15,4%.
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan jenis kelamin, diperoleh lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki yaitu 13,4% dan 10,3% (Riskesdas, 2013). Dari data Dinas
kesehatan provinsi Bali diperoleh data kasus sistemik lupus eritematosus pada tahun 2012
sebanyak 25 kasus dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 75 kasus.
Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi,
darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun. Dilaporkan bahwa
pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis terbanyak
berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%,
fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6% sedangkan
manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia
hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.3

1
Nefritis lupus bisa ditemukan pada 90% pasien lupus eritematosus sistemik. Bahkan
disebutkan bahwa hasil biopsy ginjal setiap pasien yang menderita lupus eritematosus
sistemik mengalami kelainan meskipun tidak ditemukan kelainan pada hasil urinanalisa.
Gambaran klinis pasien nefritis lupus sangat bervariasi, mulai dari asimtomatis atau hanya
proteinuriaatau hematuria ringan sampai dengan gambaran klinis yang berat yaitu sindrom
nefrotik atau glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal yang progresif.3
Survival rate SLE berkisar antara 70-85% dalam 5-10 tahun pertama dan 53-64%
setelah 20 tahun menderita SLE. Mortalitas akibat penyakit SLE ini 3-5kali lebih tinggi
dibandingkan populasi umum. Di RSCM survival rate 5 tahun pasien SLE adalah 88% dari
pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari tahun 1990-2002. Pada
beberapa tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi
seperti infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang
berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.4

Anda mungkin juga menyukai