Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Menurut publikasi Badan Pusat Statistik pada tahun 2011, jumlah penduduk
Kabupaten Sidoarjo berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 1.984.486 orang. Sedangkan
pada tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo berdasarkan hasil sensus adalah
sebanyak 2.053.467 orang dan pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo
berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 2.090.619 orang (BPS, 2013). Dari data tersebut
menunjukkan bahwa kebutuhan ber-Keluarga Berencana (ber-KB) sangat besar untuk
mencegah terjadinya ledakan penduduk karena setiap tahunnya di Kabupaten Sidoarjo terjadi
pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk. Peranan
masing-masing individu pasangan suami-istri dalam kesadaran menggunakan alat kontrasepsi
sangatlah penting untuk menekan laju pertumbuhan penduduk karena berpengaruh kepada
tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk (Handayani, 2010).

Di negara berkembang, pelayanan KB hampir semuanya ditujukan untuk wanita dan


mempunyai perhatian yang kecil pada pria serta masih adanya pertentangan dengan
keyakinan agama (Owalepo RA, 2006). Sebagian besar program KB memberikan perhatian
yang sedikit pada pemahaman peranan pria dalam penggunaan kontrasepsi yang efektif dan
konsisten. Metode kontrasepsi yang membutuhkan keterlibatan pria seperti kondom, pantang
berkala, senggama terputus, dan vasektomi jarang digunakan (Ezeh AC, 1996).

Sampai sekarang, program KB hanya fokus pada sikap dan perilaku wanita. Wanita
dijadikan target informasi, pendidikan dan komunikasi dalam peningkatan pengetahuan dan
pemakaian kontrasepsi. Konsekuensinya, peranan pria yang sangat besar dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan diabaikan (Adewuyi A, 2006). Sebagian program KB
menawarkan dan mempromosikan metode kontrasepsi seperti pil dan suntik yang digunakan
wanita. Padahal, keefektifan dan keberlanjutan pemakaiannya sering tidak berhasil
disebabkan ketidaksetujuan suami mereka (Isiugu-Abanihe UC, 1994). Padahal antara pria
dan wanita mempunyai hak reproduksi yang sama, sehingga mempunyai kewajiban untuk
mulai memikirkan siapa yang akan menggunakan alat kontrasepsi. Pria yang menyadari akan
kesetaraan hak reproduksi pasti akan memikirkan bahwa saatnya pria ikut andil dalam
program KB (Mollucca Medika, 2012).
Partisipasi pria menjadi penting dalam KB dan Kesehatan Reproduksi disebabkan: (1)
pria adalah partner dalam reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan
wanita berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan
kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi KB dan
Kesehatan Reproduksi, (2) pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk
anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksi akan membentuk
ikatan yang lebih kuat diantara mereka dan keturunannya, dan (3) pria secara nyata terlibat
dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan penting dalam memutuskan kontrasepsi yang
akan dipakainya dan digunakan istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap
kehidupan reproduksinya seperti pada saat, sedang dan setelah melahirkan serta selama
menyusui (Population Reports, 2003).

Bentuk partisipasi pria dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Partisipasi pria secara langsung (sebagai peserta KB) adalah pria menggunakan
salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi (kontap pria),
serta KB alamiah yang melibatkan pria (metode senggama terputus dan metode pantang
berkala) (BKKBN, 2003). Partisipasi pria secara tidak langsung adalah pria mendukung istri
dalam ber-KB, sebagai motivator yang dapat memberikan motivasi untuk menjadi peserta
KB, dan merencanakan jumlah anak bersama dengan istri (BKKBN, 2007).

Keberhasilan program KB pria dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur,
tingkat pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, dan agama. Kemajuan program KB tidak bisa
lepas dari tingkat ekonomi karena berkaitan dengan kemampuan untuk membeli alat
kontrasepsi yang digunakan (Handayani, 2010). Para pria juga masih berpikir panjang untuk
menggunakan alat kontrasepsi dengan berbagai alasan antara lain: larangan dari keluarga,
kurang pengetahuan maupun informasi tentang alat kontrasepsi pria, kurangnya kesadaran,
tidak ada dukungan dari istri (misalnya jika suami ber-KB ditakutkan suami berselingkuh),
dan kurangnya sarana dan prasarana, serta adanya rumor negatif yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya (Medicastore, 2012). Masalah vasektomi masih
memprihatinkan dengan pencapaian yang belum maksimal bila dibandingkan dengan alat
kontrasepsi lain yang memiliki kelangsungan pemakaian yang rendah seperti kondom, pil dan
suntik (BKKBN, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana
(KB) di Kabupaten Sidoarjo.

I. 2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana (KB)?”
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2. 1. TUJUAN PENELITIAN
2. 1. 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pria dalam
Keluarga Berencana (KB).
2. 1. 2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor individu (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jumlah anak,
wilayah tempat tinggal, pengetahuan tentang KB) yang mempengaruhi keikutsertaan pria
dalam Keluarga Berencana (KB).
2. Mengetahui faktor lingkungan (peranan pasangan, peranan keluarga/ tetangga/ teman,
peranan petugas, peranan tokoh masyarakat, peranan media masa) yang mempengaruhi
keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana (KB).
3. Menganalisis pengaruh faktor individu terhadap keikutsertaan pria dalam Keluarga
Berencana (KB).
4. Menganalisis pengaruh faktor lingkungan terhadap keikutsertaan pria dalam Keluarga
Berencana (KB).

2. 2. MANFAAT PENELITIAN
2. 2. 1. Bagi Peneliti
Bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman dan
penerapan ilmu serta bahan bagi penelitian selanjutnya.
2. 2. 2. Bagi Responden
Memberikan informasi dan pengetahuan yang dapat membuka wawasan responden
terhadap masalah KB.
2. 2. 3. Instansi Kesehatan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, dan
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB Kabupaten Sidoarjo sehingga bisa
digunakan dalam membuat kebijakan dalam meningkatkan keikutsertaan pria dalam Keluarga
Berencana (KB).
2. 2. 4. Kecamatan dan Puskesmas
Dapat memberikan informasi kepada pihak kecamatan dan puskesmas mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana (KB).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organization (WHO) Expect


Commite (1970) dalam Suratun dkk (2008) adalah suatu tindakan yang membantu individu
atau pasangan suami-isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur
interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur
suami-isteri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum, 2008).
Program keluarga berencana (KB) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan
tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya
masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk di
Indonesia. Program KB di Indonesia telah diakui dunia keberhasilannya, namun beberapa
tahun terakhir tampak mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dari jumlah pencapaian KB
Pria yang masih relatif rendah (SDKI, 2007).
Tujuan KB secara filosofis adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan
pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia. Terciptanya penduduk yang berkualitas,
sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraab keluarga (Handayani,
2010).
Dalam keluarga berencana, kontrasepsi merupakan variabel utama yang digunakan
untuk menurunkan angka kelahiran. Pada dasarnya, pelayanan kontrasepsi lebih cost-effective
dan relatif murah dibandingkan dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Hasil penelitian di
United Kingdom melaporkan bahwa penghematan pengeluaran pemerintah dihitung sepertiga
dari kejadian kehamilan yang tidak diinginkan (C.Lipetz, et. Al, 2009).

Macam-Macam Alat Kontrasepsi bagi Laki-Laki


Metode kontrasepsi pria yang ada dalam program KB di Indonesia antara lain metode
kontrasepsi sederhana dengan alat seperti kondom dan kontrasepsi mantap pria/ vasektomi
(Handayani, 2010).
a. Kondom
Kondom adalah suatu karet tipis, berwarna atau tak berwarna, dipakai untuk menutupi
zakar yang sudah berdiri sebelum dimasukkan ke dalam vagina, dengan demikian mencegah
terjadinya pembuahan. Kondom yang menutupi zakar juga berguna untuk mencegah
penularan penyakit kelamin.
Cara kerja:
Mencegah pertemua spermatozoa/ sel mani dengan ovum/ sel telur pada waktu
bersenggama, penghalang langsung dengan cairan terinfeksi. Tingkat keberhasilan 80-95%.
Keuntungan:
Murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, mudah dipakai sendiri, dapat
mencegah penularan penyakit kelamin.
Kerugian:
Selalu harus memakai kondom yang baru, selalu harus ada persediaan, kadang-kadang
ada yang tidak tahan (alergi) terhadap karetnya, tingkat kegagalannya cukup tinggi bila
terlambat memakainya, sobek bila memasukkannya tergesa-gesa, mengganggu kenyamanan
bersenggama.
Cara pemakaian:
Dengan menyarungkannya pada alat kelamin laki-laki yang sudah tegang (keras), dari
ujung zakar (penis) sampai ke pangkalnya pada saat akan bersenggama. Sesudah selesai
bersenggama agar segera dikeluarkan dari liang senggama sebelum zakar menjadi lemas.
Kondom adalah salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung
tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk
menampung sperma (BKKBN, 2006).
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan,
diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produk hewani) yang dipasang
pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintesis yang tipis, berbentuk
silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bisa digulung berbentuk rata atau
mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik
untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun aksesoris
aktivitas seksual (Saifuddin, 2003).
Kondom dalam keluarga berencana berfungsi yaitu menghalangi terjadinya pertemuan
sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang
pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan,
mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HIV/AIDS) dari satu pasangan yang
lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).
Indikasi dalam menggunakan kondom yaitu bila hubungan seksual dilakukan pada saat isteri
sedang dalam masa subur, bila isteri tidak cocok dengan semua jenis alat/ metode
kontrasepsi, setelah vasektomi kondom perlu dipakai sampai enam minggu, sementara
menunggu penggunaan metode/ alat kontrasepsi lainnya, bagi calon peserta pil keluarga
berencana yang sedang menunggu haid, apabila lupa minum pil keluarga berencana dalam
jangka waktu lebih dari 36 jam, apabila salah satu dari pasangan suami isteri, sementara
menunggu pencabutan implant/ susuk keluarga berencana/ alat kontrasepsi bawah kulit bila
batas waktu pemakaian implant telah habis (BKKBN, 2006).
Adapun kelebihan kondom yaitu efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan benar,
murah dan mudah didapat tanpa resep dokter, praktis dan dapat dipakai sendiri tanpa ada efek
hormonal, dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS, mudah dibawa, dan dapat menambah frekuensi hubungan seksual dan secara
psikologis menambah kenikmatan. Sedangkan keterbatasan kondom yaitu kadang-kadang ada
pasangan yang alergi bahan karet kondom, kondom hanya dapat dipakai satu kali, secara
psikologis kemungkinan mengganggu kenyamanan, kondom yang kadaluwarsa mudah sobek
dan bocor (BKKBN, 2006).
Efektifitas kondom yaitu efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar,
angka kegagalan teoritis 3% dan praktis 5-20%, sangat efektif jika digunakan pada waktu istri
dalam periode menyusui (Lactation Amenorrhae Method), akan lebih efektif bila
dikombinasikan dengan sistem kalender (BKKBN, 2006)/
Menurut BKKBN (2006) cara pemakaian kondom dengan baik dan benar adalah:
1. Pegang bungkus kondom dengan kedua belah tangan kemudian dorong kondom
dengan jari anda ke posisi bawah. Tujuannya agar tidak tersobek saat membuka
bungkusnya. Selanjutnya sobek bungkus kondom.
2. Dorong kondom dari bawah agar keluar dari bungkusnya, kemudian pegang kondom
dan perhatikan bagian yang menggulung harus berada di sebelah luar.
3. Pencet ujung kondom agar tidak ada udara yang masuk dan letakkan pada kepala
penis.
4. Baik pihak suami atau istri dapat memasang kondom ke penis, Pada saat kondom
dipasang, penis harus selalu dalam keadaan tegang. Pasanglah kondom dengan
menggunakan telapak tangan untuk mendorong gulungan kondom hingga panggal
penis (jangan menggunakan kuku karena kondom dapat robek).
5. Jika pelicin yang ada pada kondom dirasa kurang (terutama untuk hubungan awal),
gunakan pelican kondom tambahan seperti jelly yang dapat dibeli di apotik.
6. Jangan ada kontak penis dengan vagina sebelum menggunakan kondom.
7. Segera setelah ejakulasi, cabut penis dari vagina, pegang pangkal penis dan lepaskan
kondom dengan hati-hati selagi masih tegang ((jangan sampai ada cairan sperma yang
tercecer keluar).
8. Ikat kondom agar cairan sperma tidak dapat keluar dan buang di tempat yang aman,
jangan buang kondom bekas pakai pada WC karena dapat menyumbat.
9. Pilih kondom yang paling cocok dengan selera dan ukurab penis anda.

b. MOP (Metode Operasi Pria) atau Vasektomi


MOP atau vasektomi adala prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi
pria dengan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat
dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum tidak terjadi). Tindakan oklusi dilakukan
terhadap kedua saluran mani sebelah kanan dan sebelah kiri sehingga tidak dapat
menyebabkan kehamilan. MOP sangat efektif, tidak ada efek samping jangka panjang, tindak
bedah aman dan sederhana, serta dapat digunakan seumur hidup dan tidak mengganggu
kehidupan suami isteri (SDKI, 2007).

Vasektomi mempunyai kelebihan:


1) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan
2) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah.
3) Biaya lebih murah karena membutuhkan satu kali tindakan saja.
4) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit.
5) Tidak mengganggu hubungan seksual setelah vasektomi.
6) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi lain.
Keterbatasan vasektomi antara lain:
1) Karena dilakukan dengan tindakan medis/ pembedahan, maka masih memungkinkan
terjadi komplikasi, seperti pendarahan, nyeri dan infeksi.
2) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV dan AIDS.
3) Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali senggama agar sel mani negatif.
4) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat
menyebabkan keadaan semakin terganggu. Efektivitas vasektomi sangat tinggi,
artinya kemungkinan gagal kecil sekali (0,15%) jika tindakan medis dilakukan secara
benar.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Pria ber-KB


Secara umum, permasalahan yang dihadapi program KB antara lain (SDKI, 2007):
 Kepercayaan, pada dasarnya semua kepercayaan yang ada di Indonesia menerima gagasan
dari KB walaupun terdapat perbedaan pandangan tentang metode pelaksanaan dan alat
kontrasepsi yang diinginkan.
 Budaya, seperti faktor pengambilan keputusan yang dilakukan oleh istri belum puas jika
tidak memiliki anak perempuan atau lelaki, percaya banyak anak banyak rezeki, serta
anggapan bahwa perempuan yang hamil dan melahirkan sehingga yang harus
menggunakan alat kontrasepsi agar tidak hamil.
 Terbatasnya alat kontrasepsi yang dapat digunakan pria.
 Dengan adanya alat-alat kontrasepsi yang dapat mencegah terjadinya kehamilan terutama
kondom yang dapat membantu mencegah penyakit kelamin, dikhawatirkan akan semakin
banyaknya praktek prostitusi di masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pengaruh keikutsertaan pria dalam keluarga
berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan,
sikap, dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu sosial budaya,
dukungan istri, masyarakat (tokoh masyarakat) dan keluarga/ istri, keterbatasan informasi
dari tenaga kesehatan dan aksesibilitas terhadap pelayanan keluarga berencana pria,
keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya persepsi di masyarakat mengenai
keluarga berencana pria (BKKBN, 2010).
Penelitian Dewi (2009) di Indonesia yang meneliti faktor-faktor yang memengaruhi
partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi menyatakan ada
hubungan pengetahuan dengan partisipasi dalam keluarga berencana. Partisipasi pria
membuktikan bahwa ada keterlibatan yang lebih tinggi dari pasangan kelompok yang
memiliki empat anak atau lebih dibandingkan mereka yang memiliki anak lebih sedikit. Ada
hubungan cara memperoleh kondom dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi.
Pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi pria
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 1974
dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di
dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:
a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbng-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak
selalu melewati tahap diatas. Apabila perubahan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long
lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan berlangsung lama.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6
tingkatan yaitu:
a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkah ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materu atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut.
e. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang
telah ada.
Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan melalui isteri, petugas
kesehatan dan tokoh masyarakat baik formal dan informal. Menurut Karr (1988) dalam
Notoatmodjo (2007) menyatakan ada lima faktor penentu perilaku yaitu adanya niat untuk
bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang, dukungan dari masyarakat
sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang,
kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan, dan kondisi situasi yang memungkinkan
untuk bertindak. Partisipasi pria dalam keluarga berencana juga dipengaruhi oleh kelima
faktor tersebut.
Sarason dalam Sarafino (2006) lebih jauh lagi mengatakan bahwa dukungan sosial selalu
mencakup 2 hal penting, yaitu persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan
oleh individu pada saat ia membutuhkan bantuan dan derajat kepuasan akan dukungan yang
diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya.
Namun, perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu
yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui
dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada
siapa individu akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya
yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah
pihak.
Menurut Sarafino (2006), sumber-sumber dukungan sosial, yaitu:
a. Sumber artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sosial.
b. Sumber natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya
anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

e. Umur
Umur suami mempunyai efek yang bermakna pada frekuensi senggama, yang
berhubungan langsung dengan kesempatan menjadi hamil. Tetapi sebaliknya umur suami
tampaknya hanya berpengaruh sedikit sekali pada kemampuan reproduksi, kecuali pada umur
lanjut (>60 tahun). Kelompok remaja masih tinggi frekuensi senggamanya, oleh karena itu
tidak dianjurkan untuk menggunakan metode kontrasepsi seperti kondom. Namun, justru
kebanyakan dari akseptor kondom justru dari kelompok usia remaja. Ternyata setelah
ditelusuri mereka menggunakan kondom dengan alasan mudah diperoleh, mudah digunakan
dan mereka masih bingung menentukan kontrasepsi yang efektif untuk mereka gunakan.
Kelompok pria di atas 40 tahun juga ternyata banyak yang menggunakan kondom dengan
alasan mereka sudah jarang melakukan senggama, sehingga mereka hanya butuh kontrasepsi
hanya pada saat-saat tertentu.

f. Tingkat Pendidikan
Pendidikan diperoleh dari proses belajar melalui pendidikan formal maupun informal.
Pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang dalam menerima informasi dan
pengetahuan untuk menuju hidup sehat serta mengatasi masalah kesehatan.
Tidak disangkal bahwa pendidikan seseorang itu berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah
atau mereka yang tidak berpendidikan, maka dalam menghadapi gagasan barupun mereka
akan lebih banyak mempergunakan rasio dari pada emosi. Masyarakat yang tidak
berpendidikan maupun berpendidikan rendah tentu akan lebih banyak memberikan respon
terhadap sesuatu gagasan baru itu dengan emosi. Karena hal yang baru dianggapnya dapat
mengguncangkan masyarakat atau merubah apa yang telah mereka lakukan pada masa yang
lalu. Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga
berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode. Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh
yang bermakna terhadap pemilihan kontrasepsi pada pria. Pria yang bertingkat pendidikan
rendah masih beranggapan bahwa wanitalah yang harus menggunakan kontrasepsi, karena
wanitalah yang bisa hamil. Sedangkan pria dengan tingkat pendidikan tinggi, dengan
pertimbangan beberapa hal dengan istrinya, kemungkinan besar mereka mau menggunakan
kontrasepsi.

g. Pekerjaan

h. Penghasilan
Tingkat penghasilan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam memperoleh
penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Makin tinggi pendapatan seseorang dapat diasumsikan bahwa derajat kesehatannya akan
semakin baik, karena akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan akan semakin mudah.
Tingkat penghasilan akan mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan
karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus
menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti akan memilih kontrasepsi yang sesuai
dengan kemampuan mereka mendapatkan kontrasepsi tersebut.
Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan penjaminan kesehatan bagi masyarakat
miskin dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis seperti suntik, susuk KB, kondom atau
IUD termasuk memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen
lewat operasi medis operatif. Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan dimanfaatkan
secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS) terutama dari kelompok keluarga
prasejahtera dan keluarga sejahtera I guna mengatur kelahirannya secara lebih baik.
Dengan diberlakukannya program tersebut, ada peningkatan terhadap partisipasi pria dalam
ber-KB walaupun hanya sedikit demi sedikit. Sampai saat ini masih diberlakukan kondom
yang dijual murah bagi masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas
gratis bagi pria yang bersedia melakukan vasektomi. Tingkat penghasilan masing-masing
daerah sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk menentukan
tingkat penghasilan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK.

i. Kemudahan metode
Kemudahan metode disini maksudnya adalah apakah seseorang dalam menggunakan
kontrasepsi tersebut mengalami kesulitan atau tidak. Contohnya saja vasektomi, akseptor
vasektomi membutuhkan serangkaian pemeriksaan terlebih dahulu sebelum dinyatakan boleh
menggunakan vasektomi dan untuk mendapat kontrasepsi tersebut akseptor harus
mendapatkan bantuan dari tenaga kesehatan.
Lain halnya dengan kontrasepsi kondom yang dijual bebas. Akseptor mungkin beranggapan
tidak memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan untuk mendapatkan kontrasepsi tersebut.

j. Pengalaman menggunakan kontrasepsi


Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga dan teman sering kali memiliki pengaruh
yang bermakna dalam pemakaian metode kontrasepsi oleh suatu pasangan. Tidak sedikit dari
pasangan yang memilih metode kontrasepsi dengan cara bertanya terlebih dahulu pada orang
yang terdekat dalam hal pengalaman menggunakan kontrasepsi.
Seseorang yang kecewa dengan pemakaian suatu metode akan mempengaruhi orang
lain untuk tidak menggunakannya. Sebaliknya bila seseorang puas dengan pemakaian suatu
metode mereka akan mengajak orang lain untuk menggunakan kontrasepsi seperti yang
dipakainya. Sebagai contoh kondom. Seseorang yang kecewa dengan pemakaian kondom
akan menghindari penggunaan kondom pada kontrasepsi selanjutnya dan mungkin akan
mempengaruhi seseorang untuk tidak menggunakan kondom. Banyak pasangan yang
mengeluhkan bahwa pemakaian kondom hanya akan mengganggu sentuhan langsung pada
saat berhubungan.

k. Kesalahan Persepsi Mengenai Suatu Metode


Banyak klien membuat keputusan mengenai kontrasepsi berdasarkan informasi yang salah
yang diperoleh dari teman dan keluarga atau dari kampanye pendidikan yang
membingungkan. Informasi yang diperoleh dari penyedia layanan dan sumber lain dapat
menyesatkan atau sensasional, dengan sifat-sifat diperbesar. Banyak pria yang beranggapan
bahwa dengan menggunakan kondom dan vasektomi sifat kejantanannya akan menurun.

BAB IV

KERANGKA PIKIR dan METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Kerangka Pemikiran

3. 1. 1. Kerangka Konsep

Keikutsertaan pria ber-KB dipengaruhi berbagai aspek, seperti faktor individu


(karakteristik sosiodemografi), faktor lingkungan (pasangan, keluarga, masyarakat dan
petugas) dan faktor sarana (ketersediaan alat kontrasepsi, tenaga, tempat pelayanan, biaya,
dll). Bagan kerangka konsep berikut mempertimbangkan ketersediaan variabel yang ada dan
tersedia, sehingga tidak semua variabel yang diinginkan diduga turut berpengaruh dalam
keikutsertaan pria ber-KB dapat dianalisis, seperti misalnya faktor sarana (BKKBN, 2009).
Faktor Individu :
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Jumlah anak
Pengetahuan tentang KB
Sikap/ kesadaran
Agama/ kepercayaan
KEIKUTSERTAAN PRIA
Kemudahan metode
Dalam KB

Faktor Lingkungan :
Dukungan isteri
Dukungan keluarga/ tetangga/ Faktor Sarana :
teman Ketersediaan alat Kontrasepsi
Dukungan petugas kesehatan Tenaga Pelayanan
Dukungan tokoh masyarakat/ Tempat Pelayanan
tokoh agama Biaya
Dukungan media masa

Gambar 1: Kerangka Pemikiran beberapa faktor yang mempengaruhi


Keikutsertaan Pria ber-KB

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

3. 1. 2. Hipotesis

1. Ada pengaruh antara faktor individu terhadap keikutsertaan pria ber-KB

2. Ada pengaruh antara faktor lingkungan terhadap keikutsertaan pria ber-KB

3. 1. 3. Definisi Operasional
Tabel berikut menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
sesuai dengan batasan atau definisi operasional dan pengkategorian dari masing-masing
variabel tersebut.

No Variabel Definisi Operasional Skala/ Kategori


Variabel Terpengaruh (Dependent Variable)
1. Keikutsertaan Pria ber- Saat survei dilakukan, responden 1 = ya
KB sedang menggunakan KB 2 = tidak
Variabel Pengaruh (Independent Variable) : Faktor Individu
1. Umur Umur responden pada saat survei
2. Pendidikan Pendidikan terakhir yang ditamatkan
responden
3. Pekerjaan Status pekerjaan responden dalam 12 1 = bekerja
bulan terakhir 2 = tidak bekerja
4. Penghasilan Besarnya penghasilan yang diterima
responden dalam sebulan
5. Jumlah Anak Jumlah anak yang dimiliki responden
pada saat survei
6. Wilayah Tempat Tinggal Wilayah tempat tinggal responden yang 1 = Perkotaan
disesuaikan dengan klasifikasi daerah 2 = Pedesaan
penelitian menurut BPS
7. Pengetahuan tentang KB Responden mengetahui tentang KB Pria 1 = Tahu
2 = Tidak tahu
8. Kemudahan metode Responden mengalami kesulitan dalam 1 = Ya
penggunaan metode vasektomi 2 = Tidak
Variabel Pengaruh (Independent Variable) : Faktor Lingkungan
1. Dukungan isteri Isteri mendukung KB Pria dan ikut 1 = ya
mengambil keputusan dalam ber-KB 2 = tidak
2. Dukungan Keluarga/ Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan 1 = ya
tetangga/ teman penerangan KB Pria dari orangtua, 2 = tidak
mertua, teman
3. Dukungan Petugas Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan 1 = ya
Kesehatan penerangan KB Pria dari petugas KB/ 2 = tidak
kesehatan: bidan, perawat
4. Dukungan Tokoh Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan 1 = ya
Masyarakat/ tokoh penerangan KB dari tokoh agama, guru, 2 = tidak
agama kelompok wanita
5. Dukungan media cetak Dalam 6 bulan terakhir pernah 1 = ya
membaca tentang KB Pria di koran atau 2 = tidak
majalah, poster, pamflet

3. 2. Metodologi Penelitian

3. 2. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik karena bertujuan menganalisa atau mencari pengaruh
antara fenomena yang akan diteliti. Berdasarkan metode yang dipakai termasuk penelitian
survei karena penelitian ini melakukan pengamatan atau pengumpulan data langsung di
masyarakat sedangkan berdasarkan waktunya, termasuk penelitian case control karena
subyek yang diteliti dikumpulkan atau diukur dalam waktu yang bersamaan.

3. 2. 2. Lokasi dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Taman dan Kecamatan Waru, Kabupaten
Sidoarjo pada Bulan Oktober sampai Desember 2014 dengan pertimbangan jumlah peserta
KB Pria dengan metode MOP (Vasektomi) cukup banyak.

3. 2. 3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Arikunto,
2002). Populasi dalam penelitian ini adalah peserta KB aktif dan peserta KB baru dengan
metode MOP (Vasektomi) pada tahun 2013 s/d September 2014 di Kecamatan Taman dan
Kecamatan Waru sebanyak 215 orang.

b. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap yang mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2002). Sampel dalam penelitian ini
menggunakan simple random sampling, hakikatnya adalah bahwa setiap anggota atau unit
dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2005). Dengan teknik pengambilan sampel secara lotre tecnicque.
Pengambilan sampel menurut (Notoatmodjo, 2005) menggunakan rumus :

Keterangan :

n : besar sampel

N : jumlah populasi

d : tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1)

perhitungannya :
68,25 ≈ 70

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 responden.

3. 2. 4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data ialah dengan


melakukan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner kepada responden dan
mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data sekunder yang ada di lokasi penelitian.

3. 2. 5. Teknik Analisis Data


Data yang sudah terkumpul segera diedit untuk mengetahui kualitas pengisian data
dalam kuesioner dan bila terdapat kesalahan dilakukan pembetulan yang kemudian dilakukan
tabulasi dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Cara ini hanya
menggambarkan tentang besar dan distribusi dari kejadian-kejadian yang terkait dengan
keikutsertaan pria dalam keluarga berencana (KB).
Untuk mengetahui pengaruh variabel, data akan diolah dengan menggunakan bantuan
komputer.

Anda mungkin juga menyukai