Anda di halaman 1dari 101

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL UNTUK


PENETAPAN KADAR SEFADROKSIL MENGGUNAKAN PEREAKSI
ASETILASETON DAN FORMALIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Bernadeta Mirmayanti
NIM : 038114005

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSETUJUAN PEMBIMBING

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL UNTUK


PENETAPAN KADAR SEFADROKSIL MENGGUNAKAN PEREAKSI
ASETILASETON DAN FORMALIN

Yang diajukan oleh :


Bernadeta Mirmayanti
NIM : 038114005

Telah disetujui oleh

Pembimbing

Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt.


Tanggal :

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PENGESAHAN

Pengesahan Skripsi Berjudul

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL UNTUK


PENETAPAN KADAR SEFADROKSIL MENGGUNAKAN PEREAKSI
ASETILASETON DAN FORMALIN

Oleh :
Bernadeta Mirmayanti
NIM : 038114005

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal:
26 Januari 2007

Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan

(Rita Suhadi, M.Si., Apt.)

Pembimbing :

Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. ........................................

Panitia Penguji :

1. Drs. Sulasmono, Apt. ........................................

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. ........................................

3. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. ........................................

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Di sebuah kejatuhan .......... kutemukan semangat untuk


bangkit
Di sebuah kejujuran .......... kutemukan serangkai
kepercayaan
Di sebuah kemunafikan .......... kutemukan segelintir
kedewasaan
Di sebuah kekecewaan ........... kutemukan sebayang maaf
Di sebuah senyuman ........... kutemukan suatu ketulusan
Dan di sebuah perjalanan tuk terus melangkah ..........
kutemukan semua warna kehidupan

JESUS BLESS YOU

Kupersembahkan untuk ……..

“Pencerita Yang Agung”

“Sang Dewi”

Bapak, ibu, dan semua kakakku tercinta

My “cloud”

Sahabatku yang memberiku semangat dan senyuman

Almamaterku

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Bapa di Surga atas limpahan berkat, rahmat dan terang

Roh Kudus-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi yang berjudul Validasi Penetapan Kadar Sefadroksil secara Spektrofotometri

Visibel dengan Pereaksi Asetilaseton dan Formalin.

Selama pelaksanan penelitian hingga penyusunan skripsi, penulis

memperoleh banyak bantuan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tukusnya kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S.,Apt. selaku dosen pembimbing dan dosen

penguji yang telah memberikan bantuan berupa saran, kritik, serta dorongan

sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

3. Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan

saran yang bermanfaat bagi skripsi ini.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi skripsi ini.

5. Pak Bambang dan Bu Kis selaku laboran Laboratorium Analisis Obat dan

Makanan, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas bantuan

dan kerjasamanya selama penelitian.

6. Semua laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk

kerjasamanya selama saya praktikum.

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Bapak, Ibu, mba Rosi, mba Yani, mba Daru, mba Agnes, dan mba Lisa atas cinta,

doa, dan dukungan. Tanpa semua itu aku tidak akan jadi seperti sekarang.

8. Teman-teman “seperjuanganku “ Arnie dan Marga, kita sudah melakukan hal

yang luar biasa bukan ? Terimakasih sudah mau berbagi suka dan duka selama di

laboratorium.

9. My “cloud”, untuk hitam dan putih yang sudah kau hadiahkan. Semua itu

membuatku menjadi lebih tegar dan dewasa.

10. Kakakku “Bayu”, Mas Ardhyan, Torinus, mba Purba, mba Wanti, mba Lilik,

mba Jeki, Arie, Prita, Koko, Ratih “B”, untuk telinga yang mendengarkanku dan

bahu yang menopangku.

11. Anak- anak kost “Banana Home” Phyta, Ria, Tika, mba Sisil, Mumun, Beti,

Deta, Wulan, Mekar, mba Adet, Ratih ”cempluk”, Didi untuk kegilaan,

keceriaan, dan semangat yang kalian berikan.

12. Temen-temen KKNku Vino, Niké, Yessy, Vigor, Denok, Sari, Oncy, kak Mifta,

dan mba Vita untuk sekelumit kisah indah bersama kalian.

13. Temen-temen kelas A, terutama kelompok A, Mitha, Nanda untuk canda,

kebersaman, dan dukungannya selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi pembacanya.

Yogyakarta,

Penulis

Bernadeta Mirmayanti

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

Penulis

Bernadeta Mirmayanti

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Sefadroksil merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi pertama.


Sefadroksil memiliki kemiripan struktur dengan sefaleksin yang juga merupakan
antibiotika golongan sefalosporin. Oleh karena itu, penetapan kadar sefaleksin
menggunakan metode spektrofotometri visebel dengan pereaksi asetilaseton dan
formalin diharapkan dapat juga digunakan untuk penetapan kadar sefadroksil.
Penetapan kadar sefadroksil ini didasarkan pada terbentukknya warna
sebagai hasil reaksi antara gugus amin primer sefadroksil dengan hasil kondensasi 2
mol asetilaseton dan 1 mol formalin yang intensitasnya kemudian diukur
menggunakan spektrofotomeer visibel. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
noneksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Pada penelitian ini,
dilakukan optimasi kondisi reaksi, analisis validitas metode, dan aplikasi metode
untuk penetapan kadar sefadroksil pada sediaan kapsul.
Beradasarkan hasil optimasi kondisi reaksi diperoleh bahwa operating time
berada pada menit ke-70, volume pereaksi optimum pereaksi adalah 6 ml, pH
optimum pereaksi adalah 4, dan panjang gelombang serapan maksimum berada pada
401 nm. Untuk hasil analisis validitas dan aplikasi metode, didapatkan data sebagai
berikut: nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,9999, perolehan kembali sebesar 99,45-
100,22%, dan rata-rata kadar sefadroksil dalam kapsul sebesar 490,637 mg/kapsul
dengan CV= 1,37%. Dari analisis spesifisitas, diperoleh bahwa pengukuran serapan
senyawa hasil reaksi tidak terganggu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
metode ini memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang baik serta dapat
diaplikasikan untuk penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul.

Kata kunci : sefadroksil, asetilaseon, formalin, spektrofotometri visibel, validitas


metode

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Cefadroxil is first generation cephalosporin antibiotic. Cefadroxil is similar


in structure to chepalexin wich is also one of cephalosporin antibiotic. For that
reason, it is hoped that measurement of chepalexin with spectrophotometric visible
using acetylacetone and formalin can also be used to cefadroxil measurement.
The measurement of cefadroxil in this research based on reaction of
primary amino group from cefadroxil with two mol acetylacetone and one mol
formalin which forms the color which its intensity is measured by using visible
spectrophotometer. This research was non experimental study with descriptive
research project. In this research, the researcher determined optimal reaction
condition, validation method analised, and application method for measurement
cefadroxil in pharmaceutical product.
The research result shows that the reaction begin to stable from 70th
minutes, the optimal volume of the reactor is 7 ml, the optimal pH of reactor is 4, and
maximum wavelength of reaction is 401 nm. For validation method analised was
acquired r value is 0,9999, the recovery is 99,45-100,22%, and mean of cefadroxil
value in capsules was obtained 490,637 mg/capsule with the coefficient variant is
1,37%. From specificity analised was obtained that determination of result reaction is
don’t disturb. In conclusion, the use of spectrophotometric visible using
acetylacetone and formalin to cefadroxil measurement has good accuracy, precision,
specificity, and linearity to cefadroxil measurement in capsules.

Key words : cefadroxil, acetylacetone, formalin, spectrophotometric visible,


validation.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv

PRAKATA............................................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ viii

INTISARI............................................................................................................... ix

ABSTRACT ............................................................................................................ x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvii

BAB I PENGANTAR ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1. Perumusan masalah ................................................................................... 3

2. Keaslian penelitian .................................................................................... 4

3. Manfaat penelitian .................................................................................... 5

B. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .................................................................. 6

A. Sefadroksil ....................................................................................................... 6

B. Asetilaseton ..................................................................................................... 9

C. Formaldehid, Formalin, dan Paraformaldehid ................................................. 10

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Spektrofotometri UV-Vis ................................................................................ 11

1. Definisi spektrofotometri UV-Vis ............................................................. 11

2. Konsep dasar radiasi elektromagnetik ....................................................... 11

3. Tipe transisi elektron ................................................................................ 12

4. Interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik ................................... 13

5. Analisis kuantitatif spektrofotometri UV-Vis............................................ 15

6. Penyimpangan hukum Beer ....................................................................... 17

7. Kesalahan fotometrik................................................................................. 18

8. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam metode analisis .................. 19

E. Parameter Validitas dan Kategori Metode Analisis ........................................ 20

1. Parameter validitas metode analisis ......................................................... 20

2. Kategori metode analisis ........................................................................... 23

F. Landasan Teori ................................................................................................ 24

G. Hipotesis .......................................................................................................... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................................... 26

B. Definisi Operasional ........................................................................................ 26

C. Alat-alat Penelitian .......................................................................................... 26

D. Bahan-bahan Penelitian ................................................................................... 27

E. Tata Cara Penelitian ........................................................................................ 27

1. Pembuatan larutan uji ............................................................................... 27

2. Optimasi penetapan kadar sefadroksil ...................................................... 28

3. Pembuatan kurva baku .............................................................................. 30

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Aplikasi metode untuk penetapan kadar sefadroksil pada kapsul X ........ 31

5. Validasi metode untuk penetapan kadar sefadroksil.................................. 32

F. Analisis Hasil .................................................................................................. 33

1. Akurasi....................................................................................................... 33

2. Presisi......................................................................................................... 34

3. Spesifisitas ................................................................................................. 34

4. Linearitas ................................................................................................... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35

A. Optimasi Metode ............................................................................................ 35

1. Penentuan operating time .......................................................................... 35

2. Penentuan pH pereaksi optimum .............................................................. 42

3. Penentuan volume pereaksi optimum ....................................................... 44

4. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum .................................. 45

5. Penentuan kurva baku ............................................................................... 47

6. Penetapan kadar sefadroksil dalam sedían kapsul X ................................. 50

B. Analisis Hasil .................................................................................................. 52

1. Akurasi ...................................................................................................... 52

2. Presisi ........................................................................................................ 54

3. Spesifisitas ................................................................................................ 55

4. Linearitas ................................................................................................... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 58

B. Saran ............................................................................................................... 58

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59

LAMPIRAN .......................................................................................................... 62

BIOGRAFI ............................................................................................................ 84

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda ..... 21

Tabel II. Kriteria penenrimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda .... 22

Tabel III. Parameter analisis yang diperlukan untuk kesahihan pengukuran....... 24

Tabel IV. Data penentuan operating time reaksi antara sefadroksil dengan

asetilaseton dan formalin...................................................................... 40

Tabel V. Data penentuan pH optimum larutan pereaksi ..................................... 43

Tabel VI. Data penentuan volume optimum larutan pereaksi.............................. 44

Tabel VII. Data kurva baku dengan satuan konsentrasi sefadroksil mg/ml .......... 48

Tabel VIII. Data kurva baku dengan satuan konsentrasi sefadroksil 5 mg/ml ...... 49

Tabel IX. Data penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X ................ 51

Tabel X. Data penentuan % perolehan kembali (recovery) baku ....................... 53

Tabel XI. Data penentuan % perolehan kembali (recovery) sampel.................... 53

Tabel XII. Data penentuan % CV.......................................................................... 54

Tabel XIII.Data penentuan linearitas ..................................................................... 57

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Struktur sefaleksin ............................................................................ 2

Gambar 2. Struktur sefadroksil ........................................................................... 2

Gambar 3. Reaksi antara sefaleksin dengan hasil kondensasi asetilaseton

dan formalin ..................................................................................... 8

Gambar 4. Struktur asetilaseton ......................................................................... 9

Gambar 5. Struktur formaldehid, formalin, dan paraformaldehid ..................... 10

Gambar 6. Diagram tingkat energi elektronik ................................................... 13

Gambar 7. Contoh gugus kromofor .................................................................... 14

Gambar 8. Reaksi umum antara sefadroksil dengan hasil kondensasi

asetilaseton dan formalin .................................................................. 36

Gambar 9. Mekanisme reaksi antara sefadroksil dengan hasil kondensasi

asetilaseton dan formalin .................................................................. 39

Gambar 10. Senyawa usulan hasil reaksi antara sefadroksil dengan asil

kondensasi asetilaseton dan formalin................................................ 39

Gambar 11. Spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil

reaksi ................................................................................................ 41

Gambar 12. Spektrum hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum

senyawa hasil reaksi ......................................................................... 46

Gambar 13. Hubungan antara konsentrasi sefadroksil dengan serapan senyawa

hasil reaksi......................................................................................... 49

Gambar 14. Spektrum hasil scanning baku sefadroksil dan scanning senyawa

hasil reaksi ........................................................................................ 55

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Data Penimbangan Baku dan Sampel Sefadroksil ......................... 62

Lampiran 2. Spektrum Rentang Waktu Pengukuran Serapan Setelah

Operating Time ............................................................................. 63

Lampiran 3. Spektrum Hasil Scanning Larutan Baku Sefadroksil

Konsentrasi 0,006 M ...................................................................... 65

Lampiran 4. Spektrum Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan

Maksimum Senyawa Hasil Reaksi................................................. 66

Lampiran 5. Cara Perhitungan Konsentrasi Kurva Baku Sefadroksil ................ 68

Lampiran 6. Cara Perhitungan Konsentrasi Seri Kurva Baku Sefadroksil......... 69

Lampiran 7. Data Kurva Baku............................................................................ 70

Lampiran 8. Hubungan Antara Konsentrasi Sefadroksil dengan Serapan

Senyawa Hasil Reaksi .................................................................... 71

Lampiran 9. Data Penimbangan Sefadroksil dalam Sediaan Kapsul X ............. 73

Lampiran 10. Cara Perhitungan Kadar Sampel Sefadroksil dalam Sediaan

Kapsul X ........................................................................................ 74

Lampiran 11. Perhitungan % Perolehan Kembali (Recovery) Baku .................... 76

Lampiran 12. Perhitungan % Perolehan Kembali (Recovery) Sampel................. 78

Lampiran 13. Perhitungan % Coefficient of Variation (CV)................................ 80

Lampiran 14. Perhitungan Nilai Koefisien Variasi Fungsi (Vx0)......................... 81

Lampiran 15. Laporan Analisa Baku Sefadroksil (PT. Hexpharm Jaya) ............. 83

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme hingga

sekarang ini masih banyak dijumpai di Indonesia. Oleh karena itu, sarana pengobatan

untuk penyakit infeksi terus dikembangkan. Salah satu obat yang umum digunakan

untuk pengobatan infeksi adalah antibiotik. Antibiotik merupakan suatu produk

metabolik (zat kimia) yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu, yang dalam

jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain (Pelczar

and Chan, 1988).

Menurut hasil penelitian Kusuma (2000) didapat bahwa antibiotika yang

paling banyak diresepkan untuk penyakit infeksi dibeberapa apotek wilayah

Kotamadya Yogyakarta adalah antibiotik golongan β-laktam. Menurut Chambers

(2004), kelompok antibiotik ini dibagi menjadi 4 golongan yaitu golongan: penisilin,

sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam. Mekanisme kerja dari antibiotika

golongan β-laktam ini adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Sefadroksil merupakan salah satu antibiotik turunan sefalosporin generasi

pertama (Hardman et al., 2001). Seperti halnya obat-obat lain, produsen obat

sefadroksil harus melakukan pengawasan untuk menjamin keamanan dan keefektifan

produk tersebut. Hal tersebut dapat diperoleh apabila Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) dan kontrol mutu obat telah terpenuhi. Cara pengawasan mutu obat

yang dapat dilakukan untuk antibiotik adalah dengan analisis kualitatif dan analisis

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kuantitatif. Analisis kualitatif antibiotik dapat dilakukan melalui uji mikrobiologi

untuk melihat potensi antibiotik tersebut terhadap bakteri, sedangkan untuk analisis

kuantitatif dapat dilakukan dengan penetapan kadar untuk melihat jumlah zat aktif

yang terdapat pada sediaan.

Pemilihan metode penetapan kadar yang akan digunakan untuk analisis

kuantitatif adalah sangat penting, karena akan mempengaruhi validitas dari hasil

yang diperoleh. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan metode penetapan

kadar yang sudah ada untuk mendapatkan suatu metode alternatif dengan validitas

yang baik.

Menurut Anonim (2005) analisis kualitatif untuk sefadroksil dapat

dilakukan dengan Infrared Absorption dan kromatografi lapis tipis (KLT),

sedangkan untuk analisis kuantitatifnya dapat dilakukan dengan menggunakan

metode spektrofotometri ultraviolet (UV) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT)

Patel et al. (1992) telah meneliti penetapan kadar sefaleksin (gambar 1)

secara spektrofotometri visibel berdasarkan reaksi antara gugus amin primernya

dengan hasil kondensasi 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin. Sefadroksil (gambar

2) yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai struktur yang mirip dengan

sefaleksin, yaitu sama-sama memiliki gugus amin primer dan gugus β-laktam..

gugus β laktam gugus β laktam COOH


COOH
gugus amin primer gugus amin primer
O CH3 O CH3
NH2 O N NH2 O N
H H
C C N HO C C N
H S H S

Gambar 1. Struktur sefaleksin Gambar 2. Struktur sefadroksil


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gugus β-laktam merupakan gugus yang bertanggung jawab terhadap potensi

antimikroba dari sefaleksin dan sefadroksil, sedangkan gugus amin primer

merupakan gugus yang akan bereaksi dengan asetilaseton dan formalin. Dengan

adanya gugus amin primer pada sefadroksil, diharapkan bahwa sefadroksil dapat

ditetapkan kadarnya dengan menggunakan metode spektrofotometri visibel

menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin

Untuk melihat apakah metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

memenuhi parameter kesahihan atau tidak, perlu dilakukan analisis validitas metode

analisis. Menurut Anonim (1995), penelitian yang menggunakan metode analisis

untuk mengukur secara kuantitatif sejumlah besar komponen dari serbuk obat atau

senyawa aktif termasuk dalam kategori pertama. Dengan demikian, parameter

kesahihan metode analisis yang diamati adalah akurasi, presisi, spesifisitas, dan

linearitas.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

a. apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil

menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memenuhi parameter

validitas yang meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas ?

b. apakah metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan

formalin dapat digunakan untuk menetapkan kadar sefadroksil dalam sediaan

kapsul X.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka tentang sefadroksil, penelitian tentang validasi

metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan

pereaksi asetilaseton dan formalin belum pernah dilakukan dan dipublikasikan.

Penelitian tentang sefadroksil yang pernah dilakukan dan dipublikasikan adalah

penetapan kadar sefadroksil dalam kapsul menggunakan metode spektrofotometri

UV dengan pereaksi etil asetoasetat dan asetaldehid (Rofie, 2005), penetapan

kadar sefadroksil dalam kapsul menggunakan metode spektrofotometri visibel

dengan pereaksi etil asetoasetat dan formalin (Rianti, 2005), penetapan kadar

sefalosporin dalam produk farmasi menggunakan metode spektrofotometri

visibel dengan pereaksi kromotrop 2B dan kromotrop 2R (Issa and Amin, 2006),

dan penetapan kadar sefadroksil secara sequential injection dengan menggunakan

spektrofotometer detektor (Machit et al., 2006).

Penelitian tentang metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi

asetilaseton dan formalin yang sudah pernah dilakukan dan dipublikasikan adalah

penggunaan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan

formalin untuk penetapan kadar sefaleksin dalam produk sediaan (Patel et al.,

1992), validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar

amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin (Sunarto, 2007),

serta validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar ampisilin

menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin oleh Roosita (2007).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi di dunia kefarmasian,

khususnya di bidang industri tentang metode spektofotometri visibel untuk

penetapan kadar sefadroksil yang memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan

linearitas yang baik.

b. Manfaat metodologis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah mengenai

metode alternatif untuk penetapan kadar sefadroksil yaitu metode

spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas dari metode

spektofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi

asetilaseton dan formalin.

2. mengetahui hasil aplikasi metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi

asetilaseton dan formalin untuk penetapan kadar sefadroksil pada sediaan kapsul

X.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sefadroksil

Sefadroksil adalah antibiotika generasi pertama kelompok sefalosporin

(Hardman et al., 2001), merupakan serbuk putih atau hampir putih, larut dalam air,

sangat sedikit larut dalam alkohol, dan praktis tidak larut dalam eter. Nama kimianya

adalah (6R, 7R)-7-[(R)-2-Amino-2-(p-hydroxyphenyl) acetamido]-3-methyl-8-ozo-5-

thia-1-azabicyclo [4.2.0] oct-2-ene-2-carboxyclic acid monohydrate (Anonim, 2005).

Sebagai antibiotik, sefadroksil memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram

positif seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Stertococcus

pneumoniae serta bakteri Gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae, Escherichia

coli, dan Proteus mirabilis (McEvoy, 2005). Sefadroksil digunakan untuk pengobatan

infeksi pada saluran pernafasan, saluran kencing, kulit, alat kelamin, dan sistem

syaraf pusat. Efek samping dari penggunaan sefadroksil adalah mual, muntah, diare,

kulit kemerahan, epigastria distress, genital pruritus, pseudo membranous colitis, dan

genital moniliasis (Makchit et al., 2006). Mekanisme kerja sefadroksil sebagai anti

bakteri adalah menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan cara berikatan

dengan penicillin binding proteins (PBPs) sehingga akan menghambat fase

transpeptidase akhir dari sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri (Lacy et al.,

2003).

Sefadroksil diadministrasikan secara oral, dan adanya makanan tidak

mempengaruhi proses absorpsi dari sefadroksil. Oleh karena itu, sefadroksil dapat

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

diadministrasikan bersama dengan makanan. Dosis pemberian sefadroksil untuk

dewasa adalah 1 sampai 2 gram sehari, dan untuk anak-anak 30 mg/kg sehari. Bentuk

sedian sefadroksil yang biasanya beredar di pasaran adalah kapsul, tablet, dan

suspensi kering (McEvoy, 2005).

Kapsul sefadroksil mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari

120% dari jumlah sefadroksil (C16H17N3O5S) yang tertera dalam label (Anonim,

2005).

Menurut Anonim (2005) analisis kualitatif sefadroksil adalah dengan

Infrared Absorption serta KLT menggunakan lempeng yang dilapisi silika gel dan

chamber yang berisi campuran n-hexane dan tetradecane (95:5), sedangkan untuk

analisis kuantitatifnya dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV dan

KCKT menggunakan kolom oktadesilsilan yang terikat pada silika berpori dengan

ukuran 4 mm x 250 mm, fase gerak bufer kalium fosfat-kalium hidroksida dan

asetonitril (960:40), flow rate 1,5 ml/menit, dan detektor 230 nm.

Issa and Amin. (2006), meneliti tentang penetapan kadar sefadroksil,

sefaleksin, dan sefradin dengan menggunakan metode spektrofotometri visibel.

Metode ini didasarkan pada pembentukan kompleks pasangan ion antara senyawa

yang dianalisis dengan kromotop 2B atau kromotrop 2R. Kompleks pasangan ion

yang tersebut akan menghasilkan warna yang kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang 542 nm untuk kromotrop 2B dan 564 nm untuk kromotrop 2R.

Patel et al. (1992) meneliti tentang penetapan kadar sefaleksin

menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan

formalin. Metode ini didasarkan pada reaksi antara gugus amin primer sefaleksin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin. Reaksi secara singkat dapat dilihat

pada gambar 3 berikut.

H3COCCH2 CH2COCH3
+ HCHO +
H3C C O O C CH3

asetilaseton formalin asetilaseton

O O
O O
H3C C C CH3 H H2
H2 C C C
CH C CH H3C C C CH3
+ N H

C C H3C C C
R
H3C O O CH3 gugus amin primer N CH3
pada sefaleksin
R
= gugus kromofor

COOH

O CH3
H O H N

R=
C C N
S

Gambar 3. Reaksi antara gugus amin primer sefaleksin dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol
formalin (Patel et al., 1992)

Hasil dari reaksi antara sefaleksin dengan asetilaseton dan formalin tersebut

adalah larutan berwarna kuning yang memiliki gugus kromofor, yang kemudian

diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum 400 nm. Pada

penelitian tersebut terlebih dahulu dilakukan optimasi kondisi reaksi yang meliputi

konsentrasi pereaksi, pH pereaksi, waktu reaksi, suhu reaksi, dan pelarut. Selain itu,

ditentukan juga selektivitas reaksi dengan cara mengamati pengaruh penambahan

berbagai macam eksipien ke dalam sefaleksin terhadap nilai % perolehan kembali.

Dengan adanya berbagai macam optimasi kondisi percobaan didapatkan

bahwa metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan formalin

yang telah dilakukan Patel et al. (1992) memiliki akurasi dan selektifitas yang baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk penetapan kadar sefaleksin baik dalam bentuk murni (senyawa baku) maupun

dalam berbagai macam sediaan obat. Metode penetapan kadar sefaleksin inilah yang

kemudian dijadikan dasar untuk penetapan kadar sefadroksil dalam penelitian ini.

Dari beberapa metode analisis yang pernah dilakukan, Makchit et al. (2006)

mengemukakan bahwa metode yang paling banyak dilakukan adalah metode

spektrofotometri, karena metode ini sederhana, cepat, tidak bersifat merusak, dan

tidak terlalu mahal. Makchit et al. (2006) melakukan penelitian tentang penetapan

kadar sefadroksil secara sequential injection dengan menggunakan spektrofotometer

detektor. Metode tersebut didasarkan pada pembentukan warna merah sebagai hasil

reaksi antara sefadroksil dengan 4-aminoantipirin dalam suasana basa dengan adanya

kalium heksasianoferat (III) yang kemudian diukur serapannya pada panjang

gelombang 510 nm.

B. Asetilaseton

Asetilaseton atau CH3.CO.CH2.CO.CH3 merupakan cairan jernih tidak

berwarna atau berwarna kuning lemah, mudah terbakar dan berbau harum.

Asetilaseton larut dalam air; dapat campur dengan etanol 95% P, kloroform P,

aseton, eter P, dan asam asetat glasial. Asetilaseton memiliki bobot molekul (BM)

100,211 dan mengandung tidak kurang dari 98% C5H8O2 (Anonim, 1995).

O O

C C
H3 C C CH3
H2

Gambar 4. Struktur asetilaseton


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

C. Formaldehid, Formalin, dan Paraformaldehid

Formaldehid merupakan suatu reagensia yang berbentuk gas. Formaldehid

lebih mudah disimpan dalam bentuk larutan atau sebagai suatu polimer padat.

Formaldehid yang disimpan dalam bentuk larutan disebut formalin, sedangkan

formaldehid yang disimpan dalam bentuk polimer padat disebut paraformaldehid

(Fessenden dan Fessenden, 1994).

Dalam penelitian ini, reagensia yang akan digunakan adalah formalin yang

mengandung 38% formaldehid dan 7-15% metanol dalam air (Fessenden dan

Fessenden, 1994). Formalin merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir

tidak berwarna, dan memiliki bau menusuk. Jika disimpan di tempat dingin akan

berubah menjadi keruh. Larutan formalin dapat bercampur dengan air dan dengan

etanol 95% P. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya, pada suhu di atas 20o. Formalin memiliki BM = 30,03 dan mengandung

CH2O tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0% (Anonim, 1979). Formalin

dapat digunakan sebagai reagensia, bahan penghilang bau, dan sebagai bahan

pengawet (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Pada gambar 5 berikut dapat dilihat struktur kimia dari formaldehid,

formalin, dan paraformaldehid.

O O
CH2OCH2OCH2OCH2O
+ HO
H C H H C H 2
Formaldehid Formalin Paraformaldehid

Gambar 5. Struktur formaldehid, formalin, dan paraformaldehid


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

D. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

1. Definisi spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dengan atom atau molekul dari suatu zat kimia. Pengukuran serapan

dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190-380 nm) dan pada

daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380-780 nm) (Anonim, 1995).

Secara umum, spektrofotometri UV-Vis dibagi menjadi dua metode, yaitu

direct spectrophotometry UV-Vis dan indirect spectrophotometry UV-Vis. Pada

direct spectrophotometry, serapan didasarkan pada ikatan rangkap terkonjugasi yang

terdapat pada senyawa tersebut. Pada indirect spectrophotometry, pengukuran

serapan dapat dilakukan setelah senyawa mengalami reaksi kimiawi atau modifikasi

gugus kromofor (Schirmer, 1982).

2. Konsep dasar radiasi elektromagnetik

Panjang gelombang cahaya ultraviolet ataupun sinar tampak yang diserap

suatu senyawa bergantung pada mudahnya terjadi promosi elektron pada senyawa

tersebut. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi

elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang

memerlukan energi yang lebih sedikit untuk promosi elektron akan menyerap pada

panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Menurut Mulja dan Suharman (1995), kuantitas energi yang diserap oleh

suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi. Rumusan

energi yang dimiliki foton dinyatakan sebagai:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

c
E=h.v=h. =h.c. v ..................................... (1)
λ

Keterangan:
E = energi yang diserapan (J)
h = konsatanta Planck sebagai faktor pembanding
= 6,63 x 10-27 erg.detik atau 6,63 x 10-34 Joule detik
v = frekuensi radiasi (Hz)
c = kecepatan cahaya
= 3 x 1010 cm/detik
λ = panjang gelombang (cm)
v = bilangan gelombang (cm-1)

3. Tipe transisi elektron

Serapan molekuler pada daerah UV-Vis tergantung dari struktur elektron

suatu molekul. Penyerapan radiasi di daerah UV-Vis dapat terjadi karena molekul

tersebut mempunyai elektron (baik berpasangan maupun sendiri), yang dapat

dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi (Skoog, 1985).

Ada tiga macam transisi elektron yang dapat terjadi pada suatu molekul,

yaitu:

a. Transisi σ → σ*. Pada transisi tipe ini, suatu elektron di dalam orbital

molekul bonding akan dieksitasikan ke orbital antibonding sehingga molekul berada

dalam keadaan excited state (σ*). Untuk mengeksitasikan elektron yang berada pada

suatu ikatan kovalen tunggal terikat kuat (orbital σ) diperlukan radiasi berenergi

tinggi atau panjang gelombang pendek. Oleh karena itu, serapan maksimum yang

disebabkan oleh transisi ini tidak pernah teramati pada daerah ultraviolet. Dengan

demikian, tidak ada diskusi yang memberikan uraian yang jelas mengenai tipe

serapan pada transisi ini (Skoog, 1985).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

b. Transisi n → σ*. Senyawa-senyawa yang jenuh mengandung atom-

atom dengan elektron-elektron tak berpasangan (elektron nonbonding) mempunyai

kemampuan untuk mengadakan transisi n → σ*. Pasangan elektron bebas tersebut

akan dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi karena elektron nonbonding

tidak terikat kuat seperti elektron bonding transisi σ → σ*, sehingga serapannya

terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Oleh karena itu, transisi ini

memerlukan energi yang lebih kecil daripada transisi σ → σ* (Skoog, 1985).

c. Transisi n → π* dan π → π*. Umunya penggunaan spektroskopi pada

senyawa-senyawa organik didasarkan pada transisi n dan π ke excited state π*.

Energi yang dibutuhkan cukup rendah yaitu pada daerah sekitar 200-700 (Skoog,

1985).

Diagram tingkat energi elektronik dapat dilihat pada gambar 6 berikut:

σ* Anti bonding

π* Anti bonding

E
n Non bonding

π Bonding

σ Bonding

Gambar 6. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)

4. Interaksi molekul dengan radiasi elektomagnetik

Radiasi elektromagnetik dapat berinteraksi dengan molekul dalam berbagai

macam cara. Jika interaksinya menghasilkan transfer energi dari sumber radiasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

kepada molekul maka dinamakan serapan (Pecsok et al., 1976). Agar dapat

menyerap radiasi UV-Vis, suatu molekul membutuhkan gugus yang dinamakan

kromofor (Skoog, 1985). Gugus kromofor merupakan gugus dari suatu molekul yang

bertanggung jawab terhadap serapan radiasi UV-Vis. Suatu senyawa yang memiliki

gugus kromofor dinamakan kromogen (Christian, 2003). Pada gambar 7 berikut

dapat dilihat beberapa contoh gugus kromofor dan panjang gelombang serapan

maksimumnya.

Kromofor λ maksimum
Ethilena C C 190
H H
195
O
Keton
R C R 270-285

O
Aldehida 210
R C H 280-300

Azo N N
285-400

Nitro NO2 210

220-230
Nitrit ONO 300-400

285-400
Benzena 184
202
255

Gambar 7. Contoh gugus kromofor (Christian, 2003)

Pada pengukuran serapan dengan menggunakan metode spektrofotometri

UV-Vis dibicarakan juga mengenai gugus auksokrom yang merupakan gugus

fungsional yang memiliki elektron valensi nonbonding yang memberikan intensitas

serapan pada daerah UV jauh (100-190 nm) dengan transisi n → σ* (Pecsok et al.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

1976). Auksokrom tidak dapat menyerap radiasi sendiri dan biasanya gugus ini

terikat pada kromofor (Christian, 2003). Adanya gugus auksokrom yang terikat pada

gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita serapan ke arah panjang

gelombang yang lebih panjang (pergesaran batokromik) yang seringkali / tidak selalu

disertai adanya peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Mulja dan Suharman,

1995).

5. Analisis kuantitatif spektrofotometri UV-Vis

Besarnya serapan radiasi dari suatu sistem serapan dengan panjang

gelombang monokromatik dapat dijelaskan melalui hukum Lambert (Bouguer) dan

hukum Beer. Menurut hukum Lambert, intensitas cahaya yang ditransmisikan

menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan tebal zat penyerap. Hukum

Beer menyatakan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan menurun secara

eksponensial sesuai dengan kenaikan konsentrasi zat penyerap (Fell, 1986).

Kombinasi dari kedua hukum ini menghasilkan hukum Lambert-Beer yang

menyatakan hubungan antara logaritma intensitas sinar yang masuk dan sinar yang

keluar sebagai fungsi tebal dan konsentrasi zat penyerap, dirumuskan sebagai berikut

Log Io/I = A = a.c.b ..........................................(2)

Keterangan
Io = intensitas energi yang mencapai cuplikan
I = intensitas pancaran yang dikeluarkan dari cuplikan
A = serapan
a = daya serap
c = konsentrasi larutan
b = tebal kuvet
(Fell, 1986)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Menurut Watson (1999), nilai daya serap (a) dapat dinyatakan sebagai

A 1%
1cm , sehingga persamaan hukum Lambert-Beer dapat ditulis menjadi:

A = A 1%
1cm .c.b ................................................(3)

Keterangan:
A = serapan
A 1%
1cm = serapan jenis

c = konsentrasi
b = tebal kuvet

A 1%
1cm merupakan serapan dari larutan dengan konsentrasi 1% b/v pada kuvet setebal 1

cm.

Menurut Anonim (1995) analisis kualitatif zat tunggal secara

spektrofotometri dilakukan dengan pengukuran nilai serapan pada panjang

gelombang serapan maksimum atau dilakukan pengukuran % transmitan (T) pada

panjang gelombang serapan maksimum. Menurut Pecsok et al. (1976), pengukuran

serapan pada panjang gelombang serapan maksimum akan memberikan sensitivitas

dan akurasi yang baik. Selain itu, didapatkan juga serapan yang relatif konstan dan

memberikan kurva kalibrasi yang linear.

Ada empat cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal menurut Mulja

dan Suharman (1995), yaitu:

a. Membandingkan serapan atau %T. Serapan atau %T zat yang dianalisis

dibandingkan dengan reference standard pada panjang gelombang serapan

maksimum. Persyaratannya adalah pembacaan nilai serapan sampel dan reference

standard tidak jauh berbeda.

A(s) x C(s) = A(r.s) x C(r.s) ......................................(4)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Keterangan :
A(s) = serapan larutan sampel
C(s) = konsentrasi larutan sampel
A(r.s) = serapan larutan reference standard
C(r.s) = konsentrasi reference standard

b. Kurva baku. Dengan menggunakan kurva baku dari larutan reference

standard dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang serapan maksimum,

dibuat grafik sistem koordinat Cartesius dengan serapan sebagai ordinat dan

konsentrasi sebagai absis. Kemudian, nilai serapan sampel dimasukkan ke persamaan

kurva baku untuk mendapatkan konsentrasi sampel.

c. Menghitung nilai serapan larutan sampel. Nilai serapan larutan sampel

( A 1%
1cm . λ maks ) pada pelarut dan dibandingkan dengan serapan zat yang dianalisis

tertera pada buku resmi.

d. Menghitung daya serap molar. Perhitungan daya serap molar sama

dengan cara menghitung nilai serapan larutan sampel hanya saja pada perhitungan

daya serap molar lebih tepat karena melibatkan BM.

ε = A11 %cm . BM. 10 −1 ................................................(5)

Keterangan:
ε = daya serap molar
1%
A 1cm = serapan jenis
BM = bobot molekul

6. Penyimpangan hukum Beer

Penyimpangan hukum Beer menurut Willard et al.(1988), penyimpangan

hukum Beer dibagi menjadi tiga, yaitu:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

a. Penyimpangan konsentrasi larutan. Hukum Beer hanya berlaku pada

larutan yang encer Apabila larutan yang digunakan terlalu pekat, maka daya serap

akan dipengaruhi oleh nilai indeks bias larutan. Hubungan antara daya serap dan nilai

indeks bias larutan dapat dirumuskan sebagai berikut:

η
a = asesungguhnya …………………………. (6)
(η + 2) 2
2

Keterangan: a adalah daya serap dan η adalah indeks bias larutan.

Pada konsentrasi 0,001 M atau kurang, indeks bias larutan relatif konstan tetapi pada

konsentrasi tinggi indeks bias ternyata berubah dan mempengaruhi nilai daya serap.

b. Penyimpangan instrumen. Penyimpangan ini terjadi karena adanya

keterbatasan pada kemampuan filter atau monokromator dalam menghasilkan cahaya

yang benar-benar monokromatik.

c. Penyimpangan kimia. Penyimpangan kimia dari hukum Beer

disebabkan karena adanya perubahan kesetimbangan kimia atau fisis dari zat yang

dianalisis. Perubahan kesetimbangan ini dapat terjadi karena zat yang dianalisis

mengalami disosiasi atau reaksi dengan pelarut, sehingga dihasilkan produk dengan

spektrum serapan yang berbeda.

7. Kesalahan fotometrik

Ketidaktepatan dan ketidaktelitian pembacaan intensitas sinar yang sampai

pada detektor digambarkan sebagai nilai kesalahan fotometrik. Ketepatan fotometrik

berkurang pada nilai serapan rendah maupun pada nilai serapan tinggi. Pada serapan

yang rendah, intensitas sinar yang ditransmisikan baik ada maupun tidak ada sampel

hampir sama sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

karena ada keterbatasan kepekaan detektor. Pada serapan yang tinggi, intensitas sinar

yang sampai pada detektor sangat rendah sehingga tidak dapat diukur dengan tepat

(Pecsok et al., 1976).

Untuk pembacaan serapan (A) atau transmitan (T) pada daerah terbatas,

kesalahan penentuan kadar hasil analisis dinyatakan sebagai:

ΔC 0,4343 ΔT
= x …………………………. (7)
C log T T

ΔT adalah nilai rentang skala transmitan terkecil dari alat yang masih dapat terbaca

pada analisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Nilai ΔT untuk setiap

spektrofotometer UV-Vis biasanya bervariasi 0,2-1% dan selalu dicantumkan

sebagai spesifikasi instrumen. Dari rumus tersebut di atas dapat diperhitungkan

kesalahan pembacaan A atau T pada analisis dengan metode spektrofotometer UV-

Vis. Pembacaan A (0,2-0,8) atau %T (15-65%) akan memberikan prosentase

kesalahan analisis yang dapat diterima yaitu sebesar 0,5-1% untuk ΔT = 1 (Mulja

dan Suharman, 1995).

8. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam metode analisis

Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan

kuantitatif suatu senyawa. Menurut Mulja dan Suharman (1995), analisis kualitatif

dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai untuk data sekunder atau

data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis

yang dapat ditentukan ada dua yaitu :

a. pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.

b. penentuan panjang gelombang serapan maksimum (Mulja dan Suharman, 1995).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Menurut Mulja dan Suharman (1995), analisis kuantitatif dengan metode

spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. analisis kuantitatif penetapan zat tunggal (analisis satu komponen).

b. analisis kuantitatif penetapan campuran dua macam zat (analisis dua komponen).

c. analisis kuantitatif penetapan campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi

komponen).

Penggunaan spektrofotometri serapan dalam perkembangannya dapat

diperluas dengan adanya zat berwarna baik yang terbentuk dari asalnya maupun

akibat bereaksi dengan zat lain. Menurut Fell (1986), reaksi warna akan menambah

selektivitas dan sensitivitas dari suatu senyawa bila dibandingkan pengukurannya

secara spektrofotometri UV. Reaksi tersebut umunya digunakan sebagai modifikasi

serapan molekul suatu senyawa sehingga dapat dideteksi pada daerah tampak.

Menurut Vogel (1987), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reaksi warna

adalah kespesifisikan zat warna, kesebandingan antara warna dengan konsentrasi,

kestabilan warna yang dihasilkan, reprodusibilitas, kejernihan larutan yang

dihasilkan, dan kepekaan yang tinggi dari reaksi warna.

E. Parameter Validitas dan Kategori Metode Analisis

1. Parameter validitas metode analisis

Validasi metode analisis adalah suatu prosedur yang digunakan untuk

membuktikan apakah suatu metode analisis memenuhi persyaratan yang ditentukan

atau tidak (Anonim, 2005). Ada beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis, yaitu:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

a. akurasi suatu metode merupakan keterdekatan hasil pengukuran dengan

kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali

(recovery) analit yang ditambahkan (Anonim, 2005). Berikut adalah kriteria

penerimaan akurasi berdasarkan kadar analit (Yuwono dan Indrayanto, 2005) :

Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda

Kadar analit (%) Rata-rata % perolehan kembali (%)


100 98-102
≥ 10 98-102
≥1 97-103
≥ 0,1 95-105
0,01 90-107

Akurasi untuk kadar obat yang besar adalah 95-105 % sedangkan untuk bioanalisis

rentang 80-120% masih bisa diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).

b. presisi adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang

diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang dari suatu sampel yang homogen

dengan menggunakan suatu metode analisis. Presisi biasanya dinyatakan dengan

coefficient of variation (CV) atau relative standard deviation (RSD) (Anonim, 2005).

Menurut Anonim (2005), presisi terdiri dari 3 macam, yaitu:

1) Reproducibility adalah keseksamaan metode bila analisis dikerjakan di

laboratorium yang berbeda.

2) Intermediate precision adalah keseksamaan metode jika analisis dikerjakan di

laboratorium yang sama pada hari yang berbeda atau analis yang berbeda atau

peralatan yang berbeda.

3) Repeatability adalah keseksamaan metode jika analisis dilakukan oleh analis

yang sama dengan peralatan yang sama pada interval waktu yang pendek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Berikut adalah kriteria penerimaan presisi berdasarkan kadar analit (Yuwono dan

Indrayanto, 2005) :

Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda

Kadar analit (%) CV (%)


100 1,3
≥ 10 2,7
≥1 2,8
≥ 0,1 3,7
0,01 5,3

Unttuk bioanalisis nilai CV 15-20% masih dapat diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).

c. spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur

dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel potensial yang ada

dalam matrik sampel. Spesifisitas metode analisis ditentukan dengan

membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil degradasi,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, atau pembawa placebo dengan hasil analisis

sampel tanpa penambahan bahan-bahan tersebut (Anonim, 2005).

d. detection limit adalah konmsentrasi terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi, tetapi tidak perlu untuk diukur. Menurut dokumen ICH, pendekatan

dilakukan dengan membandingkan respon pengukuran antara sampel dengan

blangko. Rasio signal-to-noise yang diterima adalah 2:1 atau 3:1 (Anonim, 2005).

e. quantitation limit adalah pengukuran secara kuantitatif untuk

konsentrasi terkecil yang diukur dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima di

bawah kondisi percobaan yang ditetapkan dengan metode tersebut. Menurut

dokumen ICH, pendekatan dilakukan dengan membandingkan respon pengukuran

antara sampel dengan blangko. Rasio signal-to-noise yang diterima adalah 10:1

(Anonim, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

f. linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon yang

secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel dengan rentang yang ada.

Untuk memperoleh linearitas antara respon analit dengan konsentrasi, data penelitian

yang diperoleh harus dimasukkan ke dalam persamaan matematika, untuk

memperkirakan besarnya derajat linearitas (Anonim, 2005). Persyaratan data

linearitas yang dapat diterima adalah jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) >

0,999 atau nilai variasi fungsi (Vx0) ≤ 2 % (Mulja dan Hanwar, 2003).

g. range suatu metode analisis diartikan sebagai interval antara kadar

terendah sampai tertinggi analit yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan

metode analisis tertentu dan menghasilkan ketelitian dan ketepatan, dan linearitas

yang mencukupi (Anonim, 2005).

2. Kategori metode analisis

Parameter analisis yang diperlukan untuk validasi dapat bervariasi

tergantung pada kategori prosedur analisis. Menurut Anonim (2005) ada empat

macam kategori prosedur analitik, yaitu:

a. kategori I, meliputi metode analisis untuk kuantifikasi komponen mayor

substansi bahan baku obat atau bahan aktif (termasuk pengawet) dalam sedían obat

jadi.

b. kategori II, meliputi metode analisis untuk penentuan pengotor dalam

substansi bahan baku obat atau senyawa degradasi dalam sedían obat jadi, termasuk

pengukuran kuantitatif dan uji batas (limit test).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

c. kategori III, meliputi metode analisis untuk penentuan sifat-sifat fisik

lain obat seperti uji disolusi dan uji pelepasan.

d. kategori IV, meliputi metode analisis untuk uji identifikasi.

Untuk masing-masing kategori prosedur analisis diperlukan parameter

analisis yang berbeda. Parameter-parameter yang diperlukan untuk metode analisis

dapat dilihat pada tabel III berikut.

Tabel III. Parameter analisis yang diperlukan untuk kesahihan pengukuran (Anonim, 2005)

Parameter analisis Kategori Kategori II Kategori Kategori IV


I Kuantitatif Uji batas III
Accuracy ya Ya * * Tidak
Precision ya Ya Tidak Ya Tidak
Specificity ya Ya Ya * Ya
Detection limit tidak Tidak Ya * Tidak
Quantitation limit tidak Ya Tidak * Tidak
Linearity ya Ya Tidak * Tidak
Range ya Ya * * Tidak
* = mungkin diperlukan tergantung dari jenis uji

F. Landasan Teori

Dalam penelitian Patel et al. (1992), gugus amin primer pada sefaleksin

bereaksi dengan hasil kondensasi antara 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin yang

menghasilkan warna kuning. Intensitas warna inilah yang kemudian diukur

serapannya pada daerah panjang gelombang sinar tampak. Dengan dasar penelitian

tersebut, sefadroksil yang memiliki kemiripan struktur dengan sefaleksin diharapkan

dapat ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan

pereaksi asetilaseton dan formalin dengan prinsip reaksi yang sama dengan

sefaleksin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah metode spektofotometri

visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan

formalin memenuhi parameter validasi yang baik. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori metode analisis yang pertama, sehingga

parameter-parameter yang akan diamati adalah akurasi, presisi, spesifisitas, dan

linearitas.

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas dapat disusun hipotesis:

1. metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan

pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan

linearitas yang baik.

2. metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin

dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan penelitian deskriptif, karena pada penelitian ini tidak dilakukan

manipulasi terhadap subjek uji. Penelitian hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Definisi Operasional

1. Metode analisis penelitian ini termasuk dalam kategori I, yaitu suatu metode

yang digunakan untuk analisis kuantitatif komponen mayor zat aktif dalam suatu

sediaan (Anonim, 1995).

2. Validasi metode analisis merupakan serangkaian prosedur untuk menentukan

apakah metode analisis kategori I yang digunakan memenuhi parameter akurasi,

presisi, spesifisitas, dan linearitas.

3. Sampel sefadroksil yang digunakan adalah kapsul sefadroksil merk “X” yang

mengandung sefadroksil 500 mg.

4. Kadar obat dalam kapsul dinyatakan dalam satuan mg/kapsul.

C. Alat-alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer

ultraviolet – visibel (Spectronic Genesys 5, MILTON ROY), pH meter ( Hanna

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Instrument pH 209), neraca analitik (Precisa 125 A.SCS Swiss Quality), waterbath,

pipet mikro, termometer, kertas saring, dan alat-alat gelas yang lazim.

D. Bahan-bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kapsul sefadroksil 500

mg (buatan pabrik tertentu, dengan merk X); standar sefadroksil (kualitas farmasetis,

Acs dogfar, PT Hexparm Jaya); akuades (Laboratorium Analisis Obat dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada); serta asetilaseton, formalin, asam asetat

glasial, dan natrium asetat yang tidak dinyatakan lain adalah kualitas p.a, E. Merck.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan larutan uji

a. Pembuatan larutan natrium asetat 0,2 M.

Sebanyak 16,4 g natrium asetat ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam

labu ukur 1 L kemudian dilarutkan dengan akuades sampai tanda.

b. Pembuatan larutan asam asetat 0,2 M.

Sebanyak 12,5 mL asam asetat 96 % dipipet, kemudian diencerkan dengan

akuades sampai volume 1,0 L.

c. Pembuatan larutan NaOH 1 M.

Ditimbang seksama 0,4 g NaOH kemudian dilarutkan dalam akuades bebas

CO2 sampai volume 10,0 mL.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

d. Pembuatan larutan HCl encer P mengandung HCl 7,3 % b/v (lebih kurang 2

M).

Larutkan 20 g atau 17 mL HCl pekat pada 100 mL akuades.

e. Pembuatan larutan pereaksi campuran asetilaseton dan formalin .

Sebanyak 16,0 mL natrium asetat 0,2 M dan 34,0 mL asam asetat 0,2 M

dicampur dengan 7,8 mL asetilaseton dan 15,0 mL formalin. Panaskan 5

menit dengan suhu 800C, dinginkan, pH diatur dengan menggunakan pH

meter sampai pH yang dikehendaki, kemudian diencerkan dengan akuades

sampai 100,0 mL (Patel et al., 1992).

f. Pembuatan larutan baku sefadroksil.

Ditimbang seksama 228,8 mg baku sefadroksil (BM 381,40) kemudian

dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL,

konsentrasi yang diperoleh adalah 0,006 M.

g. Pembuatan larutan blangko

Sebanyak 2,0 mL akuades dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL,

ditambahkan larutan pereaksi dengan volume dan pH yang sama dengan

volume dan pH yang digunakan untuk penetapan kadar sefadroksil.

Diencerkan dengan akuades sampai tanda (Patel et al., 1992).

2. Optimasi penetapan kadar sefadroksil

Suatu metode analisis apabila diaplikasikan pada dua senyawa atau lebih

yang memiliki gugus penanggung jawab reaksi yang sama belum tentu memberikan

hasil yang serupa, apalagi jika kondisi percobaan yang digunakan berbeda. Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

karena itu untuk memperoleh hasil percobaan yang optimal,.maka perlu dilakukan

suatu proses optimasi.

Pada penelitian ini dilakukan optimasi berbagai kondisi percobaan meliputi

operating time, pH pereaksi, volume pereaksi, dan panjang gelombang serapan

maksimum hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin.

a. Penentuan operating time.

Sebanyak 2,0 mL larutan baku sefadroksil 0,006 M dimasukkan ke dalam

labu ukur 25 mL, ditambahkan larutan pereaksi pH 4 dengan volume 4 mL.

Didiamkan selama rentang waktu tertentu pada suhu 350C. Diencerkan dengan

akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400

nm, sampai diperoleh serapan yang stabil pada rentang waktu tertentu

(operating time), dilakukan juga penetapan blangko (Patel et al., 1992).

b. Penentuan nilai pH yang menghasilkan serapan maksimum.

Nilai pH larutan pereaksi dibuat bervariasi, yaitu pH 3, 4, 5, 6, dan 7.

Untuk masing-masing nilai pH dipipet sebanyak 4 mL, dimasukkan ke dalam

labu ukur 25 mL, ditambahkan 2,0 mL larutan baku sefadroksil 0,006 M,

didiamkan selama operating time pada suhu 350C kemudian diencerkan dengan

akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400

nm, dilakukan juga penetapan blangko. Nilai pH optimum adalah pH larutan

pereaksi yang menghasilkan serapan maksimum dan stabil (Patel et al., 1992).

c. Penentuan volume larutan pereaksi yang menghasilkan serapan maksimum.

Dari larutan pereaksi dengan pH optimum dipipet masing-masing 1; 2; 3;

4; 5; 6; dan 7 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan 2,0 mL


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

larutan baku sefadroksil 0,006 M, didiamkan selama operating time pada suhu

350C, dan diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan

pada panjang gelombang 400 nm, dilakukan juga penetapan blangko. Volume

optimum adalah volume larutan pereaksi yang menghasilkan serapan

maksimum dan stabil (Patel et al., 1992).

d. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum.

Sebanyak 1,0; 1,4; dan 1,8 mL larutan baku sefadroksil 0,006 M masing-

masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan larutan pereaksi

dengan volume dan pH hasil optimasi. Diamkan selama operating time.

Diencerkan dengan akuades sampai tanda. Serapan kemudian dibaca pada

panjang gelombang 300-500 nm, dilakukan juga penetapan blangko. Panjang

gelombang serapan maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan

serapan maksimum (Patel et al., 1992).

3. Pembuatan kurva baku

Larutan baku sefadroksil 0,006 M dipipet sebanyak 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan

1,6 mL, masing- masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan

pereaksi dengan pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time

pada suhu 350C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapannya pada

panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan juga penetapan blangko. Dibuat

kurva hubungan konsentrasi baku sefadroksil vs serapan yang dihasilkan dan

ditentukan persamaan regresi linier (y = bx + a) serta nilai koefisien korelasinya (r)

(Patel et al., 1992).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

4. Aplikasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar


sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin pada sediaan
kapsul sefadroksil 500 mg (dengan merk X)

a. Pengambilan sampel.

Sampel yang digunakan terdiri dari 1 merk kapsul yang beredar di

pasaran (merk X) dan mengandung 500 mg sefadroksil. Kapsul sefadroksil

yang dipilih adalah kapsul dengan nomor batch yang sama.

b. Penentuan bobot rata-rata kapsul.

Ditimbang 20 kapsul satu per satu. Keluarkan isi kapsul, timbang

bagian cangkang kapsul, kemudian hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-

rata kapsul.

c. Penetapan kadar sefadroksil dalam kapsul.

Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 kapsul yang sudah

dihomogenkan yang setara dengan 114,4 mg sefadroksil. Dimasukkan ke

dalam labu ukur 50 mL, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan

akuades sampai tanda. Dipipet 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 25

mL, ditambahkan pereaksi dengan pH dan volume hasil optimasi.

Didiamkan selama operating time pada suhu 350C, diencerkan dengan

akuades sampai tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang serapan

maksimum, dilakukan juga penetapan blangko Ditentukan besarnya kadar

sampel sefadroksil dengan memasukkan nilai serapan yang dihasilkan pada

persamaan regresi linear kurva baku y = bx + a (Patel et al., 1992).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

5. Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil


menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin

a. Penentuan akurasi baku.

Dari persamaan linear kurva baku (y = bx + a), dapat ditentukan

besarnya konsentrasi baku sefadroksil terukur (x) dengan memasukkan nilai

serapan sebagai y. Membandingkan nilai konsentrasi baku sefadroksil

terukur tersebut dengan konsentasi baku sefadroksil teoritis untuk

mendapatkan nilai % recovery baku.

b. Penentuan akurasi sampel.

Ditimbang seksama sampel sefadroksil yang setara dengan 114,4 mg

baku sefadroksil, masukan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan 114,4

mg baku sefadroksil. Kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan akuades

sampai tanda. Dipipet 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL,

ditambahkan pereaksi dengan pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan

selama operating time pada suhu 350 C, diencerkan dengan akuades sampai

tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum,

dilakukan juga penetapan blangko. Ditentukan besarnya kadar terukur (x)

dengan memasukkan nilai serapan yang dihasilkan (y) pada persamaan

regresi linear kurva baku (y = bx + a). Membandingkan nilai kadar terukur

tersebut dengan kadar teoritis untuk mendapatkan nilai % recovery sampel.

c. Penentuan presisi.

Dari nilai kadar pada penetapan kadar sefadroksil pada sediaan kapsul

ditentukan nilai CV untuk masing-masing replikasi. Ditentukan nilai CV

rata-rata dari keseluruhan replikasi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

d. Penentuan spesifisitas.

Dilakukan scanning panjang gelombang serapan maksimum baku

sefadroksil dan panjang gelombang serapan maksimum senyawa hasil

reaksi antara sefadroskil dengan asetilaseton dan formalin. Dilakukan

pengamatan terhadap spektrum yang dihasilkan, dan dibandingkan.

e. Penentuan linearitas

Linearitas dapat ditentukan melalui nilai r dan nilai koefisien variasi

fungsi (Vx0). Nilai r dapat diperoleh dengan memasukkan data konsentrasi

sefadroksil dan serapan dari data penentuan kurva baku ke dalam program

regresi linear pada kalkulator. Nilai r ini selanjutnya dibandingkan dengan

nilai r tabel pada taraf kepercayaan tertentu. Selain itu, dengan

menggunakan data penentuan kurva baku dapat ditentukan juga nilai

koefisien variasi fungsi (Vx0).

F. Analisis Hasil

1. Akurasi

Akurasi metode analisis dinyatakan dengan nilai % recovery yang dihitung

dari kadar terukur dibandingkan dengan kadar teoritis (kadar sebenarnya) dikalikan

100%.

kadar terukur
Recovery = x100% ..................................(8)
kadar teoritis

Dalam penelitian ini, akurasi ditentukan dari nilai % recovery baku dan sampel.

Metode analisis dikatakan memiliki akurasi yang baik bila % recovery sefadroksil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

baku berada pada rentang 98-102% (Yuwono dan Indrayanto, 2005) dan % recovery

sampel sefadroksil berada pada rentang 95-105% (Mulja dan Hanwar, 2003).

2. Presisi

Presisi metode analisis dinilai berdasarkan CV yang dihitung dengan cara

sebagai berikut:

SD
CV = x 100% .....................................(9)
x

SD = Standard Deviation
x = kadar rata-rata
CV = Coefficient of Variation

Dalam penelitian ini digunakan obat dengan obat dengan konsentrasi analit ≥ 10%,

sehingga nilai CV yang digunakan adalah kurang dari 2,7% (Yuwono and

Indrayanto, 2005).

3. Spesifisitas

Pada penelitian ini spesifisitas ditentukan dengan membandingkan

spektrum hasil scanning baku sefadroksil dengan spektrum senyawa hasil reaksi

antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

4. Linearitas

Linearitas dapat dicapai melalui pembuatan kurva baku dengan nilai r

hitung lebih besar dari r tabel, pada taraf kepercayaan 99% dengan df 3 (df = degree

of freedom, yaitu jumlah sampel yang dianalisis dikurangi 2), dan melalui nilai

koefisien variasi fungsi (Vx0) ≤ 2%.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Metode

1. Penentuan operating time

Penentuan operating time merupakan tahap pertama yang harus dilakukan

dalam optimasi metode spektrofotometri visibel. Penentuan operating time

dilakukan untuk mengetahui rentang waktu ketika senyawa yang dianalisis

memberikan serapan yang stabil. Dengan adanya serapan yang stabil, dapat

diasumsikan bahwa reaksi pembentukan warna antara sefadroksil dengan asetilaseton

dan formalin telah berjalan sempurna sehingga serapan yang terbaca pada panjang

gelombang 400 nm adalah serapan semua sefadroksil yang telah bereaksi dengan

asetilaseton dan formalin.

Mekanisme pembentukan warna pada penelitian ini didasarkan pada reaksi

antara sefadroksil dengan hasil kondensasi antara asetilaseton dan formalin. Dalam

suasana asam, 1 mol asetilaseton akan berkondensasi dengan 1 mol formalin,

kemudian satu mol asetilaseton yang masih tersedia dalam larutan akan mengadisi

hasil kondensasi tersebut, sehingga terbentuk 3,5 diasetil-2,6-heptanadion. Reaksi

yang terjadi selanjutnya adalah adisi 3,5 diasetil-2,6-heptanadion oleh gugus amin

primer sefadroksil yang akan menghasilkan senyawa dengan ikatan rangkap

terkonjugasi.

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Reaksi antara 2 mol asetilaseton, 1 mol formalin, dan sefadroksil yang

dipostulasikan sesuai dengan reaksi antara sefaleksin dengan asetilaseton dan

formalin menurut Patel et al. (1992) dapat dilihat pada gambar 8 dan 9 berikut:

a. Reaksi umum antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol


formalin

O O

H3C C H2 C CH
O O O 3
+ CH C CH
-H
2 H2 1
H3C C C C CH3 + C
C C
H H
H3C O O CH3

asetilaseton formalin 3,5-diasetil-2,6-heptanadion

O O O O
H2
H3C C C CH3 H H3C C C C CH3
H2
CH C CH C C
+ N H -H+
C C C C
R H3C N CH3
H3C O O CH3
gugus amin primer
pada sefadroksil R
3,5-diasetil-2,6-heptanadion

COOH

O CH3
R= H O H N

HO C C N
S

Gambar 8. Reaksi umum antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

b. Mekanisme reaksi antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol


formalin
1). Pembentukan enol asetilaseton.

O O H+ O OH
H2
H3C C C C CH3 H
H3C C C C CH3
asetilaseton
H
O OH

H3C C C C CH3
H
enol asetilaseton

2). Pembentukan 3,5-diasetil-2,6-heptanadion.

O H O
OH
O
H
H3C C
H+
H3C C
CH2 H+
CH + C
C
H H -H2O
C formalin C
H3C H3C
O O
enol asetilaseton β-hidroksi karbonil

O
H+ O H O H O

H3C C C
CH2 H3C C H2 C CH3
C + HC C C CH
-H+
C C C C
H3C O O CH3 H3C
O O CH3
karbonil tak jenuh α,β enol asetilaseton

O H O O O

H3C C C CH3 H3C C H2 C CH3


H2
C C CH CH C CH

C C C C
H3C H3C
O O CH3 O O CH3

3,5-diasetil-2,6-heptanadion
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

3). Adisi amin primer sefadroksil pada 3,5-diasetil-2,6 heptanadion

O O O O
Adisi nukleofolik
H3C C C CH3 H H3C C C CH3
H2 H2
CH C CH N H CH C CH

C C R C H3C C O

H3C O O CH3 Gugus amin primer H3C O


pada sefadroksil NH R

H
O O O O

H3C C C CH3 H3C C H C CH3


H2
CH C CH CH
H2
C C
Eliminasi H2O
H
C H3C C OH C H3C C OH2
H3C O H3C O
HN R HN R

O O O
O
H2 C CH3
H3C C C CH3 H3C C C
H2 CH C
-H2O CH C C

-H C C CH3
H3C C C
N CH3
R
O CH3 O
N R H

O O
O O
H H H2
H2 C CH3 C CH3
H3C C C H3C C C
H C C C C

H3C C C H3C C C
N CH3 N CH3
OH2
H OH
R R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

O O
H2
H3C C C C CH3
C C
-H2O

-H H3C C C CH3
N

R
COOH

O CH3
H O H N
R =
HO C C N
S

Gambar 9. Mekanisme reaksi antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol
Formalin

Hasil akhir dari reaksi antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1 mol

formalin di atas adalah larutan berwarna kuning yang kemudian dibaca serapannya

pada panjang gelombang serapan maksimum. Senyawa usulan reaksi dapat dilihat

pada gambar 10.

O O
H2
C C C
H3C C C CH3

H3C C C
N CH3
S
HO C C N N

H O H
CH3
O

COOH

= gugus kromofor

Gambar 10. Senyawa usulan hasil reaksi antara sefadroksil dengan 2 mol asetilaseton dan 1mol
formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Reaksi pada gambar 9 dapat diperkirakan tidak hanya terjadi pada senyawa

yang memiliki gugus amin alifatik primer seperti sefadroksil, namun juga dapat

terjadi pada senyawa yang memiliki gugus amin aromatik primer yang rantai

sampingnya tidak mengandung gugus penarik elektron. Adanya gugus penarik

elektron akan menyebabkan amin aromatik primer tidak lagi nukleofilik, sehingga

tidak dapat mengadisi gugus karbonil pada senyawa hasil kondensasi antara

asetilaseton dan formalin.

Pada penelitian ini, pengukuran operating time dilakukan mulai menit ke-

20 setelah sefadroksil direaksikan dengan asetilaseton dan formalin. Pengukuran

operating time dilakukan pada panjang gelombang 400 nm selama 110 menit. Hasil

operating time sefadroksil dengan pereaksi asetilaseton dan formalin disajikan pada

tabel IVberikut.

Tabel IV. Data penentuan operating time reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan
formalin

Waktu (menit) Serapan* pada λ 400 nm


I II III
20 0,603 0,621 0,618
25 0,663 0,680 0,655
30 0,696 0,718 0,694
35 0,749 0,762 0,717
40 0,772 0,791 0,767
45 0,785 0,803 0,784
50 0,827 0,829 0,821
55 0,841 0,845 0,847
60 0,835 0,858 0,850
65 0,855 0,856 0,861
70 0,864 0,885 0,876
75 0,863 0,889 0,878
80 0,863 0,890 0,879
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa serapan yang stabil dimulai dari menit

ke-70, dan pada rentang waktu menit ke-70 hingga 80 didapatkan data serapan

dengan selisih dan nilai CV yang relatif kecil. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa operating time reaksi sefadroksil dengan pereaksi asetilaseton dan formalin

berada pada menit ke-70 hingga 80.

Untuk melihat rentang waktu pengukuran yang masih memberikan serapan

yang stabil, larutan yang telah didiamkan selama 70 menit, diukur serapannya selama

30 menit dengan spektrofotometer. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada

gambar 11 berikut :

Gambar 11. Spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara
sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin pada replikasi III

Dari spektrum di atas dapat dilihat bahwa dalam rentang waktu pengukuran

selama 30 menit setelah operating time masih didapatkan serapan yang stabil.

Dengan demikian, pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil

dengan asetilaseton dan formalin dapat dilakukan selama rentang waktu tersebut.

Untuk spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara

sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin pada replikasi I dan II dapat dilihat pada

lampiran 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

2. Penentuan pH optimum larutan pereaksi

Reaksi penentu pada penetapan kadar sefadroksil dengan pereaksi

asetilaseton dan formalin adalah tahap reaksi adisi nukleofilik dan eliminasi H2O.

Kedua tahap reaksi tersebut sangat bergantung pada pH. Dengan demikian, pH

memegang peranan penting agar reaksi antara sefadroksil dengan larutan pereaksi

dapat berjalan optimum. Menurut Fessenden and Fessenden (1994), laju reaksi adisi

nukleofilik dan eliminasi H2O optimum pada pH 3 sampai 4. Apabila pH larutan

pereaksi terlalu asam (di bawah pH optimum) maka konsentrasi amin primer bebas

menjadi sangat kecil bahkan dapat diabaikan karena gugus amin primer bebas pada

ampisilin akan bereaksi dengan asam membentuk RNH3+. Reaksinya adalah sebagai

berikut::

RNH2 + H+ RNH3+
Amin primer pada sefadroksil

RNH3+ hasil reaksi bukanlah suatu nukleofilik, dan konsentrasi amin primer

(RNH2) bebas yang bersifat nukleofilik sangat kecil sehingga reaksi adisi nukleofilik

yang seharusnya berjalan cepat menjadi lebih lambat. Selain itu, pH yang terlalu

asam akan menyebabkan konsentrasi H+ menjadi besar sehingga gugus OH- akan

sangat mudah terprotonkan menjadi H2O. Hal ini menyebabkan reaksi eliminasi H2O

akan berjalan lebih cepat dari yang seharusnya, karena H2O merupakan gugus pergi

yang lebih baik dibanding OH-.

Apabila pH larutan pereaksi terlalu basa, maka konsentrasi amin primer

bebas menjadi banyak sehingga reaksi adisi nukleofilik berjalan lebih cepat dari yang

seharusnya, sedangkan reaksi eliminasi H2O menjadi lebih lambat dari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

seharusnya. Hal ini disebabkan gugus OH- tidak terprotonkan menjadi H2O karena

konsentrasi H+ yang tersedia sangat kecil. Gugus OH- merupakan gugus pergi yang

kurang baik dibanding H2O.


O O O O

H3 C C H C CH3 H3 C C C CH3

CH C C CH C CH
H2 H2
C H3C C OH2 C H3C C OH

H3 C O H3 C O
HN R HN R

Pada pH optimum Pada pH basa


Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa pada pH optimum (pH

3-4) laju reaksi adisi nukleofilik dan eliminasi H2O akan berjalan seimbang sehingga

reaksi akan berjalan optimum. Dengan demikian, maka perlu dilakukan penentuan

pH optimum larutan pereaksi, yang bertujuan untuk mengoptimalkan kondisi reaksi

agar sefadroksil dapat bereaksi secara optimum dengan asetilaseton dan formalin.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pH optimum pereaksi adalah pH larutan

pereaksi yang dapat menghasilkan serapan yang maksimum. Penentuan pH optimum

larutan pereaksi dilakukan dengan membuat variasi pH larutan pereaksi yaitu pH 3,

4, 5, 6, dan 7. Hasil pengukuran serapan pada berbagai pH larutan pereaksi dapat

dilihat pada tabel V berikut.

Tabel V. Data penentuan pH optimum larutan pereaksi

pH pereaksi Serapan* pada λ 400 nm


I II III
3 0,476 0,471 0,474
4 0,709 0,710 0,717
5 0,261 0,289 0,293
6 0,047 0,049 0,046
7 0,033 0,032 0,030
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Dalam penelitian ini, serapan maksimum diperoleh ketika baku sefadroksil

direaksikan dengan larutan pereaksi pH 4. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa larutan pereaksi yang dapat memberikan serapan maksimum adalah larutan

pereaksi dengan pH 4.

3. Penentuan volume optimum larutan pereaksi

Penentuan volume optimum larutan pereaksi dilakukan dengan

mereaksikan baku sefadroksil pada konsentrasi tertentu dengan larutan pereaksi pH

optimum (pH 4) yang divariasi volumenya. Variasi volume pereaksi yang

ditambahkan adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ml. Volume optimum larutan pereaksi

adalah volume larutan pereaksi yang menghasilkan serapan maksimum dan stabil.

Penentuan volume pereaksi optimum dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengoptimalkan kondisi reaksi agar sefadroksil dapat bereaksi secara optimum

dengan asetilaseton dan formalin, sehingga pengikuran serapan lautan akan

menggambarkan kadar sefadroksil yang sesungguhnya. Dari hasil penelitian, volume

larutan pereaksi optimum adalah 6 ml seperti yang terlihat pada tabel VI.

Tabel VI. Data penentuan volume optimum larutan pereaksi

Volume pereaksi Serapan* pada λ 400 nm


I II III
1 0,512 0,524 0,523
2 0,767 0,764 0,761
3 0,832 0,838 0,834
4 0,893 0,890 0,892
5 0,939 0,931 0,936
6 0,954 0,950 0,953
7 0,953 0,954 0,951
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

4. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Panjang gelombang serapan maksimum adalah panjang gelombang saat

suatu senyawa memberikan serapan yang maksimum. Penentuan panjang gelombang

yang memberikan serapan maksimum merupakan syarat analisis kuantitatif secara

spektrofotometri, karena serapan senyawa yang diukur pada panjang gelombang

serapan maksimum akan memberikan sensitifitas dan akurasi yang baik (Pecsok et

al., 1976)

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum pada penelitian ini

bertujuan untuk melihat pada panjang gelombang berapa reaksi antara sefadroksil

dengan asetilaseton dan formalin memberikan serapan yang maksimum. Dalam

penelitian ini, penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan pada tiga

seri konsentrasi larutan baku sefadroksil yang berbeda untuk melihat apakah pada

konsentrasi yang berbeda terjadi perubahan panjang gelombang serapan maksimum.

Konsentrasi yang digunakan adalah 0,0915; 0,1281; dan 0,1647 mg/ml.

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan pada rentang

panjang gelombang 300-500 nm. Digunakan rentang panjang gelombang tersebut,

karena menurut Patel et al. (1992), pengukuran serapan senyawa berwarna kuning

hasil reaksi antara sefaleksin dengan asetilaseton dan formalin dilakukan pada

panjang gelombang 400 nm. Gugus pada sefaleksin yang berperan dalam

pembentukan senyawa kuning tersebut adalah gugus amin primer. Penetapan kadar

sefadroksil dalam penelitian ini juga didasarkan pada reaksi antara gugus amin

primer sefadroksil dengan hasil kondensasi asetilaseton dan formalin membentuk

senyawa berwarna kuning. Dengan demikian, diperkirakan bahwa reaksi antara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin memiliki panjang gelombang serapan

maksimum di sekitar 400 nm. Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum

untuk ketiga konsentrasi sefadroksil disajikan pada gambar 12.

(a) (b)

(c)
Gambar 12. Spektrum hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum senyawa hasil
reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi (a) konsentrasi 0,0915 mg/ml, (b)
konsentrasi 0,1281mg/ml, (c) konsentrasi 0,1647 mg/ml dengan asetilaseton dan
formalin

Dari spektrum di atas, terlihat bahwa pada ketiga seri konsentrasi larutan

baku sefadroksil yang digunakan terdapat dua puncak dengan panjang gelombang

355/358 dan 401 nm. Dari kedua panjang gelombang ini dipilih panjang gelombang

401 nm sebagai panjang gelombang serapan maksimum reaksi antara gugus amin

primer sefadoksil dengan asetilaseton dan formalin, karena panjang gelombang ini

berada dekat dengan panjang gelombang serapan maksimum yang digunakan oleh

Patel et al. (1992) yaitu 400 nm. Untuk panjang gelombang 355/358 nm diduga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

merupakan panjang gelombang dari sistem kromofor dan auksokrom yang dimiliki

oleh gugus fenol pada sefadroksil.

Dari spektrum pada gambar 12 dapat dilihat juga bahwa nilai serapan pada

panjang gelombang 355/358 nm adalah lebih besar bila dibandingkan dengan nilai

serapan pada panjang gelombang 401 nm. Lebih besarnya nilai serapan pada panjang

gelombang 355/358 nm ini dapat disebabkan karena adanya OH pada gugus fenol

sebagai auksokrom dengan transisi n → σ* yang dapat menyebabkan terjadinya

pergeseran batokromik yang disertai dengan efek hiperkromik. Sebaliknya, pada

panjang gelombang 401 nm gugus yang bertanggung jawab memberikan serapan

hanyalah gugus kromofor. Dengan demikian, nilai serapan yang dihasilkan pada

panjang gelombang 401 nm ini akan lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai

serapan pada panajng gelombang 355/358 nm.

5. Penentuan kurva baku

Pembuatan kurva baku diperlukan untuk memperoleh persamaan kurva

baku yang berguna dalam perhitungan kadar sampel sefadroksil. Persamaan kurva

baku pada penelitian ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri konsentrasi

larutan baku sefadroksil pada panjang gelombang 401 nm dan selanjutnya dibuat

persamaan garis regresi antara konsentrasi (variabel bebas) dengan serapan (variabel

tergantung).

Kurva baku yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 5 seri

konsentrasi sefadroksil, yaitu 0,0732; 0,0915; 0,1098; 0,1281; dan 0,1464 mg/ml.

dengan tiga kali replikasi. Masing-masing seri konsentrasi sefadroksil tersebut


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

kemudian diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 401 nm. Hasil pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara

sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin, persaman regresi linear (y = bx + a)

dan nilai koefisien relasi (r) untuk masing-masing replikasi dapat dilihat pada tabel

VII.

Tabel VII. Data kurva baku dengan satuan konsentrasi mg/ml

Konsentrasi Serapan* pada λ 401 nm


sefadroksil Replikasi I Replikasi II Replikasi III
(mg/ml)
0,0732 0,491 0,497 0,492
0,0915 0,597 0,601 0,598
0,1098 0,705 0,700 0,703
0,1281 0,804 0,805 0,801
0,1464 0,905 0,900 0,904
Y= 5,6557x + 0,0794 Y= 5,5191x + 0,0946 Y= 5,6120 x + 0,0834
r = 0,9998 r = 0,9999 r = 0,9999
α = 79,97 0 α = 79,73 0 α = 79,90 0
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Berdasarkan data pada tabel V di atas dapat dilihat bahwa persamaan kurva

baku yang dihasilkan tidak memberikan nilai α mendekati 450, dan apabila dibuat

hubungan antara serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton

dan sefadroksil pada berbagai konsentrasi akan didapatkan kurva dengan derajat

kemiringan yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai nilai α

mendekati 450 maka dilakukan perubahan satuan konsentrasi sefadroksil dengan cara

mengalikan konsentrasi tersebut dengan 5. Data kurva baku dengan satuan

konsentrasi yang telah diubah dapat dilihat pada tabel VIII.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Tabel VIII. Data kurva baku dengan satuan konsentrasi mg/5ml

Konsentrasi Serapan* pada λ 401 nm


sefadroksil Replikasi I Replikasi II Replikasi III
(mg/5ml)
0,3660 0,491 0,497 0,492
0,4575 0,597 0,601 0,598
0,5490 0,705 0,700 0,703
0,6405 0,804 0,805 0,801
0,7320 0,905 0,900 0,904
Y= 1,1311 x + 0,0794 Y= 1,1038 x + 0,0946 Y= 1,1224 x + 0,0834
r = 0,9998 r = 0,9999 r = 0,9999
α = 48,52 0 α = 47,82 0 α = 48,30 0
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Kurva Baku Replikasi III

0,8
Serapan *

Y= 1,1224 x + 0,0834
0,6

0,4

0
0,2
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Konsentrasi Sefadroksil (mg/5ml)

* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Gambar 13. Hubungan antara konsentrasi sefadroksil ( mg/5ml ) dengan serapan senyawa
hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetil aseton dan formalin pada replikasi III

Hubungan antara konsentrasi sefadroksil dengan serapan senyawa hasil

reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton pada gambar 13 di atas menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi sefadroksil akan menyebabkan peningkatan serapan

dan hubungan tersebut berada pada satu garis lurus. Hasil ini menunjukkan adanya

korelasi yang baik antara konsentrasi sefadroksil dengan serapan. Hubungan antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

konsentrasi sefadroksil dengan serapan senyawa hasil reaksi antara asetilaseton dan

formalin dapat dilihat pada lembar lampiran 8.

Lineritas yang dapat dipakai untuk analisis adalah apabila persamaan kurva

bakunya memiliki nilai koefisien korelasi (r) hitung yang lebih besar dari nilai

koefisien korelasi (r) tabel. Setelah dibandingkan dengan r tabel pada taraf

kepercayaan 99%, df 3, terlihat bahwa semua nilai r hitung lebih besar daripada r

tabel yaitu 0,959 (Cann, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa semua persamaan

kurva baku yang diperoleh memiliki linearitas yang baik dan dapat digunakan untuk

menetapkan kadar sefadroksil dalam sampel. Persamaan kurva baku yang digunakan

dalam penelitian ini untuk perhitungan kadar sefadroksil adalah y = 1,1224 x +

0,0834 dengan r = 0,9999, karena nilai r yang diperoleh dari persamaan ini paling

besar dan mendekati satu bila dibandingkan dengan r dari persamaan lain. Nilai r

persamaan kurva baku yang semakin mendekati satu menggambarkan adanya suatu

korelasi yang semakin baik antara variabel bebas dan variabel tergantung.

6. Penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X

Langkah pertama yang dilakukan pada penetapan kadar sampel adalah

perhitungan bobot rata-rata sampel sefadroksil yang terdapat dalam sediaan kapsul

X. Perhitungan bobot rata-rata ini dilakukan dengan menimbang 20 kapsul satu

persatu, dilanjutkan dengan mengeluarkan seluruh isi kapsul dan kemudian

menimbang cangkang kapsul kosong. Dari hasil penimbangan, didapatkan bobot

rata-rata isi kapsul adalah 551,8 mg (data penimbangan secara lengkap dapat dilihat

pada lampiran 9).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Data serapan penetapan kadar sefadroksil diperoleh dari pembacaan serapan

senyawa hasil reaksi antara larutan sampel sefadroksil dengan asetilaseton dan

formalin pada panjang gelombang 401 nm. Data serapan tersebut kemudian diolah

dengan menggunakan persamaan kurva baku y = 1,1224 x + 0,0834 sehingga

diperoleh kadar terukur sefadroksil dalam larutan sampel. Hasil penetapan kadar

sefadroksil dalam sediaan kapsul X dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX. Data penetapan kadar sampel sefadroksil dalam sediaan kapsul X menggunakan
metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan formalin ( ‫)״‬

Bobot Serapan* Kadar Kadar %


sampel pada λ 401 sefadroksil sefadroksil kadar
sefadroksil nm dalam sejumlah per kapsul sefadroksil CV (%)
(mg) sampel (mg)
(mg)
0,575 109,500 478,307 95,66
126,3 0,586 112,000 489,227 97,84 1,57
0,590 112,875 493,049 98,61
0,587 112,125 489,773 97,95
126,3 0,594 113,750 496,871 99,37 1,12
0,598 114,625 500,693 100,14
0,576 109,750 479,399 95,88
126,4 0,585 111,750 488,135 97,63 1,57
0,592 113,250 494,687 98,94
0,595 114,000 497,963 99,59
126,3 0,583 111,250 485,951 97,19 1,23
0,591 113,000 493,595 98,72
x 112,323 490,637 97,88 1,37
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
‫ = ״‬cara perhitungan pada lampiran 10 dan 13

Penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X dilakukan dengan

empat kali replikasi penimbangan dan untuk masing-masing penimbangan dilakukan

replikasi pemipetan sebanyak tiga kali. Replikasi pemipetan dilakukan untuk

mengetahui reprodusibilitas dari serapan yang dihasilkan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Rata-rata kadar sefadroksil dalam sampel untuk empat kali penimbangan

adalah 97,88% atau 490,637 mg/kapsul dengan CV = 1,37%. Menurut Anonim

(2005), kapsul sefadroksil mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari

120% dari jumlah yang tertera pada etiket. Menurut label pada sediaan X, sefadroksil

yang terdapat dalam kapsul adalah sebesar 500 mg. Dengan demikian, sediaan

tersebut seharusnya mengandung sefadroksil tidak kurang dari 450 mg dan tidak

lebih dari 600 mg. Berdasarkan data pada tabel IX di atas diperoleh bahwa kadar

sefadroksil per kapsul tidak ada satupun yang berada di luar rentang 450-600 mg.

Hasil penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X memenuhi persyaratan

yang disebutkan di atas, dan selanjutnya dapat ditetapkan nilai perolehan kembali

(recovery).

B. Analisis Hasil

Parameter validitas metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar

sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin yang diamati dalam

penelitian ini adalah akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas.

1. Akurasi

Akurasi adalah keterdekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai

sebenarnya. Parameter akurasi adalah % perolehan kembali (recovery). Penentuan

akurasi pada penelitian ini dilakukan melalui analisis akurasi baku dan akurasi

sampel. Penentuan akurasi baku dilakukan dengan menggunakan data kurva baku

replikasi III. Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel X.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Tabel X. Data penentuan % recovery baku ( ‫)״‬

Konsentrasi Konsentrasi % Recovery


sefadroksil teoritis sefadroksil terukur
(mg/5ml) (mg/5ml)
0,3660 0,3640 99,45
0,4575 0,4585 100,22
0,5490 0,5520 100,55
0,6405 0,6393 99,81
0,7320 0,7311 99,88
‫ = ״‬Cara perhitungan pada lampiran 11
Dari tabel di atas diperoleh bahwa rentang nilai % recovery baku adalah

99,45-100,22%. Nilai % recovery tersebut terdapat dalam rentang nilai % recovery

yang baik untuk bahan baku dengan konsentrasi analit ≥ 10% yaitu 98-102%

(Yuwono dan Indrayanto, 2005).

Penentuan akurasi sampel dilakukan dengan cara yang sama seperti pada

penetapan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X, namun ditambahkan dengan

baku sebanyak 114,4 mg. Hasil penentuan % recovery sampel dapat dilihat pada

tabel XI.

Tabel XI. Data penentuan % recovery sampel ( ‫)״‬

Konsentrasi sefadroksil Serapan*pada λ Konsentrasi sefadroksil Recovery (%)


sebenarnya (mg/ml) 401 nm didapat (mg/ml)
0,613 2,360 104,15
2,267 0,608 2,337 103,09
0,610 2,345 103,44
0,612 2,355 103,88
2,267 0,608 2,337 103,09
0,606 2,327 102,65
0,614 2,365 104,28
2,268 0,609 2,342 103,26
0,615 2,367 104,36
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
‫ = ״‬Cara perhitungan pada lampiran 12

Dari tabel di atas diperoleh bahwa rentang nilai % recovery sampel adalah

102,65-104,36%. Nilai % recovery tersebut terdapat dalam rentang nilai % recovery


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

yang baik untuk bahan obat dengan jumlah zat aktif yang besar yaitu 95-105%

(Mulja dan Hanwar, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa penetapan kadar sefadroksil

secara spektofotometri visibel dengan menggunakan pereaksi asetilaseton dan

formalin memiliki akurasi yang baik.

2. Presisi

Presisi adalah tingkat kesamaan nilai antar data yang diperoleh apabila

prosedur diulang untuk beberapa sampling pada sampel yang sama. Presisi

dinyatakan dengan nilai coefficient of variation (CV). Presisi yang ditentukan dalam

penelitian ini merupakan keterulangannya (repeatability). Hasil perhitungan rata-rata

nilai CV dapat dilihat pada tabel XII berikut.

Tabel XII. Data penentuan % CV ( ‫)״‬

Bobot Serapan* Kadar %


sampel pada λ 401 sefadroksil kadar
sefadroksil nm per kapsul sefadroksil CV (%)
(mg) (mg)

0,575 478,307 95,66


126,3 0,586 489,227 97,84 1,57
0,590 493,049 98,61
0,587 489,773 97,95
126,3 0,594 496,871 99,37 1,12
0,598 500,693 100,14
0,576 479,399 95,88
126,4 0,585 488,135 97,63 1,57
0,592 494,687 98,94
0,595 497,963 99,59
126,3 0,583 485,951 97,19 1,23
0,591 493,595 98,72
x 490,637 97,88 1,37
* = serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
‫ = ״‬cara perhitungan pada lampiran 10 dan 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Suatu metode analisis yang meneliti bahan obat dengan konsentrasi analit ≥

10% dikatakan memiliki presisi yang baik apabila nilai koefisien variasinya kurang

dari 2,7% (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Dari data dan perhitungan yang telah

dilakukan pada lampiran 13, diperoleh rata-rata nilai CV sebesar 1,37%. Nilai CV

penelitian ini memenuhi persyaratan yang telah ditentukan (< p2,7%). Hal ini

menggambarkan bahwa metode penetapan kadar sefadroksil secara spektofotometri

visibel dengan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki presisi yang baik.

3. Spesifistas

Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan

akurat respon analit diantara seluruh sampel potensial yang ada dalam matriks

sampel (Anonim, 2005). Spesifisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan spektrum scanning larutan baku sefadroksil dengan konsentrasi

0,006 M dengan spektrum senyawa hasil reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi

0,0915 mg/ml dengan asetilaseton dan formalin yang diukur pada daerah visibel.

(a) (b)

Gambar 14. (a) Spektrum hasil scanning larutan baku sefadroksil dengan konsentrasi 0,006 M
dan (b) Spektrum senyawa hasil reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi 0,0915
mg/ml dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

Dari gambar 14 dapat diamati bahwa panjang gelombang serapan

maksimum senyawa hasil reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi 0,0915 mg/ml

dengan asetilseton dan formalin (401 nm) tidak dijumpai pada spektrum hasil

scanning larutan baku sefadroksil dengan konsentrasi 0,006 M. Hal ini menunjukkan

bahwa metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi asetilaseton dan formalin

hanya akan mengukur serapan senyawa hasil reaksi sefadroksil dengan asetilaseton

dan formalin saja, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri

visibel dengan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki spesifisitas yang baik.

4. Linearitas.

Linearitas pada penelitian ini dianalisis berdasarkan nilai koefisien korelasi

(r) kurva baku lebih besar dari 0,999. Dari data kurva baku diperoleh bahwa semua

nilai r dari ketiga replikasi kurva baku lebih besar dari 0,999. Menurut Mulja dan

Hanwar (2003), linearitas suatu metode analisis dapat dianalisis juga melalui nilai

koefisien variasi fungsi (Vx0) ≤ 2%. Hasil analisis linearitas untuk kurva baku

replikasi III dapat dilihat pada tabel XIII, sedangkan untuk cara perhitungan (Vx0)

dapat dilihat pada lampiran 14.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Tabel XIII. Data penentuan linearitas

Konsentrasi sefadroksil teoritis Serapan* pada λ 401 nm


(mg/5ml) terukur (y)

0,3660 0,492
0,4575 0,598
0,5490 0,703
0,6405 0,801
0,7320 0,904
Persamaan kurva baku Y = 1,1224 x + 0,0834
r = 0,9999
Simpangan baku residual (Sy) 2, 3094 x 10-3
Standar deviasi fungsi (Sx0) 2,0576 x 10-3
Koefisien variasi fungsi (Vx0) 0,37%
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Dari analisis data hubungan antara konsentrasi baku sefadroksil dengan

serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin,

diperoleh nilai Vx0 ≤ 2%, yaitu 0,37% dan nilai r lebih besar dari 0,999. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa metode spektrofotometri visibel untuk penetapan

kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki

linearitas yang baik.

Berdasarkan analisis validitas metode dapat disimpulkan bahwa metode

spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi

asetilaseton dan formalin memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang

baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan

pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan

linearitas yang baik.

2. metode spektrofotometri visible menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin

dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar sefadroksil dalam sediaan kapsul X,

dengan rata-rata kadar sebesar 490, 367 mg/kapsul.

B. Saran

1. Perlu dilakukan optimasi suhu kondisi reaksi agar dihasilkan reaksi yang

optimum antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang metode penetapan kadar

sefadroksil agar didapatkan metode yang memenuhi parameter validasi, cepat

dan murah.

58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 259, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 112, 1136, 1157, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia The National Formulary, 371-373,
2748-2751, United States Pharmacopeia Convention. Inc, Rockville.

Cann, A. J., 2003, Maths from Scratch for Biologis, 213, John Wiley & Sons. LTD,
England.

Chambers, H. F., 2004, Antibiotika Beta-Laktam dan Penghambat Sintesis Dinding


Lainnya sit Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 8, 3-5, Salemba Empat,
Jakarta.

Christian, G. D., 2003, Analytical Chemistry, 6th Edition, 465-467, John Wiley &
Sons, USA.

Fell, A. F., 1986, Ultraviolet and Visible Fluorescence Spectrophotometric, in


Clarke’s Isolation and Identification of Drug, 2nd Edition, 221-232, The
Pharmaceutical Press, London.

Fessenden, R. J. and Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Edisi Ketiga, Alih
Bahasa oleh Pudjaatmaka, A.,H., 4-6, 1092, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hardman, J. G., Limbird, L. E., and Gilman, A. G., 2001, Goodman and Gilman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th Edition, 1206-1210, The
Mc Graw-Hill, United States of America.

Issa, Y. M. and Amin, A. S., Y., 2006, Spectrophotometric assay of cephalosporins


in pharmaceutical products, using chromotrope 2B and chromotrope 2R,
Microchimica Acta, 124, 203-209.

Khopkar, S. M., 1990, Basic Concept of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh


Saptoraharjo, A., 201-227, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Kusuma, D, 2000, Jenis-jenis Antibiotika yang Diresepkan dan Masuk di Beberapa


Apotek-Apotek Wilayah Kotamadya Yogyakarta, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L., 2003, Drug Information
Handbook, 11th ed., 100, Lexi-Comp Inc., Ohio.

Makchit, J., Upalee, S., Thongpoon, C., Liawruangrath, B., and Liawruangrath, S.,
2006, Determination of Cefadroxil by Sequential Injection with
Spectrophotometric Detector, Anal. Sci., 22, 591-597.

McEvoy, G. K., 2005, AHS Drug Information, 90-91, American Society of Health
System Pharmacists, USA.

Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-prisip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laborary Practice), Majalah Farmasi Airlangga, III (2), 71-76.

Mulja, M.H. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11, 20, 26-41, 33-37,
Airlangga University Press, Surabaya.

Patel, I. T., Devani, M. B. and Patel, T. M., 1992, Spectrophotometric Method for
Determination of Cepalexin in Its Dosage Forms, Journal of AOAC Int, 75
(6), 994-998.

Pelczar, M. J. and Chan, E. C. S., 1988, Elements of Microbiology, Ed III, 561,


Diterjemahkan oleh Ratna Siri Hadi Oetomo, Penerbit UI, Jakarta

Pecsok, R. L., Shields, L. D., Cairns, T., and McWilliam, I. G., 1976, Modern
Methods of Chemical Analysis, 2nd Edition, 117, John Wiley & Sons. Inc,
Canada.

Rianti, A., 2005, Penetapan Kadar Sefadroksil dalam Kapsul Menggunakan Metode
Spektrofotometri Visibel dengan Pereaksi Etil Asetoasetat dan
Formaldehid, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Rofie, F., 2005, Penetapan Kadar Sefadroksil dalam Kapsul Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV dengan Pereaksi Etil Asetoasetat dan Asetaldehid,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Roosita, A., 2006, Validasi Metode Spektrofotometri Visibel Untuk Penetapan Kadar
Ampisilin Menggunakan Pereaksi Asetilaseton dan Formaldehid, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Schirmer, R.E., 1982, Modern Methods of Pharmaceutical Analysis, 60-74, 75-76,


CRC Press Inc, Boca Rahon Florida.

Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 5th Edition, 185-186,


Saunders College Publishing, Japan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Sunarto, M., 2006, Validasi Metode Spektrofotometri Visibel Untuk Penetapan


Kadar Amoksisilin Menggunakan Pereaksi Asetilaseton dan Formaldehid,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Vogel, 1987, Buku Ajar Kimia Analisis Anorganik, Alih Bahasa oleh Pudjaatmaka,
H.A. dan Setiono, L., 846-848, EGC, Jakarta.

Watson, D. G., 1999, Pharmaceutical Analysis, 7, Churchill Livingstone, London.

Willard, H. H., Merritt, L. L., Dean, J. A., and Settle, F. A., 1988, Instrumental
Methods of Analysis, 7th ed., 162, Wadsworth Publishing Company,
Belmont, California.

Yuwono, M., dan Indrayanto, G., 2005, Validation of Chromatographic Methods of


Analysis, Journal, vol. 32, 252.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penimbangan Baku dan Sampel Sefadroksil

1. Penimbangan baku sefadroksil (zat)

Bobot Kertas (g) Bobot Kertas + Zat (g) Bobot kertas + Sisa Bobot Zat (g)
(g)
0,3697 0,5986 0,3699 0,2287
0,3366 0,5655 0,3367 0,2288
0,3204 0,5493 0,3209 0,2287

2. Penimbangan sampel sefadroksil (zat)

Bobot Kertas (g) Bobot Kertas + Zat (g) Bobot kertas + Sisa Bobot Zat (g)
(g)
0,3154 0,4419 0,3156 0,1263
0,3153 0,4417 0,3154 0,1263
0,3343 0,4608 0,3344 0,1264
0,3339 0,4603 0,3340 0,1263

3. Penimbangan baku dan sampel sefadroksil (zat) untuk penetapan recovery

Bobot Kertas (g) Bobot Kertas + Zat (g) Bobot kertas + Bobot Zat (g)
Sisa (g)
Baku 0,3187 0,4332 0,3188 0,1144
Sampel 0,3085 0,4450 0,3187 0,1263

62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Lampiran 2. Spektrum Rentang Waktu Pengukuran Serapan Setelah Operating


Time

1. Spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara


sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin pada replikasi I

2. Spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara


sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin pada replikasi II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

3. Spektrum rentang waktu pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara


sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin pada replikasi III

.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Lampiran 3. Spektrum Hasil Scanning Larutan Baku Sefadroksil Konsentrasi


0,006 M
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Lampiran 4. Spektrum Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Senyawa hasil Reaksi Antara Larutan Baku Sefadroksil dengan
Asetilaseton dan Formalin

1. Spektrum hasil penentuan panjang gelombang maksimum senyawa hasil


reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi 0,0915 mg/ml dengan asetilaseton
dan formalin.

2. Spektrum hasil penentuan panjang gelombang maksimum senyawa hasil


reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi 0,1281 mg/ml dengan asetilaseton
dan formalin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

3. Spektrum hasil penentuan panjang gelombang maksimum senyawa hasil


reaksi antara sefadroksil pada konsentrasi 0,1647 mg/ml dengan asetilaseton
dan formalin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Lampiran 5. Cara Perhitungan Konsentrasi Baku Sefadroksil

Penimbangan baku sefadroksil

Bobot kertas = 0,3204 g

Bobot kertas + zat = 0,5493 g

Bobot kertas + sisa = 0,3206 g

Bobot zat = 0,2287 g

Sebanyak 0,2287 g baku sefadroksil dilarutkan dalam 100,0 ml akuades.

0,2287 g
Konsentrasi baku sefadroksil =
100 ml

= 2,287 x 10-3 g/ml

= 2,287 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Lampiran 6. Cara Perhitungan Konsentrasi Seri Kurva Baku Sefadroksil

Contoh perhitungan konsentrasi seri kurva baku sefadroksil

Dari larutan baku dengan konsentrasi 2,287 mg/ml dipipet sebanyak 0,8 ml.

kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 ml.

Konsentrasi seri larutan baku tersebut =

V1 . C1 = V2 . C2

0,8 ml x 2,287 mg/ml = 25 ml x C2

C2 = 0,0732 mg/ml

V1 = volume pemipetan

V2 = volume total seri kurva baku

C1 = konsentrasi baku sefadroksil

C2 = konsentrasi seri kurva baku

Dengan cara yang sama seperti di atas, semua seri larutan baku dengan volume

pemipetan 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 ml dapat diperoleh konsentrasinya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Lampiran 7. Data Kurva Baku

Konsentrasi Serapan* pada λ 401 nm


sefadroksil Replikasi I Replikasi II Replikasi III
(mg/ml)
0,0732 0,491 0,497 0,492
0,0915 0,597 0,601 0,598
0,1098 0,705 0,700 0,703
0,1281 0,804 0,805 0,801
0,1464 0,905 0,900 0,904
Y= 5,6557x + 0,0794 Y= 5,5191x + 0,0946 Y= 5,6120 x + 0,0834
r = 0,9998 r = 0,9999 r = 0,9999
α = 79,97 0 α = 79,73 0 α = 79,90 0
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Data pada tabel di atas tidak memberilkan nilai α mendekati 450, sehingga

untuk mendapatkan kurva dengan derajat kemiringan yang baik maka dilakukan

perubahan satuan konsentrasi menjadi mg/5ml. Perubahan tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut:

Konsentrasi Serapan* pada λ 401 nm


sefadroksil Replikasi I Replikasi II Replikasi III
(mg/5ml)
0,3660 0,491 0,497 0,492
0,4575 0,597 0,601 0,598
0,5490 0,705 0,700 0,703
0,6405 0,804 0,805 0,801
0,7320 0,905 0,900 0,904
Y= 1,1311 x + 0,0794 Y= 1,1038 x + 0,0946 Y= 1,1224 x + 0,0834
r = 0,9998 r = 0,9999 r = 0,9999
α = 48,52 0 α = 47,82 0 α = 48,30 0
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Lampiran 8. Hubungan Antara Konsentrasi Baku Sefadroksil dengan Serapan


Senyawa Hasil Reaksi Antara Sefadroksil dengan Asetilaseton
dan Formalin

Kurva Baku Replikasi I

0,8
Serapan *

Y= 1,1311 x + 0,0794
0,6

0,4

00,2
0
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Konsentrasi Sefadroksil (mg/5ml)

* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Kurva Baku Replikasi II

0,8
Serapan *

Y= 1,1038 x + 0,0946
0,6

0,4

0
0,2
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Konsentrasi Sefadroksil (mg/5ml)

* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Kurva Baku Replikasi III

0,8
Serapan *

Y= 1,1224 x + 0,0834
0,6

0,4

0
0,2
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Konsentrasi Sefadroksil (mg/5ml)

* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Lampiran 9. Data Penimbangan Sefadroksil dalam Sediaan Kapsul X

Kapsul B.cangkang + isi B. cangkang (g) B. isi (g)


(g)
1 0,6500 0,0931 0,5569
2 0,6480 0,0948 0,5532
3 0,6536 0,0944 0,5592
4 0,6469 0,0963 0,5506
5 0,6470 0,0957 0,5513
6 0,6527 0,0938 0,5589
7 0,6362 0,0910 0,5452
8 0,6397 0,0940 0,5457
9 0,6453 0,0940 0,5513
10 0,6500 0,0937 0,5563
11 0,6549 0,0964 0,5585
12 0,6617 0,0950 0,5667
13 0,6475 0,0917 0,5558
14 0,6473 0,0944 0,5529
15 0,6427 0,0932 0,5495
16 0,6355 0,0948 0,5407
17 0,6555 0,0937 0,5618
18 0,6198 0,0922 0,5271
19 0,6495 0,0951 0,5544
20 0,6344 0,0950 0,5394
Rata-rata bobot isi kapsul 0,5518
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Lampiran 10. Cara Perhitungan Kadar Sampel Sefadroksil dalam Sediaan


Kapsul X

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 50 ml. Kemudian diambil 1 ml dan di ad 25 ml


dengan akuades. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 401 nm.

Bobot Serapan* Kadar Kadar % kadar


sampel pada sefadroksil sefadroksil sefadroksil
sefadroksil λ 401 nm dalam sejumlah per kapsul CV (%)
(mg) sampel (mg)
(mg)
0,575 109,500 478,307 95,66
126,3 0,586 112,000 489,227 97,84 1,57
0,590 112,875 493,049 98,61
0,587 112,125 489,773 97,95
126,3 0,594 113,750 496,871 99,37 1,12
0,598 114,625 500,693 100,14
0,576 109,750 479,399 95,88
126,4 0,585 111,750 488,135 97,63 1,57
0,592 113,250 494,687 98,94
0,595 114,000 497,963 99,59
126,3 0,583 111,250 485,951 97,19 1,23
0,591 113,000 493,595 98,72
Rata-rata 112,323 490,637 97,88 1,37
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Contoh perhitungan
Persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 1,1224 x + 0,0834
Serapan sampel = 0,575
25
Faktor pengenceran (fp) = x 50
1
Rata-rata bobot sampel = 0,5518 g

• Kadar sefadroksil terukur =


y = 1,1224 x + 0,0834
0,575 = 1,1224 x + 0,0834
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

x = 0,4380 mg/5ml
x = 0,0876 mg/ml
• Kadar sefadroksil dalam 126,3 mg sampel = kadar sefadroksil terukur x fp
25
= 0,0876 mg/ml x x 50
1
= 109,500 mg

rata − rata bobot kapsul x kadar sefadroksil per kapsul


• Kadar sefadroksil per kapsul =
rata − rata bobot sampel
551,8 mg x 109,500 mg
=
126,325 mg
= 478,307 mg

kadar sefadroksil per kapsul


• % kadar sefadroksil = x 100%
kadar sebenarnya
478,307 mg
= x 100%
500 mg
= 95,66%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Lampiran 11. Perhitungan % Perolehan Kembali (Recovery) Baku

Data kurva baku replikasi III adalah:

Konsentrasi Serapan* pada λ 401 nm


sefadroksil
(mg/5ml)
0,3660 0,492
0,4575 0,598
0,5490 0,703
0,6405 0,801
0,7320 0,904
y = 1,1224 x + 0,0834
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Dengan memasukkan nilai serapan* pada λ 401 nm ke dalam persamaan kurva baku

y = 1,1224 x + 0,0834, besarnya konsentrasi sefadroksil terukur (mg/5 ml) dapat

ditentukan. Nilai % recovery baku dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

konsentrasi sefadroksil terukur ( mg / 5ml )


% Recovery = x 100%
konsentrasi sefadroksil teoritis (mg / 5ml )

Konsentrasi Konsentrasi % Recovery


sefadroksil teoritis sefadroksil terukur
(mg/5ml) (mg/5ml)
0,3660 0,3640 99,45
0,4575 0,4585 100,22
0,5490 0,5520 100,55
0,6405 0,6393 99,81
0,7320 0,7311 99,88
x 99,98

Contoh perhitungan % recovery baku :

Serapan = 0,492

Konsentrasi sefadroksil teoritis = 0,3660 mg/ml


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Konsentrasi sefadroksil terukur =

y = 1,1224 x + 0,0834

0,492 = 1,1224 x + 0,0834

x = 0,3640 mg/5 ml

0,3360 mg/5ml
% Recovery = x 100%
0,3640 mg/5ml

= 99,45%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Lampiran 12. Perhitungan % Perolehan Kembali (Recovery) Sampel

Kadar sefadroksil Serapan* Kadar sefadroksil Recovery (%)


sebenarnya (mg/ml) pada λ 401 didapat (mg/ml)
nm
0,613 2,360 104,15
2,267 0,608 2,337 103,09
0,610 2,345 103,44
0,612 2,355 103,88
2,267 0,608 2,337 103,09
0,606 2,327 102,65
0,614 2,365 104,28
2,268 0,609 2,342 103,26
0,615 2,367 104,36
x 103,58
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Rata-rata kadar sefadroksil dalam sampel = 112,323 mg


Bobot sampel = 126,3 mg
rata − rata kadar dalam sejumlah sampel
% kadar sefadroksil dalam sampel = x100%
rata − rata bobot sampel

112,323
= x100%
126,325
= 88,92%
Bobot sampel sefadroksil dalam sediaan kapsul SF
Replikasi I = 126,3 mg
Replikasi II = 126,3 mg
Replikasi III = 126,4 mg
Bobot baku sefadroksil yang ditambahkan
Replikasi I = 114,4 mg
Replikasi II = 114,4 mg
Replikasi III = 114,4 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Contoh perhitungan % recovery sampel:


(88,92% x bobot sampel sefadroksil) + bobot baku
Kadar sebenarnya =
100 ml
(88,92% x 126,3) mg + 114,4 mg
=
100 ml
= 2,267 mg/ml

Serapan = 0,613
• Kadar sefadroksil dalam 25 ml:
y = 1,1224 x + 0,0834
0,613 = 1,1224 x + 0,0834
x = 0,4718 mg/5ml
x = 0,0944 mg/ml
• Kadar dalam campuran 126,3 mg sampel dan 114,4mg baku
= 0,0944 mg/ml x 25
= 2,360 mg/ml
kadar didapat
• Recovery = x 100%
kadar sebenarnya
2,360 mg/ml
= x 100%
2,267 mg/ml
= 104,15%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

Lampiran 13. Perhitungan % Coefficient of Variation (CV)

Bobot Serapan* Kadar Kadar % kadar


sampel pada sefadroksil sefadroksil sefadroksil
sefadroksil λ 401 nm dalam sejumlah per kapsul CV (%)
(mg) sampel (mg)
(mg)
0,575 109,500 478,307 95,66
126,3 0,586 112,000 489,227 97,84 1,57
0,590 112,875 493,049 98,61
0,587 112,125 489,773 97,95
126,3 0,594 113,750 496,871 99,37 1,12
0,598 114,625 500,693 100,14
0,576 109,750 479,399 95,88
126,4 0,585 111,750 488,135 97,63 1,57
0,592 113,250 494,687 98,94
0,595 114,000 497,963 99,59
126,3 0,583 111,250 485,951 97,19 1,23
0,591 113,000 493,595 98,72
x 112,323 490,637 97,88 1,37
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Perhitungan CV
SD
CV = x 100%
X
Untuk SD dan X didapat dari perhitungan dengan menggunakan kalkulator.
Untuk replikasi I, nilai CV sebesar 1,57% dapat diperoleh dengan cara berikut
1,530
CV = x 100%
97,370
= 1,57 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Lampiran 14. Perhitungan Nilai Koefisien Variasi Fungsi (Vx0)

Konsentrasi Serapan* pada Konsentrasi Serapan* pada


sefadroksil λ 401 nm sefadroksil λ 401 nm (y-ŷ)2
teoritis (mg/5ml) terukur (y) terukur (mg/5ml) teoritis (ŷ)

0,3660 0,492 0,3640 0,494 4 x 10-6


0,4575 0,598 0,4585 0,597 1 x 10-6
0,5490 0,703 0,5520 0,700 9 x 10-6
0,6405 0,801 0,6393 0,802 1 x 10-6
0,7320 0,904 0,7311 0,905 1 x 10-6
x = 0,5490 ∑ = 16 x 10-6
* = Serapan senyawa hasil reaksi antara sefadroksil dengan asetilaseton dan formalin

Dari persamaan kuva baku yang digunakan adalah y = 1,1224 x + 0,0834 dapat

ditentukan besarnya serapan* pada λ 401 nm teoritis (ŷ), dengan ŷ = bx + a.

1. Contoh perhitungan nilai ŷ

Konsentrasi sefadroksil teoritis (x) = 0,3660 mg/5ml

ŷ = 1,1224 x + 0,0834

ŷ = (1,1224 . 0,3660) + 0,0834

ŷ = 0,494

2. Perhitungan simpangan baku residual (Sy)

∑ (y − ŷ) 2
Sy =
n−2

16 x 10 −6
=
3

= 5,3333 x 10 −6

= 2, 3094 x 10-3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

3. Perhitungan standar deviasi dari fungsi (Sx0)

Sy
Sx0 =
b

2, 3094 x 10 −3
=
1,1224

= 2,0576 x 10-3

4. Perhitungan koefisien variasi dari fungsi (Vx0)

Sx 0
Vx0 =
x

2,0576 x 10 -3
=
0,5490

= 3,7497 x 10-3

= 0,37%

Nilai x merupakan rata-rata dari nilai konsentrasi sefadroksil terukur.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

Lampiran 15. Laporan Analisa Baku Sefadroksil (PT. Hexpharm Jaya)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang mempunyai nama lengkap Bernadeta

Mirmayanti ini dilahirkan di Purbalingga pada tanggal

2 Oktober 1985. Terlahir dari pasangan F.B Said

Siswoparmanto dan Theresia Rochati sebagai anak

bungsu dari enam bersaudara. Penulis mengawali masa

pendidikannya di TK Santa Maria, Purbalingga.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Pius

Purbalingga dan lulus pada tahun 1997. Menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SLTPN 1 Kemangkon pada tahun 2000, kemudian

melanjutkan pendidikan di SMU Pangudi Luhur Van Lith Muntilan hingga tahun

2003. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta (2003-2007). Semasa di bangku kuliah penulis juga aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan sebagai asisten Botani Dasar dan Biokimia. Selain itu, penulis juga

aktif dalam organisasi dan kepanitiaan

Anda mungkin juga menyukai