Anda di halaman 1dari 13

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 14 Februari 2018

MAKALAH BLOK REPRODUKSI


“DIAGNOSIS PRENATAL”

NAMA :

11020150001 Rahmad Syamsul

11020150002 St. Hediati

11020150003 Muh. Asy Shidiq

11020150004 Munawwarah

11020150005 Arsyad Fadli

11020150006 Fauziah Furqanah Syam

11020150007 Adela Firdza Yamin

11020150008 Syatirah Rizky Ananda

11020150009 Aulia Amani

11020150010 Nurul Ainun B.

11020150011 Ayu Pratiwi Hasari

KELOMPOK :1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKSSAR
2016
DEFENISI
Kelainan kongenital berat biasanya terjadi selama kehamilaj atau selambat-
lambatnya 2-3 persen setelah kelahiran. Diagnosis prenatal adalah suatu pengetahuan
untuk mengidentifikasi malformasi, gangguan, kelainan kromosom, dan kelainan
genetic lainnya pada fetus.
Diagnosis prenatal mulai berkembang tahun 1966 semenjak Steele dan Breg
dapat menentukan bahwa dengan cairan amnion sel-sel yang ada didalamnya dapat
dianalisa dan dapat dikembangbiakkan (dikultur ).
Prenatal adalah waktu janin dalam kandungan atau sebelum dilahirkan,
sedang diagnosis adalah kemampuan menentukan keadaan atau kesehatan janin. Pada
prinsipnya dengan melakukan diagnosis prenatal dapat diketahui keadaan
kesejahteraan janin atau menentukan prognosis serta langlangkah apa yang harus
dilakukan.
Beberapa keadaan yang dapat dideteksi seperti:
 Kelainan kromosom seperti Down syndrome, Trisomi 13 dan Trisomi 18.
Ini dapat dideteksi dengan tes skrining dengan analisis serum pada
trimester pertama dan trimester kedua (down syndrome) dan serum DNA
ibu dan bayi (trisomy 21, 18, dan 13). Jika didapatkan temuan juga
dikombinasikan dengan temuan sonographic
 Defek pada neural tube seperti spina bifida, anencephaly, cephalocele, dan
kelainan spinal lainnya. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memeriksa
NTDs, MSAFP(Maternal Serum Alpha-Fetoprotein)
 Beberapa defek pada kelahiran seperti malformasi ginjal dan kelainan
jantung kongenital

TUJUAN DIAGNOSIS PRENATAL


Tujuan diagnosis prenatal tidaklah hanya sekedar deteksi kecacatan ataupun
terminasi kehamilan, tetapi banyak masalah diantaranya:
1. Memberi penjelasan kepada keluarganya mengenai kemungkinan cacat yang
didapat.
2. Memberi nasehat dan mengurangi kecemasan yang diderita oleh pasangan.
3. Memberi penerangan bahwa pasangan yang mempunyai risiko kalau nantinya
hamil, kesejahteraan janin dapat diperiksa lebih dini.
Untuk menegakkan diagnosis prenatal perlu kerjasama beberapa disiplin ilmu
seperti ahli obstetri, ultrasonografi,genetik,konseling genetik, laboratorium termasuk
biokimia, sitogenetika dan analisis DNA.

INDIKASI DIAGNOSIS PRENATAL


Ada beberapa indikasi pemeriksaan prenatal diantaranya :
1) Umur ibu lebih dari 35 tahun
Makin tua umur ibu waktu hamil angka kemungkinan terjadinya sindroma
down makin besar dan ini tidak ada kaitannya dengan umur ayah. Bila ibu
kurang dari 25 tahun terjadinya sindroma down 1 dalam 1500 kelahiran, pada
umur 40 tahun 1 dalam 100 kelahiran, pada umur 45 tahun 1 dalam 45
kelahiran.
2) Riwayat anak sebelumnya dengan kelainan kromosom.
Seorang ibu yang melahirkan anak dengan kelainan kromosom sebelumnya,
kemungkinan akan melahirkan anak dengan kelainan kromosom juga,
kemungkinan terjadinya kelainan yang sama 1/100 kali. Angka ini cukup
besar dibandingkan dengan angka normal yang kemungkinan hanya 1/800.
3) Abnormalitas kromosom pada orang tuanya.
Risiko untuk menurun keanaknya kurang lebih 20%
4) Ada keluarga dengan sindrom Down.
5) Pemeriksaan biokimiawi ada risiko kelainan autosom atau resesif terkait X
serius.
6) Anak atau orang tua dengan riwayat defek neural tube.
7) Ultrasonografi terdapat janin dengan kelainan kongenital.
8) Riwayat kelainan congenital multipel.

PEMBAGIAN DIAGNOSIS PRENATAL


Ada beberapa tipe test yang bias dilakukan selama kehamilan yaitu tes
skrining dan tes diagnostic. Tes skrining dilakukan untuk menunjukkan apakah ada
peningkatan resiko pada defek kelahiran. Tes ini biasa dilakukan pada trimester
pertama atau kedua selama kehamilan. Hasilnya mengindikasikan resiko bayi down
syndrome. Pada tes ini tidak memberikan jawaban yang pasti, tetapi ini dapat
digunakan untuk pemeriksaan untuk tes selanjutnya.
Sedangkan tes diagnostic adalah untuk mengidentifikasi kondisi bayi dan ini
sangat akurat. Diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan invasif dan
yang non invasive. Pemeriksaan invasive dapat meningkatkan resiko keguguran.
Inilah sebabnya mengapa diagnostic test tidak dilakukan secara rutin pada semua
wanita.
Yang termasuk pemeriksaan invasif antara lain :
1. Amniosentesis
2. Biopsi vili korealis
3. Fetoskopi
4. Pengambilan sample darah janin
5. Biopsi jaringan janin
Sedangkan yang termasuk non invasif antara lain :
1. Pemeriksaan dengan sinar X
2. Pemeriksaan dengan MRI
3. Pemeriksaan serum dan urine ibu
4. Pemeriksaan Ultrasonografi.

A. Invasif Diagnostic Prenatal


Tindakan invasif diagnosis mengandung bahaya dan ini harus
diterangkan kepada pasangan yang cemas akan kehamilannya. Hal yang perlu
disampaikan :
1. Risiko terjadinya kelainan pada kehamilan. Hal ini dapat dilihat
tergantung macam penyakit serta silsilah keluarga (pedigree).
2. Risiko yang dihadapi bila terjadi salah satu kelainan.
3. Tindakan yang paling aman untuk meneruskan atau menghentikan
kehamilan.
4. Langkahlangkah rehabilitasi untuk memperkecil akibat yang terjadi
karena ketidak mampuan.
5. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan.
6. Kemungkinn dilakukan pemeriksaan ulangan bila ada kegagalan dalam
penentuan diagnosis padfa pemeriksaan pertama.
7. Pemeriksaan tambahan.
8. Tidak semua kelainan dapat dideteksi.
9. Faktor biaya.
Beberapa metode pemeriksaan sel jaringan janin dapat dilakukan
berdasarkan hasil-hasil yang dicapai.
a. Analisa kromosom (karyotyping)
Untuk pemeriksaan ini perlu dilakukan pembiakan sel, bila berhasil
maka analisis karyotype akan memberikan hasil yang baik juga.
b. Analisa biokimia
Analisa biokimia dengan mengukur aktivitas enzim dapat ditentukan
setelah hamil 34 minggu. Hasil yang didapat diantaranya neuraminidase,
multiple lysosomal enzim, sphingomyelinase. Juga dapat dianalisa
konsentrasi zatzat tertentu misalnya kadar bilirubin, Rhisoimunization,
enzim microvilli usus.
c. Analisa DNA
Hasil analisa tergantung dari biakan selsel CVS, diperlukan 20-30 mg
villi chorialis. CVS merupakan tissue sampling untuk pemeriksaan
DNA.
d. Penentuan jenis kelamin
Cairan amnion dan trofoblas dapat digunakan untuk menentukan secara
langsung ada tidaknya sex chromatin bodies dan Y body fluorocence.
e. Analisa Alpha feto protein (AFP)
AFP dapat diukur dari cairan amnion atau darah ibu. Pemeriksaan ini
untuk melengkapi diagnosis prenatal. Bila AFP lebih rendah dari normal
kemungkinan anak yang dikandung menderita Down Syndrome
sedangkan bila AFP lebih tinggi dari normal kemungkinan menderita
gangguan saluran syaraf (neural tube defect)
f. Infeksi janin
Infeksi pada janin seperti infeksi virus dapat diketahui dari isolasi
pemeriksaan cairan amnion, villi chorialis maupun darah janin.
g. Analisa hematologic
Pengelolaan janin dengan Rhisoimunization sangat tergantung dari
analisa biokimia cairan amnion. Kadar hematokrit dan hemoglobin
dapat diketahui. Kelainan hematologik yang lain seperti
hemoglobinophatia atau coagulopaty dapat didiagnosa dengan analisa
DNA.

Ada beberapa cara mendapatkan jaringan janin yaitu:


a) Amniosentesis
Cairan amnion diambil dengan cara menghisap, dengan
menembus dinding perut dan dinding uterus. Cara ini dikenal dengan
amniosentesis transabdominal. Tuntunan dengan USG mutlak diperlukan
dalam prosedur ini. Amniosentesis dilakukan pada umur kehamilan 14-16
minggu, jika terlalu awal cairan amnion belum cukup banyak, sedang bila
terlambat akan lebih sulit membuat kultur dari sel-sel janin yang ada
didalamnya. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin diambil
sebanyak 10-20 cc. Cairan amnion mengandung sel dari kulit fetus.
Sampel dari sel-sel ini selanjutnya akan diperiksa di laboratorium. Setelah
dibiakkan selama 23 minggu kromosom dapat diperiksa dan dianalisa
kariotipenya. Selain untuk keperluan sitogenetik cairan amnion dapat
diperiksa juga kandungan alfa-feto proteinnya (AFP) secara biokemis.
Kebaikan dari amniosentesis adalah mudah dikerjakan, sedikit
kemungkinan tercemar dari jaringan ibu, juga aman ( kemungkinan
komplikasi/abortus 0,5% ), tetapi kelemahannya baru dapat dilaksanakan
pada kehamilan 14-16 minggu sehingga bila nantinya akan dilakukan
terminasi kehamilan akan dijumpai masalah yang lebih besar. Kejadian
korioamnionitis setelah prosedur ini sekitar 0,1 %. Ririko lain dari
amniosentesis adalah kemungkinan perkembangan dari suatu rhesus jika
golongan darahnya Rh negative. Untuk mencegah keadaan ini diberikan
injeksi Rh immune globulin (Rhogam) 36 jam setelah prosedur dilakukan.
Sebaiknya sebelum prosedur dilakukan harus diketahui golongan darah
Rhesus.
b) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Chorionic villus sampling atau sediaan yang berasal dari sel-sel
trofoblast dapat diambil lewat servik (trans servikal) atau lewat dinding
abdomen (tans abdominal). Prosedur ini dapat dilakukan pada umur
kehamilan 914 minggu. Lewat serviks dapat dilakukan dengan
menggunakan kanula plastik halus atau logam, sedang dari dinding
abdomen digunakan jarum. Kebaikan prosedur ini pengambilannya dalam
kehamilan yang lebih muda sehingg sewaktuwaktu kalau diperlukan
terminasi kehamilan lebih mudah, selsel villi chorealis dapat diperiksa
secara langsung. Kelemahannya atau komplikasi yang dapat timbul
adalah:
 Abortus dengan angka kejadian sekitar 12 %.
 Ruptur selaput amnion.
 Infeksi
 Perdarahan
 Terjadi Rhesus isoimmunization.
 Kontaminasi dari selsel maternal lebih tinggi.
 Keberhasilan analisa kromosom lebih kecil dibanding dengan
amniosentesis.
 Kejadian IUFD dengan tindakan sekitar 9-15 %.
c) Fetal Blood Sampling
Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan biokimia pada awal
1970-an berbagai kelainan hemoglobinopathy dapat didiagnosa melalui
pemeriksaan contoh darah. Untuk itu ada berbagai usaha yang dilakukan
untuk memperoleh darah diantaranya :
 Placentetis (Placentocentesis)
Tehnik ini pertama kali dilaporkan oleh Valentine C tahun 1973 yang
mengambil contoh darah janin dengan cara blind needling. Kearah
lokalisasi plasenta. Ia menggunakan jarum no. 20 secara trans
abdominal dengan local anastesi kearah chorionic plate.
 Darah janin (cordocentesis)
Cordosentesis adalah cara untuk mendapatkan darah janin dengan
mengambil langsung dari tali pusat. Teknik ini berisiko besar dan
perlu tuntunan ultrasound.
Indikasi pemeriksaan cordocentetis:
- Untuk keperluan diagnosa :Pemeriksaan Rapid Karyotype,
Infeksi congenital, Menentukan beberapa kelainan genetika.
- Untuk keperluan diagnosa dan pengobatan: Anemi,
Trombisitopeni, Pemberian obat-obatan, Hyperalimntation
 Untuk keperluan evaluasi/foloow up
Keadaan fisiologi dan patofisiologi janin, Hasil fetal terapi,
Transplacental pharmacologic therapy.
 Skin Biopsy (biopsi kulit janin)
Beberapa genodermatosis dapat menyebabkan kematian neonatal
dini atau kelainan congenital yang berat seperti Epidermolysis
bullosa, Epidermolysis hyperkeratosis. Dengan visualisasi janin
melalui fetoscopy, kelainan ini sudah dapat didiagnosa prenatal, akan
tetapi pada keadaan tertentu diperlukan bantuan diagnose secara
histopatologis dari jaringan kulit janin. Biopsi kulit janin bias
dilakukan secara blind dengan tuntunan USG atau fetoscope. Biopsy
kulit janin sudah dapat dilakukan pada umur kehamilan 1922
minggu. Akan tetapi untuk diagnosa kelainan kelenjar keringat waktu
yang optimal adalah 2426 minggu.
 Liver Biopsy (biopsi hati)
Banyak kelainan akibat defisiensi enzim tertentu dapat diidentifikasi
dari pemeriksaan selsel hati dan tidak terdapat pada selsel darah, kulit
atau cairan amnion. Teknik biopsy hati dengan menggunakan jarum
biopsy yang halus yang dapat dideteksi dengan USG dan dapat
mengambil jaringan hati sebanyak 23 mg tanpa menyebabkan
kerusakan yang berarti. Kelainan yang dapt diperiksa adalah Von
Gierke disease ( Glycogen storage disease oleh karena defisiensi
glucose 6-phosphatase, Hyperamnionaemi, Phenil ketonuria).
 Lain-lain
Bersamaan dengan tindakan amniosentesis sekaligus dapat dilakukan
aspirasi dari beberapa cairan tubuh/tumor janin/ hydrothorax/ ascites/
hydrosephalus/ urine janin untuk menentukan fungsi ginjal. Embryo
biopsy merupakan teknik baru yang sedang dikembangkan pada
program IVF dan embrio culture. Dilakukan tindakan biopsy 12 sel
embryo (outer embryonal cells) pada tingkat perkembangan 816 sel.
Dengan pemeriksaan DNA dan kromosom pada tingkat dini maka
akan segera diketahui ada tidaknya kelainan congenital pada embryo
yang ditanamkan pada rahim ibu.

B. Noninvasif Diagnosis Prenatal


1) Pemeriksaan dengan sinar X.
Pemeriksaan kehamilan dengan sinar X dilakukan setelah kehamilan 16
minggu, sudah dapat dilihat bagianbagian rangka janin, jumlah janin.
Untuk menentukan umur kehamilan berdasarkan pusat osifikasi tungkai
bawah. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan sinar X antara lain :
a. Hidrosefalus
Yang harus diperhatikan :
- Muka bayi hidrosefalus tampak kecil bila dibandingkan dengan
kepalanya yang besar.
- Kranium hidrosefalus cenderung bulat, sedangkan kepala normal
oval.
- Bayangan kranium hidrosefalus sangat tipis atau hamper tidak
tampak.
b. Anensefalus
Merupakan malformasi yang ditandai tidak adanya kranium dan
hemisfer serebri yang bias rudimenter. Tidak terdapatnya kalvaria
menyebabkan raut muka tampak menonjol dan memanjang, mata
sering menonjol dan keluar dari rongganya. Keadaan tersebut nudah
didiagnosis dengan pemeriksaan sinar X atau USG.
2) Pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dengan teknolgi ini dapat dipakai untuk mengetahui defek anatomi dan
struktur janin. Pemeriksaan janin dengan kelainan pada otak dan kepala
janin seperti hidrosefalus, anesefalus dapat didiagnosis lebih tepat.
3) Pemeriksaan serum dan urin ibu
Pemeriksaan hormone Chorionic Gonadotropin (hCG). Hormon ini sudah
ditemukan pada plasma ibu hamil pada hari ke 8 atau 10. Kadarnya
meningkat cepat dan mencapai maksimal pada minggu ke 10 kehamilan.
Setelah minggu ke 10-12 kehamilan kadar hCG dalam darah ibu mulai
menurun, terendah tercapai sekitar umur kehamilan 20 minggu. Kadar
βhCG naik pada trisomi 21, tetapi turun pada trisomi 18. Serum marker
yang lain pada umur kehamilan 15-18 minggu, kadar alpa feto protein
(AFP) rendah. hCG meninggi dan kadar estriol rendah dapat dipakai untuk
melengkapi pemeriksaan menegakkan diagnosis sindrom down.
4) Pemeriksaan α feto protein (AFP)
Pengukuran AFP dari cairan amnion pada usia kehamilan 1620 minggu
dapat mendeteksi abnormalitas janin, khususnya defek neural tube. Cairan
amnion diambil dengan cara amniosentesis. AFP dapat juga diperiksa dari
serum ibu. Konsentrasi AFP pada seru janin dan air ketuban paling tinggi
pada umur kehamilan 13 minggu, setelah itu kadarnya menurun dengan
cepat, pada serum ibu akan naik terus sampai kehamilan lanjut. Kadar AFP
dengan kadar estriol rendah dan peningkatan hCG dapat dipakai untuk
penapisan awal penyakit syndrome Down.
Beberapa keadaan yang disertai konsentrasi AFP abnormal :
 Kadar yang tinggi :
- Defek neuraltube
- Obstruksi esophagus
- Kehamilan multiple
 Kadar yang reendah :
- Trisomi
- Kematian Janin
- IUGR
5) Ultrasonografi
Dengan majunya teknik ultrasonografi serta ditemukannya ultrasound
yang beresolusi tinggi termasuk USG 3D/4D, maka kelainan morfologi
janin pada trismester pertama sudah dapat dideteksi. Pemeriksaan ini bukan
invasive sehingga aman untuk ibu dan janin. Dengan USG dapat dideteksi
adanya kelainan seperti kelainan katup jantung, defek neural tube, kelainan
kraniofacial,system gastrointestinal, dan lain-lain.
Pada kelainan kongenital yang berat atau multipel sering USG belum
dapat dilakukan karena lebih awal terjadinya abortus. Bila didapatkan
kongenital anomali pada pemeriksaan USG dan masih diperlukan
informasi lebih lanjut, maka pemeriksaan amniosentesis, CVS,
kordosentesis dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham,dkk.2014.Wiliams obstetrics ed. 24.United states.hal. 283-301.

Prenatal Screening and diagnostic tests.Australia: Department of health. Hal 4-7.

Pergament, Eugene.2014. The Future of Prenatal Diagnosis and screening. Hal


1291-1299.

Anda mungkin juga menyukai