Disusun Oleh :
Syamsul Fuad
103011026657
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam S.Pd.I
Disusun oleh
Syamsul Fuad
103011026657
Di bawah bimbingan
Yudhi Munadhi
NIP. 19701203 199803 1 003
Syamsul Fuad
Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia
Sekolah Dasar
Dalam Penulisan skripsi ini penulis memilih judul “Peranan Orang Tua
Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar”dikarenakan
sikap keberagamaan seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan agama yang
didapatkan dilingkungan keluarga yang dilakukan oleh orang tua. Hal yang sangat
penting ini terkadang tidak dipahami oleh orang tua, dan terkadang orang tua
merasa pemahaman agama diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan
formal maupun non formal yang durasinya sangat terbatas. Penulis melakukan
penelitian kepada keluarga khususnya orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama dalam memberikan pendidikan dan pemahaman agama kepada anak-
anaknya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan orang tua dalam
menanamkan sikap keberagamaan pada anak usia sekolah dasar dan Untuk
mengetahui faktor-faktor penghambat dalam menanamkan sikap keberagamaan
anak usia sekolah dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan
Limo Kota Depok
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis,
yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai
dengan data yang dikumpulkan. Dalam pengolahan data, penulis mengambil pola
perhitungan statistik dalam bentuk prosentase, artinya setiap data dipresentasikan
setelah ditabulasikan dalam bentuk frekwensi jawaban dalam setiap jawaban.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 01/03
Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok, melalui wawancara,
observasi dan penyebaran angket, dapat disimpulkan bahwa peranan orang tua
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar masih sangat
rendah. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran orang tua akan
pentingnya menanamkan sikap keberagamaan sejak dini, serta kurangnya
keteladanan atau contoh yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya
terutama pada aspek ibadah.
iii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah… ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah… ....................................................................... 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah…............................................. 8
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian… ...................................................9
vi
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian… ................................................... 35
B. Metode Penelitian...........................................................................35
C. Populasi dan Sampel… ................................................................. 36
D. Instrumen Penelitian.......................................................................37
BAB V : PENUTUP.
A. Kesimpulan. ..................................................................................65
B. Saran… ......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
Artinya
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap Ini (keesaan Rabb)1
Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada saat manusia
akan dilahirkan ke alam dunia, telah terjadi persaksian atas ke-Esaan Allah
SWT. dengan persaksian inilah manusia akan dimintai pertanggung
jawabannya pada hari akhir nanti. sehingga setelah manusia lahir di dunia,
hendaklah memegang teguh janji mereka dengan senantiasa mengerjakan
perintah serta menjauhi larangan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-
Nya.
Peraturan berupa perintah dan larangan dalam agama bertujuan untuk
membentuk pribadi yang cakap untuk hidup di masyarakat dikehidupan
duniawi (dunia), sebagai jembatan emas untuk mencapai kehidupan ukhrawi
(akhirat).2 Pembentukan moral yang mulia adalah tujuan utama dalam
pendidikan agama Islam. Selain itu pendidikan agama Islam juga bertujuan
membentuk kepribadian muslim atau Insan Kamil dengan pola taqwa yaitu
dengan terbentuknya pribadi yang senantiasa berupaya mewujudkan pribadi
yang baik secara maksimal guna memperoleh kesempurnaan hidup.
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan, dan
kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh
pendidikan yang sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa
banyak ditentukan oleh pendidikannya. Oleh karena itu pendidikan memegang
peranan sentaral dalam pembangunan manusia seutuhnya. dan masyarakat
1
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, (Bandung: CV Jumanatul ‘ali-ART,
2005), h. 174.
2
Proyek Pembinaan Prasarana Dan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,
Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan dan
Kelembagaan Agama Islam, 1984), h.13.
4
3
Muhamad Yusuf Harun, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa,
1997), Cet. I, h. 11.
5
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara , 2006 ), Cet.VI , h.
35.
5
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1996), Cet 23,
h. 101
6
Anak-anak masa ini disebut masa usia tidak rapih karena mereka
cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan dan
kamarnya juga sangat berantakan. Dan masa ini oleh orang tua disebut dengan
masa menyulitkan karena anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah, mereka
lebih banyak dipengaruhi/menuruti teman-temannya dari pada orang tua dan
anggota keluarga lainnya.6
Sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap
agama. Sikap agamis tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara
kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama
sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi
sikap agamis merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama,
perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yakni faktor intern dan
faktor ekstern.
a. Faktor Intern
Manusia adalah makhluk beragama (homo religius) karena manusia
sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor
intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri,
akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya
Pada prinsipnya manusia adalah makhluk theomorfis, karena di dalam
diri manusia terdapat sifat-sifat yang agaknya menyerupai sifat-sifat Tuhan.
Bahkan menurut Hasan langulung bahwa Tuhan memberi manusia bebrapa
potensi sesuai dengan sifat-sifat Tuhan (Asma’ul Husna) artinya–sebagai
misal–jika Allah bersifat Al-Ilmu (Maha Mengetahui) maka manusia pun
memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa
berupaya untuk mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan
akan sesuatu,7
6
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), Cet. III,
h. 154
7
Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama
Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar,1998), Cet I, h. 15
7
8
Sahilun A.Nasir, Perenan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja,
(Jakarta: Kalam Mullia,1999), h.28.
8
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dari alasan pemilihan judul ini,
penulis mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan muncul antara lain
sebagai berikut:
1. Peranan orang tua dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak
2. Orang tua merupakan penanggung jawab pertama dan utama
terhadap sikap keberagamaan anak-anaknya.
3. Tidak semua orang tua memahami agama dengan baik.
4. Faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak
5. Masih banyak orang tua yang tidak peduli dengan sikap
keberagamaan anak.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yang
diteliti yaitu,
1. Bagaimana peranan orang tua dalam menanamkan sikap
keberagamaan pada anak usia sekolah dasar di lingkungan RT
01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
2. Faktor-Faktor yang menghambat dalam menanamkan sikap
keberagamaan anak usia sekolah di lingkungan RT 01/03
Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
2. Kegunaan Penelitian
a. Agar menjadi bahan evaluasi bagi orang tua dalam menanamkan
sikap keberagamaan anaknya agar menjadi muslim yang baik
b. Supaya hasil dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan
kontribusi kepada orang tua, khususnya yang berkaitan dengan
menanamkan sikap keberagamaan, agar nanti dapat berperan
positif untuk menanamkan sikap keberagamaan anaknya dalam
kehidupan sehari–hari.
10
10
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
1
W.J.S Poerwadarmanita, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1985), h. 735
2
Soejono Sokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 238
11
3
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2000), Cet. V, h. 224.
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VI,h. 35.
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h. 627.
6
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir Ara Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka progressif, 1997), Cet. 14, h. 1580
7
Atabih Ali, Kamus Inggris Indonesia Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika,
2003), Cet. I, h. 593.
12
8
Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak ( Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru,
dan masyarakat berdasarkan Ajaran Islam ), (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999), Cet.II, h. 240.
13
9
Undang –Undang RI No. 20, Sistem Pendidikian Nasional, (Jakarta: PT. Kloang Putra
Timur, 2003).
10
Zakiah Darajat, Ilmu…, h. 34
14
Artinya
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan12
Menjaga diri artinya setiap orang yang beriman harus dapat melakukan
self education, melakukan pendidikan terhadap anggota keluarganya untuk
mentaati Allah dan Rasul-Nya. Suatu hal yang mustahil dalam pandangan
Islam bila seorang yang tidah berhasil mendidik diri sendiri akan dapat
melakukan pendidikan kepada orang lain, karena itu untuk menyelamatkan
orang lain harus lebih dahulu menyelamatkan dirinya dari api neraka. Tidak
seorang pun yang tenggelam mampu menyelamatkan orang lain yang sama-
sama tenggelam.
15
11
Zakiah Daradjat, Ilmu…, h. 38.
12
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, (Bandung: CV Jumanatul ‘ali-
ART, 2005), h. 951
16
َﻪَﻠﻟ ا ﻰﻠ
َﺻ َا َل ﺎﻗ ََةَﺮَﻳَﺮه َُ ﻋَ ل ﻗﺎ َﻋَﻦ
َو َﻪَﻴَﻠَﻋ ﻲُ َﺒَﻨﻟ : ﻰ َاَ ﻪَﻠﻟ ا َﻰَﺿَر َﻨ
ﺑ
َُﻪ
َﻄ َُ َﻪَﻧ اَدَﻮَﻬَُﻳ َُهاﻮَﺑ َُﻮﻣَ ﻮﻳَُ ﻰﻠ
ﻋَ َﺮ ﻢﻠﺳ ُُﻞآ:
ََُدﻮُﻟ ُﺪﻟَ َﻔَﻟا َة َوأَ َﻪَﻧ ﺎَﺴَﺠَﻤَُﻳ َوأ
َﺄَﻓ
َُىر ﺎﺨُﺒﻟا ُه او ار ) ﻪﻧ اﺮﺼﻨﻳ
Artinya
Dari Abu Hurairah ra, Ia berkata : Rasullullah SAW. Bersabda :
Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dan
orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, majusi, atau Nashrani 13
Pengertian fitrah dalam hadist ini adalah sikap tauhid kepada Allah
SWT sejak manusia dalam kandungan mereka telah melakukan perjanjian
dengan Allah untuk beriman dan bertauhid kepada-Nya. Orang tuanyalah yang
bertanggung jawab saat kekuatan akal pikiran manusia belum sempurna dalam
memiliki tanggung jawab untuk memelihara perjanjian ini sampai anak
mampu menemukan dirinya sendiri.
Ada beberapa aspek yang sangat diperhatikan orang tua sebagai
realisasi tanggung jawab orang tua mendidik anak diantaranya:
a. Pendidikan ibadah,
b. Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an,
c. pendidikan akhlakul karimah,
d. Pendidikan akidah Islamiah. Keempat aspek inilah yang menjadi
tiang utama dalam pendidikan”.14
Keluarga mempunyai tujuh fungsi, yaitu :
a. Fungsi biologik,
13
Ahmad Sunarto, dkk., Tarjamah Shahih Bukhari, (Semarang : CV, Asy- Syifa,
1993), jilid II, Cet. I, h. 307.
14
Muhamaad Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
17
d. Fungsi pendidikan,
Keluarga sejak dahulu merupakan pendidikan dahulu
merupakan institusi pendidikan.18
Fungsi pendidikan adalah fungsi yang memberikan peran
kepada keluarga mendidik keturunan agar bisa melakukan
penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa yang akan datang.
Dalam melaksankan fungsi pendidikan ini keluarga sebagai
salah satu tri pusat pendidikan, dalam hal ini orang tua memegang
peranan utama dalam proses pembelajaran anaknya terutama pada
saat mereka belum dewasa. Kegiatan pembelajaran orang tua
antara lain, melalui pola asuh, pembiasaan dan keteladanan.
e. Fungsi rekreasi,
Keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi bagi
anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan
kegembiraan.19 Keluarga memerlukan suasana santai, akrab,
ramah, hangat diantara diantara anggota keluarga. Rekreasi ini
dapat menghindari atau mengurangi ketegangan-ketegangan yang
timbul kesibukan tugas sehari-hari.
Fungsi ini tidak harus dengan kemewahan, melainkan
melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan damai.
Fungsi rekresi ini juga dapat membawa anggota keluarga dalam
merealisasikan dirinya dalam suasana yang bebas dan nyaman
sebagai selingan dari kesibukan sehari-hari.
f. Fungsi keagamaan
Merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama
bagi para anggotanya.20
Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak
anak serta anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama.
Tujuannya bukan saja untuk mengetahui kaidah-kaidah agama,
18
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 15
19
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16
20
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16
20
21
Alisuf Sabri, Ilmu…, h. 16.
22
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus…, h. 499.
23
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995),
Cet. Ke-103, h. 141.
21
24
Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 104.
25
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982), Cet. II, h 103.
22
26
Panut Panuju, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), Cet. I, h. 112
27
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
Cet. 7, h, 10
28
Muzzayin Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama,
(Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991), Cet. II, h. 1
23
di dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah
“sifat-sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu
mengenai agama.
Jadi yang dimaksud dengan menanamkan sikap keagamaan adalah
memasukan sesuatu dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap agamis
tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama
sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan
perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap agamis merupakan
integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta
tindak keagamaan dalam diri seseorang.
4. Tugas Orang Tua Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan Anak
Usia Sekolah Dasar
Menurut kamus bahasa Indonesia, menanamkan adalah menanam
sesuatu atau menaburkan paham ajaran, memasukan, membangkitkan, atau
memelihara (perasaan, cinta kasih, semagat dan sebagainya)29
Keluarga adalah sesuatu lembaga atau unit terkecil dalam masyarakat
yang menjunjung harkat kemanusiaan, terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
atau saudara kandung, berfungsi bertanggung jawab menjaga dan menumbuh
kembangkan anggota-anggotanya mereka bertindak dan bertanggung jawab
untuk mencapai kebahagiaan. Di dalam keluargalah pusat pendidikan awal
anak pada tahun-tahun formatifnya, serta di dalam keluarga pula adanya ikatan
lahir batin yang kuat. Maka keluarga berkewajiban untuk menanamkan sikap
keberagamaan anak sejak dini.
Pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan. Bahkan pada tahun–tahun
pertama sangat penting, dan sangat tepat apabila disebut sebagai tahun–tahun
yang menentukan kehidupannya. Sayangnya, orang tua banyak mengabaikan
pentingnya masa kanak–kanak meskipun masa ini sangat penting. Karena,
pada umur ini anak–anak berada dalam keadaan bersih. Banyak orang tua
29
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), Cet. III, Edisi III, h. 1134.
24
30
Maulana Musa Ahmad Olgar, Tips Mendidik Anak bagi Orag Tua Muslim,
(Yogyakarta: Citra Media, 2006 ) Cet. I, h. 101
25
bahwa apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari
kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang mengawasi segala
tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang kepada
sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka
keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang
oleh agamanya. Andai kata termasuk hal–hal yang terlarang, betapapun
tarikan luar itu, tidak akan diindahkan karena ia takut melaksanakan yang
terlarang oleh agama.
Orang tua merupakan pendidikan yang pertama kali bagi anak, oleh
sebab itu orang tua yang harus bisa mendidik anaknya dengan sebenar–
benarnya. Agama sangat pengaruh bagi orang tua tersebut, apabila orang tua
tersebut tidak bisa memahami tentang agama tersebut yang dianutnya. Maka
anaknya pun tidak bisa memahami ajaran agama tersebut, dikarenakan orang
tuanyalah yang tidak bisa mendidik anaknya dengan selayaknya, bahwa
agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik bagi orang tua maupun
bagi anak– anaknya.
Sigmund Freud dengan konsep Father Image (citra kebapaan)
menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh
citra anak kepada bapaknya. Jika seorang bapak menunjukkan sikap dan
tingkah laku yang baik, maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap
dan tingkah laku sang bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya, jika
bapak menampilkan sikap buruk akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian anak.33
Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan
anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai
intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua
diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang
dianjurkan kepada orang tua, yaitu mengazankan ketelinga bayi yang baru
lahir, mengakikah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Alquran,
33
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), Edisi
Revisi, h. 272.
27
34
Jalaluddin, Psikologi Agama…, h. 272
35
Maulana Musa Ahmad Olgar, Tips Mendidik …, h. 102.
36
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, Dasar – Dasar Kependidikan Islam,
(Syrabaya: Karya Aditama, 1996), Cet. I, h. 65
28
masih kurang. Untuk itu penting diketahui bahwa orang tua : “ orang tua harus
memberikan contoh didalam hidupnya, misalnya kebiasaan mengerjakan
shalat, berdo’a membaca al–qur’an, disamping orang tua itu harus mengajak
meneladani sikap–sikap yang baik dan terpuji. Demikian pula menanamkan
sikap jujur, serta menghargai waktu, disiplin, senang membaca, cinta kerja,
cinta ilmu pengetahuan, dan menghargai orang lain.” Pendidikan dalam
lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap prilaku anak kelak
dikemudian hari, sebab baik buruknya prilaku seseorang disekolah atau
masyarakat sangat ditentukan oleh pendidikan yang diperolehnya pada waktu
kecil di dalam lingkungan keluarga. Sebab itu tanggung jawab keluarga
memiliki peranan yang sangat penting.37
Jika dalam diri anak sejak usia sekolah dasar sudah tertanam sikap
keberagamaan yang kuat, sangatlah berbahagia bagi orang tua karena mereka
tidak perlu khawatir melepas anak-anaknya dizaman modern ini, walau
banyak pergaulan yang dilakukan oleh anak, akan tetapi pelaksanaan ajaran
agama tidak mereka tinggalkan. Semakin mereka tumbuh besar dan dewasa
maka semakin kokoh dan kuat rasa keberagamaan mereka sebagai
manesfestasi dari penghayatan mereka akan kebenaran menjalankan ajaran
agamanya.
Oleh karena itu, Keluarga terutama orang tua, sebaiknya tetap
memberikan bimbingan dan menjadi contoh atau suritauladan bagi anak-
anaknya. Bagaimanapun juga suritauladan dan bimbingan keagamaan tersebut
sangatlah dibutuhkan untuk perkembangan sikap keagamaan anak.
Keteladanan orang tua merupakan hal yang paling penting dalam
mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Hal ini
dikarenakan keteladanan merupakan contoh yang terbaik dalam pandangan
anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya.
37
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, Dasar – Dasar…., h 201
29
38
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1993), Cet. I, h. 155
39
Zakiah Dardjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001),Cet. 23, h.
96
30
Anak-anak pada usia ini, sering disebut “usia penyesuaian diri” kerena
anak-anak pada masa ini ingin menyesuaikan diri dengan standar yang
disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara dan prilaku lainnya.
Demikian pentingnya penyesuain ini dirasakan anak, sehingga apabila ia tidak
mampu dalam penyesuaian ini ia akan menjadi anak yang terisolir,
menyisihkan diri dan hidupnya tidak bahagia, merasa tidak berarti
dibandingkan dengan teman anak-anak lainnya yang popular.40
Pada umur kurang lebih 12 tahun, masa anak-anak sudah berakhir
baginya. Tenaga, badannya sudah cukup berkembang, telah banyak
pengetahuan dan sudah banyak berfikir secara logis dan telah bisa menguasai
hawa nafsunya dalam beberapa hal. Ia tidak menghendaki dirinya lebih dari
kemampuannya dan biasanya merasa senang dengan kehidupannya. Demikian
anak yang berusia 12 tahun menjadi anak yang tenang dan berkeseimbangan
tetapi itu tidak lama karena akan timbul kegelisahan sebagai tanda krisis baru
dalam perkembangannya.
2. Fase Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Usia anak sekolah dasar, bukan lagi seperti anak-anak yang mau di
timang-timang dan di perlakukn seperti anak balita. Karena sekarang mereka
telah mengalami perkembangan di berbagai macam aspek, antara lain :
1. Perkembangan Intelektual.
Pada umumnya anak-anak pada umur 6 tahun telah masuk sekolah
Dasar. Anak-anak pada umur antara 6-12 tahun ini, berbeda dengan anak-anak
dibawah umur enam tahun. Anak-anak pada umur 6-12 tahun, ditandai dengan
dengan perkembanagn kecerdasan cepat. Kira –kira umur tujuh tahun
pemikiran logis terus tumbuh dan berkembang dengan cepat ampai umur 12
tahu, dimana si anak telah mampu memahami hal yang abstrak.41
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelaktual atau kemampuan kognitif (seperti : membaca, menulis
40
Alisuf Sabri, Pengantar …, h. 156
41
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV
Ruhama, 1993), Cet. I, h. 79
31
dan menghitung). Sebelum masa ini yaitu masa pra sekolah daya pikir anak
masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berhayal) sedangkan pada usia SD
daya fikirnya sudah berkembang kepada cara berfikir konkrit dan rasional
(dapat diterima akal) walau sifatnya masih sangat sederhana. Priode ini
ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasikan (mengelompokan), menyusun, atau mengasosiasikan
(menghubung atau menghitung angka-angka atau bilangan). Kemampuan
yang berkaitan dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi,
mengalikan dan membagi. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah
memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhan.
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini
tercakum semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasan
dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan
menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan.
Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia,
alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
3. Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapian kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral(agama).
Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya
perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dimulai membentuk
ikatan baru dengan teman sebaya. Teman sekelas, sehingga ruang gerak
hubungan sosialnya telah bertambah luas.
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri
sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperlihatikan kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya. Dan bertambah kuat
keinginannya untuk di terima menjadi anggota kelompok, dia merasa tidak
senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
32
Karena pengaruh teman sangat besar, maka orang tua dan guru
hendaknya membantu anak dalam memilih teman yang baik. Ukuran baik dan
buruk supaya diambilkan dari nilai-nilai absolut yang tidak pernah berubah
karena keadaan, zaman dan tempat.42
Oleh karena itu dituntut kerja sama yang baik antara keluarga , sekolah
dan masyarakat lingkungan dalam mendukung dalam menciptakan suasana
yang baik agar tujun dari hidup ono bisa tercapai.
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima dalam masyarakat. Oleh
karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi
emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan
dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua
dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak
dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil,
maka perkembnagn keluarga cenderung stabil. Akan tetapi, apabila kebiasaan
orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang control
(seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh
kecewa atau pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangn emosi
anak cenderung kurang stabil.
Untuk itu seyogyanya orang tua senantiasa menciptakan suasana yang
tenang, tentram dengan kasih sayang. Walaupun masalah tidak dapat
dielakkan dari kehidupan ini, namun penyelesaiannya haruslah dengan sikap
yang tenang dan mencari solusinya dengan kepala dingin.
5. Perkembangan Moral
Moral adalah realisasi dari kepribadian (mental) pada umumnya,
bukanlah hasil pekerjaan pikiran semata. Berapa banyaknya orang, yang tahu
bahwa yang dikatakan atau dilakukannya sebenarnya tidak dapat diterima oleh
akalnya sendiri, tetapi ia masih tidak sanggup mengatasinya.43
42
Zakiah Daradjat, Pendidikan…, h 87
43
Zakiah Daradjat , Membina…, h. 58
33
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau baik-
buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada umumnya, mungkin anak
tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya.
Usaha menenamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal
yang seharusnya dilakukan, karena informasi yang diterima anak mengenali
benar-salah atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya
dikemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau
tuntutan dari orang tua dan lingkungan sosilnya. Pada akhir usia ini, anak
sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu
anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku dengan konsep benar-
salah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa
perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan
suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan bersikap
hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar/baik.
3. Perkembangan Keagamaan Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada
di setiap manusia sejak dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk
mengabdi kepada sang pencipta. Dalam terminology Islam dorongan ini
dikenal dengan hidayat al-diniyat, berupa benih-benih keagamaan yang
dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini
manusia pada hakekatnya adalah makhluk beragama.44
Keberagamaan merupakan faktor bawaan manusia apakah nantinya
setelah dewasa seseorang akan menjadi sosok penganut agama yang taat,
sepenuhnya tergantung dari pembinaan nilai-nilai agama oleh kedua orang
tuanya. Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak-anak, sedangkan
lembaga pendidikan sebagai pelanjut dari pendidikan rumah tangga. Dalam
kaitan dengan kepentingan ini pula terlihat peran strategis dan peran sentral
keluarga dalam meletakan dasar-dasar keberagamaan
44
Jalaludin, Psikologi Agama…, h. 69
34
45
Jalaludi, Psikologi Agama…, h. 70
35
C. Kerangka Berfikir
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena
dalam keluarga inilah ia pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan.
Keluarga juga adalah lembaga pendidikan utama, karena sebagaian besar dari
kehidupannya berada dalam keluarga, dan materi pendidikan yang paling
banyak diterimanya adalah dalam keluarga.
Di dalam keluarga ada aturan norma yang tidak tertulis namun ditaati
oleh semua anggotanya melalui contoh, tauladan dan kasih sayang. Kewajiban
utama keluarga dalam pendidikan anak adalah meletakan dasar pendidikan
akhlak dan pandangan hidup beragama. Untuk itu orang tua dituntut agar
dapat memberikan pendidikan agama. Sehingga dapat membentuk sikap
keberagamaan yang kuat bagi anak-anaknya, sebagai bekal keberagamaan
mereka di masa yang akan dating.
Keberagamaan anak pada usia sekolah dasar adalah sungguh-sungguh,
namun belum dengan pikirannya, ia menangkapnya dengan emosi, karena ia
belum mampu berpikir logis. Kemampuan berpikir logisnya baru mulai
tumbuh, namun tetap terkait kepada fakta yang dapat dijangkau dengan panca
indranya. Anak menyangka bahwa penampilan rumah ibadah, menunjukan
kuwalitas agama yang memiliki tempat ibadah tersebut. Anak akan sangat
bangga dengan agama Islam apabila masjid atau mushala yang pernah
46
Ramayulius dkk., Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam
Mulia,1987), h131
36
dilihatnya bersih, indah dan mempesona. Yang paling menarik bagi anak
dalam beragama adalah upacara keagamaan dengan pakaian seragam dan
segala atributnya, terlebih apabila ia ikut serta dengan orang dewasa dalam
kegiatan tersebut. Anak yang sering ikut ke masjid dengan bapaknya waktu
shalat jum’at, dimana ia juga memakai peci merasa kagum, senang dan
bahagia melihat dan ikut serta dengan seluruh jamah waktu berdiri bershaf-
shaf melaksanakan shalat.
Oleh kerena itu, jika peranan orang tua dalam menanamkan sikap
keberagamaan anak usia sekolah dasar dapat dilakukan dengan baik, maka
sikap keberagamaan akan tertanam dengan baik pula pada diri anak tersebut.
Sedangkan jika peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan
anak tidak dilakukan dengan baik, maka hal tersebut berakibat pada sikap
keberagamaan anak tidak akan terbentuk dan bahkan dapat menghilangkan
keyakinan mereka kepada Allah SWT.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai masalah dan ha-hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan penelitian yang meliputi tempat dan waktu penelitian,
metode penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, instrument
penelitian.
35
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak usia sekolah
dasar di lingkungan RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo
Kota Depok
2. Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau
menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang
akan dibahas yaitu : peranan orang tua dalam menanamkan sikap
keberagamaan anak usia sekolah dasar dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan
RT 01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
1
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinike
Cipta,1998), cet Ke 11, hal 55
2
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek..., h. 56
36
D. InstrumenPenelitian
Instrument penelitian ini dalam bentuk non tes yaitu menggunakan
angket. Angket ini dalam bentuk questioner yang diperuntukan orang tua,
untuk mendapatkan informasi menegenai peranana orang tua dalam
menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah dasar di lingkungan RT
01/03 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
Tabel I
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tentang Peranan Orang Tua
Dalam Menanamkan Sikap Keberagamaan
37
Mengikut 6
sertakan anak
pada TPA
Menegur anak
yang malas 7
mengerjakan
ibadah
Menegur anak 8
yang tidak sopan
terhadap orang
lain
Mengajak anak 9
untuk ikut serta
dalam kegiatan
hari besar Islam
b. Keteladanana Memberikan suri 10
tauladan dalam
melaksankan
ibadah
38
setelah Membiasakan 13
melakukan anak shalat tepat
pekerjaan waktu
Mengajak anak
untuk shalat 14
berjamaah
Membiasakan
anak untuk berdoa 15
setelah shalat
Membiasakan
anak untuk 16
mengaji setelah
shalat magrib
Membiasakan 17
anak puasa di
bulan ramadhan
Membiasakan
anak 18
mengucapkan
basmalah saat
hendak
melaksankan
pekerjaan
Membiaskan anak
untuk 19
mengucapkan al-
hamdulillah
setelah
melaksanakan
pekerjaan
39
Membisakan 20
sikap bertawakal
setelah
melaksanakn
pekerjaan
40
Untuk menentukan skorsing semua pertanyaan angket akan
ditabulasikan dengan skor nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban
yang berupa huruf akan dirubah menjadi nilai angka, yaitu sebagai
berikut.
Tabel 2
Pengukuran Instrumen
Pilihan Jawaban A B C D
Pertanyaan + 4 3 2 1
- 1 2 3 4
c. Tabulating
Yaitu mentabulasi data jawaban yang telah diberikan kedalam bentuk
tabel, untuk kemudian diketahui hasil perhitungannya.
P=F X 100%
N
41
Keterengan:
P : Angka prosentase
F : Adalah Frekwensi yang dicari prosentasenya
N : Adalah Jumlah seluruh sampel
Dengan pengolahan data seperti ini penulis memperoleh table distribusi
frekuwensi sebanyak 40 buah.
Adapun ketentuan skala prosentasi dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3
Penafsiran Prosentase
No Prosentase Penafsiran
1 100% Seluruhnya
2 90-99% Hampir Seluruhnya
3 60-89% Sebagian Besar
4 51-59% Lebih dari Setengah
5 50% Setengahnya
6 40-49% Hampir Setengahnya
7 10-39% sebagaian Kecil
8 1-9% Sedikit sekali
9 0% Tidak Sama Sekali
42
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
2. Keadaan Penduduk
Pengenai keadaan penduduk lingkungan RT 01 Kelurahan Meruyung
yang terdiri dari 3 RT yaitu, RT 01,02,03 hingga tahun 2009 berdasarkan data
yang diperoleh dari ketua Lingkungan RT yaitu Bapak Arin.berjumlah kurang
44
lebih 125 Kepala Keluarga dari 502 penduduk yang terdiri dari jumlah laki-
laki sebanyak 260, dan jumlah perempun sebanyak 242 orang.
3. Keadaan Pendidikan Masyarakat RT 01
Secara umum keadaan Masyarakat Lingkungan RT 01 cukup baik.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka, menurut Ketua RT
bapak Arin, masing-maing tidak didapati ada warga yang kelaparan. Mereka
cukup antusias dalam hal pendidikan, terbukti dengan kesadaran dari orang tua
untuk mendidik anak-anaknya, sejak masa TPA (Taman Pendidikan Al-
Qur’an), TK, hingga tingkat Sekolah Dasar sampai dengan SMU maupun
sekolah agama dari tingkat diniyah sampai Aliyah baik berupa pesantren
maupun tidak. Menurut pengamatan penulis hanya sekitar 7 orang yang mau
dan sanggup meneruskan pendidikannya hingga ke Perguruan Tinggi.
Kesadaran untuk memberikan pendidikan cukup besar, karena mereka
menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan putra-putrinya. Adapun
jenjang pendidikan yang dialami penduduk RT 01 sebagian besar lulusan
SMU dan sederajat, sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 5
Jenjang Pendidikan Penduduk lingkungan RT 01
bidang jasa, dan sebagaiaan kecil Pegawai Negri sipil. seperti dalam tabel
berikut
Tabel 6
Pekerjaan Penduduk Lingkungan RT 01
No Jenjang Pendidikan Prosentasi
1 Wiraswasta 42,4
2 Karyawan 24,8
3 Buruh 15,2
4 Jasa 10,4
5 Pegawai Negeri 7,2
Jumlah 100%
B. Deskripsi Data
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu
tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran angket yang telah
disebarkan kepada para orang tua..
Data yang diperoleh kemudian di analisa dengan menggunakan
distribusi frekuensi dan menghitung prosentase sebagai alternatif jawaban dari
instrument yang telah dijawab oleh responden. Adapun sampel yang menjadi
responden dalam penelitian ini sebanyak 40 orang tua.
Tabel 8
Menanamkan Ajaran Agama Di Dalam Keluarga
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 A. Selalu (SL) 5 12,5%
2 B. Sering (SR) 15 37,5%
3 C. Kadang-Kadang (KK) 17 42,5%
4 D. Tidak Pernah (TP) 3 7,5%
Jawaban 40 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat orang tua (12,5%)
yang menyatakan bahwa mereka selalu menanamkan ajaran agama di dalam
keluaraga. Kemudian (37,5%) orang tua menyatakan sering menanamkan
ajaran agama di dalam keluarga. Sedangkan (42,5%) menyatakan orang tua
kadang-kadang menanamkan ajaran agama di dalam kelauarga dan (7,5%)
menyatakan bahwa orang tua tidak pernah menanamkan ajaran agama di
dalam keluarga
Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, dapat dikatahui bahwa
orang tua kadang-kadang menanamkan ajaran agama di dalam keluarga. hal
tersebut bisa dilihat dari jawaban responden yang menjawab kadang-kadang
sebanyak 42,5 %.
47
Tabel 9
Memberikan Nasehat Kepada Anak
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 A. Selalu (SL) 2 5%
2 B. Sering (SR) 3 7,5%
3 C. Kadang-Kadang (KK) 27 67,5%
4 D. Tidak Pernah (TP) 8 20%
Jawaban 40 100 %
Tabel 10
Senantiasa Mengajarkan Anak Tata Cara Shalat
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 A. Selalu (SL) 5 12,5%
2 B. Sering (SR) 7 17,5%
3 C. Kadang-Kadang (KK) 20 50%
4 D. Tidak Pernah (TP) 8 20%
Jawaban 40 100 %
Tabel 11
Senantiasa Mengajarkan Anak Membaca Al-Qur’an
Tabel 12
Senantiasa Memberikan Pujian/Hadiah Kepada Anak Yang Rajin
Meksanakan Ibadah Kepada Allah SWT ?
Tabel 13
Mengikut Sertakan Anak Di TPA
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 A. Selalu (SL) 22 55%
2 B. Sering (SR) 12 30%
3 C. Kadang-Kadang (KK) 6 15%
4 D. Tidak Pernah (TP) 0 0%
Jawaban 40 100 %
Tabel 14
Menegur Bila Anak Lalai Dalam Menjalankan Ibadah
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 7 17,5%
2 Sering (SR) 5 12,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 24 60%
4 Tidak Pernah (TP) 4 10%
Jawaban 40 100 %
Dari data responden di atas dapat di ketahui bahwa (17,5%) orang tua
menyatakan selalu menegur bila anak lalai menjalankan ibadah, kemudian
51
(12,5%) orang tua menyatakan sering, sedangkan (60%) orang tua menyatakan
kadang-kadang dan (10%) orang tua menyatakan tidak pernah
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa orang tua menyatakan
bahwa mereka kadang-kadang menegur anak yang lalai menjalankan ibadah.
Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya orang tua yang menjawab kadang-
kadang yaitu 60%.
Tabel 15
Senantiasa Menegur Anak Bila Tidak Sopan Terhadap Seseorang
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 15 37,5%
2 Sering (SR) 3 7,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 22 55%
4 Tidak Pernah (TP) 0 0%
Jawaban 40 100%
Tabel 16
Senantiasa Mengajak Anak Untuk Ikut Serta Dalam Kegiatan-Kegiatan Hari
Besar Islam
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 5 12,5 %
2 Sering (SR) 3 7,5 %
3 Kadang-Kadang (KK) 27 67,5%
4 Tidak Pernah (TP) 5 12,5%
Jawaban 40 100 %
Table 18
Berdiskusi Tentang Pentingnya Melaksanakan Ibadah Kepada Allah SWT
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 1 2,5%
2 Sering (SR) 8 20%
3 Kadang-Kadang (KK) 31 77,5%
4 Tidak Pernah (TP) 0 0%
Jawaban 40 100 %
Tabel 19
Berdiskusi Bahwa Allah Akan Memberikan Ganjaran Surga Bagi Manusia
Yang Taat Kepada-Nya
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 0 0%
2 Sering (SR) 0 0%
3 Kadang-Kadang (KK) 10 25%
4 Tidak Pernah (TP) 30 75%
Jawaban 40 100%
Tabel 20
Membiasakan Anak untuk Melaksanakan Shalat Tepat Waktu
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 3 7,5%
2 Sering (SR) 9 22,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 21 52,5%
4 Tidak Pernah (TP) 7 17,5%
Jawaban 40 100%
55
Dari table diatas dapat diketahui bahwa (7,5%) orang tua menyatakan
selalu membiasakan anak untuk melaksanakan shalat tepat waktu, lalu
(22,5%) orang tua menyatakan sering membiasakan anak untuk melaksanakan
shalat tepat waktu, kemudian (52,5%) menyatakan kadang-kadang sedangkan
(17,5%) menyatakan tidak pernah memberikan sauri tauladan yang baik..
Hal ini membuktikan bahwa orang tua akan pentingnya pembiasaan
mengerjakan shalat bagi seorang anak masih sangat rendah. terbukti jawaban
responden yang masih banyak menjawab kadang-kadang. sebanyak 52,5%.
Tabel 21
Mengajak Sholat Berjama'ah
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 0 0%
2 Sering (SR) 6 15%
3 Kadang-Kadang (KK) 25 62,5%
4 Tidak Pernah (TP) 9 22,5%
Jawaban 40 100 %
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (0%) orang tua menyatakan
selalu mengajak anak untuk mengerjakan sholat berjama'ah, selanjutnya
(15%) yang menyatakan sering, kemudian (62,5%) orang tua menjawab
kadang-kadang dan (22,5%) orang tua menjawab tidak pernah.
Dari data responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua kurang
mengajak anak untuk sholat berjama'ah. Hal ini dapat kita ketahui dari
jawaban responden yang menjawab kadang-kadang yaitu (62,5%).
56
Tabel 22
Membiasakan Berdo'a Setelah Mengerjakan Shalat
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 0 0%
2 Sering (SR) 5 12,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 25 62,5%
4 Tidak Pernah (TP) 10 25%
Jawaban 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (0%) orang tua menyatakan
selalu membiasakan berdo'a setelah mengerjakan shalat,selanjutnya (12,5%)
orang tua menjawab sering membiasakan berdo'a steleah mengerjakan shalat,
kemudian (62,5%) orang tua menyatakan kadang-kadang dan (25%) orang tua
menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa orang tua
kadang-kadang membiasakan berdo'a setelah mengerjakan shalat. hal ini
dilihat dari jawaban responden yang lebih besar menjawab kadang-kadang
sebanyak 62,5%.
Tabel 23
Membiasakan Mengaji Setelah Mengerjakan Shalat Maghrib
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 0 0%
2 Sering (SR) 1 2,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 12 30%
4 Tidak Pernah (TP) 27 67,5%
Jawaban 40 100 %
Tabel 24
Membiasakan Mengerjakan Puasa Ramadhan
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 7 17,5%
2 Sering (SR) 21 52,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 11 27,5%
4 Tidak Pernah (TP) 1 2,5%
Jawaban 40 100%
Tabel 25
Membiasakan Anak Untuk Mengucapkan Basmalah Sebelum
Melaksankan Pekerjaan
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase
%
1 Selalu (SL) 7 17,5%
2 Sering (SR) 8 20%
3 Kadang-Kadang (KK) 4 10%
4 Tidak Pernah (TP) 21 52,5%
Jawaban 40 100%
Tabel 26
Membiasakan Untuk Mengucapkan Al Hamdulillah Setelah Melaksanakan
Pekerjaan
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 2 5%
2 Sering (SR) 4 10%
3 Kadang-Kadang (KK) 14 35%
4 Tidak Pernah (TP) 20 50%
Jawaban 40 100%
Tabel 27
Membiasakan Bertawakal Setelah Melaksanakan Pekerjaan
No Kategori jawaban Frekuensi Porsentase %
1 Selalu (SL) 0 0%
2 Sering (SR) 3 7,5%
3 Kadang-Kadang (KK) 7 17,5%
4 Tidak Pernah (TP) 30 75%
Jawaban 40 100%
C. Interpretasi Data
Sebagaimana penjelasan di atas, maka penulis dapat menjabarkan
peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah
dasar dalam lingkungan keluarga secara rinci yaitu :
1. Peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan anak usia sekolah
dasar
Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama sebelum sekolah
dan memegang peranan penting dalam membentuk sikap keberagamaan anak.
Sikap keberagamaan anak banyak ditentukan oleh lingkungan keluarga bila
pada masa anak orang tua mengabaikan tanggung jawabnya dalam pendidikan
yang bernuansa Islam maka dikemudian hari tampak kegagalannya dalam
sikap keberagamaan pada anaknya
Dalam penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 01/03
Meruyung, bersumber dari jawaban angket , wawancara serta pengamatan
langsung diketahui bahwa kesadaran orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama dalam menanamkan sikap keberagamaan pada anak seperti
menanamkan ajaran agama, memberikan nasehat yang baik kepada anak,
mengajarkan anak tata cara shalat, mengajarkan anak membaca al-qur’an,
menberikan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan ibadah, menegur anak
yang lalai menjalankan ibadah, menegur anak bila tidak sopan terhadap
seseorang dan mengajak anak mengikuti kegiatan hari besar Islam, masih
sangat rendah. Hal tersebut terbukti dari jawaban responden tentang
menanamkan ajaran agama di dalam keluarga, yang mayoritas menjawab
kadang-kadang yaitu 42,5%. Begitu pula orang tua dalam memberikan nasehat
61
desa. Untuk itu dituntut peran aktif orang tua untuk selalu menanamkan sikap
keberagamaan kepada anak
Lingkungan RT 01/03 Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
merupakan wilayah yang berada dipinggir kota Jakarta. Sehingga kebudayaan
yang berasal dari luar sangat cepat terserap oleh masyarakat. Akibatnya adalah
norma-norma masyarakat yang dahulu dikenal sangat religi, kini mengalami
penurunan. Hal tersebut terbukti dari hasil jawaban responden tentang
melakukan diskusi tentang pentingnya beribadah kepada Allah kebanyakan
responden menjawab kadang-kadang sebanyak 77,5%, selanjutnya berdiskusi
mengenai Allah SWT akan memberikan ganjaran surga bagi orang yang taat
beribadah, kebanyakan responden menjawab tidak pernah sebanyak 70%.
Begitu juga dengan membiasakan anak melaksanakan shalat tepat waktu,
kebanyakan responden menjawab kadang-kadang sebanyak 52,5%.
Selanjutnya mengajak shalat berjama’ah, sebagaian responden menjawab
kadang-kadang sebanyak 62,5%. Selanjutnya membiasakan anak berdo’a
setelah mengerjakan shalat, kebanyakan responden menjawab kadang-kadang
sebanyak 62,5%. Selanjutnya orang tua membiasakan anak mengaji setelah
mengerjakan shalat magrib, kebanyakan responden menjawab tidak pernah
sebanyak 67,5%. Selanjutnya membiasakan anak berpuasa pada bulan
ramadhan, kebanyakan responden menjawab sering sebanyak 52.5%.
selanjutnya membiasakan ank membaca basmallah ketika hendak memulai
pekerjaan sebagian besar responden menjawab tidak pernah sebanyak 52,5%.
Selanjutnya membiasakan anak mengucapkan Alhamdulillah setelah selesai
mengerjakan pekerjaan kebanyakan responden menjawab tidak pernah
sebanyak 50%. Dan membiasakan bertawaqal setelah mengerjakan pekerjaan,
sebagian besar responden menjawab tidak pernah sebanyak 75%.
Berdasarkan analisi dan interpretasi yang penulis ungkapkan tersebut
dimuka, lemahnya peranan orang tua dalam menanamkan sikap keberagamaan
anak usia sekolah dasar. adapun faktor-faktor yang mempengaruhi menurunya
sikap keberagamaan anak antara lain:
64
65
mengajarkan anak tata cara shalat, mengajarkan anak membaca al-
qur’an, menberikan hadiah kepada anak yang rajin menjalankan
ibadah, menegur anak yang lalai menjalankan ibadah, menegur anak
bila tidak sopan terhadap seseorang dan mengajak anak mengikuti
kegiatan hari besar Islam,meluangkan waktu duduk bersama dengan
orang tua mereka saat menonton tayang hiburan di televisi
b. Kurangnya keteladanan yang dberikan oleh orang tua kepada anak-
anaknya, terutama pada aspek ibadah kepada Allah SWT. Hal tersebut
terbukti dari kurangnya orang tua memberikan contoh kepada anaknya
untuk melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Padahal
keteladanan merupakan faktor yang sangat penting dalam hal baik
buruknya anak, jika anak diberikan contoh yang baik seperti selalu
melaksankan printah Allah SWT seperti shalat, mengaji, berkata jujur,
maka anak akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang
tuanya.
B Saran
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, ada beberapa
hal yang perlu disarankan untuk lebih meningkatkan perhatian orang tua
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak sebagai berikut:
66
dalam menanamkan sikap keberagamaan anak, hal tersebut bisa dilakukan
dengan cara mengadakan pertemuan warga melalui pengajian atau
penyuluhan-penyuluhan. Agar bisa tercipta lingkungan yang religius, yang
menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang diyakininya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabih Kamus Inggris Indonesia Arab, Yogyakarta : Multi Karya Grafika,
2003
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rinike Cipta,1998
Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Arifin, Muzzayin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama,
Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemah, Bandung: CV Jumanatul ‘ali-
ART, 2005
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka, 1988
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara , 2006
--------------------- Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta : PT Toko
Gunung Agung, 2001
--------------------- Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001
---------------------- Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Jakarta: CV
Ruhama, 1993
Djuwaeli, Irsyad Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Ciputat: Karsa Utama
Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar,1998
Harun, Yusuf, Muhamad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Al-
Sofwa, 1997
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007
Munawwir, Warson, Ahmad, Kamus Al- Munawwir Arab – Indonesia
Terlengkap, Surabaya : Pustaka progressif, 1997
Mazhahiri, Husain Pintar Mendidik Anak ( Panduan Lengkap Bagi Orang Tua,
Guru, dan masyarakat berdasarkan Ajaran Islam ), Jakarta :
PT Lentera Basritama, 1999
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Nasir, A, Sahilun, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem
Remaja, Jakarta: Kalam Mullia,1999
Olgar, Ahmad, Musa, Maulana, Tips Mendidik Anak bagi Orag Tua Muslim,
Yogyakarta : Citra Media, 2006
Ramayulius dkk., Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam
Mulia,1987
Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1993
----------------- Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001
----------------- Ilmu Pendidikan, Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999,
Sunarto, Ahmad, dkk., Tarjamah Shahih Bukhari, Semarang : CV, Asy- Syifa,
1993
Sokanto, Soejono Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982
Sarwono, Wirawan, Sarlito Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000
Thoha, Chabib, Muhamad, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta :
Pustaka Belajar, 1996
Undang–undang RI No. 20, Sistem Pendidikian Nasional, Jakarta : PT. Kloang
Putra Timur, 2003
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995
Panuju, Panut, Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999
Proyek Pembinaan Prasarana Dan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,
Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Direktorat Jendral Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam,
1984
Poerwadarmanita, W.J.S Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1985
ANGKET
Petunjuk
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguh-
sungguh.
2. Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang di anggap
menurut anda betul.
Depok
Pertanyaan :
2. Upaya apa saja yang bapak lakukan dalam menanamkan sikap keberagamaan
anak?
berjama’ah?
Hari : Minggu
Islam seperti TPA dan Madrasah yang ada lingkungan ini, hal tersebut sangat
3. Hal tersebut jarang saya laksanakan mengingat terlalu sibuknya kegiatan saya
lakukan, pergi pagi pulang malam untuk mencari nafkah bagi keluarga.
4. Hal tersebut tidak pernah saya lakukan, mengenai pendidikan agama anak
5. saya selalu memberikan contoh yang baik kepada anak-anak saya, dengan
selalu menberikan contoh yang baik kepada anak-anak saya seperti kejujuran.
Narasumber
Ahmad Fauzi