Skripsi Vannyyyyyyyyyyyyyy
Skripsi Vannyyyyyyyyyyyyyy
SKRIPSI
DI SUSUN OLEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau
tanpa darah.¹
konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
prevalensi diare tertinggi adalah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (18,9%) dan
penderita diare di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 4.261.493 penderita, pada
2
3
tahun 2007 sebanyak 3.456.123 penderita, pada tahun 2008 sebanyak 4.844.230
yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan 3 tahun sekali sejak tahun 1996-
2010, angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996-2006, namun mengalami
penurunan pada tahun 2010. Angka kesakitan diare pada tahun 1996 (280 per
1.000 penduduk), pada tahun 2000 (301 per 1.000 penduduk), pada tahun 2003
(374 per 1.000 penduduk), pada tahun 2006 (423 per 1.000 penduduk), dan pada
Angka kesakitan diare khususnya di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013,
dari sekitar 9,6 juta total penduduk DKI Jakarta, diperkirakan 390 ribu diantaranya
menderita diare. Perkiraan ini dihitung dengan berdasarkan angka morbiditas diare
nasional, yaitu 411 per 1.000 jumlah penduduk. Berdasarkan hasil survei, wilayah
Jakarta Timur merupakan wilayah dengan kasus diare tertinggi. Sedangkan Jakarta
diare yang meninggal dunia pada saat terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) diare,
yaitu pada tahun 2005 jumlah penderita KLB diare sebanyak 5.746 penderita dan
jumlah kematiannya sebanyak 140 orang. Pada tahun 2006 jumlah penderita KLB
diare sebanyak 13.451 penderita dan jumlah kematiannya sebanyak 291 orang.
Pada tahun 2007 jumlah penderita KLB diare sebanyak 3.659 penderita dan jumlah
Pada tahun 2008 jumlah penderita KLB diare sebanyak 8.133 penderita dan
jumlah kematiannya sebanyak 239 orang. Pada tahun 2009 jumlah penderita KLB
diare sebanyak 5.756 penderita dan jumlah kematiannya sebanyak 100 orang. Pada
tahun 2010 jumlah penderita KLB diare sebanyak 4.204 penderita dan jumlah
disebabkan oleh bakteri dan protozoa. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan
oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler, sedangkan infeksi yang disebabkan
oleh protozoa dikenal sebagai disentri amuba. Penyebab disentri basiler adalah
Shigellosis endemik di seluruh dunia, yaitu sekitar 120 juta kasus disentri
yang parah dengan darah dan lender dalam tinja. Mayoritas penderita shigellosis
adalah anak-anak dengan usia kurang dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang
diperkirakan meninggal akibat infeksi shigella setiap tahunnya dengan 60% dari
kematian yang terjadi adalah anak di bawah usia 5 tahun. Di Jakarta Utara,
tahun 2001 dan Juli tahun 2003 menemukan bahwa anak usia 1 sampa 2 tahun
memiliki insiden tinggi shigellosis, yaitu 32 per 1.000 penduduk per tahun.1
daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higienitas individu
4
5
dan sanitasi lingkungan yang buruk, serta keadaan sosial ekonomi yang rendah.4
insidensi berkisar antara 10-18%. Dari berbagai survei parasit intestinal, hasil
penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba. Kista ini memegang
peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau
Indonesia tidak dapat diketahui secara spesifik. Hal ini dikarenakan, sebagian
besar diagnosis yang dilakukan oleh tenaga medis tidak berbasiskan hasil
dengan pasti prevalensi penyebab diare oleh protozoa adalah dari hasil
kasus amebiasis terjadi di seluruh dunia dengan CFR berkisar antara 1,9-9,1%.
B. Rumusan Masalah
yang menjadi rumusan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana pengaruh perilaku
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
dan lingkungan agar penderita disentri amuba setiap tahunnya tidak terus
meningkat.
penelitian.
6
7
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume yang sedikit,
buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mukus) dan nyeri saat buang air
besar (tenesmus).4
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit
perut dan buang air besar yang encer secara terus-menerus (diare) yang bercampur
menyebabkan tukak terbatas di kolon yang ditandai dengan gejala khas yang
disebut sebagai sindroma disentri, yakni sakit perut yang sering disertai dengan
tenesmus, diare, tinja mengandung darah dan lendir, dan suhu tubuh meningkat.
Adanya darah dan leukosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman
8
9
B. Sejarah
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losch tahun 1875 dari
E.histolytica stadium trofozoit dalam ulkus usus besar, tetapi ia tidak mengetahui
Pada tahun 1893 Quinche dan Roos menemukan E.histolytica stadium kista,
dan membedakannya dengan amuba yang juga hidup dalam usus besar, yaitu
Entamoeba coli.
kolitis amebik dan E.coli merupakan parasit komensal dalam usus besar manusia.
E.dispar tidak dapat dibedakan secara morfologi, hanya E.histolytica yang bersifat
sebagai patogen.8,9,10 Sejak tahun 1993, kedua spesies tersebut secara resmi
C. Epidemiologi
tropis dan subtropis, khususnya di negara yang keadaan sanitasi lingkungan dan
RRC, Mesir, India dan Belanda berkisar 10,1%-11,5%, di Eropa Utara 5-20%, di
infeksi.13
10
11
Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam
keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga
terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi ekskistasi dan keluarlah
stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari satu kista yang
berukuran 10-30 mikron (sel darah merah 7 mikron), mempunyai inti entamuba
sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma,
besar dan lebar seperti daun, dibentuk dengan cepat, pergerakannya cepat dan
menuju suatu arah. Endoplasma berbutir halus, biasanya mengandung bakteri atau
12
13
sisa makanan. Bila ditemukan sel darah merah disebut erythrophagocytis yang
Stadium trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar.
Melalui aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit dan vagina. Hal
tersebut disebabkan sifatnya yang dapat merusak jaringan sesuai dengan nama
E.histolytica tidak dapat dibedakan dengan E.dispar, kecuali ditemukan sel darah
Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus
besar. Ukuran kista 5-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai
dinding kista dan terdapat inti entamuba. Dalam tinja, stadium ini biasanya berinti
kromatoid yang besar. Menyerupai lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda
kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu
Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada
lagi. Stadium kista tidak patogen, tetap merupakan stadium yang infektif. Dengan
adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar
13
14
dapat ditemukan pada tinja yang konsistensinya lembek atau cair, sedangkan
Masa inkubasi bervariasi, dari beberapa hari sampai beberapa bulan atau
tahun, tetapi secara umum berkisar antara 1 sampai 4 minggu. Sebanyak 90%
dalam waktu lebih dari 1 tahun, sehingga kelompok ini harus diobati, selain itu
sel epitel kolon, melalui antigen Gal/Gal Nac-lectin yang terdapat pada permukaan
stadium trofozoit.10 Sel epitel usus yang berikatan dengan stadium trofozoit
granula dan strukur sitoplasma menghilang yang diikuti dengan hancurnya inti sel.
Proses ini diakibatkan oleh amoebapores, yang terdapat pada sitoplasma trofozoit
E.histolytica.9,19-21
Selanjutnya, invasi amuba ke dalam jaringan ekstra sel terjadi melalui sistein
E.histolytica yang terdiri atas amubapain dan histolisin akan melisiskan matriks
lebih luas daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus
15
16
amuba. Lesi biasanya merupakan ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa
usus. Bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang
lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses ini
dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus, maka
kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus saling berhubungan dan
dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltik usus, stadium
trofozoit dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang lagi
mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Itu disebut tinja disentri,
yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. Tempat yang sering dihinggapi
(predileksi) adalah sekum, rektum dan sigmoid. Seluruh kolon dan rektum dapat
Bentuk klinis yang dikenal adalah amebiasis intestinal dan amebiasis ekstra-
intestinal.
Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri perut dan diare yang
dapat berupa tinja cair, tinja berlendir atau tinja berdarah. Frekuensi diare
dapat mencapai 10 kali per hari. Pasien terkadang tidak napsu makan
jelas. Biasanya terdapat gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak
diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Dasar penyakit ialah
radang usus besar dengan ulkus menggaung, disebut juga kolitis ulserosa
amebik.
Karena itu, dilakukan uji serologi untuk menemukan zat anti amuba atau
atau dengan ulkus, ulserasi fokal dengan atau tanpa E.histolytica, ulkus
mencapai 50%. Penderita terlihat sakit berat, demam, diare dengan lendir
dan darah, nyeri perut dengan tanda iritasi peritoneum. Bila terjadi
kolon asenden.
Hal ini dapat terjadi secara hematogen (melalui aliran darah) atau
18
19
2. Amebiasis ekstra-intestinal
terjadi nyeri pleura kanan atau nyeri yang menjalar sampai bahu kanan. Pada
muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi. Pada
ditemukan penurunan berat badan, demam, dan nyeri abdomen yang difus.
perkontinuitatum terjadi bila abses hati tidak diobati sehingga abses pecah.
Amuba yang keluar dapat menembus diafragma, masuk ke rongga pleura dan
paru, menimbulkan abses paru. Abses hati dapat juga pecah ke dalam rongga
dinding perut.
F. Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting, karena 90%
sekitarnya.
1. Pemeriksaan mikroskopik
sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu, baik untuk kasus akut maupun kronik.12
waktu 20-30 menit. Karena itu, bila tidak segera diperiksa, sebaiknya tinja
disimpan dalam pengawet polyvinyl alcohol (pva) atau pada suhu 4°C.12
20
21
Stadium trofozoit dapat terlihat aktif sampai 4 jam. Selain itu, pada sediaan
E.histolytica. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam uji serologi
merupakan alternatif karena lebih cepat, sederhana dan juga lebih sensitif.
Antibodi IgG terhadap antigen lektin dapat dideteksi dalam waktu 1 minggu
21
22
setelah timbul gejala klinis baik pada penderita kolitis maupun abses hati
infection dan previous infection. IgM anti-lektin terutama dapat dideteksi pada
minggu pertama sampai minggu ketiga pada seorang penderita kolitis amuba.
titer antibodi tetap tidak berubah. Antibodi yang terbentuk karena infeksi
4 tahun.
3. Deteksi antigen
serum, cairan abses dan air liur penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama
Walaupun demikian, tinja yang tidak segar atau yang diberi pengawet akan
negative. Oleh karena itu, syarat melakukan ELISA pada tinja seseorang yang
22
23
dalam lemari pendingin. Pada penderita abses hati amuba, deteksi antigen
sulit dan juga lebih mahal. Untuk penelitian polimorfisme E.histolytica, teknik
terjadi false negative karena berbagai inhibitor pada tinja. Hal ini dapat juga
dilakukan pada pus penderita dengan abses hati amuba. Ekstraksi DNA dapat
dengan kombinasi pemeriksaan mikroskopik tinja dan uji serologi. Bila ada
indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi dan biopsi pada lesi intestinal atau pada
cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar dinding abses. Berbagai
deteksi antigen atau PCR pada tinja merupakan pilihan yang lebih tepat untuk
perlu diperhatikan.
23
24
maupun non-parasit.
G. Pengobatan
nitroimidazol, yaitu metronidazol. Obat lain yang dapat diberikan adalah tinidazol,
seknidazol dan ornidazol. Lebih kurang 90% penderita dengan amebiasis kolon
sebab dapat menyebabkan diare sebagai efek samping obat. Pada penderita abses
hati amuba dapat dilakukan drainase abses selain pemberian obat anti amuba. Hal
ini dapat dilakukan pada penderita abses hati yang setelah pengobatan 5-7 hari
tidak memperlihatkan perbaikan klinis atau pada penderita dengan risiko tinggi
Pemberian antibiotik pada penderita abses hati dapat dilakukan bila tidak
sehingga dapat membunuh stadium trofozoit dan kista yang berada dalam
lumen usus.
a. Paromomisin (humatin)
toksik.
hari.10,18
25
26
c. Iodoquinol (Iodoksin)
nitroimidazol.10,18
a. Emetin hidroklorida
Pemberian emetin ini efektif bila diberikan secara parenteral, karena pada
jantung.
4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus
dan dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari,
26
27
abses hati amuba, karena efektif terhadap stadium kista maupun stadium
trofozoit dalam dinding usus dan jaringan dengan efek samping yang
mg/hari 7-10 hari. Pada ibu hamil hindari pemakaiannya pada trimester
I.10,11
c. Klorokuin
Efek samping dan toksisitasnya ringan, antara lain mual, muntah, diare,
sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selama 2
H. Pencegahan
Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan bersih sesudah buang
air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi: memasak air
minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih atau
27
28
menggunakan tinja manusia sebagai pupuk, menutup dengan baik makanan yang
28
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Perilaku Individu
yang Buruk
Makanan/minuman tercemar
kista E. histolytica
Tertelan
Disentri Amuba
B. Kerangka Konsep
29
30
rekam medik atau status pasien yang datang berobat di Klinik “TJAKRA”
data sampel atau populasi yang ada, tanpa melakukan analisis dan membuat
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti
1. Kriteria inklusi
30
31
1. Populasi
dan Laki-laki yang di dalamnya terdapat orang dewasa yang menderita atau
2. Besar sampel
31
32
4. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku individu pada responden
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian disentri amuba pada
1. Variabel bebas
Perilaku individu adalah suatu kegiatan yang biasa atau sering dilakukan oleh
b. Kategori
32
33
setelah buang air besar, tidak mencuci peralatan makan yang akan
c. Variabel Terikat
dewasa yang menderita diare dengan konsistensi tinja lembek atau cair
33
34
disertai dengan darah dan lendir (mukus) lebih dari tiga kali sehari dalam 6
bulan terakhir.
2) Kategori
terakhir.
bulan terakhir.
6. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari
2. Sumber data
a. Data primer
b. Data sekunder
individu.
4. Instrumen penelitian
a. Kuesioner
b. Alat tulis
c. Kamera
7. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul, kemudian akan diolah (editing, coding, entry,
8. Analisis Data
35
36
1. Analisis univariat
variabel terikat.
2. Analisis bivariat
Dilakukan untuk menguji hubungan variabel bebas dan varabel terikat dengan
uji statistik chi square (X2) untuk mengetahui hubungan yang signifikan
antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Uji chi square
36