LP Konsep Sectio Caesarea
LP Konsep Sectio Caesarea
3. Indikasi
Indikasi sectio caesaria secara garis besar terdiri dari : Power, passage dan
passanger. Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap
keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana
merupakan indikasi absolute untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah
kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir.
Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah
sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi
ibu, anak ataupun keduanya.
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis
Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis), fetus
yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan relative
antara ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut menimbulkan masalah
disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi fetus serta kemampuannya
untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada cervix, dan
keefektifan kontraksi uterus.
Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea pada bayi
yang dalam posisi normal dapat dilahirkan pervaginam. Bagian terbesar dari
peningkatan insidensi sectio caesarea dalam kelompok ini berkaitan dengan
presentasi bokong. Barangkali sepertiga dari presentasi bokong harus
dilahirkan lewat abdomen.Bukan saja akibat langsung kelahiran vaginal
terhadap janin lebih buruk pada presentasi bokong disbanding pada
presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh jangka panjang
sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Ada perkiraan bahwa
persalinan kaki dan bokong bayi premature yang viable paling baik
dilakukan melalui sectio caesarea
Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inertia,
cincin konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus menjadi lama
dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai
disproporsi dan malpresentasi.
Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi atau
mempersulit kelahiran yang normal.Ini mencakup keadaan seperti cicatrix
pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera atau pembedahan, dan
atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang dipaksa akan
mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang didiagnosis pada trimester
ketiga kehamilan dapat diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan
dengan terapi radiasi, pembedahan radikal ataupun keduanya
Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan – keadaan seperti disproporsi
cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi
yang besar dan defleksi kepala bayi.Sering diagnosis tepat tidak dapat dibuat
dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik. Keputusan ke arah
sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan persalinan untuk mencapai
dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa mempertimbangkan
etiologinya.
4. Kontra Indikasi
a. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga
kemungkinan hidup kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi.
b. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi.
c. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas.
d. Adanya kelainan kongenital berat.
5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
Pathway
Pre Operasi: Intra Operasi: Post Operasi:
Kurang - Resiko - Nyeri
pengetahuan perdarahan - Hsmbatan
- Resiko mobilitas fisik
kekurangan - Hipotermi
volume cairan - Resiko infeksi
Ansietas - Resiko injury
Ansietas
6. Pemeriksan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
7. Penatalaksanaan
1) Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4) Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5) Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6) Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7) Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL)
60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8) Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9) Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10) Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11) Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi
obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-
kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan
diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi
dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena
itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam
dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi
dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan
infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai
indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter
fole.
B. Konsep IUD
1. Pengertian
IUD (Intras Uterin Devices) atau nama lain adalah AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim) disebut juga spiral, alat ini dipasang dalam rahim wanita. IUD atau
AKDR adalah suatu alat kontrasepsi yang efektif, aman, dan nyaman bagi banyak
wanita. Alat ini merupakan metode kontrasepsi reversibel yang paling sering
digunakan diseluruh dunia dengan pemakai saat ini mencapai sekitar 100 juta
wanita. AKDR memiliki efektifitas lebih dari 99% dalam mencegah kehamilan
pada pemakaian 1 tahun atau lebih. (Anna, 2006).
2. Keuntungan
a. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi
b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
c. Metode jangka panjang (Bisa sampai 10 tahun)
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
e. Tidak mempengaruhi produksi ASI
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
g. Dapat segera dipasang setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi)
h. Dapat digunakan sampai menapouse (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir)
i. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
j. Membantu mencegah kehamilan ektopik
3. Kerugian
Efek samping AKDR / IUD
a. Perubahan siklus haid (umumnya 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)
b. Haid lebih lama dan banyak
c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi
d. Saat haid lebih sakit
Komplikasi AKDR / IUD antara lain
a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
penyebab anemia
c. Perforasi dinding uterus (jarang terjadi : apabila pemasanagan benar)
d. Tidak mencegah IMS termasuk : HIV / AIDS
e. Penyakit radang penggul terjadi sesudah perampuan dengan iras memakai
AKDR, PRP dapat memicu Infertilitas
2. Pengkajian
a. Keadaan umum pasien.
b. Hasil laboratorium normal.
c. Hasil photo rontgen normal.
d. Hasil EKG normal.
e. Tanda vital normal.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra
operatif, dan post operatif antara lain :
1. Pre Operasi :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
b. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke
meja operasi
2. Intra Operasi :
a. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Potensial injury (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak
adekuat
3. Post Operasi :
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang
dilakukan, misalnya dengan general anestesi, SAB dan epidural
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan otot.
4. Intervensi
1) Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
Tujuan : Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil :
- Pasien tidak cemas
- Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi yang akan
dilakukan
Intervensi :
a) Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti.
b) Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan
empati.
c) Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
b. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke
meja operasi
Tujuan : Tidak terjadi injuri saat perpindahan pasien
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat pindah dengan aman dari brancart ke meja operasi.
Intervensi :
a) Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi atau angkat
pasien dari brancart ke meja operasi dengan bantuan 3 orang.
b) Pasang alat pengaman meja operasi
2) Intra Operasi
a. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : - potensial kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
- Jumlah perdarahan < 500cc
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda kekurangan cairan
Intervensi :
a) Monitor tanda – tanda vital
b) Observasi kelancaran infus
c) Berikan tranfusi darah sesuai kebutuhan
d) Monitor produksi urine (0,5cc/kg BB/ jam)
e) Monitor jumlah perdarahan dengan melaporkan jumlah
pemakaian kassa
b. Potensial injury (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak
adekuat
Tujuan : potensial injuri (ketinggalan instrumen, kassa dan injury
kulit)
Kriteria Hasil :
- Tidak ada instrumen atau kassa yang tertinggal dalam abdomen
- Jumlah instrumen dan kassa sebelum dan setelah operasi sesuai
- Tidak ada cidera / luka bakar pada tempat pemasangan arde
Intervensi :
a) Atur posisi pasien sesuai dengan jenis operasi
b) Pasang arde secara adekuat pada posisi sesuai dengan jenis operasi
c) Menghitung jmlah instrumen dan kassa sebelum dan sesudah
operasi
3) Post Operasi
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang
dilakukan pada operasi secti caesaria seperti general anestesi, SAB dan
epidural
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan :- Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil :
- Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
a) Kaji pola nafas pasien
b) Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastic
c) Kaji adanya cyanosis
d) Bersihkan sekret dijalan nafas
e) Ciptakan lingkungan yang nyaman
f) Amati fungsi otot pernafasan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan dan otot
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
a) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
f) Monitor status mental klien
c. Resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) berhubungan dengan
kesadaran yang menurun, gelisah dan brontak
Tujuan : resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) tidak terjadi
Kriteria Hasil : - Tidak ada cidera pada asien
- Alat infus tidak jatuh dan tetesan infus adekuat
Intervensi :
a) Menjaga pasien dari jatuh dan bila perlu lakukan restrain
b) Mengobservasi TTV dan tetesan infus
c) Memasang pelindung pada tempat tidur supaya pasien tidak jatuh
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Kusuma dr. SpOG. 2015. PPT Teknik Operasi Sesar. Materi Perkulihan
semester VII Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
Anna, Dkk. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Buku
Kedokteran, EGC.
Kumpulan Materi Pelatihan Perawat Instrumen, 2015. Instalasi Bedah Sentral, Malang
Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)