Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI


DI RUANG 23 EMPATI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners


Departemen Jiwa

Disusun Oleh :
Adelita Dwi Aprilia
170070301111060

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
RESIKO BUNUH DIRI

Definisi
Menurut Corr dan Nabe(2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri,
maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi
bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa
mendahului, misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam,
mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau mengakhiri
hidup.
Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri (dalam
Maris dkk, 2000). Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara untuk
melaksanakan intensi mati. Sedangkan pada fungsi yang kedua, Richman
percaya bahwa metode memiliki makna khusus atau simbolisasi dari individu.
Secara umum, metode bunuh diri terdiri dari 6 kategori utama yaitu:
1. Obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
2. Menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
3. Senjata api dan peledak
4. Menenggelamkan diri
5. Melompat
6. Memotong (menyayat dan menusuk)
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah, dapat
mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung
dan tidak langsung.
a. Perilaku destruktif diri langsung
Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan
individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka
pendek.
b. Perilaku destruktif diri tidak langsung
Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial
terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila
dikonfrontasi. Durasi perilaku ini biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri
(Gail Stuart, 2006). Perilaku destruktif diri tidak langsung meliputi perilaku berikut:
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi
6. Penyalahgunaan zat
7. Perilaku yang menyimpang secara sosial
8. Perilaku yang membuat stres
9. Gangguan makan
10.Ketidakpatuhan pada pengobatan medis (Gail Stuart, 2006)
Rentang respons protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon
paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif diri tidak langsung, pencederaan
diri, dan bunuh diri merupakan respons maladaptif (Gail Stuart, 2006).

RENTANG RESPON NEUROBIOLOGI KLIEN DENGAN WAHAM

RENTANG RESPONS PROTEKTIF-DIRI

Peningkatan Pengambilan Pencedaraan Bunuh


Perilaku
diri resiko yang diri diri
destruktif-diri
meningkatkan
tidak langsung
pertumbuhan

1) Ketidakpatuhan
Telah diperkirakan bahwa setengah dari pasien tidak patuh terhadap rencana
pengobatan kesehatan mereka. Orang yang tidak patuh dengan aktivitas perawatan
kesehatan yang dianjurkan umumnya menyadari bahwa mereka telah memilih untuk
tidak memperhatikan diri mereka. Perilaku paling menonjol yang berhubungan dengan
ketidakpatuhan yaitu ketidakpatuhan terhadap pengobatan:
- Menyadari alasan ketidakpatuhan
- Meremehkan keparahan masalah
- Penyakit kronik yang ditandai dengan interval asimtomatik
- Pemberi pelayanan kesehatan yang sering berganti
- Mencari penyembuhan secara mukjizat
- Rasa bersalah yang mempengaruhi pencapaian perawatan teratur
- Kepedulian tentang control

2) Pencedaraan diri
Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan perilaku mencederai diri:
- Aniaya diri
- Agresi terhadap diri sendiri
- Membahayakn diri
- Cedera yang membebani diri
- Mutilasi diri
Pencederaan diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan membahayakan diri
sendiri yang dilakukan sengaja. Pencedaraan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut meliputi kerusakan jaringan yang cukup parah.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai tubuh sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.

3) Perilaku Bunuh diri


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya.
Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada letalitas dari metode yang
mengancam atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri
harus ditanggapi secara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama ditunjukkan
ketika seseorang merencanakan atau mencoba bunuh diri dengan cara yang paling
mematikan seperti dengan pistol, menggantung diri atau melompat dari bangunan yang
tinggi. Cara yang kurang mematikan seperti karbon monoksida dan overdosis obat,
memberikan waktu untuk mendapatkan bantuan saat tindakan bunuh diri telah
dilakukan.
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut telah
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan renana
bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan
kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik, dan mempunyai alat
untuk melakukannya.

a) Epidemiologi
Pada tahun-tahun terakhir angka bunuh diri pada remaja di Amerika Serikat
telah meningkat secara dramatis, walaupun pada beberapa negara lain tidak
demikian. Telah terdapat peningkatan yang tetap pada angka bunuh diri bagi
orang Amerika yang berusia 15 sampai 19 tahun. Angka tersebut sekarang
adalah 13, 6 per 100.000 untuk anak laki-laki dan 3,6 per 100.000 untuk
perempuan. Lebih dari 5.000 orang remaja melakukan bunuh diri setiap tahunnya
di Amerika Serikat, yaitu satu tiap 90 menit. Peningkatan angka bunuh diri
dianggap mencerminkan perubahan dalam lingkungan sosial, perubahan sikap
terhadap bunuh diri, dan meningkatkan ketersediaan alat untuk bunuh diri;
sebagai contohnya, di Amerika Serikat 66% bunuh diri remaja pada anak laki-laki
adalah dilakukan dengan senjata api, dibandingkan dengan 6% di Inggris.
Bunuh diri adalah penyebab kematian nomor 3 yang terbanyak di Amerika
Serikat pada orang yang berusia 15 sampai 24 tahun dan nomor 2 di antara laki-
laki kulit putih pada kelompok usia tersebut
Angka bunuh diri adalah tergantung pada usia, dan angka meningkat secara
bermakna setelah pubertas. Bilaman kurang dari 1% bunuh diri yang berhasil per
100.000 untuk usia di bawah 14 tahun, kira-kira 10 per 100.000 bunuh diri yang
berhasil terjadi pada remaja yang berusia antara 15 dan 19 tahun. Di bawah usia
14 tahun, usaha bunuh diri sekurangnya adalah 50 kali lebih sering dibandingkan
keberhasialn bunuh diri. Tetapi, antara usia 15 dan 19 tahun, angka usaha bunuh
diri adalah kira-kira 15 kali lebih besar dibandingkan keberhasialn bunuh diri.
Jumlah bunuh diri remaja pada beberapa dekade yang lalu telah meningkat
sebesar 3 sampai 4 kali.

b) Penyebab
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
 Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
 Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
 interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
 Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
 Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.


Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan

Faktor genetik (berdasarkan penelitian):


 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
 Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
 Stroke
 Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
 DiabetesPenyakit arteri koronaria
 Kanker
 HIV / AIDS

Faktor Psikososial & Lingkungan:


 Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek
berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir
depresi.
 Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri
 Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung social

Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal /
gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

Faktor Predisposisi
Lima domain faktor predisposisi yang menunjang pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah:
1. Diagnosis psikiatri—lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian—tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi
3. Lingkungan psikososial—baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri
4. Riwayat keluarga—riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif-diri
5. Faktor biokimia—data menunjukkan bahwa proses yang dimediasi serotonin,
opiat, dan dopamin dapat menimbulkan perilaku destruktif-diri (Gail Stuart, 2006)

Stresor Pencetus
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan yang
dialami individu. Pencetusnya seringkali beruapa kejadian kehidupan yang
memalukan, seperti masalah yang interpersonal, dipermalukan didepan umum,
kehilangan pekerjaan atau ancaman pengurungan. Selain itu, dengan mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga dapat membuat individu semakin rentan untuk melakukan perilaku
destruktif-diri.

c) Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
 Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
 Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
 Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
 Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

Proses terjadinya masalah


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut telah
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan renana
bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik,
dan mempunyai alat untuk melakukannya (Gail Stuart, 2006).
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu :
 Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan, “Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus
asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.(B. A. Keliat, 2006)
 Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A. Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang berharga
sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus
dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian. Kurangnya respons
positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri
(Gail Stuart, 2006).
 Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).

Pohon masalah
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu :
 Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan, “Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus
asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.(B. A. Keliat, 2006)
 Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A. Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang berharga
sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus
dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian. Kurangnya respons
positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri
(Gail Stuart, 2006).
 Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).
Data yang perlu dikaji
FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGKAJIAN PASIEN
DESTRUKTIF-DIRI
Lingkungan Upaya Bunuh Diri
Pencetus peristiwa kehidupan yang memalukan;
Tindakan persiapan: mendapatkan suatu metode, mengatur rencana,
membicarakan tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah,
catatan untuk bunuh diri;
Penggunaan metode kekerasan atau obat/ racun yang lebih mematikan;
Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui

Petunjuk Gejala
Keputusasaan;
Menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga;
Alam perasaan tertekan;
Agitasi dan gelisah;
Insomnia yang menetap;
Penurunan berat badan;
Berbicara lamban,keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial;
Pikiran dan rencana bunuh diri

Gangguan Jiwa
Upaya bunuh diri sebelumnya;
Gangguan alam perasaan;
Alkoholisme atau penyalahgunaan zat;
Gangguan tingkah laku dan depresi pada remaja;
Demensia dini dan status konfusi pada lansia yang mengalami skizofrenia;
Kombinasi dari kondisi diatas.

Riwayat Psikososial
Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan;
Hidup sendiri;
Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami;
Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti,
masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin);
Penyakit medis kronik;
Minum alkohol yang berlebihan atau penyalahgunaan zat;

Faktor Kepribadian
Impulsif, agresif, rasa bermusuhan;
Kekakuan kognitif dan negativitas;
Keputusasaan;
Harga diri rendah;
Gangguan kepribadian ambang atau antisosial.

Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri;
Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme, atau keduanya.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. ketidakefektifan koping
Rencana tindakan keperawatan
Tgl/ No Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
Dx Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Menjelaskan masalah yang
yang dapat membahayakan dirasakan keluarga dalam
pasien merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda 2. Menjelaskan pengertian, tanda
yang dapat membahayakan dan gejala risiko bunuh diri,
pasien dan jenis waham yang dialami
3. Melakukan kontrak treatment pasien, serta proses terjadinya
4. Mengajarkan cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara merawat
dorongan bunuh diri pasien dengan risiko bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
SP 2 SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif 1. Melatih keluarga
pasien mempraktikkan cara merawat
2. Mendorong pasien untuk berpikir pasien dengan risiko bunuh diri
positif terhadap diri 2. Melatih keluarga melakukan
3. Mendorong pasien untuk cara merawat langsung pasien
menghargai diri sebagai individu risiko bunuh diri
yang berharga
SP 3 SP 3
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga untuk
biasa diterapkan pasien membuat jadwal aktivitas di
2. Menilai pola koping yang biasa rumah termasuk minum obat
digunakan (discharge planning)
3. Mengidentifikasi pola koping yang 2. Menjelaskan follow up pasien
konstruktif setelah pulang
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang
realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang
realistis
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN HARI KE-3

RESIKO BUNUH DIRI BERULANG (Klien)

A. PROSES KEPERAWATAN
 Kondisi klien:
Klien sedang duduk di meja depan kamar perawatannya (R.ISO 1). Saat perawat
datang klien melihat dengan santai den tersenyum.

 Diagnosa keperawatan
resiko bunuh diri (Fase akut)

 Tujuan khusus:
 Mengidentifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri
 Mengidentifikasi benda berbahaya dan berpotensi sebagai bahaya bagi klien
 Klien mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri
 Tindakan keperawatan:
 Identifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri:
a. isyarat,
b. ancaman,
c. percobaan (jika percobaan segera rujuk).
 Identifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan aman
untuk pasien).
 Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri:
a. buat daftar aspek positif dari diri sendiri,
b. latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


ORIENTASI

 Salam Terapeutik:
”Selamat pagi mbak. Pagi hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mengatasi
keinginan untuk bunuh diri, masih ingat?

 Evaluasi/ Validasi:
”Bagaimana kabar dan perasaan mbak hari ini? Bagiamana semalam tidurnya
mbak? Nyenyak?”
 Kontrak: Topik, waktu, dan tempat
”mbak, hari ini saya akan berdiskusi dengan mbak terkait keadaan mbak sekarang
dan mengapa mbak ingin sekali bunuh diri dan cara menanggulanginya?”

”Mbak mau berbincang-bincang dengan saya selama berapa lama? 10 menit atau 15
menit?”

”Bincang-bincangnya mau di tempat ini atau di kamar anda? Di sini saja? Baik”
KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan

”Kemarin kan kita sudah bahas tentang apa saja ya? Masih ingat?. Mbak bisa cerita
kepada saya agar saya bisa membantu mbak?.”

”kalau saya boleh tau, kenapa mbak ingin bunuh diri?”

”oh, begitu. Jadi begini mbak, mbak kan masih muda, masih bisa berkarya dan
menjadi lebih baik dari sekarang, jadi sayang jika mbak menyianyiakan apa yang
sudah Tuhan berikan ke mbak dengan membunuh diri mbak sendiri”

”mbak kira-kira nih, setelah berkaca tadi, mbak cantik ndak? Apa lagi kelebihan yang
mbak miliki?”

“mbak punya hobi atau kesukaan?”

“ nah dari kesukaan mbak makan, kemudian karaoke, dan masih banyak lagi, mbak
pasti inginkan kembali merasakan hal tersebut sepulang dari sini?, coba mbak
bayangkan jika mbak bunuh diri, maka hilang sudah apa yang mbak suka dan
menjadi impian mbak. Benar tidak?”

“ ayo membuat catatan untuk mimpi dan kesukaan mbak yang akan mbak lakukan
setelah sembuh ataupun ketika berada disini”

TERMINASI:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:


Subyektif:
”Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
Obyektif:
”kalau mbak masih ingat, tadi kita berdiskusi tentang apa ya? Bisa disebutkan?”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
”mbak, besok kita ketemu lagi ya untuk berdiskusi tentang keadaan mbak lagi ya?”
“besok mbak bisa saya temui jam brp?”Besok mbak ingin kita diskusi dimana ya?”
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC.
Yudi Hartono dan Farida Kusumati. 2010. Buku Ajar Kepeawatan Jiwa. Jakarta:EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai