Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Endokrin adalah blok kesembilan pada semester III dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan studi kasus skenario
B yang memaparkan Ny. Neni, 52 Tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh
keluarganya karena sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak
nafas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca. Ny. Neni juga mengalami
demam sejak 3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Ny. Neni sejak 2 ulan yang lalu
mengeluh BAK terus menerus setiap malam, sering haus dan minum terus menerus,
Ny. Neni juga sering mengeluh gatal-gatal diseluruh tubuhnya. Berat badan menurun
sebnyak 5 kg selama 2 bulan terkhir padahal nafsu makannya meningkat. Ny. Neni
hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakults Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : Dr. Nyayu

Moderator : M. Pino Hakim

Sekertaris meja : Nuria Junita

Sekertaris papan : Ade Pratiwi

Waktu : 1. Senin, 18 Mei 2015

2. Rabu, 20 Mei 2015

Rule : : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan


2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat/ aktif
3. Mengacungkan tangan saat akan mengutarakan
pendapat,
4. Izin terlebih dahulu saat akan keluar ruangan,
5. Tidak boleh membawa makanan dan minuman
pada saat proses tutorial berlangsung
6. Dilarang memotong pembicaraan ketika ada
yang sedang memberikan pendapat
7. Dilarang berbisik-bisik dengan teman

2 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
2.2 Skenario Kasus

Ny. Neni, 52 Tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya
karena sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca. Ny. Neni juga mengalami demam sejak
3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Ny. Neni sejak 2 ulan yang lalu mengeluh BAK
terus menerus setiap malam, sering haus dan minum terus menerus, Ny. Neni juga sering
mengeluh gatal-gatal diseluruh tubuhnya. Berat badan menurun sebnyak 5 kg selama 2
bulan terkhir padahal nafsu makannya meningkat. Ny. Neni hampir tidak mempunyai
waktu untuk olahraga.

Dalam 3 tahun ini diketahui, Ny. Neni menyandang DM dan kontrol tidak teratur
dan mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari, gula darah sewaktu berkisar
250-300 mg/dl.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat, kesadaran delirium, Tb: 154 cm, BB 40 Kg

Tanda Vital : TD 100/60 mmHg, Nadi 120x/menit, Temp 36,8oC, RR : 38 x/menit

(nafas cepat dan dalam)

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Thorax : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : Datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal

Ektremitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-)

Status lokalis : Regio plantar pedis dektra:

 Inspeksi : Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+),


hiperemis dan edema jaringan sekitar.
 Palpasi : Nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-)

3 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Pemeriksaan Laboratorium

Glukosa darah 600 mg/dl diperiksa oleh dokter yang bertugas menggunakan glucometer
darah digital, Keton urin +2, glukosa urin +4

2.3 Klarifikasi Istilah


1) Sesak napas : (Dispnea) pernapasan yang sukar atau sulit
2) Krepitasi Subcutis : Suara/ perasaan bergederak, gemeretak seperti bila kita
menggesekkan ujung-ujung tulang yang patah pada
permukaan kulit
3) DM : Sindrom kronik 93an metabolisme karbohidrat protein dan
lemak akibat sekresi insulin yang tidak mencukupi/ adanya
resistensi di jaringan target
4) Gilbenclamide : Obat yang digunakan pada pasien DM tipe 2 untuk
menurunkan kadar glukosa yan tinggi
5) Pus : Cairan kaya protein hasil proses peradangan yang
mengandung leukosit debris seluler dan cairan encer
6) Hiperemis : Kemerahan akibat kelebihan darah pada suatu bagian tubuh.
7) Edema : Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang intraseluler
tubuh
8) Delirium : Penurunan kesadaran seperti berhalusinasi
9) Glukometer : Alat yang digunakan dalam menentukan prporsi glukosa
dalam urine.
10) Keton urine : Beberapa kelompok senyawa kelompok organik yang
mengandung gugus karbonil yang atom karbonnya berikatan
dengan dua ikatan karbon lain yang terdapat dalam urine.
11) Glukosa Urine : Glukosa yang ditemukan dalam urin pada kasus Diabetes
Melitus.
12) Napas Cepat : Suatu keadaan yang ditandai dengan pernapasan yang cepat
dan Dalam

4 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
2.4 Klasifikasi Masalah
1) Ny. Neni, 52 Tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena
sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca.
2) Ny. Neni juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Ny.
Neni sejak 2 ulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam, sering haus
dan minum terus menerus, Ny. Neni juga sering mengeluh gatal-gatal diseluruh
tubuhnya.
3) Berat badan menurun sebnyak 5 kg selama 2 bulan terkhir padahal nafsu makannya
meningkat. Ny. Neni hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga.
4) Dalam 3 tahun ini diketahui, Ny. Neni menyandang DM dan kontrol tidak teratur dan
mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari, gula darah sewaktu berkisar
250-300 mg/dl.
5) Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat, kesadaran delirium, Tb: 154 cm, BB 40 Kg

Tanda Vital : TD 100/60 mmHg, Nadi 120x/menit, Temp 36,8oC, RR : 38 x/menit

(nafas cepat dan dalam)

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Thorax : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : Datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal

Ektremitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-)

Status lokalis : Regio plantar pedis dektra:

 Inspeksi : Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis
dan edema jaringan sekitar.
 Palpasi : Nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-)

5 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
6) Pemeriksaan Laboratorium

Glukosa darah 600 mg/dl diperiksa oleh dokter yang bertugas menggunakan
glucometer darah digital, Keton urin +2, glukosa urin +4

2.5 Analisis Masalah


1) Ny. Neni, 52 Tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena
sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca.
a) Apa kemungkinan penyebab sesak napas pada kasus ini?
Jawab :

ada 3 kemungkian penyebab gangguan sesak pada kasus :

1. Adanya gangguan sistem respirasi


(ex: Asma)  pada penderita asma terdapat beberapa stimulan yang memicu
reaksi asmatik antara lain infeksi virus, respon alergik terhadap debu, serbuk
sari, tungau, atau bulu binatang ; latihan fisik ; pajanan dingin ; dan refluks
saluran cerna. Karena jalan nafas yang rentan dan hiper-responsif, reaksi
inflamasi, dan bronkokonstriksi, keduanya dapat terjadi bersamaan. Mediator
inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil yang terkonsentrasi di
suatu area dan melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel mast -
 stimulasi produksi mukus dan meingkatkan edema pada jaringan yang
menyebabkan terjaadinya sesak.
2. Adanya ganguan sistem kardiovaskular
(ex: LVH)  jantung kiri mengalama hipertrofi yang disertai dengan
kelemahan otot – otot jantung sehingga jantung dalam upaya memompakan
darah kesuluruh tubuh menjadi terhambat, akibatnya terjadi aliran balik vena
(preload)  terjadinya sesak.
3. Adanya gangguan kesimbangan asam basa

Penyebab dispnea secara umum:


 Sistem kardiovaskular : gagal jantung

6 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
 Sistem pernafasan: PPOK, penyakit parenkim paru, hipertensi pulmonal,
kifoskoliosis berat, faktor mekanis dari luar (asites, obesitas, efusi pleura)
 Psikologis (kecemasan)
 Hematologi
Penyebab dispnea akut : gagal jantung kiri, bronkospasme, emboli paru,
kecemasan.

1. Reseptor- reseptor mekanik pada pernafasan, paru dan didinding dada ;


dalam teori tegang – panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada
khususnya berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot
dengan derajat elastisitasnya ;
2. Dispnea terjadi bila tegangan yangterjadi tidak cukup besar untuk besar
untuk 1 panjang otot (volume nafas tercapai)
3. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2dan PO2) (teori utang
oksigen).
4. Peningkatan kardiak pernafasan yang megakibatkan sangat meningkatnya
rasa sesak nafas.
5. Ketidakseimbangan antarakardiak pernafasan dengan kapasitas ventilasi
(Price,2005)

b) Bagaimana mekanisme sesak napas ?


Jawab :

DM Tipe 2 (sensitivitas Reseptor insulin menurun)

Ambilan glukosa oleh sel menurun Infeksi

Pembentukan ATP menurun Peningkatkan metabolisme

Bahan untuk pembentukan ATP meningkat

7 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Lipolisis

Terbentuk asetil ko-A yang berlebihan (asam asetoasetat)

Asam asetoasetat juga diubah menjadi

asam β hidroksibutirat dan aseton (Benda keton)

Dilepaskan kedalam sirkulasi darah

Ketosis

Peningkatan keton terus menerus meningkatkan beban ion H+

Asidosis metabolic

pH plasma rendah

Merangsang pusat pernafasan

Sesak nafas

(Guyton, 2011) (Sylvia & Price, 2006) (Ganong, 1998)

c) Apa makna sesak napas tidak dipengaruhi aktifitas dan perubahan cuaca?
Jawab :
Tidak dipengaruhi akivias menunjukan bukan disebabkan gangguan jantung,
karena pada penderita penyakit kardiovaskular sesak nafas sering timbul karena
akivitas fisik

d) Apa penyebab terjadinya demam ?


Jawab :

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non-infeksi.

8 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada
anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis,
tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis,
selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada
umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam
berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1.
Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
Coccidioidesimitis, Criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada
umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan
helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,
keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erithematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-
hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin,
dan antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai
akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang
juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan
sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera
hipotalamus, atau gangguan lainnya.
(M Ali, 2011)

e) Bagaimana mekanisme terjadinya demam?


Jawab :
Infeksi atau peradangan menstimulasi keluarnya makrofag sehingga terjadi
pelepasan pirogen endogen  meningkatkan prostaglandin  kenaikan titik
patokan hipothalamus (termostat)  inisiasi respon dingin  peningkatan
produksi panas dan penurunanan pengeluaran panas peningkatan suhu tubuh ke
titik patokan baru  demam
(Sherwood, 2015)

9 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
f) Bagaimana hubungan sesak napas yang semakin memburuk dengan demam yang
dialami Ny. Neni?
Jawab :
Infeksi  metabolisme meningkat  penderita DM (resistensi insulin) gangguan
metabolism  lipolisis meningkat  benda keton meningkat  asidosis
metabolik  sesak nafas semakin memburuk

2) Ny. Neni juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Ny.
Neni sejak 2 ulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam, sering haus
dan minum terus menerus, Ny. Neni juga sering mengeluh gatal-gatal diseluruh
tubuhnya.
a) Apa makna Ny. Neni mengeluh BAK terus-menerus setiap malam, sering haus
dan minum terus-menerus dan mengeluh gatal-gatal (penyebab serta kemungkinan
penyakitnya)?
Jawab :

BAK terus-menerus setiap malam, sering haus dan minum terus-menerus


merupaka gejala dari DM yaitu polidipsi dan poliuri.

Makna dari BAK terus-menerus tiap malam, selalu haus dan minum terus-meneru
s serta nafsu makan meningkat merupakan ciri khas atau manifestasi klinik dari p
enyakit diabetes melitus (DM)/ trias diabetika.
(Price, 2012 dan Soegondo,2013)

b) Bagaimana mekanisme BAK terus-menerus pada kasus?


Jawab :
Resistensi insulin  insulin defisiensi relative dan peningkatan hormone
regulator  jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang  kompensasi
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh  ginjal
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit  dieresis osmotic
ditandai dengan urinisasi berlebihan (poliuri).

Resistensi insulin menyebabkan hiperglikemia , Pada diabetes melitus,


kadar insulin yang rendah membuat sel tidak mampu menyerap glukosa. Sebagai

10 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah. keadaan ini menyebabkan serum
pada plasma meningkat / hiperosmolaritas. Karena hiperosmolaritas tersebut
cairan intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi / cairan intravascular. Hal ini membuat
aliran darah ke ginjal meningkat lalu terjadi diuresis osmotik Ketika darah yang
banyak mengandung glukosa ini melewati ginjal, organ yang membuang zat-zat
yang tidak berguna dalam darah, ginjal tidak sanggup menyerap semua glukosa
yang ada dalam darah. Kelebihan glukosa ini keluar bersama dengan urin dan air
serta elektrolit–ion yang diperlukan oleh sel untuk mengatur lompatan listrik dan
aliran molekul air antar membran sel. Hal ini menyebabkan seringnya buang air
kecil untuk membuang kelebihan air (Poliuri).
(Sherwood, 2012)

c) Bagaimana mekanisme sering haus dan minum terus menerus pada kasus?
Jawab :
Resistensi insulin  insulin defisiensi relative dan peningkatan hormone regulator
 jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang  kompensasi untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh  ginjal mengekskresikan
glukosa bersama-sama air dan elektrolit  dieresis osmotic ditandai dengan
urinisasi berlebihan (poliuri) kompensasi tubuh untuk menghindari deplesi air
secara berlebih  terjadi perangsangan pusat haus di hipotalamus  polidipsia.

(Sherwood. 2012)

d) Bagaimana mekanisme gatal-gatal yang terus-menerus di seluruh tubuh pada


kasus?
Jawab :
Resistensi insulin  reseptor insulin pada target sel atau organ terutama hati dan
otot berkurang jumlah dan keaktifannya  keberadaan insulin di darah meningkat
 glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dimetabolisme  glukosa masih
di darah  hiperglikemik memperberatsekresi insulin  efek toksik /
glukotoksisitas  respon imun oleh sel mast  pengeluaran histamine  gatal.

(Sudoyo,aru. 2009)

11 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
3) Berat badan menurun sebnyak 5 kg selama 2 bulan terkhir padahal nafsu makannya
meningkat. Ny. Neni hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga.
a) Apa penyebab Berat badan menurun sedangkan nafsu makan meningkat?
Jawab :
Penurunan BB
Karena defisiensi insulin menyebabkan glukosa didalm darah tidak adapat
diangkut kedalam sel  tubuh mengambil cadangan untuk pembentukan energi
Peningkatan penguraian protein  penciutan otot  penurunan berat badan
(Sherwood, 2015)
Nafsu makan meningkat
Akibat diabetes melitus menyebabkan gangguan pada insulin atau reseptor sehing
ga glukosa tidak bisa di metabolisme di dalam sel, yang mengakibatkan hiperglike
mia. Akibatnya sel merangsang pusat rasa lapar di lateral hipothalamus yang men
yebabkan nafsu makan meningkat
(Silbernagl,2007)
DM-Resistensi Insulin  glukosa sulit masuk ke membran sel  hiperglikemia
 penurunan asupan glukosa ke sel tubuh  peningkatan terjadinya lipolisis 
penurunan jaringan adiposa  peningkatan hormon ghrelin  menstimulasi hipo
talamus untuk memunculkan persepsi nafsu makan  nafsu makan meningkat.
(Silbernagl,2007)

 Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polif
agia. Namun meskipun asupan makanan berlebihan terjadi penurunan berat badan
akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.
( Sherwood, 2011)

b) Apa makna berat badan menurun sedangkan nafsu makan meningkat dan tidak
mempunyai waktu untuk olahraga?
Jawab :
Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi
polifagia. Namun meskipun asupan makanan berlebihan terjadi penurunan berat
badan akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.

12 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Saat olahraga sel-sel otot rangka tidak bergantung pada insulin untuk menyerap
glukosa, meskipun saat istirahat mereka memerlukannya. Kontraksi otot memicu
penyisipan GLUT-4 ke membran plasma sel otot meskipun tidak terdapat insulin.
Kenyataan ini penting dalam menangani diabetes melitus (defisiensi insulin),
seperti dijelaskan kemudian. Hati juga tidak bergantung pada insulin untuk
menyerap glukosa karena organ ini tidak menggunakan GLUT – 4. Namun,
insulin meningkatkan metabolisme glukosa oleh hati dengan merangsang langkah
pertama dalam metabolisme glukosa, fosforilasi glukosa untuk membentuk
glukosa-6-fosfat.

BB menurun dan nafsu makan meningkat maknanya yaitu adanya gangguan


dalam metabolisme tubuh, yaitu glukosa yang masuk melalui makanan tidak bisa
digunakan oleh sel untuk proses metabolisme dan terjadi produksi energi melalui
jalur glukoneogenesis.
Tidak mempunyai waktu untuk olahraga maknanya yaitu merupakan factor resiko
untuk terjadinya komplikasi dari DM.

( Sherwood, 2011)

c) Bagaimana mekanisme berat badan menurun sedangkan nafsu makan meningkat


pada kasus?
Jawab :
Jika terjadi resistensi insulin/rusaknya reseptor insulin maka glukosa yang terdapat
pada pembuluh darah tidak dapat masuk kedalam sel  metabolisme glukosa
didalam sel tidak dapat berlangsung  energi tidak terbentuk, saat energi tidak
terbentuk maka akan terjadi umpan balik ke otak, sehingga otak memberikan
sensasi lapar guna untuk mencukupi asupan glukosa (padahal glukosa banyak di
dalam tubuh tetapi energi tidak tersedia)  timbul sensasi lapar
(Rosmalina Y, 2008).

13 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
DM-Resistensi Insulin  glukosa sulit masuk ke membran sel  hiperglikemia
 penurunan asupan glukosa ke sel tubuh  peningkatan terjadinya lipolisis 
penurunan jaringan adiposa  peningkatan hormon ghrelin  menstimulasi hipo
talamus untuk memunculkan persepsi nafsu makan  nafsu makan meningkat.
 Intake < Outake (metabolime yang tinggi)  penurunan nafsu makan
(Silbernagl,2007)

d) Apa hubungan tidak punya waktu olahraga dengan penyakit DM pada kasus?
Jawab :
BB menurun dan nafsu makan meningkat maknanya yaitu adanya gangguan
dalam metabolisme tubuh, yaitu glukosa yang masuk melalui makanan tidak bisa
digunakan oleh sel untuk proses metabolisme dan terjadi produksi energi melalui
jalur glukoneogenesis.
Tidak mempunyai waktu untuk olahraga maknanya yaitu merupakan factor resiko
untuk terjadinya komplikasi dari DM.
Pada pasien DM glukosa tidak dapat masuk dalam sel karena defisiensi insulin
atau resistensi insulin pada saat olah raga, sel sel otot rangka tidak bergantung
pada insulin untuk menyerap glukosa, meskipun istirahat mereka memerlukannya
sehingga jika pasien DM tidak olah raga kadar glukosa darah nya tetap tinggi
karena glukosa tidak dapaat masuk ke dalam sel tanpa bantuan insulin kecuali jika
terjadi kontraksi otot.

e) Apa jenis olahraga untuk penyakit DM?


Jawab :

Prinsip latihan jasmani dibetisi, persis sama dengan prinsip laihan jasmani
secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi
dan jenis.

 Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur


3-5 kali perminggu.
 Intensitas : ringan dengan sedang (60-70% maximum heart rate)
 Durasi : 30 – 60 menit

14 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
 Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta


memungkinkan untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot otot besar. Untuk
menentukan intensitas latihan, dapat digunakan maximum heart rate (MHR) yaitu
: 220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan target heart rate
(THR).

4) Dalam 3 tahun ini diketahui, Ny. Neni menyandang DM dan kontrol tidak teratur dan
mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari, gula darah sewaktu berkisar 250-
300 mg/dl.
a) Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi dari organ yang terlibat pada DM?
Jawab :

Pankreas

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar terbentang dari atas


sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua
saluran ke duodenum.

1. Bagian Pankreas

 Caput Pancreatis

 Collum Pancreatis

 Corpus Pancreatis

 Cauda Pancreatis

15 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
2. Hubungan

 Ke anterior : Dari kanan ke kiri : colon transversum dan


perlekatanmesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.
 Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis
dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica
superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra,
ren sinister, dan hilum lienale.
3. Vaskularisasi

 Arteriae

a) A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis)

b) A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)

c) A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior ,cabang


A.lienalis

 Venae.

Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem


porta.

16 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Histologi Pankreas

Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi


tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.

1. Eksokrin, terdiri dari sel asinar

2. Endokrin (pulau-pulau langerhans), terdiri dari sel-sel :

 Sel α, penghasil hormon glukagon

 Sel β, penghasil hormon insulin

 Sel delta, penghasil hormon somatostasin

 Sel F, penghasil hormon polipeptida pankreas

Fisiologi pankreas

1. Sebagai eksokrin, menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-


enzim pencernaan seperti enzim amilase pankreas, enzim-enzim
proteolitik, dan lain-lain.

2. Sebagai endokrin, menghasilkan hormon insulin, glukagon, somatostatin,


dan polipeptida pankreas.

17 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme Karbohidrat terdapat 4 tahap utama yaitu Glikolisis,
Dekarboksilasi Oksidatif, Siklus Krebs dan Transpor Elektron.

1. Glikolisis
Glikolisis adalah 10 tahap pertama biokimia yang menghasilkan
ATP pada fosforilasi tingkat substrat. Glikolisis terjadi di
sitosol/sitoplasma dan bisa dianggap proses anaerob karena belum
menggunakan oksigen.
Ringkasan tahapan glikolisis:
 Fosforilasi glukosa oleh ATP
 Penyusunan kembali struktur glukosa yang terfosforilasi, diikuti
oleh fosforilasi kedua.
 Molekul glukosa( 6C ) akhirnya pecah menjadi 2 senyawa 3 karbon
berlainan yaitu Glyceraldehyde 3 phosphate (G3P atau PGAL) dan
satunya lagi yaitu Dihydroxylacetone phosphate (DHAP). DHAP
segera diubah menjadi PGAL oleh enzim isomerase. (Proses
perubahan ini mencapai kesetimbangan di dalam tabung reaksi
namun hal ini tidak terjadi di dalam tubuh makhluk hidup)
 Oksidasi yang diikuti oleh fosforilasi dari fosfat anorganik(bukan
dari ATP) menghasilkan 2 NADH dan 2 molekul
difosfogliserat(BPG/PGA), masing-masing dengan 1 ikatan fosfat
berenergi tinggi
 Pelepasan ikatan berenergi tinggi dengan 2 ADP menghasilkan 2
ATP dan meninggalkan 2 molekul fosfogliserat(PGA)
 Pelepasan air menyebabkan 2 molekul fosfoenolpiruvat dengan
ikatan fosfat energi tinggi
 Pelepasan fosfat energi tinggi oleh 2 ADP menghasilkan 2 ATP dan
hasil akhir glikolisis yaitu 2 molekul asam piruvat.
Enzim-enzim dalam proses glikolisis yaitu:
 Heksokinase : Fosforilasi glukosa oleh ATP sehingga menghasilkan
glukosa 6 fosfat

18 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
 Fosfoglukoisomerase: Penyusunan molekul glukosa terfosforilasi
menjadi fruktosa terfosforilasi(fruktosa 6 fosfat)
 Fosfofruktokinase: Fosforilasi fruktosa 6 fosfat oleh ATP sehingga
menghasilkan Fruktosa 1,6 Difosfat
 Aldolase : Memecah fruktosa 1,6 difosfat menjadi dihidroksilaseton
fosfat dan gliseraldehida 3 fosfat
 Isomerase : Mengubah semua dihidroksilaseton fosfat menjadi
gliseraldehida 3 fosfat
 Gliseraldehida 3 fosfat dehidrogenase atau triosa fosfat
dehidrogenase : Fosforilasi Gliseraldehida 3 fosfat oleh fosfat
anorganik dari sitosol, oksidasi untuk membentuk NADH sehingga
menghasilkan 1,3 difosfogliserat
 Fosfogliserokinase: Pelepasan gugus fosfat untuk membentuk ATP
sehingga menghasilkan 3 fosfogliserat
 Fosfogliseromutase: Merubah 3 fosfogliserat menjadi 2
fosfogliserat
 Enolase : Menghasilkan air sehingga terbentuk fosfoenolpiruvat
 Piruvat kinase : Pelepasan gugus fosfat untuk membentuk ATP
sehingga hasil akhir berupa asam piruvat

Pada proses glikolisis :


 Input = 2 ATP
 Output / Hasil =
- Bruto : 4 ATP + 2 NADH
- Netto :
 2 ATP = 2 ATP
 2 NADH = 6 ATP
 piruvat

Total = 8 ATP / molekul glukosa

19 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Tahap-tahap glikolisis, yaitu :

Tahap
persiapan (
memerlukan
energi )

Tahap
menghasilkan
energi

2. Dekarboksilasi oksidatif
Dekarboksilasi oksidatif adalah tahap kedua dimana 2 molekul
asam piruvat yang dihasilkan dari 1 molekul glukosa dirubah menjadi
senyawa berkarbon 2 yaitu asetil CoA(asetil koenzim A) dengan

20 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
melepaskan 2 CO2 dan 2 NADH. Dekarboksilasi oksidatif terjadi di
dalam membran luar mitokondria.
 CoA adalah koenzim A yang dibentuk dari vitamin B asam
pentatonat.
 Asetil CoA adalah ikatan yang terdiri atas 2 ikatan C( asetat )
yang terkait pada 1 molekul CoA

Enzim yang berperan adalah CoA dan piruvat dehirogenase yang


berfungsi mereduksi piruvat sehingga melepaskan Co2 dan NADH
serta berikatan dengan piruvat tereduksi(asetil) untuk dibawa ke
mitokondria.

Hasil :
2 NADH = 6 ATP / molekul glukosa

3. Siklus Krebs
Siklus Krebs adalah tahap ketiga dengan 9 reaksi dimana gugus
asetil dari piruvat dioksidasi sehingga menghasilkan NADH, FADH,
ATP dan CO2. Siklus ini dinamakan siklus Krebs karena ditemukan
oleh Hans Krebs. Siklus Krebs bisa disebut juga siklus asam sitrat
karena senyawa yang pertama kali terbentuk adalah asam sitrat.
Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dan ringkasan
tahapannya sebagai berikut :
 Asetil CoA ditambah Oksaloasetat menghasilkan molekul sitrat
yang berkarbon 6.
 Penyusunan kembali molekul sitrat dan dekarboksilasi. 5 reaksi
berikutnya menyederhanakan sitrat ke molekul 5 karbon dan

21 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
kemudian ke molekul 4 karbon yaitu suksinat. Selama reaksi ini
berlangsung, dihasilkan 2 NADH dan 1 ATP.
 Regenerasi oksaloasetat. Suksinat melewati 3 reaksi tambahan
untuk menjadi oksaloasetat. Selama proses ini, dihasilkan 1
NADH dan 2 FADH.

Enzim-enzim yang digunakan :


 Sitrat sintetase: Membentuk sitrat dari oksaloasetat dan asetil
CoA. Kerja enzim ini irreversible dan terhambat saat konsentrasi
ATP tinggi dan dipicu ketika konsentrasi ATP rendah
 Akonitase: Penyusunan kembali molekul sitrat dengan
memindahkan gugus H dan OH pada karbon berlainan,
membentuk isositrat
 Isositrat dehidrogenase: Mengoksidasi isositrat sehingga
dihasilkan NADH dan CO2, sehingga isositrat berubah menjadi
molekul 5 karbon, α ketoglutarat
 α ketoglutarat dehidrogenase: Mengoksidasi α ketoglutarat
membentuk gugus suksinil yang bersatu dengan Coa sehingga
terbentuk suksinil CoA.

22 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
 Suksinil KoA sintetase: Pelepasan ikatan antara gugus suksinil
dan KoA untuk dijadikan ATP sehingga molekul tersisa menjadi
Suksinat
 Suksinat dehidrogenase: Mengoksidasi suksinat menjadi fumarat
dan menghasilkan FADH
 Fumarase: Menambahkan air ke fumarat untuk membentuk malat
 Malat dehidrogenase: Mengoksidasi malat dan melepaskan
NADH sehingga terbentuk kembali oksaloasetat
Hasil :
- 2 CO2
- 6 NADH = 18 ATP
- 2 FADH2 = 4 ATP
- 2 ATP = 2 ATP

Total = 24 ATP/ molekul ATP

4. Sistem Transpor Elektron / Fosforilasi Oksidatif

Sistem transport elektron adalah proses terakhir untuk


mengahsilkan ATP, H2O yang terjadi di membran dalam/krista
mitokondria. Pada tahap ini, elektron yang dibawa oleh NADH
ditransfer ke berbagai pembawa elektron supaya energinya bisa
digunakan untuk memompa proton. Gradien proton yang dibuat oleh
transpor elektron digunakan oleh enzim ATP sintase untuk
menghasilkan ATP. Proses pemompaan proton untuk menghasilkan
ATP juga disebut kemiosmosis. Reaksi ini membutuhkan unsur Fe &
Cu sebagai katalisator.
Enzim-enzim yang terlibat anatara lain NADH dehidrogenase
(melepaskan ion H dari NAD dan mengoper elektron ke ubiquinon),
ubiquinon (mengoper elektron ke komplek protein sitrokrom),
kompleks bc1 (memompa proton dan mengoper elektron ke sitrokrom
c), sitokrom c (mereduksi oksigen dengan 4 elektron membentuk air),
ATP sintase (memompa proton untuk menghasilkan ATP).

23 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Elektron berenergi tinggi dalam NADH dan FADH2 dilewatkan setahap
demi setahap ke tingkat energi yang rendah dan akhirnya diterima oksigen
(O2) .

Di sistem transpor elektron, oksidasi :


- 1 NADH = 3 ATP
- 1 FADH2 = 2 ATP

24 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Energi Maksimum Hasil Oksidasi 1 Molekul Glukosa

Tempat proses Produk Setara ATP Total ATP

Dalam sitoplasma
Glikolisis 2 ATP 2 ATP 2 ATP

Dalam mitokondria
Dari glikolisis 2 NADH 6 ATP 6 ATP

Dari respirasi
asampiruvat- 1 NADH 3 ATP (2x) 6 ATP
AsetilKoA

SiklusKrebs 3 NADH 9 ATP


1 FADH2 2ATP (2x) 24 ATP
1 ATP 1ATP

Total = 38 ATP

25 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Jumlah bersih ATP : 38 ATP (36 ATP karena 2 ATP dipakai untuk
memasukkan NADH ke mitokondria, 30 ATP karena membran mitokondria
agak bocor sehingga proton bisa lewat tanpa melalui ATP sintase dan
mitokondria terkadang memakai gradien proton untuk keperluan lain seperti
memasukkan piruvat ke matriks daripada sintesis ATP).

Metabolisme asam lemak

Sejumlah besar degradasi awal asam lemak terjadi di hati, terutama


bila jumlah lipid yang berlebihan sebagai sumber energy. Akan tetapi hati
hanya memakai sebagian kecil asam lemak untuk proses metabolisme. Asam
lemak biasanya dipecah menjadi asetil-KoA, kemudian asetil-KoA di pecah
menjadi asam asetoasetat, kemudian asam asetoasetat ini dipakai sumber
energy. Sebagian asam asetoasetat diubah menjadi asam β-hidroksibutirat
dan sebagian diubah menjadi aseton.

Molekul asetil-KoA yang diperoleh melalui asam oksidasi β asam


lemak di mitokondria segera masuk ke dalam siklus asam sitrat. Mula-mula
asetil-KoA akan bergabung dengan asam oksaloasetat (hasil metabolism
karbohidrat) untuk membentuk asam sitrat yang kemudian didegradasi
menjadi atom hydrogen dan karbondioksida.

Metabolisme asam lemak pada diabetes melitus

Konsentrasi asam asetoasetat, asam β hidroksibutirat, dan aseton


meningkat pada darah dan cairan intertisial, keadaan ini disebut ketosis.
Ketosis biasanya terjadi pada saat seseorang mengalami kelaparan yang
parah, diabetes militus.

Ketika pada keadaan defisiensi insulin maka transpor glukosa kedalam


sel menjadi terhambat, sehingga sel akan kekurangan energy. Pada keadaan
ini tubuh akan berhomeosatasis dengan cara menaikkan penggunaan asam
lemak dari jaringan adipose. Akibatnya asam lemak tersedia dalam jumlah
besar pada :

1. Jaringan perifer untuk digunakan sebagai sebagai sumber energy

26 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
2. Sel hati, tempat pengubahan asam lemak menjadi benda-benda keton.

Benda keton di keluarkan dalam hati untuk dibawa ke sel sebagai sumber
energy. Akan tetapi karena terbatasnya asam oksaloasetat (hasil metabolism
karbohidrat) maka asetil-KoA tidak bisa masuk ke siklus asam sitrat/siklus kreb’s
sehingga hanya sedikit benda keton yang dapat digunakan menjadi energy,
akibatnya kadar asam asetoasetat dan β-hidroksibutirat dalam darah akan
meningkat dan bisa menyebabkan asidosis.

Sementara itu aseton yang merupakan turunan dari asam asetoasetat juga
dalam kadar yang meningkat pada saat seseorang mengalami ketosis. Karena
aseton bersifat mudah menguap, dan dihembuskan dalam udara ekspirasi paru-
paru maka akan tercium bau nafas aseton.

b) Apa makna menyandang penyakit DM 3 tahun yang lalu dengan DM yang tidak
terkontrol?
Jawab :
Riwayat penyakit DM 3 tahun yang lalu merupakan DM tipe 2. Lama menderita
DM dapat menyebabkan komplikasi. Peningkatan kadar glukosa darah
tampaknya berperan dalam proses terjadinya kelainan neuropatik, komplikasi
mikrovaskuler, dan sebagai faktor resiko timbulnya komplikasi makrovaskuler..
(Smeltzer , 2002).

Pada pasien DM tipe 2, khususnya yang tidakterkontrol/difollow up secarateratu


rsel beta tidak dapat mengkompensasi resistensi insulin kadar glukosa
menurun lama-kelamaan terjadi penurunan sel beta secara progresif sampai
akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi insulin Sidartawan S,
Pradana S, dan Imam, 2013) .

Maka, DM sejak 3 tahun dan tidak terkontrol merupakan pemicu timbulnya


komplikasi seperti yang terdapat pada kasus.

27 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
c) Bagaimana mekanisme kerja dari obat glibenclamide?
Jawab :
Dosis : dosis awal 2,5 mg/hr , rata-rata dosis pemeliharaan adalah 5-10 mg/hr
sebagai dosis tunggal.tidak dianjurkan memberikan dosis lebih dari 20 mg/hr.
Termasuk jenis Sulfonilurea generasi kedua.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaaat pada pasien yang
masih mampu mensekresi insulin. Efek hipoglikemia SU adalah dengan
merangsang channel K yang bergantung pada ATP dari sel beta pancreas.
(sudoyono, 2009)

Farmakokinetik
Obat glibenklamid,ini obat yang paling kuat potensinya 200x lebih kuat
dari tolbutamid,masa paruhnya sekitar 4 jam.Metabolismenya di hepar,
pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya disekresikan
melalui urin,sisanya melalui empedu.Pada penggunaan dapat terjadi
kegagalan primer dan sekunder, dengan kegagalan kira-kira 21% selama
2 ½ tahun.Obat ini adalah golongan sulfonilurea yang paling
kuat,golongan ini dimetabolisme di hepar dan di eksresi melalui ginjal,
sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau
ginjal
Farmakodinamik
Obat glibenklamid adalah golongan obat sulfonilurea yang sering disebut
insulin secretagouges,kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul di
sel sel b langerhans di pankreas rangsangannya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel b yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka
kanal kalsium.Selanjutnya kanal Ca++ akan masuk ke sel b,merangsang
granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan
jumlah ekuivalen dengan peptida-C. Penggunaan jangka panjang atau
dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemi.
(Farmakologi dan terapi FK UI 2012)

28 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
d) Mengapa dengan pengobatan glibenclamide kadar glukosa darah 250-300 mg/dl?
Jawab :
Karena glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar daripada
glukosa sesudah makan dan pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat
golongan ini dapat berkurang.
(sudoyono, 2009)

e) Bagaiman mekanisme terjadinya peningkatan gula darah sewaktu?


Jawab :
Defisiensi insulin  GLUT-4 menurun  pemasukan glukosa intrasel menurun 
glukosa berada dalam darah gula darah meningkat
(IPDL)

f) Apa saja tipe-tipe dari Diabetes Melitus (Klinis, mekanisme, tatalaksana, faktor
resiko) ?
Jawab :

A. Diabetes Mellitus Tipe 1


Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau
sedikitpopulasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan
populasipenderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1
umumnyaterjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang
disebabkan olehreaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh
bermacam-macamvirus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus,
Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan
dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies),
ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic
acid decarboxylase).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita
DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam
darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh
sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk
DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans saja, tetapi
juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans.

29 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat
beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin,
sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon
somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa
tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe 1 justru merupakan
respons terhadap kerusakan sel-sel β yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat,
bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel β pulau Langerhans. Apakah
merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA makin lama makin
menurun sejalan dengan perjalanan penyakit.
Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface
Antibodies (ICSA) ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama
seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu.
Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA. Otoantibodi terhadap
enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien
yang baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana
halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin
menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD
merupakan prediktor kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko
tinggi.
Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada
beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti-
Insulin Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang
menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien
sebelum onset terapi insulin.
Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pancreas
langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain
defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi
glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal,
hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM
Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam
keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia.

30 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya
berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di
kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar
dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi
lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan
merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit
dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang
bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor
pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang
berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup
di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulinsecara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga
timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans
secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian
defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak
absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan
terapi pemberian insulin. Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam
dua fase. Fasepertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau
rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah,
sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal
perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit

31 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan
defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

C. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus)
adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa
kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar
4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada
atau setelah trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes
dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko
tersebut.

g) Apa faktor resiko terjadinya DM ?


Jawab :
Penyebab resistensi insulin DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-
faktor di bawah ini yang berperan :
 Obesitas terutama yang bersifat sentral(bentuk apel)
 Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
 Kurang gerak badan
 Faktor keturunan (herediter)
(Krishnan. 2007)

h) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus ini?


Jawab :

Hubungan dengan usia

32 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi
setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut
yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92%.
Goldberg dan Coon dalam Rochman (2006) menyatakan bahwa umur sangat erat
kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin
meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin
tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel,
berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami
perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel
jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko diabetes meningkat lebih cepat. Para
ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkap hal itu setelah
mengamati 51.920 laki-laki dan 43.137 perempuan. Seluruhnya merupakan
pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di
atas batas kegemukan atau overweight. Laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-
rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT 33,69
kg/m2. Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-
laki, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas
sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme
(Krishnan. 2007)

5) Pemeriksaan Fisik
a) Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
A. Keadaan umum : Ketoasidosis diabetik dan underweight
1. Tampak sakit berat, kesadaran delirium  GCS 9-7, disorientasi tempat,
waktu, berbicara meracau, halusinasi.
2. Tb: 154 cm, BB 40kg = 16
BB (Kg) 40
= = 16.87

33 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
(Tinggi badan (m) )² (1,54) ²

B. Tanda Vital : Ketoasidosis diabetik


1. TD 100/60 mmHg  hipotensi
2. Nadi 120x/menit  Takikardi
3. Temp 36,8oC  demam
4. RR : 38 x/menit (nafas cepat dan dalam)  Kussmaul

C. Status lokalis : ulkus dengan pus / kaki diabetik pada regio plantar pedis
dektra
1. Inspeksi : Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis dan
edema jaringan sekitar.
2. Palpasi : Nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-)

b) Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik?


Jawab :

34 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
A. Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis dan edema
jaringan sekitar.

Pus timbul akibat adanya infeksi disekitar jaringan tersebut sehingga terjadi
agregasi leukosit yang bercampur dengan bakteri atau mikroorganisme yang
menginfeksi jaringan tersebut.

Hiperemis timbul sebagai respon inflamasi, seiring dengan dimulainya reaksi


peradangan arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga
memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal,
kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian
meregang secara cepat terisi penuh dengan darah.

Edema timbul sebagai respon inflamasi yang dihasilkan oleh cairan dan sel-
sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial.

Nyeri juga timbul sebagai respon inflamasi, bisa diakibatkan perubahan pH


lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujug saraf.
Pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan
lokal yang juga dapat menimbulkan nyeri.

B. Hipotensi
Defisiensi insulin  hiperglikemia  glikosuria  poliuria  peningkatan
kehilangan elektrolit  deplesi elektrolit  dehidrasi  hipotensi
C. Pernafasan kussmaul
Defisiensi insulin  lipolisi meningkat FFA plasma meningkat
ketonemia  asidosis pernafasan kussmaul
D. Mekanisme IMT BB :
Asupan glukosa >>> → glikogen (dihati dan otot), terbatas dan jika penuh →
sisa glukosa diubah menjadi asam lemak dan gliserol → membentuk
trigliserida → disimpan di jaringan adiposa. ↓ aktifitas fisik + asupan glukosa
>>> → penumpukan lemak di jaringan adiposa → obesitas → terjadinya DM
tipe 2 tidak terkontrol → glukoneogenesis, lipolisis terus menerus terjadi →
underweght/kurus (Bickley, Lynn. S. 2008).
c) Apa hubungan luka terbuka dengan DM?
Jawab :

35 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Insensivitas reseptor insulin

reseptor insulin tidak berikatan dengan insulin

glukosa tidak masuk ke sel

kelaparan sel-sel tubuh

hati merespon dengan melakukan glukoneogenesis

LDL dan VLdL membawa lemak masuk ke sel endotel arteri

oksidasi kolesterol dan trigliserida

membentuk radikal bebas

reaksi inflamasi dan imun terbentuk jaringan


parut

leukosit tertarik ke area cedera dan menempel trombosit tertarik ke area cedera

bermigrasi ke intersitisial aktifasi pembekuan darah

melepaskan sitokin pro inflamasi terbentuk plak arterosklerosis

merangsang proliferasi sel otot polos sel otot polos tumbuh di tunika
intima terbentuk plak arterosklerosis  penyempitan atau penyumbatan

36 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
pembuluh darah  aterosklerosis  angiopati  mikrovaskular  perubahan
kulit atau atrofi  kulit rapuh  kerusakan integritas kulit

6) Pemeriksaan Laboratorium
a) Apa interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab :

Keluhan Normal Interpretasi

Glukosa 600 m 90-120mg/dl Hiperglikemia


g/dl

Keton urin +2 Negatif (-) Ketonuria

Glukosa urin + Negatif (-) Glikosuria


4

b) Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan laboratorium?


Jawab :
 Hiperglikemia : pada diabetes di mana didapatkan jumlah insulin yang kura
ng atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meski
pun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel it
u sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapat terbuka tetap tertutup hingga gluk
osa tidak dapat masuk sel untuk dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa
tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (hiper
glikemia)
 Ketonuria : glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel -> lemak dipecah men
jadi asam lemak dan gliserol di dalam hati -> lipolisis meningkat -> metaboli
sme lemak meningkat -> jumlah asam lemak -> akumulasi benda keton dala
m urin meningkat -> ketonuria
 Glikosuria : Hiperglikemia -> kemampuan reabsorpsi urin di tubulus ginjal
terlampaui dari batas normal -> glukosa berlebihan dalam ginjal -> gula mas
uk ke dalam urin -> glikosuria

37 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
c) Bagaimana cara pemeriksaan glukosa darah denan menggunakan glucometer?
Jawab :
Adapun cara pemeriksan dengan glucometer yaitu:
1. Siapkan glucometer, alcohol, kapas, lancet, lancet/lancing device
2. Keringkan kedua tangan dengan kain bersih sebelumpengambilan
sampel darah
3. Masukkan jarum (lancet) kedalam lancet device, pastikan jarum masih
dalam keadaan steril
4. Tusukkan jarum di lancet device ke ujung jari (telunjuk, jari tengah
atau jari manis)
5. Bersihkan dengan kapas pada darah pertama yang keluar
6. Lakukan penekanan untuk mengeluarkan darah kedua
7. Masukkan sampel darah pada test strip
8. Lakukan pengukuran menggunakan glucometer dengan memasukkan
test strip dengan sampel darah
(Novita, 2012)
7) Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ini ?
Jawab :
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinik khas dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis klinis umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan-keluhan
yang dijumpai seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak diketahui penyebabnya.
Menurut perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2006, diagnosis
DM dapat ditegakkan melalui tiga cara.
1) Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >= 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2) Kedua, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah
puasa >= 126 mg/dl.
3) Ketiga, bila ada keraguan perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
dengan mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 gr glukosa.
Sampel darah untuk pemeriksaan glukosa darah dapat diambil dari darah
vena atau kapiler.

38 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
(American Diabetes Assosiation. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care. 2005; 28 (Supl 1), S37-42)

Pada Kasus, GDS 500 melebihi batas GDS ≥200 mg/dL dan pasienjuga
mengalami gejala gejala hiperglikemi. Dapat disimpulkan Bapak Roni 50 tahun
menderita diabetes melitus.
(Kurniawan. 2010)

8) Bagaimana diagnosis banding pada kasus ini?


Jawab :
Variabel KAD HHNK
Ringan Sedang Berat
Kadar glukosa plasma (mg/dL) > 250 >
2502 >600
> 250

Kadar pH arteri 7,25- 7,30 7,00-7,04 < 7,00 >7,30


Kadar bikarbonat serum 15-18 10-<15 <10 >15
(mEq/L)
Keton pada urin / serum Positif Positif Positif Sedikit/
negatif
Osmlaritas serum efektif bervariasi bervariasi bervariasi >320
(mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi

39 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Kesadaran Sadar Sadar, Stupor, Stupor,
drowy koma koma

9) Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?


Jawab :
KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan
pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB (Soewondo, 2009).
 Pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam postpradial
 HbA1c
 Profil lipid puasa (semua jenis kolesterol)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar x dada
( PERKENI, 2011)

10) Bagaimana diagnosis pasti pada kasus ini?


Jawab :
Ketoasidosis Diabetik (KAD) EC DM Tipe 2 Tarkontrol

11) Bagaiamana tatalaksana pada kasus ini ?


Jawab :
A. Tatalaksana DM

1. Edukasi → Konseling
2. Diet → Asupan makanan dan menghitung jumlah kalori per hari
3. Olahraga → Sesuai kesanggupan tubuh
Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasm
ani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti;
 Frekuensi : Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan terat
ur 3-5 kali per minggu
 Intensitas : ringan dan sedang (60 – 70% Maximun Heart Rate)

40 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
 Durasi : 30 – 60 menit
 Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kem
ampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda
4. Obat: Oral hipoglikemik, insulin
5. Cangkok pancreas

Obat DM
1. Meningkatkan jumlah insulin
 Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)
 Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
 Insulin injeksi
2. Meningkatkan sensitivitas insulin
 Biguanid/metformin
 Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
3. Memengaruhi penyerapan makanan
 Acarbose

B. Tatalaksana pada ketoasidosis


1. Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin
2. Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit
3. Pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis
Pengobatan dengan insulin (reguler) masa kerja singkat diberikan melalui infus intr
avena kontinu atau suntikan intramuscular dan infus glukosa dalam air atau salin a
kan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan be
nda keton, serta memulihkan keseimbangan asam-basa. Selain itu pasien juga mem
erlukan penggantian kalium.
Pada kasus ini tatalaksana ketoasidosis yang tepat adalah dengan insulin suntikan i
ntramuscular.
(Price,2012)
C. Antibiotic untuk Ulkus Diabetikum
Untuk ulkus diabetikum ada beberapa antibiotic yang dapat diberikan, antara lain :
Cefotaxime, ciprofloxacin, ampicilin dan meropenem
(Kahuripan,2009)

41 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
12) Bagaimana komplikasi pada kasus ini?
Jawab :
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah sebagai
berikut edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi
hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia
(Soewondono, 2009)

13) Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Jawab :

Prognosis penyakit Dubia ad Bonam, tergantung pada kepatuhannya menjalankan tera


pi dan usahanya dalam menjaga berat badan/ mengontrol pola makan. Jika ditangani d
engan baik, dapat bertahan hidup seperti orang normal. Jika tidak ditangani dengan ba
ik akan mengalami gagal ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler, stroke, dan meningg
al lebih cepat.

14) Bagaimana KDU pada kasus ini?


Jawab :

Ketoasidosis metabolic Tingkat Kemampuan 3B:


Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-
ray.Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

4B. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter


(Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta : KKI)

15) Bagaimana NNI pada kasus ini?


Jawab :

Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-


orang yang berlebih-lebihan.” (QS.6;141).

42 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
“ Dan makanlah dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS.7 : 31).

2.6 Hipotesis
Ny. Neni, 52 tahun sesak nafas yang semakin menghebat karena menderita DM tipe 2
dengan komplikasi Ketoasidosis Diabetikum dan Ulkus Diabetikum yang terinfeksi.

2.7 Kerangka Konsep

DM tipe 2 tidak terkontrol Resistesi Insulin

Glukosa sulit masuk ke dalam


membran sel

Sel target membutukkan


43 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Lipolisis meningkat Glukoneogenesis meningkat Peningkatan produksi glukosa
oleh hati

Peningkatan As. Asetoasetat, Hiperglikemia


As. Keto, As. Hidroksibutirat
Trauma
(benda keton)
Ulkus diabetikum
yang terinfeksi
Benda Keton di dalam darah Penurunan PH di dalam daah
(ketosis) (asidosis)

Ketoasidosis (KAD)

Sesak napas yang semakin


Delirium Hipotensi
hebat (kussmaul)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2011. Demam. Universitas Sumatera Utara


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf [
diakses pada 19 Mei 2015]

44 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6
Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New York : WB
Saunders Company.

Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 28. Jakarta: EGC

Grace, Pierce A dan Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga

Hendrizal, Iscan. 2010. Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara


Lichtenstein dengan Trabucco [pdf]. Website : (http://repository.unand.ac.id diakses
pada 18 Mei 2015)

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia
Krishnan S, et al. Overall and Central Obesity and Risk of type 2 Diabetes. Obesity.
2007;15:1860-6
Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Type 2 pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran
indon, volume 60 No. 12,Desember 2010)

Ramadhani, S. 2010. Hernia Inguinalis [pdf]. Website : (http://repository.usu.ac.id diakses


pada 18 Mei 2015)

Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC

Snell, R. 2012. Anatomi Klinik Ed. 6. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Wascchake J dan Paulsen F. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. Jakarta: EGC

45 |L a p o r a n S k e n a r i o B T u t o r 6

Anda mungkin juga menyukai