Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh setiap
individu. Hal ini dikarenakan pendidikan diharapkan menjadi sebuah modal
bagi seseorang untuk berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam
kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan tersebut, maka
pemerintah merencanakan program wajib belajar dan malakukan perubahan-
perubahan kurikulum untuk mengakomodasi kebutuhan peserta didik.
Pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga
lembaga-lembaga swasta mulai mengembangkan usahanya pada bidang
pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya sekolah-sekolah swasta
mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Tujuan dari pendidikan telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat (4),
yaitu standar kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dimaksud tentunya yang bersifat positif bagi peserta didik. Standar lulusan
tersebut yang kemudian digunakan untuk menentukan kelulusan seorang
peserta didik. Hal tersebut tertulis dalam Peraturan Pemerintah no 19 tahun
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat (1) yang berbunyi
Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Salah satu mata pelajaran yang ada pada satuan pendidikan adalah
matematika. Pelajaran matematika perlu diajarkan kepada peserta didik
sejak dari sekolah dasar guna membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemapuan
bekerjasama (BSNP, 2006). Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu

1
2

berubah dan kompetitif. Sedangkan dalam Depdiknas (2006) menyatakan


bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah memcahkan masalah yang
meliputi kemampuan pemecahan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Menurut Sumarno (dalam Ibrahim,
2011) menyatakan bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi
(high older mathematical thinking) diantaranya adalah kemampuan
penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi matematis.
Pemecahan masalah telah disarankan sejak dahulu NCTM (National
Council of Teachers of Matematics) untuk memudahkan peserta didik
belajar dan sukses dalam belajar matematika (Hensberry, 2011). Dengan
kata lain memcahkan masalah merupakan prinsip dasar dalam mempelajari
matematika. Pemecahan masalah ini memiliki berbagai macam manfaat,
diantaranya untuk keberhasilan dalam belajar matematika, seorang individu
juga akan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
Penkohen (Siswono, 2008: 39) memaparkan alasan pemecahan
masalah harus diajarkan, yaitu sebagai berikut: 1) Pemecahan masalah
mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, 2) Pemecahan
masalah mendorong kreativitas, 3) Pemecahan masalah merupakan bagian
dari proses aplikasi matematika, 4) Pemecahan masalah memotivasi siswa
dalam belajar matematika.
Menurut Sujarwo (2013), kemampuan peserta didik dalam
memecahkan masalah matetamatika berbeda-beda bergantung kecerdasan
yang dimiliki oleh peserta didik. Sedangkan menurut Siswono (2008),
terdapat empat faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam
memecahkan masalah. Keempat faktor tersebut ialah pengalaman awal
dalam menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi, latar belakang
matematika (pengetahuan prasyarat), struktur masalah, dan motivasi.
Kecerdasan yang berbeda-beda tentunya akan memberikan motivasi belajar
yang berbeda pula terhadap peserta didik dalam memecahkan masalah
matematika.
3

Amstrong (2013) menyatakan setiap orang memiliki kecerdasan yang


meliputi (1) Kecerdasan verbal atau bahasa (Linguistic Intellegence), (2)
Kecerdasan matematika (Logical – Mathematical Intellegence), (3)
Kecerdasan ruang-visual (Spatial Intellegence), (4) Kecerdasan kinestetik-
tubuh (Bodily - kinesthetic Intellegence), (5) Kecerdasan musik (Musical
Intellegence), (6) Kecerdasan interpersonal (interpersonal Intellegence), (7)
Kecerdasan intrapersonal (Intrapersonal Intellegence), dan (8) Kecerdasan
naturalis/alam (Naturalist Intellegence).
Namun sayangnya, sebagian orang cenderung hanya menghargai
orang-orang yang memiliki kecerdasan matematika (Logical –
Mathematical Intellegence) dan Kecerdasan verbal atau bahasa (Linguistic
Intellegence) dari pada mereka yang memiliki kecerdasan lain. Misalnya
kecerdasan kinestetik, kecerdasan ini berkaitan dengan gerakan tubuh
termasuk gerakan motorik otak yang mengendalikan tubuh seperti
kemampuan untuk menggunakan badan dengan mudah dan cekatan.
Karakteristik seseorang yang memiliki kecerdasan kinestetik cenderung
senang bergerak atau tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Sayangnya,
dalam dunia pendidikan perilaku seperti ini masih dianggap sebagai trouble
maker atau pengganggu saat jam pelajaran.
Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan kinestetik menyempurnakan
tiga kecerdasan yang berhubungan dengan objek yaitu kecerdasan logis
matematis yang tumbuh dari pemolaan objek kepada susunan numerik,
kecerdasan spasial yang fokus pada kemampuan individual untuk
mentransformasikan objek-objek didalam ruang termasuk bangun geometri,
dan kecerdasan tubuh itu sendiri.
Dalam artikel yang diterbitkan Ivy Akademi oleh Ablert (2005)
disebutkan bahwa kecerdasan kecerdasan kinestetik berpengaruh besar
terhadap kognitif peserta didik. Dalam penelitian terbaru disimpulkan
bahwa kosentrasi anak-anak muda meningkat setelah melakukan aktivitas
fisik. Hal ini tentu akan berpengaruh pada hasil pemecahan masalah
matematika peserta didik.
4

Salah satu aspek dari kecerdasan kinestetik adalah bangun dan ruang.
Bangun dan ruang berkaitan erat dengan matematika yakni geometri.
Peserta didik yang memiliki kecerdasan kinestetik atau peserta didik yang
aktif bergerak, akan menggunakan pemodelan atau membuat model dalam
memecahkan masalah matematika. mereka akan memanipulasi objek dalam
memecahkan masalah geometri. Selain aspek bangun dan ruang, juga
disebutkan aspek waktu yang berkaitan dengan kecepatan, ritme, dan durasi.
Ketika peneliti melakukan observasi di MTs Muhammadiyah 06
Banyutengah, pada waktu proses belajar mengajar didalam kelas, peneliti
menemukan permasalahan dimana ada beberapa siswa yang tidak mau
duduk dian di tempatnya dan ada pula yang pendiam. Tetapi mereka bisa
mendapatkan prestasi yang cukup memuaskan pada bidang dan mata
pelajaran tertentu. Sedangkan upaya guru untuk meningkatkan prestasi
belajar peserta didik hanya memperhatikan kecerdasan IQ tidak berdasarkan
EQ, sehingga kurang tepat dalam mengunakan strategi pembelajaran.
Penelitian terbaru mengenai kecerdasan yang dilakukan oleh Nurul
Hikmah (2012) menyatakan bahwa:
“Aktivitas peserta didik yang mempunyai kecerdasan
logika matematika, visual spasial, dan interpersonal adalah
berbeda. Dimana aktivitas peserta didik yang mempunyai
kecerdasan logika matematika cenderung suka menghitung
melibatkan angka, urutan, pengukuran, dan perkiraan.
Sedangkan visual spasial cenderung mampu mendiskripsikan
tabel maupun grafik statistik kedalam teks tertulis serta lebih
cermat dan teliti dalam mengerjakan pekerjaanya. Dan
interpersonal cenderung dapat menyelesaikan tugas dengan
baik dan mendiskusikannya jika dia tidak memahaminya, serta
memotivasi temannya untuk bertanya. Sedangkan untuk hasil
belajarnya dari ketiga kecerdasan tersebut adalah tuntas”.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Masfuk Zhudi
menyatakan bahwa:
“Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
matematika peserta didik yang memiliki kecenderungan potensi
kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika,
kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestik, kecerdasan
musik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan
kecerdasan naturalis”.
5

Hal ini berarti setiap peserta didik memiliki keunikan tersendiri.


Sehingga kemampuannya dalam memahami matematika pun akan berbeda
pula. Setiap individu unik karena memiliki kecerdasan yang digunakan
untuk memecahakan masalah yang dihadapinya. Hal ini juga terjadi pada
pemecahan masalah matematika. Misalnya cara pemecahan masalah
matematika pada peserta didik yang yang memiliki kecerdasan matematika
akan berbeda dengan cara pemecahan masalah matematika yang memiliki
kecerdasan verbal atau bahasa. Perbedaan individual peserta didik ini akan
memberikan hasil belajar yang berbeda antar peserta didik.. Dari uraian
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Kecerdasan Kinestetik Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Geometri Peserta Didik Kelas VIII MTs Muhammadiyah 06
Banyutengah”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan ada diatas, maka
rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
“Apakah ada hubungan antara kecerdasan kinestetik terhadap
kemampuan pemecahan masalah geometri peserta didik kelas VIII MTs
Muhammadiyah 06 Banyutengah”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui
hubungan antara kecerdasan kinestetik terhadap kemampuan pemecahan
masalah geometri peserta didik kelas VIII MTs Muhammadiyah 06
Banyutengah”.
6

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru
bagi seorang guru, khususnya guru matematika. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan guru mampu merancang pembelajaran yang
dapat memfasilitasi semua peserta didik dengan berbagai macam
kecerdasan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematika.
2. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi peneliti
lain untuk mengembangkan penelitian yang sejenis.

1.5 DEFINISI OPERASIONAL


Untuk menghindari kesalah pahaman atau salah pengertian dari judul
penelitian, maka peneliti mendefinisikan beberapa hal sebagai berikut::
1. Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan menggunakan seluruh
tubuh dan komponennya untuk memecahkan permasalahan, membuat
sesuatu atau membuat beberapa macam produksi.
2. Kemampuan pemecahan masalah adalah proses yang dialkukan oleh
peserta didik untuk menyelesaikan masalah matematika yang
diberikan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang ia miliki.
3. Masalah geometri adalah suatu pertanyaan atau soal matematika yang
terkait dengan materi geometri yang mengandung tantangan dan tidak
segera ditemukan jawabannya atau diselesaikan dengan prosedur
rutin.

1.6 BATASAN MASALAH

Agar penelitian fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang


dimaksud, maka dalam skripsi ini peneliti membatasinya pada materi
matematika yang digunakan dalam tes kemampuan pemecahan masalah.
Materi yang akan diujikan adalah materi pelajaran SMP/MTs sederajat kelas
VIII yakni Bangun Ruang Sisi Datar.

Anda mungkin juga menyukai