Anda di halaman 1dari 31

19

BAB I
PENDAHULUAN

Keberadaan manusia dalam organisasi memiliki posisi yang sangat vital, keberhasilan sebuah
organisasi sangat ditentukan oleh orang-orang yang bekerja di dalamnya. Perubahan lingkungan
yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap fenomena perubahan
tersebut, menganalisa dampaknya terhadap organisasi serta harus menyiapkan langkah-langkah
untuk mengantisipasi fenomena tersebut. Fungsi Manajemen seperti yang dikutip dalam buku
“The Profesional Management” oleh Louis A. Alen , bahwa Fungsi utama Manajemen adalah
Memimpin (Leading), Merencanakan (Planning), Menyusun (Organizing), Mengawasi (Controlling),
Setiap fungsi manajemen atau seorang manajer harus mempunyai keempat keahlian diatas dan
harus mampu menerapkannya dalam suatu kegiatan organisasi yang terpadu untuk mencapai
tujuan utama perusahaan sesuai dengan prinsip manajemen. Di dalam unsur manajemen
terdapat Organisasi, adapun Definisi dan Pengertian Organisasi, defenisi atau pengertian
organisasi berikut menurut beberapa ahli sesuai konsep dasar teori dan pandangan perspektif
mengenai organisasi, Organisasi Menurut Stoner yaitu organisasi adalah suatu pola hubungan-
hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan
bersama. Organisasi Menurut James D. Moone, Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan
manusia untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi Menurut Chester I. Bernard, Organisasi
merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Seiring
dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan
yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia, maka setiap organisasi membutuhkan
sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi agar dapat memberikan pelayanan yang
memuaskan. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian produktivitas
kerja yang tinggi. Karena kinerja adalah suatu hasil dimana sumber daya lain yang ada dalam
organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada setiap mutu dan
standar yang telah di tetapkan. Konsekuensinya organisasi memerlukan Sumber Daya Manusia
yang memiliki keahlian dan kemampuan sesuai dengan visi misi organisasi.

Dalam sebuah organisasi sangat diperlukan sumber daya manusia yang menjadi penggerak
dari berbagai macam pekerjaan yang akan dikerjakan, untuk meningkatkan kualitas kinerja
20

karyawan tersebut yang menghasilkan pekerjaan yang bermutu. Karyawan mempunyai tingkat
pekerjaan yang berbeda-beda dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Namun terkadang
karyawan malah tidak tahu apa yang harus dikerjakan terkait banyaknya pekerjaan yang harus
mereka kerjakan. Untuk itu sangat diperlukan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya
manusia agar para karyawan bisa paham dan mengerti atas pekerjaan mereka sehingga apa
yang menjadi tujuan organisasi bisa dengan cepat terlaksana dan mencapai target yang
diharapkan
Pelatihan dan Pengembangan SDM yang kompeten harus dilakukan agar dapat memberikan
hasil sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dengan standar kinerja yang telah di tetapkan.
Kompetensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil
keputusan sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian,
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki personal secara individual
harus mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan dengan kata lain komptensi yang
dimiliki harus mendukung system kerja organisasi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. TRAINING
1. Defenisi
Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms
reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge,
and attitudes by organizational members”.
Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving
the decision making and human relation skills of middle and upper level management,
while training involves lower level employees and the presentation of more factual and
narrow subject matter”
21

Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan
pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan
istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan
untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota
organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan
keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat
atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai
pada tingkat bawah (pelaksana).
2. Pengertian
Pengertian training/pelatihan dan pengembangan pegawai, dikemukakan oleh Adrew E.
Sikula (1981 : 227) “training is short-terms educational procces utilizing a systematic and
organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowlegde and
skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and personnel matters, is
a long-terms educational process utilizing a systematic and organized procedure by which
managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purpose”.
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial
untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan,
dan memperluas human relation.
3. Pendapat Para Ahli
Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha
yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan pegawai.
Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua
konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat
dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan
pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada
peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang
22

dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah
perilaku kerja.
Sjafri Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai
dengan standar. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat
berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering
untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit
dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan.
Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain,
fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan
organisasi jangka panjang

4. Ruang Lingkup Training/Pelatihan dan Pengembangan


Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009 : 51) ada beberapa ruang lingkup yang harus
diperhatikan dalam pelatihan dan pengembangan yaitu:
1. Tujuan dan Sasaran pelatihan dan pengembangan harus Jelas dan dapat terukur
2. Pelatih (Trainers) harus ahlinya yang berkualitas memadai (Profesional).
3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai, Metode pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan
tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.
5. Peserta pelatihan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan

4. Pembagian Training/Pelatihan dan Pengembangan


Tahapan-Tahapan Penyusunan Pelatihan Dan Pengembangan adalah :
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan/pengembangan (Job Study)
2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan
3. Menetapkan criteria keberhasilan dengan alat ukurnya
4. Menetapkan metode pelatihan/pengembangan
5. Mengadakan percobaan (try out) dan revisi
6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi
23

Anwar Prabu Mangkunegara (2009 : 52)

5. Tujuan Training/Pelatihan dan Pengembangan


Pelatihan dan pengembangan bagi SDM mempunyai tujuan yang antara lain:
a. Memutakhirkan keahlian seorang individu sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui
pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa setiap individu dapat secara efektif
menggunakan teknologi-teknologi baru.
b. Mengurangi waktu belajar seorang individu baru untuk menjadi kompeten dalam
pekerjaan.
c. Membantu memecahkan persoalan operasional.
d. Mengorientasikan setiap individu terhadap organisasi.
e. Memberikan kemampuan yang lebih tinggi dalam melaksanakan tugas dalam bekerja.
f. Meningkatkan tingkat professionalisme para karyawan.

Pelatihan dan pengembangan bermaksud memperbaiki dan mengembangkan sikap,


perilaku, keterampilan, dan pengetahuan sumber daya manusia sesuai dengan keinginan
organisasi, yang hasilnya sebuah pekerjaan akan lebih cepat dan lebih baik, sarana dan
prasarana dapat digunakan secara lebih baik, kecelakaan dapat diperkecil dan sebagainya.

Adapun tujuan pelatihan karyawan operasional adalah


1. Meningkatkan produktivitas
2. Meningkatkab semangat dan gairah kerja
3. Mengurangi Kecelakaan
4. Meningkatkan Kestabulan dan fleksibel organisasional
24

Tujuan Pengembangan Karyawan Manajerial


Penanganan pengembangan tenaga manajerial, yaitu yang mempunyai wewenang
terhadap orang lain, berbeda dengan pelatihan tenaga operasional. Ini disebabkan karena
karakteristik kepribadian untuk pada manajer berbeda. Diantara karakteristik kepribadian
yang utama adalah pengetahuan yang luas, kemampuan mengambil keputusan,
kepercayaan diri, kepekaan social dan stabilitas emosional. Kemampuan mengambil
keputusan terdiri dari atas beberapa factor kepribadian seperti kemampuan analitis,
kemampuan konsepsional logis, kreativitas, intuisi pertimbangan, keberanian
mempertimbangkan dan keterbukaan. Bakat-bakat manajerial penting bagi keberhasilan
suatu organisasi. Sekurang-kurangnya para manajer merupakan penyambung komuniakasi
diantara berbagai komponen organisasi yang terpisah untuk memungkinkan terjadinya
tindakan organisasi. (http://infointermedia.com/tag/pelatihan-dan-pengembangan-sumber-
daya-manusia).
5. Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sebuah institusi yang perlu dibenahi
adalah manusianya. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan membangunbasic
mentality SDMnya sehingga akan berkembang kesadaran mutu di setiap lapisan karyawan
dari manajemen puncak hingga karyawan tingkat bawah. Basic mentality adalah suatu
sikap mental yang mendasari cara berfikir, cara bersikap dan cara bertindak dalam
melaksanakan pekerjaan sehari-hari selaras dengan nilai-nilai perusahaan (Budi Santosa,
2004). Untuk pengembangan basic mentality demi terwujudnya budaya kerja maka peran
manajerial perlu dioptimalkan.Pengembangan basic mentality dapat dilakukan melalui
program pelatihan dan pengembangan karyawan. Seperti yang diungkapkan oleh Pheter
Sheal (2003 :29) bahwa ada 4 alasan utama mengapa program pelatihan dan
pengembangan staff menjadi semakin penting:
1. Perubahan-perubahan yang cepat dalam teknologi serta tugas-tugas yang
diakukan oleh orang-orang
2. Kurangnya ketrampilan-keterampilan langsung dan keterampilan jangka panjang
3. Perubahan-perubahan dalam harapan-harapan dan komposisi angkatan kerja
25

4. Kompetensi dan tekanan-tekanan pasar demi peningkatan-peningkatan dalam


kualitas produk-produk maupun jasa-jasa. (http://batikyogya.wordpress.com/)

Selain basic mentality yang harus dibenahi dalam sebuah orgnisasi terdapat pula Factor-
faktor lain yang menjadi pemicu dibutuhkannya pelatihan dan pengembangn, seperti Tidak
tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya,
karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah
beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi daam organisasi. Gejala yang
ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan
terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu : Low
productivity; High absenteeism; High turnover; Low employee morale; High
grievances; Strike; Low profitability.
(http://infointermedia.com/tag/pelatihan-dan-pengembangan-sumber-daya-manusia).

6. Jenis Training/Pelatihan dan Pengembangan


Dalam program pelatihan dan pengembangan dapat digunakan metode-metode
seperti berikut:
1. On the job
Pelatihan dilakukan di tempat kerja dan pada waktu jam kerja dengan memperhatikan
pegawai yang berpengalaman. Prosedur metode ini informal, observasi sederhana dan
mudah serta prkatis, pegawai mempelajari pekerjaannya dengan mengamati pekerjaan
lain yang sedang bekerja.
2. On Site but Not on the job
Pelatihan dilakukan di tempat kerja pegawai tersebut tetapi pelaksanaan dari pelatihan
ini diluar jam kerja, sehingga tidak mengganggu waktu kerja.
3. Off the job
Waktu dan tempat pelaksanaan pelatihan dan pengembangan dilakukan diluar jam kerja
dan diluar tempat kerja. Jadi dilaksanakan di tempat terpisah dan waktu tertentu.
26

7. Keuntungan atau Efektivitas Pelatihan


Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28), sebagai berikut: (1)
efektivitas dari perspektif individu; (2) efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3)
efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki
tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas
perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif
organisasi.

Katzel, dalam Steers (1980:44-45) bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan


prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Dilihat dari definisi di atas menunjukkan
bahwa produktivitas merupakan bagian dari efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang
memiliki produktivitas yaitu pendidikan yang efektif dan efisien (sangkil dan mangkil).
Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang
banyak dan bermutu tinggi, (3) ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan
masyarakat yang sedang membangun, dan (4) pendapatan tamatan atau keluaran yang
memadai.

Dari beberapa pengertian di atas efektivitas mengandung arti berorientasi kepada


hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi untuk
beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya kepada suatu
pelatihan yang efektif adalah kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-
programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau
tujuan yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif
merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat
melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang
dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap
yang lebih mandiri.
27

Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia


(SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak
pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Henry
Simamora (1987: 320) yang mengukur keefektifan Diklat dapat dilihat dari 1) reaksi-reaksi
bagaimana perasaan partisipan terhadap program; 2) belajar- pengetahuan., keahlian, dan
sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan; 3) perilaku perubahan-perubahan
yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan: dan 4) hasil-hasil dampak
pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan
organisasional.
28

B. Mutasi
1. Defenisi
Berkaitan dengan bahasan tentang pengertian mutasi tersebut, berikut ini dikemukakan
beberapa teori, konsep maupun definisi/batasan tentang mutasi. Sastrohadiwiryo
(2003:247) mengemukakan sebagai berikut:”mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan
yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status
ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang
bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan
prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada organisasi”.
2. Pengertian
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa dengan demikian
mutasi pegawai tersebut termasuk dalam fungsi pengembangan pegawai, karena
fungsinya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi.
Sedangkan dalam mutasi tersebut perlu dipertimbangkan pentingnya prinsip mutasi,
yaitu memutasikan pegawai pada posisi yang tepat serta pekerjaan yang sesuai dengan
pengetahuan, keterampilan serta kemampuan (kompetensi) pegawai yang bersangkutan
sehingga terjadi peningkatan motivasi, semangat serta produktivitas kerja. Pengertian
Mutasi menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan : Mutasi adalah suatu perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal (
promosi/demosi ) didalam satu organisasi.
3. Pendapat Para Ahli
a. Saydam (2000:544) mengatakan sebagai berikut:”mutasi dalam manajemen sumber
daya manusia dapat mencakup dua pengertian, yaitu: a. kegiatan pemindahan
pegawai dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang baru dan sering disebut dengan
“alih tempat” (tour of area). b. kegiatan pemindahan pegawai dari tugas yang satu ke
29

tugas yang lain dalam satu unit kerja yang sama, atau dalam organisasi, yang sering
disebut dengan istilah “alih tugas” (tour of duty)”.
Dengan demikian mutasi atau pemindahan di sini merupakan suatu kegiatan rutin
dari suatu organisasi untuk dapat melaksanakan prinsip the right man in the right
place atau orang yang tepat pada tempat yang tepat. Dengan demikian mutasi yang
dijalankan oleh organisasi agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan
efisien. Suatu mutasi yang tidak mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi, maka
mutasi yang dijalankan tersebut tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin
akan dapat merugikan organisasi yang bersangkutan.
Untuk melaksanakan mutasi dapat didasarkan pada beberapa alasan yang
antara lain kemampuan kerja, rasa tanggung jawab, kesenangan dan sebagainya.
Agar mutasi yang dilaksanakan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi maka
perlu adanya evaluasi pada setiap pegawai secara menerus secara objektif.
Selanjutnya, Hasibuan (2005:102) menyatakan sebagai berikut:”mutasi adalah suatu
perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal
maupun vertikal (promosi/demosi) di dalam satu organisasi”. Lebih lanjut Hasibuan
(2005:102) menyatakan:”pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi
pengembangan pegawai, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja dalam organisasi tersebut”.
b. Sadili (2006:254) menyatakan sebagai berikut: “mutasi adalah kegiatan yang
berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status
ketenagakerjaan pegawai ke situasi tertentu dengan tujuan agar pegawai yang
bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan
prestasi dan kontribusi kerja yang maksimal pada organisasi. Jadi kegiatan
memindahkan pegawai dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lain adalah
dinamakan mutasi”
c. Hal senada juga dikatakan Nitisemito (1982:118) sebagai berikut:“mutasi atau
pemindahan adalah kegiatan dari pimpinan organisasi untuk memindahkan
karyawan/pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain yang dianggap
setingkat atau sejajar”. Lebih lanjut Nitisemito (1982:118) menjelaskan:mutasi atau
pemindahan adalah merupakan suatu kegiatan rutin dari suatu organisasi untuk
30

dapat melaksanakan prinsip the right man in the right place, atau orang yang tepat
pada tempat yang tepat. Dengan demikian mutasi yang dijalankan oleh organisasi
agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Suatu mutasi yang
tidak dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi, maka mutasi yang dijalankan
tersebut tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin justru akan merugikan
organisasi yang bersangkutan. Untuk itu dalam melaksanakan mutasi harus
didasarkan pertimbangan yang matang. Adapun tujuan mutasi terutama agar tugas
pekerjaan dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan lebih efisien”.
d. Selanjutnya, Siagian (2008:171-172) mengemukakan bahwa mutasi tersebut dengan
istilah alih tugas dan alih tempat, yaitu sebagai berikut:”alih tugas adalah
penempatan seseorang pegawai pada tugas baru dengan tanggung jawab, hierarki
jabatan dan penghasilan yang relatif sama dengan statusnya yang lama. Dalam hal
demikian seorang pegawai ditempatkan pada satuan kerja baru yang lain dari satuan
kerja dimana seseorang selama ini bekerja”. Sedangkan alih tempat, adalah seorang
pegawai melakukan pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah
dan tanggung jawabnya pun relatif sama. Hanya saja secara fisik lokasi tempatnya
bekerja lain dari yang sekarang”

6. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mutasi mencakup semua perubahan posisi/pekerjaan/tempat
karyawan, baik secara horizontal ataupun vertikal (promosi atau demisi) yaitu :
a. Mutasi horizontal (job rotation/transfer) artinya perubahan tempat atau jabatan
karyawan tetapi masih pada ranking yang sama didalam organisasi itu. Mutasi
horizontal mencakup ”mutasi tempat dan mutasi jabatan”
b. Mutasi tempat (tour of area) adalah perubahan tempat kerja, tetapi tanpa
perubahan jabatan/posisi/golongannya
c. Mutasi jabatan (tour of duty) adalah perubahan jabatan atau penempatan pada
posisi semula.
d. Mutasi vertikal adalah perubahan posisi/jabatan/pekerjaan, promosi atau demosi,
sehingga kewajiban dan kekuasaannya juga berubah.
e. Penyebab Mutasi :
31

1. Permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atas permintaan sendiri dari
karyawan yang bersangkutan dan dengan mendapatkan persetujuan pimpinan
organisasi. alasan-alasannya adalah:
 Kesehatan; fisik karyawan kurang mendukung untukmelaksanakan
pekerjaan.
 Keluarga; untuk merawat orang tua yang sudah lanjut usia
 Kerjasama; tidak dapat bekerja sama dengan karyawan lainnya karena
terjadi pertengkaran atau perselisihan.
2. Alih Tugas Produktif (ATP) adalah mutasi karena kehendak pimpinan
perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karyawan
bersangkutan ke jabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya.
ATP biasa bersifat mutasi vertikal (promosi dan demosi). Alasan lain yaitu
didasarkan atas kecakapan, klemampuan, sikap, dan disiplin karyawan
Paul Pigors dan Charles Mayers mengemukakan 5 macam transfer, yaitu:
a. Production transfer yaitu mutasi dalam jabatan yang sama karena
produksi ditempat terdahulu nenurun
b. Replacement transfer yaitu mutasi dari jabatan yang sudah lama
dipegang ke jabatan yang sama di unit atau bagian lain, untuk
menggantikan pegawai yang belum lama bekerja atau pegawai yang
diberhentikan
c. Versality transfer yaitu mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain
untuk menambah pengetahuan pegawai yang bersangkutan
d. ShiftTransfer yaitu mutasi dalam jabatan yang sama, tetapi berbeda shift
e. Remedial transfer yaitu mutasi pegawai ke bagian mana saja, dengan
tujuan untuk memupuk atau untuk memperbaiki kerjasama antar pegawai

7. Tujuan atau keuntungan adanya Mutasi


Tujuan pelaksanaan mutasi yaitu :
1. Menempatkan orang tepat pada tempat yang tepat (the right man in the right
place), seleksi dan penempatan belum dapat menjamin sepenuhnya bahwa kita
akan mendapatkan orang tepat pada tempat tepat, mutasi berarti memindahkan
32

karyawan pada tempat pekerjaan lain yang sederajat, sehingga akan mengoreksi
kekurangan dan kesalahan dalam seleksi dan penempatan pertama kali
2. Mutasi sebagai langkah meningkatkan semangat dan kegairahan kerja, suatu
pekerjaan yang bersifat rutin dapat menimbulkan rasa jenuh, sehingga dalam
keadaan tersebut kemungkinan semangat dan kegairahann kerja nya menurun, hal
ini dapat terjadi meskipun penempatan orang tersebut pada tempat yang tepat
3. Mutasi untuk saling menggantikan karena keluar dari perusahaan tersebut karena
sakit atau sebab lain yang menyebabkan karyawana tidak masuk bekerja, hal ini
berarti pekerjaan yang menjadi bagian dihentikan, jika ingin pekerjaan tersebut
tetap berjalan kita harus mengusahakan penggantinya
8. Kerugian adanya pelaksanaan mutasi
Menurut Tanjung dan Rahmawati (2003) ada tiga faktor yang menyebabkan seorang
pegawai cenderung menolak dengan adanya mutasi di lingkungan kerjanya, ke tiga
faktor tersebut adalah :

1. Faktor Logis atau Rasional


Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya
situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta
kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.

2. Faktor Psikologis
Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan
berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang
tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak
menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan
terhadap pihak lain, serta kebutuhan akan rasa aman.
3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok)
Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat
politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan
mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.
33

C. Turn Over Intention


1. Definisi
Turnover sendiri didefinisikan sebagai penarikan diri secara sukarela (voluntary) atau
tidak sukarela (involuntary) dari suatu organisasi (Robbins, 1996). Voluntary turnover
atau quit, merupakan keputusan untuk meninggalkan organisasi, disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini serta tersedianya alternatif
pekerjaan lain (Shaw et.al., 1998). Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan
mengambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan
kerja dan bersifat uncontrolable bagi karyawan yang mengalaminya. Perpindahan kerja
sukarela yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan : upah yang lebih baik
ditempat lain, kondisi kerja yang lebih baik diorganisasi lain, masalah dengan
kepemimpinan, administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik
sedangkan perpindahan sukarela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-
alasan : pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan karier individu,
harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan atau anak, dan kehamilan (Dalton,
Krackhardt, dan Porter, 1981) dalam Suwandi dan Indriartoro (1999).
2. Pengertian
Turnover Intention adalah siklus pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan
dari suatu organisasi. Hal tersebut adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan
organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian
besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi,
34

baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk
memanfaatkan peluang. Untuk lebih jelasnya mengenai Turnover intention ini, berikut
ada beberapa ahli yang menyatakan pendapatnya mengenai pengertian dari turnover
intention itu sendiri.
3. Pendapat Para Ahli
Menurut Harninda (1999:27): “Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan
keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.”
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk
berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu
tempat kerja ke tempat kerja lainnya.
Harnoto (2002:2) menyatakan: “turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari
keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya
turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah
diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan
untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.
Toly (2001), menyatakan: “Tingkat keinginan berpindah yang tinggi para staf akuntan
telah menimbulkan biaya potensial untuk Kantor Akuntan Publik (KAP).” Pendapat ini
menunjukkan bahwa turnover intensions merupakan bentuk keinginan karyawan untuk
berpindah ke perusahaan lain.

Handoko (2000:322) menyatakan: “Perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus


bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak
dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap
saat pengganti karyawan yang keluar.” Di lain pihak, dalam banyak kasus nyata,
program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan turnover
intentions.

Dalam arti luas, “turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan
keluar perusahaan” (Ronodipuro dan Husnan, 1995: 34).
35

Mobley (1999: 13), megemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan
adalah : “berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai
pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan”.

Turnover intention diindikasikan sebagai sikap individu yang mengacu pada hasil
evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan organisasi dimana dirinya
bekerja dan belum terwujud dalam bentuk tindakan pasti (Suwandi dan Indriantoro,
1999).

Turnover sendiri didefinisikan sebagai penarikan diri secara sukarela (voluntary) atau
tidak sukarela (involuntary) dari suatu organisasi (Robbins, 1996). Voluntary turnover
atau quit, merupakan keputusan untuk meninggalkan organisasi, disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini serta tersedianya alternatif
pekerjaan lain (Shaw et.al., 1998). Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan
mengambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan
kerja dan bersifat uncontrolable bagi karyawan yang mengalaminya. Perpindahan kerja
sukarela yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan : upah yang lebih baik
ditempat lain, kondisi kerja yang lebih baik diorganisasi lain, masalah dengan
kepemimpinan, administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik
sedangkan perpindahan sukarela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-
alasan : pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan karier individu,
harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan atau anak, dan kehamilan (Dalton,
Krackhardt, dan Porter, 1981) dalam Suwandi dan Indriartoro (1999).
4. Ruang Lingkup

5. Penyebab dan Indikasi Terjadinya Turn Over Intention


Adapun penyebab utama terjadinya Turn Over Intention
a. Pay Satisfaction
36

Luthans (1995), mengemukakan upah atau jumlah finansial yang diterima dan
ditingkatkan dimana hal tersebut dipandang adil terhadap pekerja lainnya dalam
organisasi. Upah ini merupakan faktor yang signifikan dalam kepuasan kerja. Uang
tidak hanya membantu orang-orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya tetapi
uang bersifat instrumental dalam menyediakan pemenuhan kebutuhan pokok yang
lebih tinggi lagi. Karyawan sering memandang upah sebagai refleksi dari bagaimana
manajemen memandang kontribusi karyawan dalam organisasi. Tunjangan
tambahan juga penting akan tetapi kurang berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Ketidakpuasan atas pembayaran atau gaji yang diterima dapat mengakibatkan
rendahnya motivasi karyawan sehingga hal ini mendorong kepada terjadinya
turnover sebagai bentuk ketidakpuasan dari seorang karyawan, meskipun individu
tersebut belum mendapatkan kepastian untuk bisa bekerja ditempat lain.
Ketidakpuasan tersebut bisa terjadi ketika apa yang didapatkan oleh individu
(karyawan) tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Porter dan Lawler (1968)
mendefinisikan pay satisfaction sebagai perasaan atau persepsi afektif seseorang
terhadap keberadaan sistem pembayaran yang ada. Senada dengan yang
diungkapkan oleh Locke (1969) bahwa pay satisfaction yaitu perbandingan antara
apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
Zeffane (Kurniasari, 2005) menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap kompensasi
akan memicu perilaku karyawan yang negatif seperti kemangkiran dan kelesuan.
Seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri atau disebut pula sebagai
keinginan berhenti bekerja. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
turnover. Diantaranya adalah factor external, yakni ; pasar tenaga kerja, faktor
institusi, upah, ketrampilan kerja dan supervisi. Karakteristik personal dari karyawan
seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja
serta reaksi individu terhadap pekerjaannya.
Dari disimpulkan bahwa, apabila terdapat kesenjangan antara jumlah kompensasi
yang diharapkan dan kenyataan yang diterima atas faktor tinggi rendahnya
kompensasi, hal ini akan mendorong perilaku karyawan untuk berintensi
meninggalkan pekerjaan saat ini dan mencari organisasi lain yang lebih bisa
memenuhi harapan akan kebutuhan kompensasi meraka. Semakin tinggi, semakin
37

menarik faktor kompensasi akan semakin mengurangi niat karyawan untuk


meninggalkan organisasi, sebaliknya semakin rendah tingkat kompensasi yang
diterima semakin mendorong karyawan untuk meninggalkan organissasi dan
mencari alternatif pekerjaan di tempat lain.

b. Job Insecurity
Kenyamanan kerja merupakan hal yang emergensi dalam dunia kerja, karena
kenyamanan akan mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang dalam berkarya.
Ketidaknyamanan kerja yang dialami oleh seseorang akan memicu terjadinya
penurunan kualitas kerja yang dihasilkan oleh seseorang. Ketidaknyamanan tersebut
dapat disebabkan oleh suasana kerja, demografi tempat kerja dan masih banyak lagi
Ketidaknyamanan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dari kekuatan untuk
menjaga keberlangsungan yang diinginkan pada suatu situasi kerja (Greenhalg dan
Rosenblatt 1984, 438).
Ketidaknyamanan kerja yang terjadi dapat menimbulkan konsekuensi-
konsekuensi sebagai berikut yaitu:komitmen organisasi, kepercayaan organisasi, dan
kepuasan kerja Pasewark dan Strawser (1996). Faktor-faktor ketidaknyamanankerja
yang kurang mendukung dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi karyawan yang
kemudian berujung pada turnover intention sebagai konsekuensis akhir (Pasewark
dan Strawser, 1996). Hal ini dapat dimaklumi karena sejatinya manusia ingin berada
dalam kenyamanan untuk menghasilkan hasil yang lebih optimal dan produktif.
Namun, ketika karyawan dihadapkan pada pilihan ketidakpuasan atas pembayaran
serta faktor kerja yang mendukung, atau sebaliknya yaitu kepuasan pembayaran
dan faktor kerja yang tidak mendukung, tentu saja menjadi pilihan yang sulit bagi
seorang karyawan. Karena hal ini menjadi subjektif, karyawan menjadi dilemma
antara kebutuhan dan keinginan dari suatu pekerjaan, Menurut Greenhalgh dan
Rosenblatt (1984) Model Job Insecurity terdiri dari lima komponen, empat komponen
utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat diterima untuk melanjutkan
situasi kerja dan komponen kelima menekankan pada kemampuan individu untuk
38

mengatasi ancaman pada keempat komponen tadi secara terinci, kelima komponen
Job Insecurity dinyatakan sebagai berikut:
1. Arti penting aspek kerja, yaitu berupa ancaman yang diterima pada berbagai aspek
kerja seperti promosi, kenaikan upah atau mempertahankan upah yang diterima
saat ini, mengatur jadwal kerja.
2. Arti penting keseluruhan kerja seperti kejadian promosi, kejadian untuk
diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut, ancaman ini meningkatkan Job
Insecurity.
3. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja, semakin besar
timbulnya ancaman negatif pada aspek kerja akan memperbesar kemungkinan
timbulnya job insecurity pada karyawan.
4. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja seperti
kehilangan pekerjaan maka akan meningkatkan Job Insecurity karyawan.
5. Ketidakberdayaan (Powerlesness) yang dirasakan individu, membawa outcomes
pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi
ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi atau rendah powerlesness
akan berakibat semakin tinggi atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu.
6. Dampak atau kerugian terjadinya Turn Over Intention
Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover,
berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan
perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan
membawa berbagai biaya seperti :
a. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara
dalam proses.
b. Seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian.
c. Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan
karyawan yang dilatih.
d. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan
baru tersebut.
e. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
39

f. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.


g. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.
h. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
i. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan
penyerahan.
7. Keuntungan adanya Turn Over Intention
Tidak hanya memberikan dampak yang kurang baik bagi perusahaan, turnover
intention juga dapat membawa dampak positif apabila timbul kesempatan untuk
menggantikan individu yang berkinerja tidak optimal dengan individu yang
memiliki keterampilan, motivasi dan loyalitas yang tinggi (Dalton dan Todor, 1981).
Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan
bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara
pembinaannya.
40

D. Kinerja

1. Definisi

Kinerja berasal dari akar kata Kinerja berasal dari akar kata to performance” dan
menurut The Scibner Bantam English Dictionary yang dikutip Widodo mengartikan
sebagai berikut :

a. To do or carry out, execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan)

b. To discharge or fulfill, as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar)

c. To potray , as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu


permainan)

d. To render by the voice or a musical instrument (menggambarkannya dengan suara


atau alat musik)

e. To execute or complete an undertaking (Melaksanakan atau menyempurnakan


tanggungjawab).

b. To act a part in a play (Melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permaianan).

c. To perform music (Memainkan/pertunjukan musik).

d. To do what is expected of a person or machine (melakukan suatu yang diharapkan


oleh seorang atau mesin)

(Dalam Widodo, 2005:78)

2. Pengertian

Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun
lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
41

yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama
periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
Pengertian tersebutdapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas.

3. Pendapat para ahli


Kinerja oleh beberapa ahli mengungkapkan,

a. Fustino Cardosa Gomes bahwa kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti

output, efisien serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktifitas” (Fustino

Cardosa Gomes dalam Mangkunegara, 2009:9). Pendapat tersebut menyatakan

bahwa kinerja suatu pegawai tidak lepas dari hasil yang dicapai, serta efektif

dalam meningkatkan produktivitas.

b. Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul Evaluasi

Kinerja Sumber Daya Manusia definisi kinerja karyawan adalah “hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. (Mangkunegara, 2009:9).

Di bawah ini akan disebutkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli yaitu:

1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri
42

pekerja. (Griffin: 1987).


3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).

4. Kinerja merujuk kepada tingkat


keberhasilan dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja
dinyatakan baik dan sukses jika tujuan
yang diinginkan dapat tercapai dengan
baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich:
1994).
(http://ronawajah.wordpress.com/2007
/05/29/kinerja-apa-itu/)
BAB III
KESIMPULAN

Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan


teknologi yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek
kehidupan manusia, maka setiap organisasi membutuhkan sumber daya
manusia yang mempunyai kompetensi agar dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan. Secara teoritis istilah pelatihan (training) berbeda dengan
istilah pengembangan (development). Pelatihan adalah suatu proses
pendidikan jangka pendek bagi para karyawan operasional untuk
memperoleh keterampilan teknis secara sistematis. Sedangkan
pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangkapanjang bagi
para karyawan manajerial memperoleh penguasaan konsep-konsep abstrak
dan teoritis secara sistematis
pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia adalah suatu
kegiatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar
bisa menjadi sumber daya yang berkualitas baik dari segi pengetahuan,
keterampilan bekerja, tingkat professionalisme yang tinggi dalam bekerja
agar bisa meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan dengan baik
Adapun secara konseptual Pelatihan dan pengembangan merupakan
dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya
kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada
peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada
saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan
pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang,
yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain
untuk mengubah perilaku kerja

DAFTAR PUSTAKA
(http://infointermedia.com/tag/pelatihan-dan-pengembangan-sumber-daya-
manusia).
(http://batikyogya.wordpress.com/

(Johanes Popu, 2002: www.e-psikologi.com,)

Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia :


Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan
Produktivitas Pegawai, Grasindo Widiasarana Indonesia, Jakarta

Mangkuprawira, Sjafri (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik,


Ghalia Indonesia, Jakarta Selatan.

Anwar Prabu Mangkunegara (2009), Perencanaan dan Pengembangan


Sumber Daya Manusia, Refika Aditama. Bandung
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Tiada kata yang pantas untuk Penulis utarakan selain ungkapan rasa
syukur ke hadirat Allah SWT. karena dengan Kuasa-Nya pula tugas makalah
ini dapat tertuntaskan. Jua tak lupa shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kehadapan junjungan yang mulia, yakni Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh penerusnya. Amien.

Makalah ini penulis susun sebagai tugas yang harus diselesaikan


dengan mengangkat materi tentang “Pelatihan dan
Pengembangan”. Adapun upaya-upaya yang penulis tempuh untuk
penyelesaian makalah ini adalah dengan cara bedah buku dan untuk
menambah pembahasan kami menggunakan media internet untuk
memperlengkap pembahasan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu memberi inspirasi untuk penyelesaian makalah ini. Akhirnya,
dengan makalah ini mudah-mudahan dapat menambah wawasan keilmuan
kita semua; Namun penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, sudilah
kiranya bagi siapa saja yang mengkaji makalah ini guna memberikan kritik
dan saran untuk perbaikan.

Penyusun
http://setiawaarie.blogspot.co.id/

http://shoehaymie-xxx.blogspot.co.id/2012/04/mutasi-promosi-jabatan.html

Anda mungkin juga menyukai