Anda di halaman 1dari 4

B.

Pengawetan Ikan Bawal Dengan Metode Pengasapan dan Pemanggangan

Salah satu metode pengawetan ikan yang paling banyak digunakan adalah
pengasapan dan pemanggangan. Pengasapan dan pemanggangan dapat dilakukan
secara tradisional. Teknologi pengasapan merupakan salah satu metode pengawetan
yang sudah diterapkan secara turun temurun (Sulistijowati et al., 2011).

Pengasapan adalah cara pengawetan/pengolahan ikan dengan menggunakan


asap yang berasal dari hasil pembakaran arang kayu atau tempurung kelapa, sabut,
serbuk gergaji atau sekam padi. Dalam hal ini dalam asap terkandung senyawa-
senyawa yang mempunyai sifat mengawetkan, seperti senyawa phenol, formaldehyde,
dll. Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran
dengan jumlah oksigen yang terbatas (Mareta dan Awami, 2011).

Tujuan pengasapan yaitu untuk mengawetkan ikan yang banyak dilakukan di


negara-negara yang belum atau sedang berkembang dengan memanfaatkan bahan-
bahan alam berupa kayu yang melimpah dan murah. Selain itu untuk memberikan
rasa dan aroma yang khas (Mareta dan Awami, 2011). Pengasapan juga dilakukan
untuk mengolah ikan agar siap dikonsumsi langsung (Sulistijowati et al., 2011).

Menurut Sulistijowati et al (2011), terdapat beberapa cara dalam pengasapan


ikan, yaitu:

a. Pengasapan panas (Hot smoking)


Suhu yang digunakan pada pengasapan ini dapat mencapai 120-140℃.
Lamanya waktu pengasapan adalah sekitar 2-4 jam. Pada pengasapan panas ini
selain terjadi penyerapan asap, ikan juga menjadi matang. Rasa ikan asap ini
sangat sedap dan berdaging lunak, tetapi tidak tahan lama, sehingga harus
dikonsumsi secepatnya. Hal ini disebabkan oleh kadar air dalam daging ikan
masih tinggi (>50%).
b. Pengasapan dingin (Cold smoking)
Pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 20-40℃ dalam
waktu 1-3 minggu, kelembaban (RH) yang terbaik adalah antara 60-70%.
Kelembaban di atas 70% menyebabkan proses pengeringan berlangsung
sangat lambat. Bila di bawah 60% permukaan ikan mengering terlalu cepat,
dan akan menghambat penguapan air dari dalam daging. Selama pengasapan,
ikan akan menyerap banyak asap dan menjadi kering, sebab airnya terus
menguap. Pengasapan dingin ini dapat menghasilkan ikan dengan kadar air
20-40%. Ikan hasil pengasapan ini dapat disimpan selama lebih dari satu
bulan.
c. Pengasapan cair (Liquid smoking)
Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air
yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Dalam
proses pengasapan cair, aroma asap yang akan dihasilkan pada proses
pengasapan didapat tanpa melalui proses pengasapan, melainkan melalui
penambahan cairan bahan pengasap (smoking agent) ke dalam produk. Bahan
baku ikan direndam dalam wood acid, yang didapat dari hasil ekstrak
penguapan kering unsur kayu atau dari hasil ekstrak yang ditambahi pewangi
kayu, yang hampir sama dengan aroma pada pengasapan, setelah itu ikan
dikeringkan dan menjadi produk akhir. Metode penambahan bahan pengasap
ke dalam ikan dapat dilakukan melalui penuangan langsung, pengasapan,
pengolesan atau penyemprotan. Melalui proses ini tidak diperlukan lagi ruang
tempat pengasapan atau alat pengasap yang menjadi keuntungan dari proses
ini, namun aroma produk yang dihasilkan jauh di bawah dari aroma produk
yang dilakukan dengan proses pengasapan sesungguhnya.

Kenampakan, bau, warna, dan tekstur dari ikan asap terbentuk akibat dari
reaksi gugus karbonil yang terkandung dalam asap bereaksi dengan protein dan lemak
dalam ikan. Asap berperan penting dalam pembentukan warna, tekstur, dan rasa.
Komponen karbonil utama dalam asap yang berperan penting adalah phenol.
Komponen ini, dapat berperan sebagai antioksidan. Warna coklat, dihasilkan dari
reaksi phenol dengan oksigen di udara, komponen phenol yang berperan dalam bau
dan rasa adalah guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6-dimetoksi phenol. Peran asap dalam
hal ini memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptik, disebabkan oleh reaksi dari
asam, phenol, dan kandungan lainnya dalam asap dengan lemak, protein dan
karbohidrat (Swastawati et al., 2013).

Pengasapan harus dilakukan pada waktu dan kepekatan asap serendah


mungkin, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang akan bereaksi
dengan lisin dan mereduksi kualitas protein (Swastawati et al., 2013). Selain itu, pada
ikan asap, terbentuk PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang berasal dari asap
kayu, terutama lignin dan selulosa. Fraksi hidrokarbon dari asap kayu mengandung
lebih dari 24 jenis PAH. Walaupun tidak semua jenis PAH bersifat karsinogenik,
Benzopirena (BP), salah satu jenis PAH adalah indicator karsinogenitas. Kandungan
BP pada ikan asap yaitu sekitar 0.70-60 ng/g (bb) terbanyak terdapat dibagian kulit.
Oleh karena itu, pada prinsipnya pengasapan harus dilakukan dengan mengatur suhu
dan kecepatan aliran udara serta kepekatan asap, agar pembentukan PAH dapat
sekecil mungkin (Heruwati, 2002).

Selain pengasapan, pemanggangan (roasting) juga merupakan cara


pengawetan/pengolahan ikan. Pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan
gas, arang ataupun listrik. Pemanggangan dapat menyebabkan kenampakan ikan
menjadi kecoklatan. Warna kecoklatan yang diakibatkan pemanasan yang berlebihan
terjadi karena adanya reaksi Maillard antara senyawa asam amino dengan gula
pereduksi membentuk Melanoidin. Selain itu pencoklatan juga terjadi karena reaksi
antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak (Heruwati,
2002).
Pada proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dan perpindahan massa
secara simultan. Perpindahan panas terjadi dari sumber panas ke media pemanasan
(permukaan panas dan udara panas) ke bahan yang dipanggang. Perpindahan panas
yang terjadi adalah pergerakan air dari ahan ke udara dalam bentuk uap.
Pemanggangan menyebabkan bahan pengan lebih awet karena proses tersebut
menyebabkan inaktivitas mikroba dan enzim, serta menurunkan aktivitas air (Widyati,
2001).

Gambar 1. Ikan sebelum diroasting Gambar 2. Ikan saat diroasting


(Sumber: Mareta dan Awami, 2011) (Sumber: Mareta dan Awami, 2011)

Gambar 3. Roasted fish


(Sumber: Mareta dan Awami, 2011)
DAFTAR PUSTAKA

Heruwati, Endang Sri. 2002. “Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang
Pengembangan”. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3): 92-99.

Mareta, Dea Tito dan Shofia Nur Awami
. 2011. “Pengawetan Ikan Bawal dengan
Pengasapan dan Pemanggangan”. Jurnal Mediagro, 7(2): 33-47.

Sulistijowati, Rieny., Otong Suhara Djunaedi., Jetty Nurhajati., Eddy Afrianto, dan
Zalinar Udin. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. Bandung: Unpad Press.

Swastawati, Fronthea., Titi Surti., Tri Winarni Agustini, dan Putut Har Riyadi. 2013.
“Karakteristik Kualitas Ikan Asap yang Diproses Menggunakan Metode dan Jenis
Ikan Berbeda”. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(3): 126-132.

Widyati, R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta: PT.


Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai