Anda di halaman 1dari 9

1.

Jelaskan bagaimana masing-masing sil dari pancasila mendasari sistem komunikasi


Indonesia?
Jawaban :

Sebagai bangsa yang memiliki ideologi Pancasila yang sangat kuat, sebagai para pelajar
harus pandai-pandai menyikapi perkembangan Teknologi Informasi yang sudah merabah dan
mewambah di Indonesia. Khususnya di dunia pendidikan yang sudah terkontaminasi dengan
adanya perkembangan Teknologi Informasi.
Pancasila merupakan salah satu bagian dari matakuliah pengembangan kepribadian dalam
pendidikan nasional di Indonesia dan tak akan pernah lepas dari perkembangan kondisi
ketatanegaraan Republik Indonesia, khususnya pada masa reformasi ini yang setiap insan
Indonesia berhak memiliki kebebasan berpikir dan berpendapat, namun bertanggung jawab.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan(langsung), ataupun
tidak langsung(media).Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah Negara
republic Indonesia, baik ditinjau dari sudut bahasa maupun sudut sejarah.
Sistem komunikasi indonesia adalah subsistem dari sistem kenegaraan indonesia dalam
bentuk tatanan hubungan manusia indonesia melalui informasi publik yang mencakup
kebebasan dan tanggung jawab yang seimbang.selain definisi itu dapat dikemukakan juga
bahwa sistem komunikasi indonesia dapat diartikan sebagai penerapan wawasan keindonesian
dalam komunikasi, sistem komunikasi indonesia dapat juga disebut sebagai himpunan
beberapa subsistem yang memiliki sistem itu sendiri seperti sistem pers indonesia, sistem
perfilman indonesia,dan sistem penyiaran Indonesia.
Penyebutan Sistem komunikasi Indonesia sebagai Sistem Komunikasi Pancasila telah
sejalan dengan penyebutan Sistem Pers Pancasila. Menunjukan bahwa nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi resmi Negara Republik Indonesia telah diaplikasikan dan digabungkan dalam
Sistem Komunikasi Indonesia.
Dengan begitu Sistem Komunikasi Pancasila memiliki makna tentang nilai-nilai dan dasar
ideologi karena pers, perfilman, dan penyiaran sebagai lembaga sosial dan media massa
berorientasi, bersikap, dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yakni ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Dilihat dari perspektif etika penyebutan diri sebagai Pers Pancasila bagi Pers Indonesia
oleh Dewan Pers (1984), yang beranggotakan insan pers ditambah unsur masyarakat (ulama,
pendidik, akademisi) dan unsur pemerintah, merupakan suatu bentuk kesadaran etika mereka,
terhadap adanya nilai-nilai etika bangsa terutama yang bersumber dari sila KetuhananYME.
Kesadaaran etika yang seperti itu dijabarkan dalam kode etik jurnalistik dan kode etik lain
dari organisasi wartawan atau organisasi jurnalistk yang ada di Indonesia. Kesadaran etik
tersebut diaplikasikan dalam Sistem Komunikasi Indonesia, yang diselenggarakan Pancasila
dan UUD 1945, terutama yang terkait dengan sila Ketuhanan YME, dalam bentuk pedoman
perilaku penyiaran dan standar program siaran, sebagai aplikasi dan aktualisasi dari arah
penyiaran, yang terkandung dalam rumusan Undang-Undang Penyiaran , menjaga dan
meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.
Penyelenggara penyiaran wajibbertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila,
budaya, kepribadian, dan kesatuan bangsa yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta
Kemanusiaan yang adil beradab. Terdapat Undang-Undang perfilman tahun, bahwa perfilman
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,maksudnya bahwa dengan asas Ketuhanan Yang
Maha Esa , perfilman harus menempatkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Maha Suci, Maha
Agung, dan Maha Pencipta. Sistem Komunikasi Indonesiabisa jugadisebut Sistem
Komunikasi Pancasila, terdapat mengandung subtansi atau bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dalam tujuan penyiaran, yaitu frasa, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman dan bertakwa.
Dalam Undang-Undang Penyiaran 1997 Substansi tersebut juga ditemukan dalam rumusan
pada konsideran bahwa penyiaran melalui radio dan televisi memiliki peranan penting dalam
meningkatkan kehidupan bangsa yang dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Dirumuskan juga bahwa penyiaran yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 berasaskan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan bertujuan untuk menumbuhkandan mengembangkan sikap mental masyarakat
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pers, film, dan televisi
Indonesia memang wajib memiliki kekuatan moral yang bersumber dari nilai-nilai agama,
moral, dan etika bangsa sebagai aplikasi nilai-nilaia Ketuhanan Yang maha Esa, sehingga
eksistensi komunikasi Indonesia terutama dalam abad ke-21 itu bersifat fungsional dan bukan
sekedar substansial. Film, radio, dan televisi nasional tidka boleh merujukan kesadaran
etikanya kepada semangat liberalisme Barat, melainkan harus mengacu kepada Pancasila
sebagai suatu sumber nilai yang telah banyak memberikan kekuatan moral yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Demikian juga Pancasila sebagai filsafat dan ideologi terbuka dan tidak
bersifat dogmatif itu tetap relevan sebagai rujukan nilai etika dan moral, sumber pencerahan,
sumber inspirasi, dan solusi berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan.

Interaksi Pancasila
Nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab telah ditemukan juga dalam Sistem
Komunikasi Indonesia. Kemanusiaan yang adil dan beradab itu merupakan manifestasi atas
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber dan tujuan kebenaran serta nilai-
nilai.
Nilai-nilai dalam sila Kemanusiaan yang Adil beradab, maksudnya manusia secara
individu memiliki kebebasan sebagai bentuk HAM dan manusia sebagai sebagai makhluk
sosial, jugamemiliki tanggung jawab sosial. Nilai-nilai dasar tersebut tergambar dalam prinsip
bebas dan bertanggung jawab, baik dalam Sistem Pers Indonesia, maupun dalam Sistem
Penyiaran Indonesia. Dalam Undang-Undang Pers 1999 disebutkan bahwa kebebasan atau
kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia.
Dalam menjalankan peranannya pers nasional mendorong terwujudnya hak asasi
manusia serta menghormati kebhinnekaan. Dalam kebebasan itu diimbangi dengan tanggung
jawab antara lain bahwa pers dilarang memuat iklan yang merendahkan martabat suatu agama
dan atau mengganggu kerukunan hidup umat beragama, serta bertentangan dengan rasa
kesusilaan masyarakat.

Nilai-Nilai Kerakyatan dan Keadilan Sosial

Dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam


permusyawaratan / perwakilan, terkandung konsep kedaulatan rakyat, yaitu
kedaulatan berada ditangan rakyat yang diimplementasikan dengan sistem perwakilan untuk
mengambil keputusan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
Hal ini mencakup nilai-nilai dasar tentang dialog, yaitu komunikasi yang bersifat
horizontal, setara dan manusiawi berdasarkan kekuatan penalaran dengan argumentasi yang
rasional, saling menghormati.
Dalam sila ini mencakup keadilan dalam bidang sosial, terutama keadilan dalam
bidang ekonomi yaitu pembagian kekayaan atau rezeki agar setiap orang memperoleh bagian
yang wajar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagai manifestasi dari kemanusiaan yang
adil dan beradab yang bersumber dari Tuhan YME.
Aplikasi dan aktualisasi nilai-nilai kerakyatan dalam bentuk kedaulatan rakyat itu
dijabarkan dalam bentuk kemerdekaan pers dalam Undang-Undang Pers. Sistem Komunikasi
Indonesia merupakan subsistem dari sistem kenegaraan Indonesia dalam bentuk tatanan
hubungan manusia Indonesia melalui informasi publik yang mencangkup kebebasan dan
tanggung jawab yang seimbang.
Selain itu Sistem Komunikasi Indonesia dapat juga diartikan sebagai penerapan
wawasan ke Indonesiaan dalam Komunikasi. Dapat juga disebut sebagai himpunan beberapa
subsistem yang memiliki sistemnya sendiri seperti Sistem Pers Indonesia, Sistem Perfilman
Indonesia dan Sistem Penyiaran Indonesia.
Dalam undang-undang itu disebutkan pada konsiderans bahwa kemerdekaan pers
merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat. Demikian juga dirumuskan bahwa
kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Dalam sistem Penyiaran Indonesia, kita
masyarakat Indonesia bebas berpendapatmenyampaikan dan memperoleh informasi
bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia, begitu pula penyiaran
harus mampu melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan
tulisan, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpuh pada asas keadilan,
demokrasi, dan supremasi hukum. Pusat kajian dalam Sistem Komunikasi Indonesia adalah
pemikiran pers, film, radio, dan televisi, karena pemilikan pers, film, radio, dan televisi itu
sangat berkaitan dengan konsep kebebasan pers sebagai bagian dari kebebasan berbicara dan
kebebasan berekspresi yang tercakup dalam kebebasan informasi.
Kegiatan jurnalistik yang berintikan berita atau informasi publik yang bersifat umum
dan aktual itu, diselenggarakan juga melalui radio dan televisi dalam bentuk siaran berita, dan
melalui film dalam bentuk film berita. Pers dalam arti kegiatan jurnalistik yang bebas menurut
pandangan orang komunis adalah pers yang tidak dimiliki atau tidak dikendalikan oleh
kapitalis. Sedang orang Amerika menyebut bahwa pers yang bebas adalah pers yang dimiliki
oleh kapitalis dan tidak dikontrol oleh pemerintah.
Dengan adanya dua pandangan yang bertolak belakang tersebut, dalam Sistem
Komunikasi Indonesia, ditempuh semacam jalan tengah karena dalam ideologi Pancasila,
Indonesia dianut konsep kedaulatan rakyat yang bermakna demokrasi politik sekaligus
demokrasi ekonomi.
Selain itu, perfilman juga dilarang memiliki usaha perfilman lain yang dpaat
mengakibatkan integritas vertikal, baik langsung maupun tidak langsung. Integritas vertikal
yang dimaksud, adalah sumber penerimaan pasokan film kepada pihak lain dari hulu sampai
hilir atas dua jenis usaha atau lebih.
Demikian juga pelaku usaha perfilman dilarang untuk mempertunjukkan film hanya
berasal dari satu usaha pembuat film atau usaha pengedraan film dan usaha impor film
melebihi 60% jam pertunjukkan selama 6 jam perbulan berturut-turut yang mengakibatkan
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Penyiaran Indonesia sebagai Sistem
Penyiaran Pancasila yang berbasis ideologi Pancasila disebutkan bahwa penyiaran memiliki
tujuan agar industri penyiaran itu tumbuh sesuai dengan fungsi ekonomi dan penyiaran
Indonesia. Selain harus memperhatikan seluruh aspek penyiaran kehidupan berbangsa dan
bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting
dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional.

2. Bagaimana berlakunya sistem komunikasi di Indonesia dari Zaman Penjajahan sampai


sekarang ?
Jawaban :

Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji saat ini sebenarnya merupakan hasil dari
suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh
melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang
kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia.
Nama Ilmu Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi sendiri baru muncul dalam
berbagai diskusi dan seminar pada awal tahun 1970-an. Beberapa tokoh yang telah berjasa
memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya di
Perguruan Tinggi, antara lain Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro,
dan Prof. Dr. Mustopo. Dalam perkembangannya, telah muncul paradigma baru yang
diuraikan oleh B. Aubrey Fisher , di Indonesia hingga saat ini ternyata masih saja berkiprah
pada paradigma lama yang dinamakan perspektif mekanistis. pada perspektif mekanistis
dimana yang menjadi objek penelitian adalah alam atau fisik saja. Bersamaan dengan
semakin berkembangnya teori dan pengkajian ilmu komunikasi, teori baru telah tumbuh dan
berkembang yaitu Komunikasi Massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa. Yang


kemudian digunakan sebagai suatu objek studi karena semakin lama, peran media sebagai
institusi penting dalam masyarakat kian meningkat. Komunikasi massa memiliki ciri-ciri
khusus sebagai berikut :

1. Serempak
2. Meluas
3. Segera
4. Anonim (tidak saling kenal)
5. Melembaga
6. Komunikasi searah
7. Influence (mempengaruhi)
8. Menginformasikan
Berkat adanya ilmu komunikasi, maka terciptalah ‘pers’. Fungsi pers pada dasarnya
adalah: to inform, to educate, to entertain, dan to influence. Keempat fungsi tersebut sejalan
dengan fungsi-fungsi komunikasi. Komunikasi sendiri memiliki fungsi yang berbeda sesuai
konteks komunikasi, yaitu: Komunikasi sosial, digunakan untuk pernyataan konsep,
eksistensi diri, dan memperoleh rasa kebahagiaan. Komunikasi ekspresif, digunakan untuk
menyalurkan emosi dan pendapat. Komunikasi ritual, biasanya digunakan secara kolektif
seperti ritual keagamaan. Sedangkan komunikasi instrumental, memiliki tujuan-tujuan
tertentu mengacu pada fungsi-fungsi pers di atas.
Fungsi utama komunikasi sebenarnya adalah untuk ‘membujuk’. Sebagaimana yang
dikatakan Carl I Hovland dalam bukunya Personality and Persuabilities menyebutkan
bahwa efek persuasi bersumber kepada perubahan sikap, pendapat, persepsi, serta efek itu
sendiri. Namun mudah atau tidaknya seseorang terpengaruh tergantung pula kepada apa
yang ada dalam individu itu sendiri.

Cikal bakal munculnya dunia pers di Indonesia terjadi pada tahun 1903,ditandai dengan
sebuah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa
dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau
politik. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa orang Eropa lah, khususnya bangsa Belanda,
yang telah “berjasa” memelopori hadirnya dunia komunikasi serta persuratkabaran di
Indonesia. Apalagi, orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti
dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di
negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan. Dalam majalah Indie,
Nedelandch Indie Oud en Nieuw, Kromo Blanda, Djawa, berbagai Verslagen (Laporan) dll,
telah memuat aneka berita dari mulai politik, ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni
tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan, percandian, dan lain-lain) serta seribu satu
macam peristiwa penting lainnya yang terjadi di negeri kita. Sikap ini telah mempengaruhi
surat kabar bangsa pribumi yang terbit sesudah itu. Hal ini terbukti dari keberanian menulis
kalimat yang tertera di bawah judul koran tersebut, Orgaan bagi bangsa jang terperintah di
Hindia Olanda tempat membuka suaranja.Kata terperintah di atas konon telah membuka
mata masyarakat, bahwa bangsa pribumi adalah bangsa yang dijajah. Boleh jadi Tuan Tirto
terinspirasi oleh kebebasan berbicara para pembesar pemerintah tersebut di atas. Rupanya
dia berpendapat, bahwa yang bebas buka suara bukan beliau-beliau saja, namun juga rakyat
jelata alias kaum pribumi.

 Tahun 1920-1945 Di masa ini khalayak tidak berperan secara aktif, hal ini dikarenakan tidak
diberikannya peluang bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan gagasan.
“Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah bebas
dan bertanggungjawab”. Namun pada kenyataannya tidak ada kebebasan sama
sekali, bahkan yang ada malah pembredelan.” Di sisi lain, media berperan aktif terutama
sebagai alat perjuangan yang tak terelakkan, bahkan sampai penjajah meninggalkan
Indonesia. Sensor yang teramat ketat dimana tidak ada berita yang tersiar tanpa persetujuan
gubernur jenderal membuat media tidak dapat bergerak dengan bebas.

Berikut adalah fase-fase dari perkembangan ilmu komunikasi di indonesia dari jaman orde
lama, orde baru, reformasi, hingga saat ini.

 Tahun 1945-1965 Berbeda dengan masa kemerdekaan, di masa Orde Lama khalayak secara
pasti mulai berperan secara aktif. Namun walau demikian, tidak semua gagasan dapat
tersalurkan dalam media secara baik. hal ini dikarenakan sistem yang diterapkan oleh
pemerintahan penjajah kembali diterapkan (walau tidak sepenuhnya). Pemerintah pada saat
itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik, social,
budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan
perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi dunia pers di
Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa orde
baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada
kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah.Hal ini dibuktikan
dengan adanya penerapan situasi darurat perang (SOB), dimana Penguasa Militer Daerah
Jakarta Raya mengeluarkan ketentuan ijin terbit pada 1 Oktober 1958. Aturan tersebut
mengakibatkan banyak media yang diberangus dan juga penahanan sejumlah wartawan.
Aturan soal ijin terbit bagi harian dan majalah kemudian dipertegas dengan Penpres
No.6/1963. Pada masa ini pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pada bulan
september- desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai dengan beredarnya
koran SOEARA MERDEKA (Bandung).
 Tahun 1965- 1998 Di masa Orde Baru, khalayak kembali berperan pasif seperti di masa
kemerdekaan. segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu
melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus
memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Pers seakan-akan
dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak
menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan
pembela masyarakat.Peran media di masa Orde Baru sebenarnya sudah lebih aktif dibanding
pada saat masa Orde Lama. Namun, lagi-lagi sistem pemerintahan penjajah masih
diterapkan oleh pemerintahan Soeharto. Pers dituduh telah menjurus ke arah usaha-usaha
melemahkan sendi-sendi kehidupan nasional. Proses komunikasi berjalan dengan sangat
selektif. Hal ini terlihat dengan adanya golongan yang sangat dominan di dalam proses
komunikasi tersebut, yakni pemerintah. Berbagai bentuk sensorsip ini mendorong pengelola
media menggunakan gaya bahasa eufimistik untuk menghindarkan teguran dan
pembredelan. Lebih jauh lagi pers Indonesia semakin pintar untuk melakukan swa-sensor
(self censorship). Akibatnya sebagian besar media cetak saat itu bisa dikatakan menjadi
corong pemerintah. Apapun yang dikatakan pejabat tinggi pemerintah dan militer akan
dicetak dan dijadikan laporan utama (headline) oleh pers. Tanggal 21 Juni 1994, beberapa
media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan
kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai
masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara. Pembredelan itu diumumkan langsung
oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat itu.
 Tahun 1998- sekarang Pasca 1998 setelah runtuhnya rezim Orde Baru, khalayak kembali
menggeliat aktif. Begitu juga media, Penerbitan pers yang semula dibatasi perizinan
kemudian leluasa menerbitkan media. Langkah itu diikuti sejumlah stasiun radio. Sedangkan
untuk media televisi, Departeman Penerangan sampai Maret 1999 mengeluarkan ijin siaran
untuk delapan stasiun baru, dimana enam diantaranya untuk siaran nasional. Di era
reformasi ini, peran pemerintah tidak dominan dibanding era-era sebelumnya. Pemerintah
memberikan kebebasan kepada media sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Anda mungkin juga menyukai