Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan proyeksi Bappenas, jumlah remaja pada tahun 2015 adalah 66 juta jiwa

atau sekitar 27 % dari total penduduk. di Yogyakarta, remaja mewakili sekitar 24 % populasi
atau sekitar 882.900 orang dari total penduduk DIY yang berjumlah 3.679.176 orang (BPS,
2015).
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) merupakan upaya untuk meningkatkan usia
pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia minimal 21 tahun
bagi perempuan dan 25 tahun bagi lak-laki. Batasan usia ini dianggap sudah baik dipandang
dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan
berkeluarga. PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi
juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa.
Â
Ada beberapa data di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang melatar-belakangi upaya
Pendewasaan Usia Perkawinan, antara lain sebagai berikut :
Â
1.     Tingginya angka pernikahan dini di kalangan remaja di DIY di Tahun 2014 ada 482
kasus.
2.     Tingginya angka persalinan pada remaja di DIY di Tahun 2014 ada 1082 kasus.
3.     Tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan (semua umur) di DIY di Tahun
2014 ada 976Â kasus

http://www.bppm.jogjaprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=364%3Aroad-
show-pup-2017&catid=36&Itemid=1

JAKARTA – Remaja Perempuan di Indonesia dan di seluruh dunia adalah sumber daya
utama bagi agenda pembangunan berkelanjutan 2030.

Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah
remaja perempuan di Indonesia, menurut Sensus Penduduk 2010 adalah 21.489.600 atau
18,11% dari jumlah perempuan.

Pada 2035, menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Bappenas, BPS, dan UNFPA
2013) remaja perempuan akan berjumlah 22.481.900 atau 14,72% dari jumlah perempuan.
Jadi meskipun jumlahnya proporsinya sedikit menurun, namun jumlah tersebut masih cukup
besar.

“Ketika remaja perempuan diberi kesempatan untuk mengakses pendidikan dan kesehatan
mereka, termasuk kesehatan reproduksi, dan menciptakan peluang bagi mereka untuk
merealisasikan potensi mereka, mereka diposisikan untuk mengelola dengan baik masa depan
mereka sendiri, keluarga dan masyarakat mereka”, kata Dr. Annette Sachs Robertson,
UNFPA Representative di Indonesia pada seminar Hari Kependudukan Dunia, di Gedung
BKBBN, Senin (22/8/2016).

Hal serupa diutarakan oleh Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty. Menurutnya dalam
melaksanakan kebijakan ini merupakan investasi pada remaja perempuan , dan sekaligus
investasi untuk masa depan Indonesia.

“Investasi di bidang kesehatan dan pendidikan remaja perempuan mempunyai dampak yang
saling menguntungkan. Jika remaja perempuan disediakan dengan akses kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan reproduksi dan perbaikan gizi, mereka dapat baik secara fisik dan
mental melanjutkan pendidikan “, kata Dr Surya Chandra Surapaty, Kepala BKKBN.

Lebih lanjut kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Surya Chandra
Surapaty menegaskan, sebab itu remaja sebagai penerus dan menerima estafet harus
disiapkan sejak dini mulai dari keluarga dengan keluarga sebagai wahana pertama dan utama
dalam pendidikan moral termasuk moral bagi remaja.

“Semakin meningkatnya perilaku seksual remaja di luar nikah membawa dampak yang
sangat beresiko, yaitu terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun terdapat
sekitar 1,7 juta kelahiran dari perempuan berusia di bawah 24 tahun, yang sebagian adalah
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Ini artinya ada beberapa anak Indonesia sudah punya
anak,” ungkapnya.

Sebagai informasi, seminar di Jakarta ini dihadiri oleh para pembuat kebijakan, termasuk
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas Prof Dr Bambang
Brodjonegoro, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof Dr
Yohana Yembise. (Yd)

https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-tahun-2035-remaja-perempuan-indonesia-capai-angka-
22-juta

Anda mungkin juga menyukai