Konsep Mioma Uteri
Konsep Mioma Uteri
MIOMA UTERI
DI IBS RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
Oleh
ARFIANI RACHMAWATI
(NIM. 1301460055)
2. Anatomi Uterus
a. Terletak di panggul kecil diantara rektum dan di depannya terletak
kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligamen yang
kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat kehamilan.
b. Fungsi Uterus :
Sebagai alat tempat terjadinya menstruasi
Sebagai alat tumbuh dan berkembangnya hasil konsepsi
Tempat pembuatan hormon misal HCG
c. Bentuk rahim :
Seperti buah pir/alpukat
Berat sekitar 30 gram
Ukuran panjang uterus 7-7,5cm
Lebar 5,25cm, tebal 2,5cm, tebal dinding 1,25 cm
d. Uterus terdiri atas :
1. Fundus uteri
Segmen atas berbentuk cembung di antara kedua tempat insersi
tuba fallopi.
Didalam klinik penting untuk mengetahui sampai dimana
fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan.
2. Korpus uteri
Bagian uterus yg terbesar
Pada kehamilan bagian ini
mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang
3. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2008), berdasarkan letak atau lokasinya, mioma
dapat dibagi sebagai berikut :
1. Mioma submukosa di uterus, adalah mioma uteri yang terdapat dilapisan
mukosa uterus dan dan tumbuh kearah kavum uterus, mioma submukosa
ini dapat pula bertangkai dan keluar ke vagina melalui kanalis servikalis
yang disebut myomagebrut.
2. Mioma intramural, terdapat di dinding uterus di antara serabut
myometrium. Mioma ini dalam pertumbuhannya dapat mengenai
komponen subserosa atau submukosa.
3. Mioma subserosa, adalah miomauteri yang terdapat di lapisan serosa
uterus dan tumbuh ke arah rongga rongga peritoneum, mioma subserosa
dapat bertangkai yang disebut mioma pedunkularis, dan apabila terlepas
dari induknya dapat menempel pada rongga peritoneum. Mioma ini juga
dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intra ligamentum.
Mioma intraligamentum, adalah mioma subserosa yang tumbuh
menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
mondering/parasitic fibroid.
4. Etiologi
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), penyebab dari mioma uteri
belum diketahui secara pasti. Namun diduga ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan pertumbuhan mioma uteri, antar lain :
1) Faktor hormonal yaitu adanya hormon estrogen dan progesteron berperan
dalam perkembangan mioma uteri. Mioma jarang timbul sebelum masa
pubertas, meningkat pada usia reproduktif dan mengalami regresi setelah
menopause. Semakin lama terpapar dengan estrogen seperti obesitas dan
menarce dini akan meningkatkan kejadian mioma uteri.
2) Faktor genetik yaitu mioma memiliki sekitar 40% kromosom yang
abnormal, yaitu adanya translokasi anatara kromosom 12 dan 14, delesi
kromosom 7 dan trisomidari kromosom 12.
3) Faktor pertumbuhan yaitu berupa protein atau polipeptida yang diproduksi
oleh sel otot polos dan fibroblas, mengontrol poliferasi sel dan merangsang
pertumbuhan dari mioma.
4) Umur yaitu kebanyakan wanita mulai didiagnosa mioma uteri pada usia
35-45 tahun.
5) Menarche dini yaitu kurang 10 tahun akan meningkatkan resiko kejadian
mioma 1,24 kali.
6) Ras yaitu wanita keturunan afrika-amerika memiliki resiko 2,9 kali lebih
besar untuk menderita mioma uteri dibandingkan dengan wanita
Caucasian.
7) Riwayat keluarga, jika memiliki riwayat keturunan yang menderita mioma
uteri akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
8) Berat badan, dari hasil penelitian didapatakan bahwa resiko mioma
meningkat pada wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas
berdasarkan indeks masa tubuh.
6. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan karena adanya mioma uteri menurut
Wiknjosastro (2008), antara lain :
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-70% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut, sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindroma abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut
tidak terjadi. Hal ini hendaknya banyak sarang mioma dalam rongga
peritoneum.
8. Penatalaksanaan Medis
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, dan terbagi atas:
1. Penanganan konservatif
Cara penanganan konserfatif dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
b. Monitor keadaan Hb
c. Pemeriksaan zat besi
d. Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan
regulasi gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya
fungsi ovarium menghilang dan diciptakan keadaan “menoupause” yang
reversible. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH jangka
panjang. Akan tetapi setelah pemberian dihentikan, leimioma yang
lingsut akan tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen dalam
konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri
sering mengalami menoupouse yang terlambat.
2. Operatif
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/ uterus. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita
yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
(chelmow, 2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun
seluruhnya (total) dengan serviks uteri (Wiknjosastro, 2007).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi
dan pada penderita yang memiliki mioma uteri yang simptomatik atau
yang sudah bergejala.
Sistem
Sirkulasi
Pengkajian Implikasi dan Hasil Pengkajian
Respon Perdarahan post Operatif
Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah
perdarahan.
Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya TD,
meningkatnya denyut jantung dan pernapasan, pulse
lemah, kulit dingin, pucat dan gelisah.
Perawat harus selalu waspada dengan drainage di
bawah tubuh pasien.
2) Diagnosa 2
Nyeri berhubungan dengan cidera jaringan lunak, kerusakan
neurovaskuler pasca bedah
Tujuan :
Dalam waktu 1 x 24 jam rasan yeri teratasi
Kriteria evaluasi :
TTV dalam batas normal
Nyeri pada tingkat 0 atau 1 dari skala 0-4
Intervensi:
(1) Kaji tanda nyeri verbal/nonverbal, catat lokasi, intensitas ( skala
0-10 dan lama nyeri
(2) Letakan pasien dalam posisi semifowler. Sokong kepala/leher
dengan bantal pasir
(3) Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
(4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
DAFTAR PUSTAKA