Anda di halaman 1dari 21

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi dengan lapisan

tipis, disintesis dalam bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan

mendekomposisi bahan organik yang kemudian menyediakan air dan unsur hara

yang berguna untuk pertumbuhan tanaman (fitri, 2011).

Sehingga kualitas tanah dapat dilihat dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Sifat fisiknya seperti tekstur tanah, bahan organik, agregasi, kapasitas lapang air,

drainase, topografi, dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi pada bagian

pengolahannya adalah Intensitas pengolahan tanah, penambahan organik tanah,

pengetesan pH tanah, aktivitas mikroba dan garam (Rikwan, 2012).

Sifat kimia tanah sebagai bagian dari tubuh alam mempunyai komposisi kimia

berbeda-beda. Tanah terdiri atas berbagai macam unsur kimia. Penentu sifat kimia

tanah antara lain kandungan bahan organik, unsur hara, dan pH tanah. Tanah yang

kita lihat adalah suatu campuran dari material-material batuan yang telah lapuk

(sebagai bahan anorganik), material organik, bentuk-bentuk kehidupan (jasad hidup

tanah), udara, dan air.

Sifat Biologi tanah sebagai tempat tumbuh tanaman dan tempat hidup

organisme di dalamnya menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dan

organisme lainnya. Di dalam tanah terjadi proses-proses yang menghasilkan sifat

biologi tanah. Misalnya, adanya cacing tanah akan meningkatkan unsur nitrogen,
fosfor, kalium, serta kalsium dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan

tanah (Rikwan, 2012).

Pada pembibitan kelapa sawit media tanam menjadi pengaruh penting pada

pertumbuhan bibit kelapa sawit. Media tanam yang digunakan pada umumnya adalah

tanah top soil (tanah bagian atas). Namun, saat ini tanah top soil semakin sulit

didapatkan karena penggunaannya secara terus menerus ataupun terkikis karena

terjadinya erosi. Oleh karena itu, maka penggunaan tanah top soil digantikan dengan

tanah sub soil. Namun, tanah sub soil memiliki faktor pembatas dalam

pengaplikasiannya. Sehingga, dengan menambahkan bahan organic pada tanah sub

soil dapat membantu penggunaannya sebagai media tanam bibit kelapa sawit

(Harahap, 2010).

Manurung (2014) menyatakan untuk mendapatkan bibit dalam kondisi baik

dalam pembibitan awal perlu dilakukan pemupukan. Pupuk dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan bahan

yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia, dan

biologi tanah. Selain pengaturan jarak tanam, faktor-faktor pendukung pertumbuhan

tanaman adalah penambahan unsur hara organik. Salah satu bahan organik yang

digunakan adalah abu janjang dan pupuk kandang. Bahan organik seperti abu janjang

dan pupuk kandang yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara itu, abu

janjang dan pupuk kandang suatu bahan yang praktis dalam pemupukan.

Abu janjang yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan kosong

kelapa sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge Kompos

TKKS merupakan bahan organik yang mengandung unsur utama N, P, K, dan Mg.
Abu janjang juga berfungsi sebagai pengganti pupuk MOP juga sangat berguna

sebagai bahan pengapuran di mana pH tanah pun otomatis menjadi meningkat. Selain

diperkirakan memperbaiki sifat tanah, abu janjang mampu meningkatkan efisiensi

pemupukan sehingga pupuk yang diberikan untuk pembibitan kelapa sawit dapat

dikurangi (Sutarta, 2005).

Pupuk kandang memiliki kandungan unsur hara yang lebih besar. Hal ini

disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya unsur hara

bagi tanaman. Pupuk kandang sangat kaya kandungan nitrogen organik untuk

menyuburkan tanah, selain itu pupuk kandang mempunyai peranan yang cukup

penting untuk memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia pada tanah secara alami

(Widodo, 2008).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui respon

pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di pre nursery dengan

pemberian abu janjang dan pupuk kandang dengan menggunakan media tanam tanah

subsoil.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


1. Adakah pengaruh pemberian abu janjang terhadap pertumbuhan bibit kelapa

sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


2. Adakah pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap pertumbuhan bibit

kelapa sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


3. Bagaimana interaksi pemberian abu janjang dan pupuk kandang terhadap bibit

kelapa sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh abu janjang terhadap bibit kelapa sawit (Elaeis

gueineensis Jacq) di pre nursery.


2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang terhadap bibit kelapa sawit

(Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian abu janjang dan pupuk

kandang terhadap bibit kelapa sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.

1.4 Hipotesis Penelitian


Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh pemberian abu janjang terhadap pertumbuhan bibit kelapa

sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


2. Ada pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap pertumbuhan bibit kelapa

sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.


3. Ada pengaruh interaksi pemberian abu janjang dan pupuk kandang terhadap

bibit kelapa sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi penggunaan abu janjang dan pupuk kandang terhadap

pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis gueineensis Jacq) di pre nursery


2. Sebagai tambahan informasi tentang pemberian abu janjang dan pupuk

kandang terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit

(Elaeis gueineensis Jacq)


3. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam perkembangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan pertanian.

.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi dengan lapisan

tipis, disintesis dalam bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan

mendekomposisi bahan organik yang kemudian menyediakan air dan unsur hara

yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Tanah menyediakan nutrisi, air dan

sumber karbon yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitasnya. Di dalam hal

ini, lingkungan tanah seperti faktor abiotik (sifat fisik dan kimia tanah) dan faktor
biotik (adanya biota tanah dengan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam

menentukan tingkat pertumbuhan dan aktivitas biota tanah tersebut (Fitri, 2011).

2.2. Morfologi Bibit Kelapa Sawit

Kelapa sawit memiliki karakteristik bibit yang khas. Persilangan antara Dura

dan Pesifera akan menghasilkan tanaman hibrida komersil Tenera yang seragam dan

memiliki kombinasi sifat-sifat Dura dan Pesifera. Untuk membuktikan keseragaman

pertumbuhan bibit yang berasal dari sumber benih resmi perlu dilakukan monitoring

pertumbuhan bibit. Monitoring keragaan bibit menggunakan pengukuran vegetatif

merupakan cara sederhana untuk mengetahui kualitas bibit (Socfindo, 2012).

a. Akar (Radix)

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara di dalam

tanah dan respirasi tanaman, selain itu juga sebagai penyangga berdirinya tanaman

pada ketinggian yang mencapai puluhan meter sampai tanaman berumur 25

tahun.Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar

primer, sekunder,tersier dan kuarter.Akar primer umumnya berdiameter 6–10 mm

keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam kedalam

tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder

yang diameternya 2-4 mm.Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang

berdiameter 0,7-1,2 mm danumumnya bercabang lagi membentuk akar kuarter.Sistem

perakaran kelapa sawit lebih banyak berada dekat dengan permukaan tanah, tetapi

pada keadaan tertentu akar juga dapat menjelajah lebih dalam.


b. Batang (Caulis)

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu tanaman yang batangnya

tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang.Batang tanaman kelapa

sawit berfungsi sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah, sebagai

system pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke atas serta hasil

fotosintesis dari daun ke bawah berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan

(Pahan,2008).

c. Daun (Folium)

Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,

bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun pertama yang keluar pada stadia bibit

berbentuk lanset (lanceolate),beberapa minggu kemudian terbentuk daun terbelah dua

(bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate).

2.3. Pembibitan Kelapa Sawit

Pembibitan merupakan salah satu langkah awal untuk meningkatkan

produktivitas tanaman di lapangan. Kegagalan pembibitan akan berdampak negatif

terhadap tanaman selama satu periode/siklus (±25 tahun). Tujuan pembibitan adalah

untuk menyediakan bibit siap salur dengan kondisi yang baik genetik maupun

phenotip, sehingga dapat menjamin produktivitas yang tinggi di lapangan.

Pembibitan dapat dilakukan dengan satu atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu

tahap berarti kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polybag besar atau

langsung di pembibitan utama (main nursery). Pembibitan dua tahap (double stage)
artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (pre nursery) terlebih

dahulu menggunakan polybag kecil serta naungan, dipindahkan ke main

nursery berumur 3-4 bulan menggunakan polybag lebih besar. Pembibitan dua tahap

(double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki keuntungan yang lebih besar

dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Menggunakan pembibitan dua tahap,

luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan.

Keuntungan lainnya, penyiraman, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit

terhindar dari penyinaran matahari secara langsung sehingga resiko kematian

tanaman menjadi kecil. Menggunakan pembibitan satu tahap langsung menggunakan

(polybag besar), luas areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan

tidak efektif. Proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak

semua tanaman dapat dipantau (Pohan, 2007).

Tujuan pembibitan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan bibit berkualitas

tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam yang telah selesai.

Pembibitan yang terdiri dari 2 tahap, tahap pertama adalah tahap pembibitan awal

(pre nursery) dan tahap kedua pada pembibitan utama (main nursery) (Fairhust dan

Rankine, 2009).

2.3.1. Jenis Pembibitan Pada Tanaman Kelapa Sawit

a. Satu Tahap (Single Stage)

Pembibitan single stage adalah metode pembibitan dengan satu tahapan

dimana benih langsung ditanam pada polybag berukuran 40 cm x 50 cm (tebal 0.2

mm) di lapangan. Awalnya jarak antar polybag diletakkan saling berdekatan dan
ketika bibit berumur 3 bulan baru diletakkan berjauhan dengan jarak tanam 90 cm x

90 cm x 90 cm (Fauzi et al, 2012).

b. Dua Tahap (Double Stage)

Double stage adalah metode pembibitan dengan tahapan pre nursery selama

3 bulan dan main nursery selama 9 bulan. Pada tahapan pre nursery kecambah

ditanam pada baby bag berukuran 14 cm x 23 cm (tebal 0.1 mm) di bedengan dan

ketika berumur 3 bulan bibit dipindahkan menuju main nursery dengan mengganti

polybag dengan tipe large bag (Fauzi et al, 2012).

c. Tahap Pembibitan Pre nursery

Tahap pembibitan pre nursery ialah tahap pengembangbiakan kecambah

kelapa sawit menjadi bibit berukuran kecil. Lama waktu tahapan ini berlangsung

antara 2-3 bulan. Adapun tujuan sistem pembibitan pre nursery ini yaitu

mempermudah pemantauan awal sehingga tingkat pertumbuhan sawit dan kondisinya

terjaga (Fairhust dan Rankine, 2009).

Untuk melaksanakan pembibitan pre nursery, kecambah kelapa sawit ditanam

pada baby bag berjenis black UV dengan menggunakan tanah sub soil. Polybag

tersebut berukuran 14 x 25 x 0,1 cm dan memiliki 250 lubang. Sedangkan ukuran

seeding bed adalah 10 x 1,2 m dengan daya tampung setiap bed mencapai 1.000

kecambah. Kebutuhan air masing-masing bibit pada tahap prenursery ini yaitu 0,1-

0,3 liter/hari.
d.Tahap Pembibitan Main Nursery

Bibit kelapa sawit yang sudah berusia lebih dari 3 bulan selanjutnya akan

memasuki tahap pembibitan main nursery. Tahap ini berlangsung selama 10-12

bulan. Pembibitan utama (main nursery) bertujuan untuk menghasilkan bibit-bibit

kelapa sawit yang siap ditanam di lahan terbuka.

Berbeda dengan tempat pembibitan prenursery yang sebaiknya dipilih dekat

dengan pemukiman, pada tahan pembibitan main nursery, pemilihan tempatnya lebih

baik dekat dengan kebun budidaya. Area yang dipakai memiliki permukaan rata,

bebas banjir, serta suci dari hama dan penyakit. Lokasi pembibitan kelapa sawit main

nursery dekat dengan sumber air dan sudah dilengkapi sistem drainase yang baik.

2.3.3. Persyaratan Lokasi

Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 3 o

sehingga pembuatan bedengan pre nursery rata.Bagian atas bedengan sebaiknya

memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar pre nursery untuk mencegah

hewan pengganggu masuk dan merusak pembibitan.Lokasi sebaiknya dekat dengan

sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak mengandung kapur (pH netral).

Lokasi harus dekat sumber media dengan subsoil yang cukup untuk mengisi

babybag (polibag kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan

yang mudah dijangkau dalam segala cuaca (Fauzi, 2005).

2.5. Pupuk abu janjang


Abu Janjang Kelapa Sawit (AJKS) mengandung unsur hara yang cukup tinggi

sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk. Hasil analisis menunjukkan

kandungan Kalium sebesar 26,3% dan kandungan Phosphor sebesar 13,74%. Dengan

demikian AJKS merupakan salah satu sumber K alami yang sekaligus dapat

mengurangi pemakaian K sintetik (Hastuti, 2009). Berdasarkan analisis sampel unsur

hara yang terkandung dalam AJKS antara lain K2O sebesar 35-47%, P2O 3,5%; MgO

6-9,5%; CaO 4-6% serta unsur hara mikro lainnya (Pahan, 2007).

Pemberian pupuk abu janjang (AJKS) di bibit kelapa sawit dapat

menghasilkan pertambahan tinggi bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tanpa pemberian AJKS. Hal ini dikeranakan pemberian AJKS dapat

memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan pH. Sehingga ketersediaan unsur

hara esensial makro dan mikro akan membantu proses fisiologi tanaman berjalan

dengan baik. Meningkatnya proses fisiologi tanaman seperti laju fotosintesis

membuat pertumbuhan tanaman juga meningkat (Yunindanopa, 2013).

2.4. Pupuk Kandang

Pupuk kandang memiliki kandungan unsur hara yang lebih besar. Hal ini

disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya unsur hara

bagi tanaman. Pupuk kandang juga memiliki pengaruh yang positif terhadap sifat

fisik dan kimiawi tanah, mendorong perkembangan jasad renik (Sutedjo, 2002).

Pupuk kandang terkandung sifat yang alami dan tidak merusak tanah,

menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan

mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk kandang
berfungsi untuk meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas mikrobiologi tanah,

nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Pengaruh pemberian

pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air

(Rahmadani, 2015).

Pupuk kandang sapi sangat kaya kandungan nitrogen organik untuk

menyuburkan tanah, selain itu kotoran sapi mempunyai peranan yang cukup penting

untuk memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia pada tanah pertanian secara alami.

Kotoran sapi dapat dibedakan menjadi dua jenis bentuknya yaitu padat dan cair yang

pengaplikasiannya dengan cara ditabur atau dibenamkan dalam tanah (Widodo,

2008).

Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan permeabilitas dan

kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas

tanah yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi (Rahmadani,

2015).

Pupuk kandang ayam tergolong pada pupuk dingin, dimana perombakan oleh

jasad renik berlangsung perlahan–lahan dalam arti kata kurang terbentuk panas dalam

proses perombakan. Pupuk kotoran ayam mengandung unsur -unsur yang dibutuhkan

oleh tanaman seperti N, P, dan K masing-masing sebanyak 0,4%, 0,2% dan 0,1%.

Sehingga kotoran ayam tergolong dalam pupuk yang lengkap, seimbang, alami, dan

tepat guna yang bekerja secara sinergis antara unsur makro, mikro, mikrobaprobiotik

dan hormon alami sehingga menghasilkan keseimbangan unsur yang dibutuhkan oleh

tanaman (Susanto. R, 2002).


Pupuk kandang ayam dapat memberikan kontribusi hara yang mampu

mencukupi pertumbuhan bibit tanaman, karena pupuk kandang ayam mengandung

hara yang lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya (Santosoet al., 2004).

Menurut Sutedjo (2002), kotoran kambing teksturnya berbentuk butiran bulat

yang sukar dipecah secara fisik. Kotoran kambing dianjurkan untuk dikomposkan

dahulu sebelum digunakan hingga pupuk menjadi matang. Ciri-ciri kotoran kambing

yang telah matang suhunya dingin, kering dan relatif sudah tidak bau. Kotoran

kambing memiliki kandungan K yang lebih tinggi dibanding jenis pupuk kandang

lain. Pupuk ini sangat cocok diterapkan pada paruh pemupukan kedua untuk

merangsang tumbuhnya bunga dan buah.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara beberarapa jenis pupuk kandang.

Pupuk Kandang N (%) P2O5 (%) K2O (%)

Ayam 1,7 1,9 1,5

Sapi 0,3 0,2 0,3

Kambing 0,4 0,2 0,3

Sumber : Harjowigeno, 1995

Pemakaian pupuk kandang baik yang segar maupun yang sudah

difermentasikan telah banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan


mengendalikan penyakit tanaman dan dapat meningkatkan kesuburan tanah serta

mengendalikan penyakit busuk akar (Aryantha dan Guest, 2000).

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Februari sampai Mei 2018, di

lahan masyarakat Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk Pakam. Letak geografis

lahan ini adalah 3057’ LU 98086’ BT dan berada sekitar 7 m di atas permukaan laut

(BPS,2017).untuk mengukur bobot segar dan bobot kering dilakukan dengan uji lab

di Laboratorium FK UNPRI pada akhir penilitian.


3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau, cangkul, meteran,

penggaris (mistar), oven, timbangan analitik, bambu, paranet, alat tulis dan kamera.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu janjang, pupuk kandang, bibit

kelapa sawit produksi dari PPKS Medan, polybag berukuran lebar 15 cm dengan

tinggi 22 cm dan tebal sekitar 0,1 ml sebanyak yang dibutuhkan, tanah subsoil dan air

untuk penyiraman.

3.3.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial. Faktor I adalah

abu janjang yang terdiri dari 4 taraf, yaitu kontrol (A0), 250 gram (A1), 500 gram

(A2), dan 750 gram (A3). Faktor II adalah pupuk kandang yang terdiri dari 4 taraf,

yaitu kontrol (K0), 250 gram (K1), 500 gram (K2), dan 750 gram (K3). Dari dua

faktor ini di peroleh 16 perlakuan (Tabel 1) dengan tiga ulangan dalam penelitian ini.

Setiap plot terdiri dari 2 benih kelapa sawit sehingga terdapat 96 jumlah sampel yang

susunan acaknya dapat dilihat pada Gambar 1.

Model linear analisis ragam menurut Yitnosumarto (1995) yang diasumsikan untuk

penelitian ini adalah sebagai berikut :

(Yijk = µ + ri + αj + (αβ)ij + εijk)

Keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan suatu perlakuan konsentrasi ekstrak bawang merah
ke-i waktu perendaman ekstrak bawang merah ke-j dan ulangan ke-
k

µ : Rerata umum hasil pengamatan

ri : Pengaruh konsentrasi ekstrak bawang merah ke-i

αj : Pengaruh perlakuan waktu perendaman ekstrak bawang merah taraf


ke-j

(αβ)ij : Pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak bawang merahtaraf ke-i dan


waktu perendaman ekstrak bawang merah taraf ke-j

Εijk : Galat i, j, k

Perlakuan dapat dilihat dari tabel perlakuan :

Tabel 1. Pemberian abu janjang dan pupuk kandang pada pertumbuhan bibit kelapa
sawit di tahap pre-nursery

Abu Janjang
Pupuk Kandang
0 gram (A0) 250 gram 500 gram 750 gram
(A1) (A2) (A3)
Kontrol (K0) A0K0 A1K0 A2K0 A3K0
250 gram (K1) A0K1 A1K1 A2K1 A3K1
500 gram (K2) A0K2 A1K2 A2K2 A3K2
750 gram (K3) A0K3 A1K3 A2K3 A3K3

Gambar 1. Susunan acak perlakuan dalam penelitian di lapangan

A0K0 A0K0 A0K2 A0K2 A1K0 A1K0 A1K2 A1K2

A2K0 A2K0 A2K2 A2K2 A3K0 A3K0 A3K2 A3K2

A1K0 A1K0 A1K2 A1K2 A0K0 A0K0 A0K2 A0K2

A3K0 A3K0 A3K2 A3K2 A2K0 A2K0 A2K2 A2K2

A0K1 A0K1 A0K3 A0K3 A1K1 A1K1 A1K3 A1K3


A2K1 A2K1 A2K2 A2K2 A3K1 A3K1 A3K3 A3K3

A1K1 A1K1 A1K3 A1K3 A0K1 A0K1 A0K3 A0K3

A3K1 A3K1 A3K3 A3K3 A2K1 A2K1 A2K3 A2K3

A1K0 A1K0 A1K2 A1K2

A3K0 A3K0 A3K2 A3K2

A0K0 A0K0 A0K2 A0K2

A2K0 A2K0 A2K2 A2K2

A1K1 A1K1 A1K3 A1K3

A3K1 A3K1 A3K3 A3K3

A0K1 A0K1 A0K3 A0K3

A2K1 A2K1 A2K3 A2K3

3.4 Analisis Data


Data akan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui

tingkat signifikan, apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjutan

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% dengan menggunakan perangkat

lunak SAS 9.1.3 (Gomez dan Gomez, 2007).

3.5. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan lahan: Areal penelitian yang digunakan harus bersih dan bebas dari

pertumbuhan gulma. Pembuatan bedengan dan naungan pada pre nursery sangat

di perlukan agar bibit dapat tumbuh dengan baik. Bedengan dibuat dengan
berukuran sekitar 4 m x 4 m dibatasi oleh kayu atau papan kecil berukuran

penampang sekitar tinggi 10 – 20 cm untuk menahan posisi polybag agar tegak,

jarak antar bedengan 60 – 80 cm. Naungan dibuat dengan ketinggian 2 – 2,5

meter. Setelah itu dapat segera dibuat plot. Setiap masing-masing ulangan terdiri

dari 48 plot, dengan ukuran plot 20 cm x 10 cm , jarak antar plot 20 cm, dan

jarak antar ulangan 80 cm.


2. Menyiapkan media tanam : media tanam yang digunakan yaitu tanah jenis

subsoil. Tanah subsoil digemburkan setelah itu diayak kemudian dimasukkan

kedalam polybag. Pengisian harus dilakukan cukup padat sampai mencapai 2 cm

dari tepi atas polybag.


3. Penyiapan Abu janjang dan pupuk kandang:
4. Menyeleksi benih : Benih diseleksi terlebih dahulu sesuai kriteria sebelum di

masukkan ke dalam polybag yang sudah berisi media tanam.


5. Penanaman benih kelapa sawit: Penanaman benih kelapa sawit dilakukan

dengan cara melubangi polybag yang sudah berisikan media tanam dengan

kedalaman 2 cm lalu ditutup dengan menggunakan media tanam, setelah itu

dilakukan penyiraman.
6. Pemeliharaan: Penyiraman bibit kelapa sawit yang sudah ditanam disiram

dengan air setiap hari (pagi dan sore) agar bibit kelapa sawit tumbuh dengan baik

dan sehat. Penyiangan dilakukan terhadap gulma dengan cara manual.

3.6. Parameter Penelitian

1. Tinggi Tanaman (cm): Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah

yang diberikan tanda sampai dengan daun tertinggi. Pangkal batang dibuat

tandan agar pengukuran selanjutnya diukur dari tanda tersebut. Pengukuran


dilakukan setelah tanaman berumur 5 minggu setelah tanam dengan interval 1

minggu sekali sampai tanaman berumur 12 minggu.


2. Lilit Batang (mm): Pengukuran diameter batang dilakukan dengan

menggunakan jangka sorong, diukur pada ketinggian 1 cm dari pangkal

bawah dan diukur pada kedua sisi yang berbeda, kemudian nilai tersebut

dirata-ratakan. Pengkuran dilakukan setelah tanaman berumur 9 minggu

setelah tanam dengan interpal 1 minggu sekali sampai tanaman 12 minggu.

Ketinggian 1 cm dari permukaan tanah diberikan tanda agar pengukuran

selajutnya tidak berubah dari ketinggian yang pertama.


3. Jumlah Daun (Helai): Jumlah daun dihitung adalah daun yang membuka

sempurna dan daun berbentuk lanset. Jumlah daun dihitung setelah tanam

berumur 5 minggu setelah tanam dengan interpal 1 minggu sekali sampai

tanaman berumur 12 minggu.


4. Lebar Daun
5. Panjang Daun
6. Bobot Segar Tajuk (g): Pengukuran bobot tanaman dilakukan setelah 12

MST. Tanaman kemudian dibersihkan dengan air dan dikering angin kan

selama 24 jam. Lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

Pengukuran dilakukan terhadap semua sampel.


7. Bobot Kering Tajuk (g): Pengukuran dilakukan setelah 12 MST yakni pada

akhir penelitian. Tanaman ditimbang bobot basahnya kemudian dimasukkan

kedalam tempat yang sudah disediakan, dioven dengan suhu 105 0C selama 24

jam atau sampai akar tidak mengalami penurunan berat lagi. Tanaman

dikeluarkan dari tempat yang sudah disediakan dan diangin-anginkan.

Tanaman ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan pengukuran

dilakukan terhadap seluruh sampel.


DAFTAR PUSTAKA

Effendi, D. 2010. Pengelolaan Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis


guineensisn Jacq). PT. Jambi Agro Wijaya: Sarolangun Jambi. [skripsi]
Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal. 70.

Erlan. 2005. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit. Akta


Agrosia:Palembang. Hal 72-75.

Fauzi Y. 2005. Kelapa Sawit. Ed. Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Harahap, O. A. 2010. Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan


Konsetrat Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Untuk Memperbaiki Sifat Kimia
Media Tanam Sub Soil Ultisol dan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensisn Jacq). Skripsi. Universitas Sumatera Utara Medan.

Hastuti, P. B. 2009. Pemanfaatan Limbah Tndan Kosong Kelapa Sawit sebagai


Kompos pada Tanaman Selada. Buletin Instiper, Yogyakarta.

Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.


Hidayat, T. 2010. Penyiapan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensisn Jacq) dalam
Pengadaan Bahan Tanaman di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat.
Sumatera Utara.

Lubis A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensisn Jacq) di Indonesia. Edisi 2.


Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Lubis, A.M. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian UISU Medan.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2008.Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.


Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.

Pahan, I. 2010. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta.

Siregar, Z. 2002. Pengaruh Pemberian Limbah Kelapa Sawit (Sludge) dan Pupuk
Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensisn Jacq) di Pembibitan Awal. Universitas Sumatera Utara.

Sutarta, E. 2005. Peningkatan Efektifitas Pemupukan Melalui Plikasi Kompos TKS


pada Pembibitan Kelapa Sawit. Medan. 119-132.

Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1988. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Bina
Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai