Anda di halaman 1dari 13

NAMA : FARIZ GALI PUTRA

NIM : 155020300111035
KELAS : CC-HUKUM KOMERSIAL
JUDUL : PELANGGARAN TERHADAP HAK PATEN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU Paten, paten merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara
kepada penemu atas hasil penemuannya, untuk dalam waktu tertentu melaksanakan
sendiri penemuannya itu dan orang lain dilarang melaksanakan tanpa izin penemunya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka individu maupun kelompok yang menjual,
memproduksi dan lain sebagainya atas paten orang lain akan melanggar dari pengertian
paten itu sendiri.
Namun sayangnya, di Indonesia hal tersebut masih sering terjadi. Hal ini karena
pengaturan dan pelaksanaan paten di Indonesia sendiri masih terbilang relatif baru jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara-negara Benua Biru dan
Amerika Serikat. Selain itu, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga,
baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta menjadi salah satu penyebab seringnya
pelanggaran paten terjadi di Indonesia.
Masalah lain yang tentang pelaksanaan paten di Indonesia adalah sedikitnya
pengajuan paten yang dilakukan di Indonesia. Salah satu penyebabnya tidak lain seperti
yang telah disebutkan di atas.
Oleh karena itu, penulis ingin mencoba memberi pemahaman lebih terhadap
pembaca, dengan harapan supaya pembaca lebih mengenal tentang aturan-aturan paten
serta pelanggaran-pelanggaran terhadap paten di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan paten?
2. Bagaimanakah pengertian pelanggaran paten dalam berbagai sudut pandang?
3. Bagaimana “klaim” dalam pengajuan paten?
4. Bagaimana proses pengadilan dalam pelanggaran paten?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari paten.
2. Untuk mengetahui pengertian dari pelanggaran paten yang diambil dari berbagai
sudut pandang.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan “klaim” dalam pengajuan paten serta
proses pengajuannya.
4. Untuk mengetahui proses pengadilan dalam pelanggaran paten.
BAB II
ISI
A. Pengertian Paten
Kata paten dapat digunakan atau diartikan ke dalam dua pengertian. Pertama,
paten merupakan dokumen yang diterbitkan pemerintah berdasarkan permintaan yang
menyatakan mengenai suatu penemuan dan siapa penemunya sebagai pemilik paten atau
penemuan yang bersangkutan.(1) Kedua, paten merupakan hak khusus yang diberikan
oleh negara kepada penemu atas hasil penemuannya, untuk dalam waktu tertentu
melaksanakan sendiri penemuannya itu dan orang lain dilarang melaksanakan tanpa izin
penemunya. Pengertian yang kedua itulah yang digunakan dalam UU Paten. Menurut
Pasal 1 ayat 1 jo Pasal 23 UU Paten, paten adalah hak khusus yang diberikan oleh negara
(atas dasar permintaan) kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi,
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
memberikan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Hak tersebut bersifat khusus (exclusive rights) karena hanya diberikan kepada
penemu untuk melaksanakan sendiri penemuannya atau untuk memberikan persetujuan
kepada orang lain untuk melaksanakan penemuan tersebut. Ini berarti, orang lain hanya
mungkin menggunakan penemuan tersebut apabila ada persetujuan atau izin dari penemu
selaku pemilik hak.(2) Dengan perkataan lain, kekhususan tersebut terletak pada sifatnya
yang mengecualikan orang lain selain penemu selaku pemilik hak dari kemungkinan
untuk menggunakan atau melaksanakan penemuan tersebut. Oleh karena sifat seperti itu,
hak tersebut disebut eksklusif.(3)
Berlainan dengan hak cipta yang dianggap lahir sejak diselesaikannya suatu karya
cipta dan negara memberikan pengakuan serta perlindungan hukum yang secara formal
berlangsung sejak saat pengumumannya, pengakuan dan perlindungan hukum paten
hanya diberikan negara apabila penemunya mengajukan permintaan dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh undang – undang yang mengaturnya.(4)

B. Jenis-Jenis Paten
Pada prinsipnya paten dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu paten biasa dan
paten sederhana (petty patents atau utility models).
(1)
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, hlm 255.
(2)
Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, Tidak
dipublikasikan, hlm 68.
(3)
Ibid.
(4)
Id,, hlm 69.
Paten biasa adalah paten yang memenuhi persyaratan penemuan yang dapat
diberikan paten, yaitu syarat kebaruan (novelty), mengandung langkah inventif dan dapat
diterapkan dalam bidang industry. Penemuan yang demikian ini biasa didahului dengan
kegiatan riset dan pengembangan yang intensif.
Adapun paten sederhana menurut Pasal 6 UU Paten adalah paten yang diberikan
terhadap penemuan berupa produk atau proses yang baru dan memiliki kualitas
penemuan yang sederhana, tetapi memiliki nilai kegunaan yang praktis disebabkan
karena bentuk, konfigurasi dan komponennya.
Penemuan dalam paten sederhana itu biasanya berupa peralatan yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari,(5) seperti mesin pembuat sari tebu, mesin
pembuat gula kapas, pemecah biji kopi, alat pemarut kelapa dan mesin perontok gabah.
Menurut penjelasan dari Pasal 6 UU Paten, paten sederhana untuk proses
diberikan misalnya untuk proses pembuatan manakan.

C. Jangka Waktu Paten


Di dalam Pasal 9 UU Paten menetapkan bahwa jangka waktu perlindungan
hukum yang diberikan negara kepada pemegang paten adalah selama dua puluh tahun
terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date).(6)
Sedangkan untuk paten sederhana, jangka waktu perlindungan hukumnya oleh
pasal 10 UU Paten diberikan selama sepuluh tahun terhitung sejak tanggal diberikannya
Surat Paten Sederhana.

D. Pelanggaran Paten
a. Menurut Undang-Undang Paten Amerika Serikat
Setiap negara yang mempunyai Undang-Undang Paten akan menentukan pasal-
pasal tentang pelanggaran paten dan mencamtukan definisi pelanggaran tersebut.
Walaupun uraian atau pengertian pelanggaran paten tersebut tidak jauh berbeda,
namun masing-masing negara mempunyai gaya dalam menentukan pengertian
pelanggaran paten.
Di Amerika Serikat, pelanggaran paten didefinisikan sebagai perbuatan membuat,
menggunakan atau menjual suatu penemuan yang dipatenkan selama jangka waktu

(5)
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, hlm 261.
(6)
Id., hlm 260.
paten tanpa persetujuan pemilik paten dan siapapun yang secara aktif membujuk
pelanggaran paten akan bertanggung jawab sebagai pelanggar paten.(7) Tuntutan
karena pelanggaran paten harus diajukan melalui Federal District Court dan diajukan
kepada Federal Court of Appeal apabila terjadi banding untuk kemudian akan
dilanjutkan kepada U.S. Supreme Court.(7)
Namun, jika pembuatan, penggunaan dan penjualan penemuan yang dipatenkan
itu seluruhnya tidak dilakukan di Amerika Serikat maka hal itu bukanlah pelanggaran.
Akan tetapi, jika semua hal tersebut dilakukan di dalam negeri maka hal itu
merupakan pelanggaran. Hal tersebut bergantung pada beberapa faktor. Jika pembuat
barang yang dipatenkan itu dilakukan di dalam negeri dan dijual di luar negeri maka
tindakan itu merupakan pelanggaran. Selanjutnya, jika penggunaan atau penjualan
produk paten itu di dalam negeri yang dibeli secara sah di luar negeri dari pihak lain
selain dari pemilik paten maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran.(8)
Sedangkan menggunakan atau menjual di Amerika Serikat atas suatu produk atau
proses yang dibeli di luar negeri dari seorang pemilik paten Amerika Serikat atau
penerima lisensinya bukanlah merupakan pelanggaran kecuali jika penggunaan atau
penjualan itu telah ditentukan larangannya dalam perjanjian lisensi.
Selanjutnya akan disebut pelanggaran apabila pihak lain menggunakan atau
memproduksi untuk pemakaian atau penjualan di dalam negeri atau untuk diekspor
terhadap suatu proses yang dipatenkan meskipun produk itu sendiri tidak
dipatenkan.(8)
Bukanlah pelanggaran paten jika untuk membuat sebuah produk yang sama
melalui proses lain yang tidak paten. Bukan pula pelanggaran paten apabila perbuatan
pembuatan, penjualan terjadi sebelum penemuan yang dipatenkan itu ternyata berhak
atas paten, atau setelah perbuatan itu dilakukan setelah jangka waktu paten itu
berakhir.
Jika seseorang membuat produk-produk yang telah dipatenkan tanpa persetujuan
dari pemilik paten tetapi ia simpan dalam gudang selama jangka waktu paten,
meskipun hal itu termasuk dalam pelanggaran paten tetapi pemilik paten tidak dapat
menuntut kompensasi karena pemilik paten tidak dapat menunjukkan adanya
kerugian atau kerusakan.

(7)
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten & Hak Cipta, PT Citra Aditya Bakti, hlm
122.
(8)
Id., hlm 123.
b. Menurut Undang-Undang Paten No. 6 Tahun 1989
Dalam Undang-Undang Paten No. 6 Tahun 1989 ketentuan-ketentuan tentang
pelanggaran paten yang sifatnya pidana diatur dalam Pasal 126 sampai dengan Pasal
130. Pasal 126 menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan
denda paling banyak 100 juta rupiah. Sanksi terhadap pelanggaran paten sederhana
adalah pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda 50 juta rupiah.
Ketentuan yang dimaksud pada Pasal 17 adalah hak-hak yang dimiliki oleh
pemegang paten. Pasal 17 menyatakan bahwa pemegang paten memiliki hak khusus
untuk melaksanakan secara perusahaan atas patennya baik secara mandiri maupun
dengan member persetujuan kepada orang lain,(9) yaitu:
1. Membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai dan menyediakan
untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
2. Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan
tindakan lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Dengan memperhatikan kedua ketentuan di atas, berarti pelanggaran atas paten


terjadi apabila pihak lain yang tanpa hak atau tanpa izin dari pemegang paten
membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai dan menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten maupun
menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan
lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Selain itu, karena paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada
penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi untuk waktu selama 20 tahun
untuk paten biasa atau selama 10 tahun untuk paten sederhana yang diberikan kepada
penemuan yang memiliki kegunaan praktis, berarti tindakan-tindakan yang
disebutkan melanggar Pasal 17 baru terjadi setelah pemegang paten memperoleh hak
paten atas penemuannya.(10) Hal ini sama seperti di Amerika Serikat, yaitu selama
permintaan paten itu belum diputus oleh pihak yang terkait atau setelah jangka waktu

(9)
Id., hlm 124.
(10)
Ibid.
hak khusus itu berakhir maka tindakan-tindakan yang melanggar Pasal 17 tidak
dianggap sebagai pelanggaran paten.

c. Klaim dalam Pelanggaran Paten


Pengertian klaim dalam paten bukanlah pengertian yang terjadi pada asuransi.
Meskipun jika diartikan secara awam, kata “klaim” tersebut mempunyai pengertian
yang serupa dengan “tuntutan”. Namun, untuk mencegah timbulnya kerancuan, maka
pengertian “klaim” pada asuransi dan paten harus dibedakan.
Klaim yang ditentukan dalam paten merupakan lingkup, cakupan atau batas bagi
pemegang paten untuk memiliki hak khusus atas penemuan tersebut. Dalam common
law disyaratkan bahwa klaim selayaknya tidak boleh melebihi dari penemuan
tersebut.(11) Jika lingkup klaim terlalu kecil, maka kompetitor lain bisa menggunakan
prinsip-prinsip penemuan untuk membuat produk baru atau proses di luar cakupan
klaim tersebut. Sedangkan jika klaim tersebut terlalu besar, tanpa disadari akan
mencakup bagian dari penemuan sebelumnya atau menjadi begitu dekat sekali dengan
cakupan penemuan sebelumnya. Oleh karena itu, kewajiban bagi penemu atau
pemegang hak paten untuk menyatakan secara jelas dan membedakannya, baik
melalui kata-kata yang langsung atau melalui acuan yang jelas dan berbeda serta
membatasi klaim yang diinginkan. Jika ia menggunakan bahasa yang tidak jelas atau
ambigu, kemungkinan permintaan paten tersebut ditolak. Klaim dapat menjadi hal
yang sangat rumit dan begitu teknis, oleh karena itu konsultan paten profesional
kadang-kadang menggunakan kata-kata yang kurang tegas dalam menentukan klaim.
Misalnya, dibandingkan menyebut “tiga” atau “empat” atau “tiga atau empat”, maka
konsultan tersebut akan lebih suka menyebutnya dengan “jumlah banyak”.(12)
Begitu sulitnya menginterpretasikan klaim pada suatu paten bisa menimbulkan
perbedaan persepsi dalam menentukan lingkup klaim. Oleh karena itu tidak perlu
heran jika pengadilan mempunyai perbedaan persepsi terhadap paten yang sama.
Pengadilan biasanya akan member interpretasi seluas mungkin terhadap suatu klaim
yang tidak membuatnya cacat.

(11)
Id., hlm 125.
(12)
Ibid.
d. Pelaku Pelanggaran Paten
Peninjauan pelaku pelanggaran paten dapat ditinjau dari berbagai pandangan,
yaitu:
1. Dari pemohon paten.
2. Dari pemeriksa paten.
3. Dari pihak ketiga.

Pelanggaran paten dari pemohon paten dapat terjadi dengan cara-cara, diantaranya
menggunakan kelemahan sistem paten di suatu negara. Kelemahan itu dapat terjadi
karena sistem jaringan informasi paten yang belum sempurna. Dengan kelemahan ini,
pemohon paten dapat mengajukan oposisi dan pemeriksa paten tidak memperoleh
bahan pertimbangan lain kecuali data-data yang dimiliki oleh Kantor Paten itu
sendiri.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan permintaan paten atas
permintaan paten di Indonesia, padahal permintaan paten tersebut telah diajukan oleh
pihak lain di negara asalnya itu atau negara lain selain Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan melalui publikasi paten asing yang kemudian dimodifikasi sedemikian rupa
lalu diajukan di Kantor Paten Indonesia.(13)
Pelanggaran paten yang dilakukan oleh pemeriksa paten adalah selain karena
kemampuan menelaah penemuan tersebut, terutama telaah atas unsur-unsur paten.
Kelemahan itu mengakibatkan persepsi terhadap suatu penemuan yang dapat
dipatenkan menjadi bias. Bisa terjadi, walau penemuan tidak memenuhi salah satu
unsur paten tetapi dapat juga diberikan patennya. Kelemahan yang disebabkan
persepsi penilaian unsur-unsur paten itu dipenuhi atau tidak, atau apakah paten itu
tidak bertentangan dengan UU Paten, seandainya kemudian penemuan itu dapat
dipatenkan, maka kelemahan tersebut mungkin kelemahan yang bersifat
“manusiawi”.(14)
Selain masalah bias, pelanggaran paten juga dapat timbul karena sarana untuk
melakukan pemeriksaan paten yang memadai tidak terpenuhi, misalnya informasi
permintaan paten di negara-negara lain tidak dimiliki.(15) Hal ini menyulitkan untuk
melakukan pemeriksaan silang terhadap penemuan yang satu dengan penemuan yang

(13)
Id., hlm 126.
(14)
Ibid.
(15)
Ibid.
lain. Kelemahan lain adalah kolusi antara pemeriksa paten dengan pemohon paten,
walaupun sebenarnya penemuan itu tidak berhak atas paten, namun ternyata
dikabulkan juga permintaan paten tersebut.
Pelanggaran paten yang dilakukan oleh “pihak lain” dapat terjadi dengan
beberapa macam. Pertama adalah pemakaian atau penjualan tanpa izin atau tanpa hak
dari pemegang paten atas suatu penemuan yang telah dipatenkan. Pelanggaran ini
dapat terjadi karena disengaja atau tanpa disengaja. Kedua adalah pelanggaran atas
sebagian dari klaim paten atau menggabungkan beberapa permintaan paten menjadi
sebuah permintaan paten baru. Sedangkan pelanggaran yang ketiga adalah
mengajukan permintaan paten yang serupa di Indonesia padahal permintaan paten
tersebut telah diajukan di negara lain dan juga di Indonesia. Cara-cara pelanggaran ini
dapat terjadi dengan memanfaatkan sistem paten yang mungkin masih belum
sempurna dan belum terintegrasi di seluruh dunia atau memanfaatkan sistem paten itu
sendiri, yaitu first to file principle (sistem pemohon pertama).(16)

e. Litigasi Paten
Pengertian litigasi paten adalah masalah-masalah di bidang paten yang diajukan
ke pengadilan yang terjadi karena adanya tuntutan baik secara pidana atau perdata.(17)
Tuntutan secara pidana timbul apabila pemegang paten keberatan terdapat pihak lain
yang tanpa hak yang pada pokoknya menggunakan atau menjual paten tersebut.
Sedangkan tuntutan secara perdata timbul apabila pemegang paten atau pihak tertentu
merasa keberatan terhadap pihak lain yang sedang mengajukan permintaan paten atau
yang telah diberikan paten padahal pihak tersebut tidak berhak atas paten tersebut.
Hal ini dapat timbul karena paten yang diberikan kemudian itu mengalami sesuatu,
misalnya tidak memenuhi unsur-unsur paten, memiliki persamaan klaim dengan paten
yang dimiliki penggugat atau karena faktor-faktor lain.

f. Tindakan Pidana Paten


Pasal 126 Undang-Undang Paten No. 6/1989 menyatakan bahwa siapa saja yang
tanpa hak melanggar pemegang paten dengan melakukan tindakan membuat,
menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau

(16)
Id., hlm 127.
(17)
Id., hlm 128.
disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten; atau menggunakan
proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana diuraikan di atas akan dikenakan sanksi penjara maksimum selama 7
tahun dan denda 100 juta rupiah. Jika tindakan tersebut dilakukan pada paten
sederhana maka sanksi pidana penjara adalah 5 tahun.(18)
Tuntutan pidana paten dapat terjadi apabila pihak lain yang tanpa hak dan tanpa
izin dari pemegang paten melanggar ketentuan yang terdapat pada Pasal 17 Undang-
Undang Paten No. 6 Tahun 1989. Tindakan pelanggaran ini dapat terjadi baik
disengaja maupun tidak. Perbuatan yang sengaja melakukan pelanggaran ini terjadi
karena pemilik paten tersebut tidak mengajukan permintaan paten di Indonesia atau
karena faktor-faktor lainnya. Sedangkan perbuatan pidana paten tidak disengaja
adalah tindakan-tindakan seperti mengimpor produk atau proses paten dari luar negeri
tanpa izin atau tanpa hak dari pemegang paten atau penerima lisensi paten tersebut.
Hal ini dengan persyaratan bahwa penerima lisensi tersebut berhak untuk melarang
impor tersebut.
Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya pelanggaran paten akan melaporkan
tindak pidana tersebut kepada Kepolisian, untuk selanjutnya akan diproses oleh pihak
Kejaksaan Negeri setempat. Pada proses ini, pihak kepolisian, kejaksaan maupun
pengadilan negeri berhak menyita barang-barang yang melanggar paten tersebut.
Pidana paten yang dianut di Indonesia sebenarnya merupakan delik biasa dan
bukan delik aduan. Dengan delik ini, pihak kepolisian dapat melakukan penyelidikan
dan atau penyidikan terhadap siapapun yang diduga melakukan tindakan pidana
paten. Namun, meskipun Undang-Undang Paten menganut sistem ini, delik biasa ini
hanya akan menjadi “bunga-bunga” dalam sistem paten di Indonesia.(19) Hal ini
disebabkan oleh masalah pidana paten yang memerlukan keahlian khusus bagi aparat
penyidiknya yang berbeda dengan kasus-kasus pidana pada umumnya.
Adanya tuntutan pidana paten yang dilaksanakan oleh pejabat negara tidak
mengurangi hak bagi pemegang paten untuk mengajukan tuntutan secara perdata
yang menimbulkan kerugian bagi pemegang paten karena adanya pelanggaran paten
tersebut.(20) Besar-kecilnya tuntutan perdata akan berpengaruh terhadap kompensasi

(18)
Ibid.
(19)
Id., hlm 129.
(20)
Ibid.
yang dapat diberikan oleh pengadilan terhadap pihak pemegang paten atau pihak lain
yang berhak atas paten tersebut.

g. Tuntutan Perdata Paten


Tuntutan perdata paten dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu masalah hak atas
paten dan masalah gugatan pembatalan atas paten.(21) Tuntutan terhadap masalah hak
atas paten terjadi apabila adanya kekeliruan terhadap siapakah yang berhak atas paten
tersebut. Bisa saja penemu dari paten tersebut lebih dari satu orang, tetapi ternyata
satu di antara penemu tersebut tidak menyertakan penemu lainnya sebagai pihak yang
berhak atas paten tersebut. Setelah paten itu diberikan kepadanya, kemudian penemu-
penemu paten lainnya menuntut atas bagian atau hak paten tersebut. Selain itu, bisa
juga disebabkan jika mereka mengajukan tuntutan atas royalti yang seharusnya dapat
diterimanya. Bisa juga terjadi jika perusahaan yang mengajukan permintaan paten
tidak menyebutkan nama pegawai yang sesungguhnya sebagai penemu atas penemu
atas paten tersebut. Dalam hal ini, si pegawai mengajukan tuntutan agar ia
dicantumkan sebagai pihak yang menemukan paten tersebut dan berhak untuk
menerima royalti yang wajar atau imbalan yang pantas.
Untuk masalah-masalah tersebut, gugatan perdata tersebut dapat diajukan di
pengadilan maupun yang bergantung pada yuridiksi tergugat atau masalah itu
berada.(22) Pemilihan pengadilan negeri ini berbeda dengan masalah gugatan
pembatalan paten.
Sedangkan masalah gugatan pembatalan paten hanya dapat diajukan melalui
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini timbul apabila paten yang diberikan
kepada pihak tertentu ternyata tidak memenuhi ketentuan persyaratan yang bersifat
mutlak seperti tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Paten No. 6 1989. Selain
alasan tersebut, gugatan pembatalan dapat dilakukan jika ternyata paten yang
diberikan kepada orang lain tersebut merupakan penemuan yang sama dengan
pemilik paten yang akan mengajukan pembatalan tersebut. Gugatan ini dilakukan
oleh pihak ketiga. Pengertian pihak ketiga disini adalah siapa saja yang memang
mengetahui bahwa paten yang diberikan kepada orang tertentu tersebut sebenarnya
tidak memnuhi persyaratan-persyaratan dalam Pasal 2 ataupun Pasal 7.

(21)
Ibid.
(22)
Id., hlm 130.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah kasus-kasus mengenai litigasi paten di Indonesia masih merupakan hal yang
relatif sedikit karena sistem paten di Indonesia masih relatif baru dilaksanakan. Namun
demikian, dengan bertambah banyaknya permintaan paten di Indonesia dan menghadapi
era globalisasi perdagangan dunia serta revisi di bidang hak atas kekayaan intelektual,
khususnya paten maka pengertian tentang masalah litigasi paten perlu dimasyarakatkan.
Selain itu, dengan ditandatanganinya persetujuan Putaran Uruguay maka sistem
perlindungan hak atas kekayaan intelektual terutama paten akan semakin diperketat dan
diperkuat. Untuk itulah, dengan pengalaman litigasi paten di negara-negara lain yang
telah lebih dulu terjadi maka dapat diharapkan bisa memberikan wawasan pengetahuan
tentang litigasi paten tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kesowo, Bambang. Pengantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual. Tidak d
dipublikasikan.
Khairandy Ridwan. 1999. Pengantar Hukum Dagang Indonesia I. Yogyakarta: Gama Media.
Maulana, Budi Insan. 1997. Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten & Hak Cipta. Jakarta: PT Citra
A Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai