2.1 Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di
daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah
endemik (Gubler, 2002).
Secara
umum,
demam
dengue
menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar disbanding dengan infeksi
arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta
kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue
terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875
orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai
adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.
2.4 Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6
(Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis
yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis
serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan
kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah
endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor
risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur,
status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk
Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-
ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng,
pot tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.
Jarak terbang ± 100 meter
Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
2.5 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia
(mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan
mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti system komplemen,
yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran sitokin, dan tromboplastin
yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktifasi faktor koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui
system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen
memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-
binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang
meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon β
berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel
plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami
ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang
disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag, sel
dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan
mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk
menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-,
IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.
2.7.1 Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative
(>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah
total leukosit pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
mialgia, artralgia
DBD I Gejala diatas, Trombositopenia
ditambah dgn uji (<100.000), bukti
bendung (+) ada kebocoran
plasma
II Gejala diatas, Trombositopenia
ditambah dgn (<100.000), bukti
perdarahan ada kebocoran
spontan plasma
III Gejala diatas Trombositopenia
ditambah dengan (<100.000), bukti
kegagalan ada kebocoran
sirkulasi (kulit plasma
dingin dan
lembab, serta
gelisah)
IV Syok berat disertai Trombositopenia
dengan tekanan (<100.000), bukti
darah dan nadi ada kebocoran
tidak terukur plasma
Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya
semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
2.10 Prognosis
Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi
2.11 Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
1. Pembersihan jentik
Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)
Menggunakan ikan (cupang, sepat)
2. Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung
baju)
Penyemprotan