Republik Indonesia 1999). Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Abdurrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu
pengantar. Jakarta: Fikahati Aneka.
“Mengenal Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase”
“http://repository.ut.ac.id/4132/1/HKUM4409-M1.pdf”. (7 Desember 2017)
“Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial”“http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt596c19fed3ca7/perbedaan-
konsiliasi-dengan-arbitrase-dalam-penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial”.
(7 Desember 2017)
BAGIAN II
KONSILIASI
A. Pengertian Konsiliasi
Dalam Pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa: “Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Dalam hal ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah terkait konsiliasi.
Menurut UU No. 30 Tahun 1999 Konsiliasi adalah suatu proses untuk mencari
perdamaian di luar pengadilan, atau suatu tindakan untuk mencegah dilakukannya
proses litigasi (peradilan). Namun bisa juga terjadi di tiap tingkat peradilan yang sedang
berlangsung, baik di dalam maupun di luar pengadilan, kecuali untuk sengketa atau hal
– hal yang telah di putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsiliasi adalah usaha mempertemukan
keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan
perselisihan itu.
Menurut Gunawan Widjaja, Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa
alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih dimana pihak ketiga yang
diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seorang yang professional yang
sudah dapat dibuktikan keandalannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsiliasi adalah usaha mempertemukan
keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Dalam
menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk
menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa.
Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk
dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang
diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk
kesepakatan di antara mereka.