Anda di halaman 1dari 21

Bronkopneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru, yang

dapat pada sisi kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada
bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah
dan cairan yang lain. Fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan
oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri
lain (superinfeksi) dan sebagainya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003; North
American Nursing Diagnosis Associaton, 2010).
Terapi Non Farmakologi

Tatalaksana terapi infeksi saluran pernafasan (pneumonia) di rumah sakit selain


mendapatkan terapi farmakologis juga diberikan terapi non farmakologis seperti fisioterapi
dada untuk membantu mebersihkan jalan nafas dari sekret yang berlebihan (Hay et al, 2009).
Fisioterapi dada yang sering disebut sebagai fisioterapi konvensional meliputi posturnal
drainage, vibrasi dan perkusi (Perry & Potter, 2009).
Terapi non farmakologi pada penyakit pneumonia dapat juga berupa terapi suportif untuk
meredakan gejala yaitu pemberian cairan lebih banyak untuk mengatasi demam yang tidak
tinggi (<38,5oC) serta berikan pakaian yang ringan serta berikan nutrisi yang memadai
(Kemenkes RI, 2012).
Terapi Farmakologi
a. Terapi Antibiotik
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Penatalaksaaan pneumonia seharusnya dilakukan sesuai dengan mikroorganisme
penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, sulit membedakan
pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Walaupun pneumonia yang
disebabkan oleh virus dapat dilakukan penatalaksanaan tanpa antibiotik, semua pasien
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris karena kemungkinan infeksi bakteri sekunder
tidak dapat disingkirkan (Asih dkk., 2006 ; Haris et al., 2011).Penatalaksanaan pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian
antibiotika yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur. Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang
berspektrum sempit sesuai patogen. Berikut merupakan tatalaksana terapi pasien pneumonia
kominiti berdasarkan PDPI tahun 2003 (Gambar 1) dan tatalaksana terapi farmakologi
pneumonia komuniti menurut Shrock et al tahun 2012 (lampiran 1).
Tatalaksana Terapi Pneumonia komuniti (PDPI, 2003)
Selain terapi dengan pemberian antibiotik, dalam penatalaksanaan terapi pneumonia juga
disertai dengan pemberian terapi supportif untuk meredakan gejala penyerta.
a) Pemberian oksigen yang pada pasien yang menunjukkan tanda sesak dan hipoksemia.
Oksigen diberikan 2-4 L/menit sampai sesak hilang. Saturasi oksigen dipertahankan
diatas 95%.
b) Bronkodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme
c) Fisioterapi pada dada untuk mengeluarkan sputum
d) Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat
dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang, asupan normal dapat segera diberikan.
Pemnerian asupan oral diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu
atau makanan cair. Pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan dapat
dilakukan untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of
Inappropriate Anti Diuretic Hormone).
e) Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam. Apabila demam tinggi (>38,5oC)
dianjurkan untuk memberikan obat penurun panas seperti parasetamol
f) Pemberian bikarbonat apabila terjadi asidosis
g) Anak yang menderita pneumonia terkadang disertai dengan wheezing,
penatalaksanaan terapi tergantung pada episode pertama atau berulang.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, R., Landia, S dan Makmuri, M.S. 2006. Ilmu Kesehatan Anak XXXVI, Kapita
Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI : Pneumonia. Surabaya : Divisi Respirologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo.
Capelasteguia, A, et al. 2006.Evaluation of Clinical Practice in Patients Admitted
WithCommunity-Acquired Pneumonia Over a 4-Year Period. ArchBronconeumol Vol 42.
Depkes, RI. 2005. Pharmaceutical Care utuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
Jakarta:Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Francis, Charles. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga.


Harris, M., et al. 2011. British Thoracic Society Guidelines For The Management Of
Community Acquired Pneumonia In Children: Update 2011. Thorax An
International Journal Of Respiratory Medicine Vol. 66.
Kemenkes RI. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta : : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti : Pedoman Diagnosa
dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perry, A, and Potter P. 2009. Fundamental of nurshing: Concepts, process and
practice.Edisi
4. Alih bahasa: Renata, et al. Jakarta:EGC.
Pusat Data dan Informasi. 2001-2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2000-2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Schrock, K.S., Hayes, B.L., and George, C.M. 2012. Community AcquiredPneumoniae in
Children, American Family Physician, Vol. 86(7); 661-667.
Anderson, Philip O., J. E. Knobean, W. G. Troutman. 2002. Handbook of Clinical Drug Data
10th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DEPKES RI.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition.
London: Pharmaceutical Press.

Lampiran
Tabel 1. Tatalaksana terapi farmakologi pasien rawat jalan pneumonia komuniti
Umur Berdasarkan Alberta Guideline Berdasarkan Cincinnati Guideline

First line

1. Amoxicillin┼ 1. Amoxicillin 80 – 90
40 mg/kg/hari selama 7 sampai mg/kg/hari dalam 2 dosis
10 hari terbagi selama 7 sampai 10
2. Amoxicillin 90 mg/kg/hari hari
dalam 3 dosis terbagi selama 7
sampai 10 hari

Second line (Alternatif regimen untuk pasien yang alergi terhadap


antibiotik penisilin atau beta-lactam

1. Azithromycin (Zithomax) 1. Azithromycin loading dose :


loading dose : 10 mg/kg pada 10 mg/kg pada hari pertama,
hari pertama, maintence dose maintence dose 5,5
5,5 mg/kg/hari pada hari kedua mg/kg/hari pada hari kedua
60 hari sampai kelima sampai kelima
sampai 2. Clarithromycin (Biaxin) 15 2. Clarithromycin 15
5 tahun* mg/kg/hari dalam 2 dosis mg/kg/hari dalam 2 dosis
terbagi selama 7 sampai 10 terbagi selama 7 sampai 10
hari. hari.
3. Erythromycin 40 mg/kg/hari 3. Cefprozil (cefzil) 30
dibagi dalam 5 dosis terbagi mg/kg/hari dalam 2 dosis
selama 7 – 10 hari terbagi selama 7 sampai 10
hari
4. Cefuroxime (ceftin) 30
mg/kg/hari dalam 2 dosis
terbagi selama 7 sampai 10
hari

5. Ceftriaxone (rocephin) ╪
dosis tunggal 50 mg/kg
melalui intra muskular

5 – 16 1. Azithromycin§ 2. Azithromycin║
tahun loading dose : 10 mg/kg pada loading dose : 10 mg/kg
hari pertama, maintence dose pada hari pertama,
5,5 mg/kg/hari pada hari kedua maintence dose 5,5
sampai kelima mg/kg/hari pada hari kedua
sampai kelima

Keterangan
*
:tatalaksana terapi menurut Alberta dari umur 3 bulan sampai 5 tahun.

:dosis yang lebih tinggi untuk pasien dengan perawatan anak atau yang menerima antibiotik
dalam tiga bulan sebelumnya.

:Clarithromycin atau erythromycin dapat digunakan untuk alternative selama 7-10 hari.
Doxycycline ( 4 mg per kg per hari per oral setiap 12 jam ) dapat digunakan pada anak-
anak yang lebih tua dari delapan tahun yang alergi terhadap makrolida.

: Clarithromycin juga boleh digunakan selama 7 – 10 hari
§
: ikuti dengan terapi antibiotik oral
(Shrock et al., 2012)

Tabel 2. Tatalaksana terapi farmakologi pasien rawat inap pneumonia komuniti


Umur Berdasarkan Alberta Guideline Berdasarkan Cincinnati Guideline

60 hari 3. Cefuroxime (Zinacef) Lihat tabel 1


sampai 150 mg/kg/hari IV, dalam dosis
5 tahun* terbagi, diberikan setiap 8 jam
selama 10 sampai 14 hari
Pada pasien sakit kritis
Tidak berlaku
2. Cefuroxime
150 mg/kg/hari IV, dalam dosis
terbagi, diberikan setiap 8 jam
selama 10-14 hari
Tambahan
3. Erythromycin
40 mg/kg/hari IV atau oral,
dalam dosis terbagi, diberikan
setiap 6 jam selama 10-14 hari
Atau
4. Cefotaxime (Claforan)
200 mg/kg/hari IV, dalam
dosis terbagi, diberikan setiap
8 jam selama 10-14 hari
Tambahan
5. Cloxacillin (tidak tersedia lagi
di United States)
150 – 200 mg/kg/hari IV,
dalam dosis terbagi, diberikan
setiap 6 jam selama 10 sampai
14 hari

5 – 16 3. Cefuroxime Lihat tabel 1


tahun 150 mg/kg/hari IV, dalam dosis
terbagi, diberikan setiap 8 jam
selama 10 sampai 14 hari
Tambahan
4. Erythromycin
40 mg/kg/hari IV atau oral,
dalam dosis terbagi, diberikan
setiap 6 jam selama 10-14 hari
Atau
5. Azithromycin (Zithromax)
loading dose : 10 mg/kg pada
hari pertama, maintence dose
5,5 - 10 mg/kg/hari IV atau
oral

(Shrock et al., 2012)


Lampiran 1. Golongan Obat Yang Digunakan
A. Golongan Antibiotika
1. Amoxicillin
- Dosis untuk anak : 25-50mg/kg/hari dlm 3 dosis terbagi.
- Efek Samping: mual, muntah,diare, anemia hemolitik.
- Interaksi Obat: Tetrasiklin dan Kloramfenikol mengurangi efektivitas amoksisilin.
- Kontra Indikasi: Hipersensitiv penisilin.
- Katagori Kehamilan : -
- Informasi untuk pasien : Obat diminum sampai seluruh obat habis, meskipun kondisi
klinik membaik sebelum obat habis.
(Anderson et al, 2002 ; BinFar Depkes RI,
2005).

2. Azitromisin

- Dosis untuk anak > 6 bulan : 10mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg/hari sekali sehari
sampai hari kelima.
- Efek Samping: sakit kepala, diare, mual,muntah.
- Interaksi Obat: Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride,
gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma
benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,
bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan
kadar plasma klaritromisin.
- Kontra Indikasi: Hipersensitivitas terhadap eritromisin maupun makrolida yang lain.
- Katagori Kehamilan : B
- Informasi untuk pasien : Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek samping
terhadap saluran cerna. Jangan minum antasida bersama obat ini.
(Anderson et al, 2002 ; BinFar Depkes RI,
2005).

B. Obat Terapi Suportif


a. Analgesik-Anti Inflamasi
1. Ibuprofen 100 mg/5 mL 3x1
- Dosis untuk anak 6 bulan – 12 tahun : 10mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, max 40mg/kg/hari.

20
- Efek Samping: diare, muntah, kehilangan banyak darah,distress lambung, pusing dan
ruam kulit terjadi sesekali; GI ulserasi (resiko pada orang tua dan dengan dosi yang lebih
tinggi) dan retensi cairan; kadang menyebabkan disfungsi ginjal, cirrhosis, peningkatan
enzim hati, limpofenia, agranulositisis, anemia aplastik, dan aseptik meningitis.
- Interaksi Obat: Pemberian sesama NSAID meningkatkan risiko efek obat berlawanan.
Dapat mengurangi efek hydralazin, captopril, beta-bloker, diuretik, dapat meningkatkan
Prothrombin Time pada pasien yang sedang meminum antikoagulan, dapat meningkatkan
risiko toksisitas metrotreksat, dapat meningkatkan kadar fenitoin
- Kontra Indikasi: Hipersensitivitas yang terdokumentasi, tukak lambung, insufisiensi renal,
risiko perdarahan yang itnggi.
- Katagori Kehamilan : B
- Informasi untuk pasien : Dapat menyebabkan tukak lambung, perdarahan, lambung
khususnya pada pemakaian kronik. Stop terapi bila nyeri, demam, inflamasi hilang.

2. Parasetamol
- Dosis untuk anak < 12 tahun : 10-15mg/kg setiap 4-6jam, max 2,6g/hari.
- Efek Samping: Hepatotoksik pada konsumsi jangka panjang, ruam kulit dan utikaria,
methemoglobinemia, neutropenia, dan thrombocytopenic purpura jarang dilaporkan.
- Interaksi Obat: Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen, pemberian bersama
dengan barbiturate, karbamazepin, hydantoin INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas
- Kontra Indikasi: Hipersensitivitas yang terdokumentasi, Defisiensi Glukosa-6-fosfat.
- Katagori Kehamilan : B
- Informasi untuk pasien : Stop terapi bila nyeri, demam, inflamasi hilang.
(Anderson et al, 2002 ; BinFar Depkes RI,
2005).

b. Antihistamin
1. CTM 2 mg 1x1 hari
- Dosis untuk anak 2 – 5 tahun : 1mg setiap 4-6jam, max 6mg/hari.
- Efek Samping: Sedasi, menurunnya kemampuan psikomotor, retensi urin, mulut kering,
pandangan kabur serta gangguan saluran cerna..

21
- Interaksi Obat: Meningkatkan sedasi bila diberikan bersama alkohol. Meningkatkan efek
anti muskarinik bila diberikan bersama obat anti muskarinik.
- Kontra Indikasi: Hati-hati pada pasien dengan hyperplasia prostate, retensi urin, glaucoma
dan penyakit liver, epilepsy.
- Katagori Kehamilan : -
- Informasi untuk pasien : Menyebabkan kantuk, hati-hati jangan mengendarai motor,mobil
atau mengoperasikan mesin.

2. Difenhidramine HCl 5mg 3x1


- Dosis untuk anak : 5mg/kg/hari, max 300mg/hari.
- Efek Samping: Sedasi, menurunnya kemampuan psikomotor, retensi urin, mulut kering,
pandangan kabur serta gangguan saluran cerna..
- Interaksi Obat: Meningkatkan sedasi bila diberikan bersama alkohol. Meningkatkan efek
anti muskarinik bila diberikan bersama obat anti muskarinik.
- Kontra Indikasi: Hati-hati pada pasien dengan hyperplasia prostate, retensi urin, glaucoma
dan penyakit liver, epilepsy.
- Katagori Kehamilan : -
- Informasi untuk pasien : Menyebabkan kantuk, hati-hati jangan mengendarai motor,mobil
atau mengoperasikan mesin.
(Anderson et al, 2002 ; BinFar Depkes RI,
2005).

c. Mukolitik dan Ekspektoran


1. Ambroxol 5mg 3x1
- Dosis yang tersedia: Tablet Dewasa dan anak >12 tahun 1 tab 3 x/hari, 5-12 tahun ½ tab
3x/hari. Pada terapi jangka panjang dosis dapat dikurangi menjadi 2x/hari (Tablet 30 mg).
Sirup dewasa 10 mL 3x/hari. Anak >5 tahun 5 mL 2-3x/hari, 2-5 tahun 2,5 mL 3x/hari, ≤
2 tahun 2,5 2,5 mL 2x/hari (Sirup 15 mg/mL).
- Efek Samping: hipersensitivitas dan gangguan saluran cerna ringan.
- Interaksi Obat: Ambroxol tidak digunakan bersama dengan antitusif (misal Codein).
- Kontra Indikasi: Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap ambroxol atau bromhexine
dan pasien dengan penyakit ginjal dan hati.

22
- Katagori Kehamilan : C
(Sweetman et al, 2009).

d. Bronkhodilator
3. Salbutamol 2mg 3x1
- Dosis untuk anak 2-6 Tahun : 3-4 x 1-2mg.
Efek Samping: Tremor ringan pada tangan, sakit kepala, dilatasi perifer, palpitasi,takikardia,
aritmia, gangguan tidur. Hipokalemia setelah pemberian dosis tinggi.
- Interaksi Obat: Mengurangi kadar plasma digoksin, meningkatkan risiko hipokalemia
bila diberikan bersama kortikosteroid.
- Kontra Indikasi: Hati-hati pada pasien dengan hyperplasia prostate, retensi urin,
glaucoma dan penyakit liver, epilepsy.
- Katagori Kehamilan : -
- Informasi untuk pasien : Ditelan secara utuh, jangan dikunyah.
(Anderson et al, 2002 ; BinFar Depkes RI, 2005).
Studi kasus

BB: 9,5 kg TB: 70 cm


Riwayat ibu:asma, riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit: tgl 14 demam,panas tinggi,batuk berdahak (37,5), bab cair 2x ada
ampas,masuk ugd tgl 20 ke dokter sp.a didiagnosa BP dan ke dokter tht didiagnosa infeksi
telinga
Riwayat ibu: asma

Terapi:
1. IV FD Dextros 1/4 ns 10 tpm makro
2. Sanmol flash 100 mg @ 8 jam
3. Dexametason inj 3x 1/2 amp I @8jam
4. Cefotaxim inj 3x 300mg @8jam
5. Nebul combivent 1/2 amp @8 jam
6. Ranitin iv/set 1/3 amp @8jam
7. Ambroxol syr 3x 1/4 cth@8jam

Pemeriksaan lab:
Mchv : 74,4
Mch : 23,1
Neutrofil : 55,5
Ig : 0,1
Wbc: 7,12
HB : 11,1
Ht: 35,7
5.1 Penilaian Pengobatan yang Rasional
1. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Indikasi yang digunakan adalah indikasi yang sesuai dengan kategori farmakologi
dari masing-masing obat (Kemenkes RI, 2011). Penilaian kesesuaian kondisi klinis
yang dialami pasien (anamnese) dan obat yang diresepkan dapat dilihat pada tabel 4
di bawah ini.
Tabel 4. Hasil Anamnese Kefarmasian Apoteker

Jenis Indikasi yang Analisa Subjektif Kesimpulan


Obat Dimungkinkan dan Objektif Anamnese
Terkait Kasus Kefarmasian
IV FD Larutan intravena Subjektif : Pasien mengeluh
Dextros yang mengandung Muntah muntah, diresepkan
1/4 ns 10 dekstrose dan Objektif : - pemberian cairan
tpm natrium ditunjukkan elektrolit. Anamnese
makro untuk penambahan kefarmasian yang
cairan parenteral didapat adalah
dan kalori dehidrasi  Tepat
karbohidrat minimal indikasi
sesuai kondisi klinis
pasien.
Sanmol Terapi jangka Subjektif : Pasien mengeluh
flash 100 pendek untuk nyeri Pasien mengalami demam Anamnese
mg @ 8 derajat sedang, gejala infeksi yaitu kefarmasian yang
jam demam, jika rute demam sejak 6 hari didapat adalah
pemberian secara yang lalu hipertermia Tepat
IV secara klinis Objektif : - indikasi
sebanding dengan
besarnya kebutuhan
untuk mengobati
nyeri atau
hipertermia.

Dexamet Termasuk golongan Subjektif : Pasien mengeluh


ason inj kortikosteroid untuk Pasien mengalami batuk dan pilek,
3x 1/2 mengobati batuk berdahak dan diresepkan anti-
amp I peradangan (anti- pilek inflamasi. Anamnese
@8jam inflamasi). Objektif : kefarmasian yang
Neutrofil : 55,5 didapat adalah adanya
Wbc: 7,12
peradangan  Tepat
indikasi
Cefotaxi Antibiotik golongan Subjektif : - Pasien mengalami
Pasien mengalami keluhan demam,
m inj 3x sefalosporin (BNF,
demam dan batuk berdahak dan
300mg 2009). Antibiotik
pilek dan telah
didiagnosa
@8jam untuk infeksi didiagnosa
bronkopneumonia bronkopneumonia.
saluran pernapasan
Objektif : Hasil laboratorium
(Mycek, et al.,
Neutrofil : 55,5 nilai persentase
2001). Wbc: 7,12 neutrofil dan WBC
di atas nilai normal,
diresepkan
antibiotik.
Anamnese
kefarmasian yang
didapat yaitu
adanya penyakit
paru yang
disebabkan infeksi
bakteri  Tepat
indikasi

Nebul Mengandung : Subjektif : Sebagai bronkodilator


combive Ipratropium Pasien mengalami yang dapat
nt 1/2 Bromida 0,5 mg keluhan batuk dan merelaksasi otot
amp @8 dan Salbutamol pilek bronkus sehingga
jam sulfat 2,5 mg Objektif : - melegakan napas 
Sebagai
Tepat indikasi
bronkodilator
(BNF, 2009)
Ranitidin Obat golongan H- Subjektif :Mual Sebagai terapi untuk
iv/set 1/3 2 Reseptor Objektif :-. mengatasi efek
amp Antagonis yang samping dari
@8jam diindikasikan pemberian
untuk untuk dexametasone injeksi
menangani rasa salah satunya adalah
mual dan muntah mual  Tepat
indikasi
Ambrox Agen Mukolitik Subjektif : Pasien mengalami
ol syr 3x (BNF, 2009). Untuk Pasien mengalami batuk berdahak 
1/4 pengobatan batuk berdahak Tepat indikasi
cth@8ja gangguan Objektif : -
m pernapasan yang
berhubungan
dengan batuk
produktif

1. Tepat Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan
benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan jenis
penyakit (KemenKes RI, 2011). Berdasarkan penilaian dari data subjektif yang ada, maka
diduga anamnese sementara serta hasil diagnose dokter, pasien mengalami bronkopneumonia.
Bronkopneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru, yang
dapat pada sisi kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada
bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah
dan cairan yang lain. Fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen
dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain
(superinfeksi) dan sebagainya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003; North American
Nursing Diagnosis Associaton, 2010).
Berdasarkan data subjektif dan objektif, pasien mengalami gejala infeksi seperti demam,
peningkatan nilai WBC dan neutrofil. Terapi yang dapat diberikan adalah antibiotik. Pasien
mendapatkan antibiotik cefotaxim yang pemberiannya sesuai dengan data klinik dan data
laboratorium pasien. Namun, pemberian antibiotik tidak berdasarkan hasil kultur.Berdasarkan
pustaka antibiotik lini pertama yang dapat diberikan adalah amoxicillin. Pemberian cefotaxim
dinilai tidak tepat obat.

2. Tepat Dosis
Tepat dosis adalah jumlah obat atau dosis yang diresepkan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan individual dari pasien dan dosis yang diberikan berada dalam rentang terapi.
Berdasarkan hasil perbandingan dosis pustaka dan resep, dapat dikatakan seluruh terapi
pasien tepat dosis.

3. Tepat pasien
Obat yang diresepkan mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan dan tidak
kontraindikasi dengan kondisi pasien yang menerima resep dan sebaiknya menimbulkan efek
samping yang paling minimal. Pada resep, bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien adalah
dalam bentuk injeksi dan sirup. Pemilihan bentuk sediaan intravena tepat untuk kondisi pasien
yang membutuhkan penanganan cepat dan respon terapi yang cepat. Pasien pada kasus ini
tidak memiliki alergi obat dan tidak ada riwayat penyakit menyertai, sehingga dengan
mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan dapat disimpulkan resep ini sudah
tepat pasien (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

3. Waspada Efek Samping


Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efektidak diinginkan
yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. (KepmenKes RI, 2011). Efek
samping yang dapat muncul pada penggunaan obat sesuai resep dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 6. Tabel efek samping obat
Nama obat Indikasi Efek Samping
Terapi cairan dan elektrolit Efek samping dari penggunaan
IV FD
Dextros 1/4 infus adalah nyeri, memar, infeksi
ns bakteri, trombosis, emboli (USP,
2014).
Sanmol Analgesik, antipiretik Efek samping dari penggunaan
flash sanmol yang mengandung
parasetamol adalah nekrosis hepatik
yang berpotensi fatal dan
kemungkinan nekrosis tubulus
ginjal. Hepatitis toksik juga telah
dikaitkan dengan konsumsi jangka
panjang 5-8 g/hari selama beberapa
minggu atau 3-4 g/ hari selama
setahun. Terkadang ruam
makulopapular atau urtikaria terjadi
(Anderson et al., 2002).
Antiinflamasi Efek samping dari penggunaan
dexametasione adalah terkait
dengan dosis dan durasi seperti
gangguan cairan dan elektrolit
(edema dan hipertensi),
Dexametaso hiperglikemia dan glikosuria. Selain
n inj
itu dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada anak-anak.
Pemberian intravena secara cepat
dalam dosis besar dilaporkan dapat
menyebabkan kolaps
kardiovaskular (Sweetman, 2009).
Cefotaxim Antibiotik Kolitis, diare, demam, rash, mual
inj dan muntah (Lacy et al., 2009).
Bronkodilator Combivent mengandung
ipratropium bromide dan
salbutamol sulphate. Efek samping
dari penggunaan obat ini adalah
Nebul
combivent bronchitis, infeksi saluran
pernapasan bagian atas, sakit
kepala, dispepsia, mual, muntah
dan nyeri dada (Lacy et al., 2009).

Mengurangi produksi asam Efek samping dari ranitidine adalah

Ranitidin lambung (mual) sakit kepala, mual, muntah, pusing,


iv/set konstipasi, kembung, nyeri
abdomen (BNF, 2009).
Mukolitik (mengencerkan Gangguan gastrointestinal, pusing,
Ambroxol
syr dahak) berkeringat , ruam kulit (Sweetman,
2009)
Anderson, P. O., J. E. Knoben and W. G. Troutman. 2002. Handbook of Clinical Drug
Data,10th Edition. New York:McGraw-Hill Companies, Inc.

BNF. 2009. British National Formularium 57th Edition. London: BMJ Grup dan RPS
Publishing.
Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Lacy, C.F., L.L Amstrong, M.P. Goldman, and L.L. Lance. 2011. Drug Information Handbook
20th Edition. United States: Lexicomp’s.

Mycek, M., Johnson, R., Amrstrong, Harvey and P. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference, Edition. London:

Pharmaceutical Press.
The United States Pharmacopeia 31 ed 2014. Rockville: United States Pharmacopeial
Convention, Inc.

Anda mungkin juga menyukai