Anda di halaman 1dari 6

Nama : Aprilia Ayuning Putri Dikumpulkan Tanggal : Rabu, 20-09-2017

NPM : 1606892213 Paraf Asisten :


Prodi : Teknik Kimia
Kelompok : 2

LTM 1

1. OUTLINE
1.1 Bahaya Kandungan Limbah Zat Cair terhadap Lingkungan
1.2 Sifat Limbah Cair pada Industri Tekstil
1.3 Kuantitas Limbah yang Dihasilkan oleh Industri Tekstil

2. PEMBAHASAN
2.1 Bahaya Kandungan Limbah Zat Cair terhadap Lingkungan
Masalah lingkungan yang utama dalam industri tekstil adalah limbah dari proses
pencelupan. Zat warna, logam berat dan konsentrasi garam yang tinggi merupakan
polutan air (Dewi, 2009).

Semakin tingginya permintaan pasar terhadap tekstil, semakin banyak limbah tekstil
cair yang dihasilkan dari kegiatan industri. Banyaknya zat kimia yang digunakan
pada industri tekstil menyebabkan permasalahan lingkungan dan gangguan
kesehatan. Permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan pencemaran air akibat
pelepasan effluent (limbah tekstil cair) yang belum melalui treatment dan
penggunaan bahan beracun selama proses.

Gambar 1. Mindmap Bahaya Limbah Tekstil


Effluen bersifat COD sehingga dapat secara drastis menurunkan konsentrasi oksigen
akibat adanya hidrosulfida dan menghalangi masuknya cahaya matahari ke perairan
yang mengakibatkan kerusakan ekosistem. Hal ini terjadi Karena produsen utama
ekosistem cair tidak dapat melakukan fotosintesis, sementara populasi lainnya sangat
bergantung pada produsen.

Effluen tekstil juga menyebabkan beberapa permasalahan penurunan kualitas


lingkungan dan penyakit manusia. Sekitar 40% zat pewarna yang digunakan
mengandung clorin yang terikat secara organic yang merupakan zat karsinogenik.
Contohnya perwarna tekstil Rhodamin B, penggunaan zat ini dalam industri akan
mengakibatkan senyawa tersebut banyak ditemukan dalam limbah cair hasil industri.
Limbah cair hasil industri tanpa pengelolaan lebih lanjut kemudian dialirkan ke
sungai-sungai yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari.
Hal ini akan memberikan dampak yang fatal terhadap kehidupan masyarakat
terutama dalam bidang kesehatan. Rhodamin B merupakan hasil reaksi antara satu
molekul Ptalat anhidrat atau suksinat anhidrat dengan dua molekul meta
dietilaminofenol. Rhodamin B berikatan dengan klorin (Cl). Atom klorin merupakan
senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan
berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain
dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh.

Logam berat yang terkandung dalam efluen industry tekstil tidak bersifat
biodegradable, sehingga mereka terakumulasi dalam suatu organ di tubuh manusia
dalam jangka waktu yang lama dan menjadi cikal bakal timbulnya penyakit.
Secara umum, limbah industry tekstil seperti diatur dalam undang-undang memiliki
pH berkisar anatara 6.0-9.0, tetapi seringkali ditemukan limbah tekstil yang memilki
pH di atas 9. Padahal, biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Standar baku
pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8.5. (Mackereth et al, 1989).
Dapat diprediksikan, apabila limbah tekstil cair dibuang ke perairan dimana biota
akuatik hidup terlebih tanpa melalui proses treatment, hal tersebut akan
mempengaruhi osmoregulasi biota laut.

Adanya polusi akibat zat kimia, dapat mempengaruhi kerja tubuh seperti
terganggunya proses fisiologi dan mekanisme biokimia pada sel hewan yang
mengakibatkan gangguan fungsi organ respirasi, osmoregulasi, dan reproduksi.
Padahal, zat kimia dapat menguap dan terhirup melalui udara, terserap melalui pori
kulit manusia, sehingga dapat menimbulkan reaksi yang lebih ringan seperti alergi
maupun kondisi kesehatan bayi dalam kandungan.

2.2 Sifat Limbah Cair pada Industri Tekstil

Terdapat tiga proses utama dalam pengolahan tekstil, yaitu pemintalan penenunan
dan pencelupan. Dari ketiga proses utama tersebut proses yang paling banyak
menghasilkan limbah adalah proses pencelupan.

Gambar 3. Mindmap Proses Industri Tekstil

Karakteristik limbah tekstil lainnya sangat ditentukan dari proses yang dilaksanakan
dalam pencelupan. Diagram berikut dapat menerangkan perkiraan jenis limbah yang
dihasilkan dari proses-proses pencelupan.
Gambar 4. Diagram Proses Pencelupan beserta input dan output yang
dihasilkan

Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil alkohol.
Proses desizing dapat menggunakan asam atau enzim. Scouring merupakan
penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat pada kain melalui proses
saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan selama proses scouring
untuk mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi yang terdapat pada kain.
Bleaching merupakan penghilangan zat warna alami pada kain yang tidak diinginkan.
Mercerising adalah pengolahan kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain
yang lembut (Sunarto, 2008).

Secara umum, limbah tekstil cair memilki karakteristik sebagai berikut :


a. Berwarna
Pada proses pewarnaan (dyeing), zat warna yang biasa digunakan pada umumnya
tidak akan masuk seluruhnya kedalam bahan tekstil, sehingga efluen/limbah cair
yang dihasilkan masih mengandung residu zat warna pekat (limbah tekstil
biasanya berwarna). Zat warna disintesis sedemikian sehingga tidak mudah
rusak oleh perlakuan kimia.
Gambar 5. Limbah Tekstil Berwarna Pekat
(Sumber : www.kompas.com)

Gambar 6. Limbah Tekstil Berwarna Pekat


(Sumber : www.misteri.com.id)

b. Reaktif dan memilki pH tinggi


Penggunaan alkali dalam fiksasi pewarnaan menjadikal Ph larutan tinggi
mencapai > 9. Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion
hidrogen dalam perairan. Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan
menaikkan kebasaan air.
c. COD (Chemical Oxygen Demand) nya cukup tinggi
COD yang cukup tinggi disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang terkandung
dalam limbah tersebut, seperti sisa zat warna, zat pembasah, dan pembantu yang
digunakan.
d. Logam berat, yang bersifat tidak biodegradable. Contoh logam berat yang
terkandung dalam limbah tekstil anatara lain adalah As, Cd, Cr, Pb, Cu, dan Zn.
e. Mengandung hidrokarbon terhalogenasi yang berasal dari proses dressing dan
finishing.
f. Mengandung surfaktan.

Tabel 1. Karakteristik limbah tekstil


Tabel 2. Baku Mutu Limbah Tekstil

2.3 Kuantitas Limbah yang Dihasilkan oleh Industri Tekstil

Kuantitas limbah yang dihasilkan sangat bergantung dengan proses industri tekstil
yang diterapkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), sumber limbah cair terbesar
adalah limbah tekstil dengan 93%. Sebagai contoh pada tahun yang sama, Jawa
Barat yang merupakan sentra industry tekstil menyumbangkan sekitar 837.007
m3/tahun limbah tekstil cair dan 458.467 m3/tahun diantaranya dihasilkan di kota
Bandung.

Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750mg/l


padatan tersuspensi dan 500mg/l BOD. Beban tiap ton produk lebih besar untuk
operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar antara 25 kg
BOD/ton produk sampai 100 kg BOP/ton.

3. DAFTAR PUSTAKA
Khan, Shana; Malik, Abdul, 2013. Environmental and Health Effects of Textile Industry
Wastewater. Environmental Deterioration and Human Health, 1, 55-71.
Sastrawidana, I Dewa K.; Biblana, W. La; Anas, Miftah Fauzi; Dwi, Andreas Santosa;
2008. Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik, Aerobik Menggunakan
Biofilm Bakteri Konsorsium Dari Lumpur Limbah Tekstil. Ecothropic, 3, 74-80.
Politeknik Negeri Bandung, Kajian Awal Perolehan Energi Listrik dari Air Limbah
Tekstil secara SBMFC, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai