LTM 1
1. OUTLINE
1.1 Bahaya Kandungan Limbah Zat Cair terhadap Lingkungan
1.2 Sifat Limbah Cair pada Industri Tekstil
1.3 Kuantitas Limbah yang Dihasilkan oleh Industri Tekstil
2. PEMBAHASAN
2.1 Bahaya Kandungan Limbah Zat Cair terhadap Lingkungan
Masalah lingkungan yang utama dalam industri tekstil adalah limbah dari proses
pencelupan. Zat warna, logam berat dan konsentrasi garam yang tinggi merupakan
polutan air (Dewi, 2009).
Semakin tingginya permintaan pasar terhadap tekstil, semakin banyak limbah tekstil
cair yang dihasilkan dari kegiatan industri. Banyaknya zat kimia yang digunakan
pada industri tekstil menyebabkan permasalahan lingkungan dan gangguan
kesehatan. Permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan pencemaran air akibat
pelepasan effluent (limbah tekstil cair) yang belum melalui treatment dan
penggunaan bahan beracun selama proses.
Logam berat yang terkandung dalam efluen industry tekstil tidak bersifat
biodegradable, sehingga mereka terakumulasi dalam suatu organ di tubuh manusia
dalam jangka waktu yang lama dan menjadi cikal bakal timbulnya penyakit.
Secara umum, limbah industry tekstil seperti diatur dalam undang-undang memiliki
pH berkisar anatara 6.0-9.0, tetapi seringkali ditemukan limbah tekstil yang memilki
pH di atas 9. Padahal, biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Standar baku
pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8.5. (Mackereth et al, 1989).
Dapat diprediksikan, apabila limbah tekstil cair dibuang ke perairan dimana biota
akuatik hidup terlebih tanpa melalui proses treatment, hal tersebut akan
mempengaruhi osmoregulasi biota laut.
Adanya polusi akibat zat kimia, dapat mempengaruhi kerja tubuh seperti
terganggunya proses fisiologi dan mekanisme biokimia pada sel hewan yang
mengakibatkan gangguan fungsi organ respirasi, osmoregulasi, dan reproduksi.
Padahal, zat kimia dapat menguap dan terhirup melalui udara, terserap melalui pori
kulit manusia, sehingga dapat menimbulkan reaksi yang lebih ringan seperti alergi
maupun kondisi kesehatan bayi dalam kandungan.
Terdapat tiga proses utama dalam pengolahan tekstil, yaitu pemintalan penenunan
dan pencelupan. Dari ketiga proses utama tersebut proses yang paling banyak
menghasilkan limbah adalah proses pencelupan.
Karakteristik limbah tekstil lainnya sangat ditentukan dari proses yang dilaksanakan
dalam pencelupan. Diagram berikut dapat menerangkan perkiraan jenis limbah yang
dihasilkan dari proses-proses pencelupan.
Gambar 4. Diagram Proses Pencelupan beserta input dan output yang
dihasilkan
Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil alkohol.
Proses desizing dapat menggunakan asam atau enzim. Scouring merupakan
penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat pada kain melalui proses
saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan selama proses scouring
untuk mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi yang terdapat pada kain.
Bleaching merupakan penghilangan zat warna alami pada kain yang tidak diinginkan.
Mercerising adalah pengolahan kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain
yang lembut (Sunarto, 2008).
Kuantitas limbah yang dihasilkan sangat bergantung dengan proses industri tekstil
yang diterapkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), sumber limbah cair terbesar
adalah limbah tekstil dengan 93%. Sebagai contoh pada tahun yang sama, Jawa
Barat yang merupakan sentra industry tekstil menyumbangkan sekitar 837.007
m3/tahun limbah tekstil cair dan 458.467 m3/tahun diantaranya dihasilkan di kota
Bandung.
3. DAFTAR PUSTAKA
Khan, Shana; Malik, Abdul, 2013. Environmental and Health Effects of Textile Industry
Wastewater. Environmental Deterioration and Human Health, 1, 55-71.
Sastrawidana, I Dewa K.; Biblana, W. La; Anas, Miftah Fauzi; Dwi, Andreas Santosa;
2008. Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik, Aerobik Menggunakan
Biofilm Bakteri Konsorsium Dari Lumpur Limbah Tekstil. Ecothropic, 3, 74-80.
Politeknik Negeri Bandung, Kajian Awal Perolehan Energi Listrik dari Air Limbah
Tekstil secara SBMFC, Bandung.