Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum 2 Tanggal mulai : 21 September 2011

M.K. Ilmu Bahan Makanan Tanggal selesai : 22 September 2011


SAYUR DAN BUAH 1
Oleh :
Kelompok 5
Rayfan Ambrian I14100050
Putri Gita Puspita I14100052
Dini Suciyanti I14100063
Erlina Andika D.P I14100105
T.Ilham Akbar I14100121

Asisten :
Sumi Arrofi
Ezria E.Adyas

Penanggung jawab praktikum:


dRh.M

MAYOR ILMU GIZI


DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayur dan buah merupakan makanan yang sangat penting untuk
kesehatan tubuh manusia. Karena kandungan zat gizi terutama vitamin dan
mineralnya yang cukup tinggi. Sayur biasanya dikonsumsi sebagai lalapan dan
buah-buahan dikonsumsi dalam keadaan matang. Jadi perlu pengetahuan yang
cukup baik dalam mengamati sifat fisik dan kimia dari sayur dan buah tersebut.
Tiap buah dan sayur mempunyai sifat fisik yang berbeda. Perbedaan tingkat
kematangan juga menyebabkan perbedaan sifat fisik. Sifat fisik buah dan sayur
yang sering diamati adalah warna, aroma, rasa, bentuk, ukuran, dan kekerasan
diamati secara subjektif. Sedangkan berat ditetapkan secara objektif
menggunakan timbangan. Selain sifat fisik, sifat kimia buah dan sayur juga
berbeda antara masing-masing bahan dan tingkat kematangannya.
Sayur dan buah dapat mengalami kerusakan karena adanya faktor
mekanik, biologi, dan mikrobiologi. Hal ini dapat dilakukan perlakuan khusus
umpamanya dengan pengawetan, seperti pemberian gula, penyimpanan dingin,
dan blanching. Blanching adalah suatu proses perendaman buah atau sayur
dalam air mendidih atau suhu 82-93 C selama 3-5 menit. Agar lebih nikmat
dikonsumsi buah dan sayur juga harus selalu dalam bentuk tegas/keras biasanya
dengan menambahkan air kapur sirih untuk tujuan tersebut. Oleh karena itu,
dilakukan praktikum ini dengan mengamati sifat fisik dan kimia sayur dan buah,
bagian yang dapat dimakan, serta pengawetan dan ketegaran buah dan sayur
tersebut.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk untuk mempelajari sifat fisik dan
kimia buah dan sayur, mengetahui cara perhitungan bagian yang dapat dimakan
dari buah dan sayur, cara pengawetan dan mempelajari pengaruh ketebalan
buah, konsentrasi air kapur perendam dan perlakuan blanching terhadap mutu
organoleptip buah.
Tinjauan Pustaka
Buah adalah organ pada tumbuhan berbunga yang merupakan
perkembangan lanjutan dari bakal buah (ovarium). Buah biasanya membungkus
dan melindungi biji. Aneka rupa dan bentuk buah tidak terlepas kaitannya
dengan fungsi utama buah,yakni sebagai pemencar biji tumbuhan. Pengertian
buah dalam lingkup pertanian (hortikultura) atau pangan adalah lebih luas
daripada pengertian buah di atas. Karena buah dalam pengertian ini tidak
terbatas yang terbentuk dari bakal buah, melainkan dapat pula berasal dari
perkembangan organ yang lain. Karena itu, untuk membedakannya, buah yang
sesuai menurut pengertian botani biasa disebut buah sejati.
Pembentukan buah Buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah
(ovarium). Setiap bakal buah berisi satu atau lebih bakal biji (ovulum), yang
masing-masing mengandung sel telur. Bakal biji itu dibuahi melalui suatu proses
yang diawali oleh peristiwa penyerbukan, yakni berpindahnya serbuk sari dari
kepala sari ke kepala putik. Setelah serbuk sari melekat di kepala putik, serbuk
sari berkecambah dan isinya tumbuh menjadi buluh serbuk sari yang berisi
sperma. Buluh ini terus tumbuh menembus tangkai putik menuju bakal biji, di
mana terjadi persatuan antara sperma yang berasal dari serbuk sari dengan sel
telur yang berdiam dalam bakal biji, membentuk zigot yang bersifat diploid.
Pembuahan pada tumbuhan berbunga ini melibatkan baik plasmogami, yakni
persatuan protoplasma sel telur dan sperma, dan kariogami, yakni persatuan inti
sel keduanya. Setelah itu, zigot yang terbentuk mulai bertumbuh menjadi embrio
(lembaga), bakal biji tumbuh menjadi biji, dan dinding bakal buah, yang disebut
perikarp, tumbuh menjadi berdaging (pada buah batu atau drupa) atau
membentuk lapisan pelindung yang kering dan keras (pada buah geluk atau
nux). Sementara itu, kelopak bunga (sepal), mahkota (petal), benangsari
(stamen) dan putik (pistil) akan gugur atau bisa jadi bertahan sebagian hingga
buah menjadi. Pembentukan buah ini terus berlangsung hingga biji menjadi
masak. Pada sebagian buah berbiji banyak, pertumbuhan daging buahnya
umumnya sebanding dengan jumlah bakal biji yang terbuahi. Dinding buah, yang
berasal dari perkembangan dinding bakal buah pada bunga, dikenal sebagai
perikarp (pericarpium). Perikarp ini sering berkembang lebih jauh, sehingga
dapat dibedakan atas dua lapisan atau lebih. Yang di bagian luar disebut dinding
luar, eksokarp (exocarpium), atau epikarp (epicarpium); yang di dalam disebut
dinding dalam atau endokarp (endocarpium); serta lapisan tengah (bisa
beberapa lapis) yang disebut dinding tengah atau mesokarp (mesocarpium).
Pada sebagian buah, khususnya buah tunggal yang berasal dari bakal
buah tenggelam, terkadang bagian-bagian bunga yang lain (umpamanya tabung
perhiasan bunga, kelopak, mahkota, atau benangsari) bersatu dengan bakal
buah dan turut berkembang membentuk buah. Jika bagian-bagian itu merupakan
bagian utama dari buah, maka buah itu lalu disebut buah semu. Itulah sebabnya
menjadi penting untuk mempelajari struktur bunga, dalam kaitannya untuk
memahami bagaimana suatu macam buah terbentuk. Berdasarkan derajat
kekerasan perikarpium (dinding buah) buah dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu
buah kering, dan buah berdaging. Pada buah yang berdaging, perikarpium, yang
berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi epikarpium, mesokarpium,
dan endokarpium. Endokarpium biasanya keras dan mengandung sel batu. Pada
buah kering perikarpium sering mempunyai jaringan sklerenkimatis.
Penggolongan buah yang lain didasarkan pada tingkat kemampuan buah untuk
membuka (merekah) atau tidak pada waktu masak. Buah kering selanjutnya
dibedakan atas buah yang tidak memecah (indehiscens) dan yang memecah
(dehiscens). Buah indehiscens berisi satu biji, sehingga untuk memencarkan
bijinya buah ini tidak perlu memecah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini
adalah buah tipe padi, tipe kurung, dan tipe keras. Buah-buah tunggal berdaging
pada umumnya tidak memecah (membuka) ketika masak. Salah satu
perkecualiannya adalah pala (Myristica).(Anonim 2009)
Apabila bakal buah berkembang menjadi buah, dinding ovarium menjadi
perikarpium. Pada bunga dinding ovarium menjadi perikarpium. Pada bunga
dinding ovarium terdiri dari sel – sel parenkim, jaringan pembuluh, dan lapisan
epidermis dalam dan luar. Selama pemasakan, perikarpium bertambah jumlah
selnya. Jaringan dasar secara relative tetap homogen dan paerenkim
terdiferensiasi menjadi parenkim dan jaringan sklerenkim. Perikarpium mungkin
terdiferensiasi menjadi 3 bagian yangh secara morfologi berbeda yaitu
eksokarpium, mesokarpium dan endokarpium. Masing – masing merupaka
lapisan terluar, bagian tengah dan lapisan terdalam. Kadang – kadang
eksokarpium dan endokarpium merupakan epidermis luar dan dalam dinding
ovarium. Dinding ovarium menyelubungi ovarium dimana biji dihasilkan. Jaringan
pembuluh bervariasi untuk setiap jenis buah dan terdapat pada perikarpium.
Struktur perikarpium menunjukkan variasi yang luas untuk setiap jenis atau tipe
buah. Ada 2 macam tipe perikarpium, yaitu parenkematik, pada buah berdaging
dan sklerenkimatik pada buah kering.
Buah juga merupakan bagian tanaman yang berasal dari hasil
penyerbukan putik dan benang sari. Buah pada umumnya dikonsumsi setelah
makan utama, padahal lebih baik dihidangkan sebagai appetizer. Buah dapat
dikonsumsi sebesar 60-70% dari total berat buah kecuali nanas dan pisang
Sebagian besar buah mengandung sangat sedikit lemak kecuali kelapa dan
alpukat yang mengandung lemak sektiar 17%. Kandungan protein pada buah
relatif sedikit. Kadar air pada buah mencapai 85%. Buah mengandung sedikit
karbohidrat. Buah merupakan sumber vitamin A dan C. Buah bukan merupakan
sumber mineral, karena sumber mineral berasal dari sayur mayur. Komposisi gizi
buah dipengaruhi oleh iklim, varietas, cuaca, cara pemanenan, cara penanaman,
teknik penyimpanan, tingkat kematananga, dan cara pemeliharaan.Warna yang
terbentuk pada buah disebabkan oleh zat yang sama dengan penyusun warna
pada sayur mayur. Komposisis penyusun buah adalah
1. karbohidrat yang tersusun atas pati, gula, dan protein
2. vitamin C,A,B1, Calcium (terdapat pada oranges and grapes) dan Zat
besi (terdapat pada strawberries, blackberries, dan raspberries)
3. Pigmen Karotenoid, Flavonoid, Klorofil
4. Asam-asam organik seperti asam asetat, asam oksalo asetat, asam sitrat,
dan sebagainya
5. Komponen lain seperti ester, sukrosa, dan lain-lain
Rasa pada buah sangat bervariasi. Penyebab dari pembentuk rasa yang
bervariasi adalah:
1. Senyawa aromatik -> ester (metil butirat) dan aldehid dan turunannya
seperti benzaldehid
2. minyak essential -> terdapat pada orange and lemon
3. asam-asam
o asam organik yang bebas maupun terikat
o asam malat dan asam sitrat yang menjadi mayoritas asam pada
buah
o asam tartarat pada anggur
o asam oksalat yang berkombinasi dengan kalsium
o flavor pada buah berhubungan positif dengan skor pH
4. Komponen lain yaitu komponen penyusun lainnya adalah garam mineral,
gula, dan senyawa fenolik (tanin). Pemasakan buah pada besi atau
kaleng akan menhasilkan suatu garam logam pada buah. Walaupun
demikian, garam logam tidak berbahaya bagi tubuh. Senyawa fenolik
paling banyak terdapat pada buah muda dan memiliki rasa pahit,
menghasilkan astringent dan puckery pada mulut.
Pada saat buah dimasak (ripening), buah akan mengalami beberapa fenomena:
1. Pengurangan warna hijau dan munculnya warna oranye Hal ini
diakibatkan karena klorofil yang menutupi warna oranye atau kuning larut
oleh air.
2. Pengempukkan
Pengerasan buah diakibatkan oleh pektin. Ketika dimasak, pektin tersebut
berubah menjadi asam pektin sehingga kemampuan zat tersebut untuk
mengeras menjadi hilang sehingga buah menjadi lunak
3. Pembentukkan flavor yang bagus Flavor yang disukai adalah flavor yang
kandungan asam rendah dan gula tinggi. Pada saat diamasak, kadar gula
meningkat dan kadar asam menurun. Selain itu terbentuk pula minyak
essential dan substansi volatil yang menambah nikmat suatu buah.
4. Perubahan padatan terlarut seperti gula, dan asam organik
Bisa dilihat dari reaksi fisika
Beberapa tips memilih buah yang segar:
Penyimpanan buah agar tetap segar merupakan keinginan kita semua. Buah
akan mengalami kebusukan walaupun sudah dipanen karena reaksi
metabolisme pada buah akan terus berlangsung. Untuk mengurangi laju reaksi
metabolisme tersebut, penurunan suhu merupakan salah satu solusi. Untuk
mengendalikan proses metabolisme tersebut digunakan suatu teknik yang
dikenal dengan CAS (Controller Atmosphere Storage) dimana kadar oksigen
diturunkan dari 21% menjadi 2-3%. Keuntungann dengan CAS selain
menurunkan porses metabolisme adalah penurunan laju pemasakan daging,
menghambat perubahan, dan memperpanjam lama penyimpanan. Namun, tidak
semua penurunan suhu akan membuat buah menjadi awet. Pisang mentah yang
ditaru pada suhu rendah akan mengalami kerusakan sehingga jika ingin
menaruh pisang di lemari es, sebaiknya ditunggu sampai masak. (Anonim 2011)
Sifat fisik dan kimia buah dan sayuran
Buah dan sayuran memiliki banyak kesamaan sehubungan dengan
komposisi mereka, metode budidaya dan panen, sifat penyimpanan dan
pengolahan. Bahkan, banyak sayuran dapat dianggap buah dalam arti botani
benar. Botanikal, buah-buahan adalah mereka bagian dari tanaman yang bibit
rumah. Komposisi sayuran dan buah yang tidak hanya bervariasi untuk jenis
diberikan dalam menurut berbagai botani, praktek budidaya, dan cuaca, tetapi
perubahan dengan tingkat kematangan sebelum panen, dan kondisi
kematangan, yang progresif setelah panen dan selanjutnya dipengaruhi oleh
kondisi penyimpanan. Namun demikian, beberapa generalisasi dapat dibuat.
Kebanyakan sayuran segar dan buah yang tinggi kandungan air, rendah protein,
dan rendah lemak. Dalam kasus ini isi air umumnya akan lebih besar dari 70%
dan sering lebih besar dari 85%.
Umumnya kandungan protein tidak akan lebih besar dari 3,5% atau
kandungan lemak lebih dari 0,5%. Pengecualian ada dalam kasus tanggal dan
kismis yang jauh lebih rendah kelembaban tetapi tidak dapat dianggap segar
dalam arti yang sama seperti buah lainnya. Kacang-kacangan seperti kacang
polong dan kacang-kacangan tertentu lebih tinggi di protein; beberapa sayuran
seperti jagung manis yang sedikit lebih tinggi lemak dan alpukat yang secara
substansial lebih tinggi dalam lemak.
Sayuran dan buah merupakan sumber penting dari karbohidrat baik
dicerna dan dicerna. Karbohidrat dicerna yang hadir sebagian besar dalam
bentuk gula dan pati, sementara selulosa dicerna menyediakan serat yang
penting untuk pencernaan yang normal.
Buah dan sayuran juga merupakan sumber penting dari mineral dan
vitamin tertentu, terutama vitamin A dan C. prekursor vitamin A, karotenoid lain
termasuk beta-karoten dan pasti, harus ditemukan terutama dalam buah kuning-
oranye dan sayuran dan di sayuran berdaun hijau.
Buah jeruk merupakan sumber yang sangat baik dari vitamin C, seperti
sayuran berdaun hijau dan tomat. Kentang juga menyediakan sumber penting
dari vitamin C untuk diet banyak negara. Hal ini tidak begitu banyak karena
tingkat vitamin C dalam kentang yang tidak terlalu tinggi tetapi lebih kepada
jumlah besar kentang dikonsumsi.
Buah adalah organ pada tumbuhan berbunga yang merupakan
perkembangan lanjutan dari bakal buah (ovarium). Buah biasanya membungkus
dan melindungi biji. Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal
tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam
keadaan segar atau setelah diolah secara minimal. (Anonim 2009
Prinsip pengawetan makanan
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut: 1). pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat
untuk memproduksi toksin didalam pangan; 2). katabolisme dan pelayuan
(senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim
indigenus; 3). reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan
lainnya dalam lingkungan penyimpanan; 4). kerusakan fisik oleh faktor
lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan 5). kontaminasi
serangga, parasit dan tikus. Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan
enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH,
konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai
contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk
berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon,
sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen
(aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya. Sehingga: untuk
mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat
terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama
kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara
penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal adalah proses
pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti
oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu: 1).
Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial; 2). Mencegah atau
memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan 3).
Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat
dilakukan dengan cara: a). mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja
dengan aseptis); b). mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses
filtrasi; c). menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya
dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik
atau penggunaan pengawet kimia; d). membunuh mikroorganisme, misalnya
dengan sterilisasi atau radiasi. Mencegah atau memperlambat laju proses
dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi
atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan
memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan
penambahan anti oksidan. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa
mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan
dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan,
dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan
target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau
bersifat jangka panjang. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan
beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C),
pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi
keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah,
fermentasi, radiasi dan kombinasinya. Penanganan aseptis merupakan proses
penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi
dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya
kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk
mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan
(layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme. Penggunaan
suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis
dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk.
Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak
disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk
mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui
proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi,
enzimatis maupun mikrobial. Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir)
dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan
membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme
tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan
intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.
Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen
(penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi
penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi
lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan,
sayuran, susu, daging dan reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat
diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen. Penggunaan pengawet
dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga merupakan cara yang
dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan SO2
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama
proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir.
Pemaparan pangan dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau
menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan
nyata pada kualitas produk. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (≥100°C),
penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman),
pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan
bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat
menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim. Penggunaan gula atau garam
dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng.
Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat
pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam
benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara
selektif. Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan
peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini
akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun
enzimatis. Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga
mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh
oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Perlakuan
pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi
dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan
biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan.
Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan
jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan
(pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).
Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang,
dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan,
pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting
diperhatikan penggunaan wadah (container) dan kemasan yang dapat
melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya
rekontaminasi selama penyimpanan. (Elvira Syamsir 2011)
Pengawetan Bahan Pangan
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut: 1). pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat
untuk memproduksi toksin didalam pangan; 2). katabolisme dan pelayuan
(senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim
indigenus; 3). reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan
lainnya dalam lingkungan penyimpanan; 4). kerusakan fisik oleh faktor
lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan 5). kontaminasi
serangga, parasit dan tikus. Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan
enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH,
konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai
contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk
berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon,
sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen
(aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya. Sehingga: untuk
mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat
terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama
kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara
penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal adalah proses
pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti
oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu: 1).
Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial; 2). Mencegah atau
memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan 3).
Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat
dilakukan dengan cara: a). mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja
dengan aseptis); b). mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses
filtrasi; c). menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya
dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik
atau penggunaan pengawet kimia; d). membunuh mikroorganisme, misalnya
dengan sterilisasi atau radiasi. Mencegah atau memperlambat laju proses
dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi
atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan
memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan
penambahan anti oksidan. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa
mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan
dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan,
dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan
target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau
bersifat jangka panjang. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan
beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C),
pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi
keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah,
fermentasi, radiasi dan kombinasinya. Penanganan aseptis merupakan proses
penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi
dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya
kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk
mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan
(layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme. Penggunaan
suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis
dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk.
Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak
disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk
mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui
proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi,
enzimatis maupun mikrobial. Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir)
dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan
membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme
tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan
intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.
Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen
(penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi
penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi
lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan,
sayuran, susu, daging dan reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat
diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen. Penggunaan pengawet
dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga merupakan cara yang
dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan SO2
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama
proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir.
Pemaparan pangan dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau
menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan
nyata pada kualitas produk. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (≥100°C),
penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman),
pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan
bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat
menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim. Penggunaan gula atau garam
dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng.
Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat
pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam
benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara
selektif. Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan
peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini
akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun
enzimatis. Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga
mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh
oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Perlakuan
pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi
dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan
biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan.
Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan
jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan
(pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).
Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang,
dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan,
pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting
diperhatikan penggunaan wadah (container) dan kemasan yang dapat
melindungi pabrik dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya
rekontaminasi selama penyimpanan. (Buckle K A, et al. 1978)
METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Praktikum Buah dan Sayur I dilaksanakan pada hari Rabu, 14 September
2011, pukul 09.00-12.00 WIB. Praktikum Ilmu Bahan Makanan ini dilaksanakan
di Laboratorium Percobaan Bahan Makanan I, Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Praktikum Buah dan Sayur I terdiri dari lima praktikum, yaitu Pengamatan
Sifat Fisik Buah dan Sayur, Pengenalan Sifat Kimia Buah dan Sayur, Menghitung
BDD dari Beberapa Macam Buah dan Sayur, Pengawetan Buah, dan Ketegaran
Buah. Bahan yang digunakan pada keempat praktikum kali ini adalah jambu
merah, jeruk, labu siam, terong, Sedangkan alat yang digunakan untuk praktikum
Pengamatan Sifat Fisik Buah dan Sayur yaitu penggaris, jangka sorong, dan
timbangan. Praktikum yang kedua adalah Pengamatan Sifat Kimia Buah dan
Sayur. Alat yang digunakan yaitu ulekan, pH-meter, dan labu takar.
Praktikum yang ketiga yaitu Menghitung BDD dari Beberapa Macam
Buah dan Sayur, alat yang digunakan adalah timbangan dan pisau. Praktikum
keempat hanya menggunakan bahansebagai berikut manisan pala, manisan
mangga, manisan canar, manisan salak, dan manisan kedondong. Bahan-bahan
yang digunakan pada praktikum Ketegaran Buah adalah bengkoang, air, kapur
sirih. Alat yang digunakan yaitu panci ertangkai, telenan, pisau, gelas, dan
kompor gas.
X

Prosedur Percobaan
Pengamatan Sifat Fisik Buah dan Sayur

Buah dan sayur


diamati warna,
aroma serta rasanya

Buah dan sayur


diamati bentuknya
Buah dan sayur
ditimbang menggunakan
timbangan

Buah dan sayur diukur


panjang, lebar serta
tingginya

Buah dan sayur diukur tingkat


kekerasannya berdasarkan
penilaian
Pengamatan Sifat Kimia Buah dan Sayur subjektif

Buah dan sayur 100 g


dihancurkan secara terpisah

Buah dan sayur yang kadar airnya rendah


ditambahkan air destilata sebanyak 100 ml
X

Buah dan sayur yang sudah dihancurkan


diukur pHnyamenggunakan ph-meter
sebanyak tiga kali
Menghitung BDD dari Beberapa Macam Buah dan Sayur
Manisan dicicipi oleh
kesepuluh panelis

Uji kesukaan akan dilakukan oleh


kesepuluh panelis mengenai faktor
warna, aroma, rasa, dan tekstur

Buah dipotong dadu 1x1x1


cm (14 potong) dan 3x3x3
cm (14 potong)

Buah dan sayur ditimbang


Pengawetan Buah

Pada perlakuan blanching, 7 potong


buah dadu 1x1x1 cm dan 7 potong
Buah dan sayur yang dapat
buah dadu 3x3x3 cm direndam dalam
dimakan, dipisahkan dengan
air panas 820-930 C selama 3 menit
yang tidak dapat dimakan
Ketegaran Buah

PadaBagian buah
perlakuan dan sayur yang
nonblanching dapatbuah
7 potong
dimakan
dadu 1x1x1kemudian
cm dan 7ditimbang kembali
potong buah dadu
3x3x3 cm direndam dalam larutan kapur sirih
(air sudah dididihkan terlebih dahulu) dengan
takaran kapur sirih:air yaitu 2 sdm: 150 ml
Setelah mendapat data
yang diperlukan, BDD
buah dan sayur dihitung
Semua perlakuan, dimasukkan
ke dalam plastik yang terpisah,
serta diamati setiap empat jam
setelah praktikum berlangsung
2. Tabel Perbandingan BDD manual dan BDD dalam DKBM
BDD hasil manual BDD dalam DKBM
Buah atau Sayur
(%) (%)
Apel 93,43 88
Jeruk 77 72
Jambu biji 99,5 82
Salak 64,7 50
Pir 90,05 100
Mangga 70,46 65
Wortel 86 88
Mentimun 100 70
Kangkung 83,33 70
Terong 94,16 87
Labu siam 84,19 83
Kacang panjang 100 100

Persentase kesukaan manisan

Rasa Suka
Warna Suka

Mangga
Mangga 12%
11%
29% Salak
33% Salak
18%
17% Pala
Pala
12% Kendondong
Kedondong
22% 17% 29%
Canar
Canar
Tekstur Suka Aroma Suka

0%

16% Mangga 13% Mangga


31%
Salak Salak
37%
21% Pala
Pala
25%
Kendondong Kedondong
32%
Canar

25%

Rasa Sangat Suka


Tekstur Sangat Suka
0%
0%
0% 0%
Mangga 0% Mangga
14%
Salak 29% Salak
14% Pala
Pala
Kedondong Kedondong
100% 43% Canar
Canar

Warna Sangat Aroma Sangat Suka

Mangga Mangga
20% 20%
Salak B Salak
0% 0%
Kekondong erdasark Kekondong

Pala Pala

Canar Canar
60%
an tabel pertama, terdapat beberapa sifat fisik dan kimia pada berbagai jenis
buah dan sayur. Sifat fisik mengartikan bagaimana karakteristik buah atau sayur
tersebut dari warna, aroma, rasa, bentuk, ukuran dan kekerasannya. Sementara
sifat kimia pada buah atau sayur lebih cenderung kepada tingkat
kematangannya.
Apel yang diamati memiliki warna merah kekuningan, aromanya segar,
keras, berbentuk bulat dan rasanya agak manis. Terdapat berbagai macam jenis
apel saat ini, karakterisitiknya berbeda kebanyakan dari warna dan ukurannya.
Sebaiknya pilihlah apel yang keras. Hindari apel yang tidak berwarna sesuai
dengan varietasnya. Apel juga memiliki sifat browning atau pencoklatan akibat
daging buah berhubungan langsung dengan udara di sekitar. pH apel bersifat
asam karena mengandung vitamin C yang ikut menentukan jenis apel tersebut.
Bagian kulit pada apel kaya akan serat, oleh karena itu sebaiknya makanlah apel
dengan kulitnya. Perhitungan BDD secara manual lebih besar dibandingkan
dengan BDD dalam DKBM, yakni 93, 43% dan 88%. Perbedaannya yang sedikit
mungkin terletak pada jenis apel itu sendiri, bisa saja apel yang dimaksud dalam
DKBM tidak sama dengan apel pada praktikum.
Semua jenis jeruk yang baik haruslah matang, berat dan meiliki tekstur
baik. Warna kulit jeruk tidak mengartikan kualitas yang lebih baik. Jeruk telah
matang meskipun masih berwarna hijau. Kulit jeruk boleh jadi kasar, tergantung
cuaca dan kondisi saat pertumbuhannya. Sementara itu, jeruk yang diamati
memiliki karakteristik warnanya oranye, kulitnya agak lunak atau halus, bulat,
segar, dan rasanya asam. Kulitnya yang halus menbuat jeruk tersebut terasa
agak lunak. Rasanya yang asam merupakan ciri dari jeruk sebagai anti-detox.
Kandungan vitamin C nya yang tinggi membuat rasanya menjadi asam dan pH
nya pun asam. BDD yang dihitung secara manual dan BDD dalam DKBM hanya
berselisih sedikit, yakni 77% dan 72%. Sekali lagi, mungkin ini karena perbedaan
jenis jeruk.
Jambu biji termasuk kedalam tiga besar buah yang banyak mengandung
vitamin C dan Zat Besi. Kulit buahnya mengandung banyak vitamin C 5x lebih
banyak dari jeruk. Oleh karena itu, hendaknya makanlah jambu biji dengan
kulitnya. Perhitungan BDD secara manual mengasumsikan jambu biji dimakan
dengan kulitnya, hanya mengelupas bagian tangkai menjoroknya saja. Maka
hasil BDD nya sebesar 99, 5%. Sedangkan BDD dalam DKBM sepertinya
mengasumsikan kulit buahnya dikelupas dan tidak dimakan sehingga BDD nya
sebesar 82%. pH nya sama dengan jeruk sebesar 4. Karakteristik jambu biji yang
diamati memiliki warna kulit yang hijau kekuningan, daging buahnya berwarna
merah muda, aromanya segar, rasanya manis, bulat, dan agak lunak. Itu
menunjukkan bahwa tingkat kematangannya telah sesuai untuk dimakan.
Salak memiliki karakteristik kulit sisiknya yang sangat khas. Di bagian
dalamnya terdapat daging buah yang berwarna putih gading. Rasanya manis,
keras, dan bentuknya pun khas. pH nya sama dengan jeruk dan jambu biji. BDD
secara manual lebih besar dibanding BDD dalam DKBM, yakni 64,7% dan 50%.
Selisihnya cukup besar, padahal tidak mungkin salak itu dimakan dengan
kulitnya. Sekali lagi, mungkin ini terdapat perbedaan pada jenis dan ukuran salak
itu sendiri.
Pir memiliki banyak kesamaan dengan apel. Perbedaannya hanya pada
bentuk dan tekstur kulitnya. Teksturnya yang khas itu dihasilkan dari pati yang
dikonversikan menjadi glukosa saat matang dan dipetik dari pohonnya. Aroma pir
seperti madu dan sangat terasa oleh indera penciuman manusia. Meskipun
banyak jenis pir yang ada saat ini, namun bentuk dan teksturnya kurang lebih
sama. pH nya 5 karena memang pir lebih banyak mengandung karbohidrat. BDD
yang dihitung secara manual lebih kecil daripada BDD dalam DKBM, yakni
90,05% dan 100%. Selisihnya memang tidak terlalu jauh, pir dalam DKBM sama
sekali tidak dikelupas, sedangkan pir yang diamati dikelupas bagian ujung dan
bawahnya. Sehingga BDD yang dihasilkan pun lebih kecil.
Mangga memiliki beragam bentuk, ukuran dan warna tergantung pada
tingkat kematangannnya. Warna kulitnya hijau kekuningan dan daging buahnya
kuning. Mangga yang matang itu aromanya khas dan segar. Pilih mangga yang
sedikit keras ketika ditekan. Kematangan mangga terlihat dari aromanya. Tingkat
keasamannya 3. BDD secara manual sebesar 70,46%, sedangkan dalam DKBM
sebesar 65%. Selisihnya hanya sedikit. Sepertinya perbedaan terletak pada jenis
dan ukuran buah tersebut.
Wortel memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel juga
banyak jenisnya, namun rata-rata yang ditemukan di supermarket panjangnya
sekitar 7-9 inchi dan diameternya 0,75 – 1 inchi. Beta karoten terkandung pada
wortel yang warnanya sangat oranye, oleh karena itu pilihlah wortel yang
warnanya seperti itu. pH nya bernilai 6 menunjukkan rasanya yang manis dan
segar. Nilai BDD secara manual dan BDD dalam DKBM yaitu 86% dan 88%,
berselisih sedikit. Pengertiannya sama, wortel dikelupas hanya bagian atas,
bawah, dan kulitnya saja.
Mentimun dianalisir memiliki temperatur 20 derajat lebih dingin
dibandingkan dengan air. Kulit buahnya halus karena dilapisi lilin saat dijual.
Mentimun yang matang berwarna hijau dan tidak halus. Bentuknya yang lonjong
menggembung dan rasanya tawar karena sebagian besar berupa air. pH nya
bernilai 5, padahal vitamin C nya hanya 2% dilansir dari Nutrition Facts salah
satu web Amerika. BDD yang dihasilkan secara manual sebesar 100%, padahal
seperti telah diketahui bahwa bagian atas mentimun itu rasanya pahit dan jarang
dimakan. Sedangkan BDD dalam DKBM sebesar 70%, ini berarti bagian yang
pahit itu dibuang dan kulitnya dikelupas.
Secara keseluruhan semua bagian kangkung itu berwarna hijau. Oleh
karena itu sering disebut Cooking Greens oleh orang-orang barat. Jangan
memilih kangkung yang daunnya telah berwarna agak kekuningan dan kering.
pH kangkung bernilai 7 karena memang rasanya hambar jika belum dimasak dan
ditambahkan bumbu. BDD secara manual sebesar 83,33%. Sedangkan BDD
dalam DKBM sebesar 70%. Selisihnya agak besar, mungkin karena ukuran
kangkung itu sendiri dan pemakaian bagian kangkung yang dibutuhkan untuk
dimasak.
Terdapat beberapa jenis terong, salah satunya terong ungu. Warna ungu
terong tersebut menunjukkan bahwa kadar anthosianinnya sangat tinggi. Daging
buahya berwarna putih dan rasanya agak pahit. Bentuknya lonjong dan agak
lunak. pH nya bernilai 6. BDD secara manual sebesar 94,16% karena asumsinya
kulit tidak kelupas dan hanya bagian tangkainya saja yang dibuang. Sedangkan
BDD dalam DKBM sebesar 87% dimana perbedaan terjadi bisa dari jenis,
ukuran, maupun dikelupas atau tidaknya terong tersebut.
Labu merupakan sayuran yang dagingnya dilindungi oleh kulit yang agak
keras. Kulitnya mengandung banyak beta karoren, tapi daging buahnya tidak.
Oleh karena itu, seharusnya dalam perhitungan BDD kulit jangan dibuang atau
100% dimakan. Tetapi BDD labu secara manual tidak jauh berbeda dengan BDD
dalam DKBM yakni 84,18% dan 83%. Ini berarti keseluruhan kulit yang
mengandung beta karoten itu dibuang. Hendaknya pilihlah labu yang berat
sesuai dengan ukurannya. Selain itu bagian luarnya terlihat segar. Rasanya agak
manis-pahit.
Kacang panjang memiliki kulit buah yang berwarna hijau tua dan bagian
dalamnya yang berwarna putih. Bentuknya panjang dan lentur. Rasanya hambar
atau tidak berasa sama sekali. pH nya bernilai 6. BDD secara manual dan BDD
dalam KBM bernilai 100% karena memang tidak mungkin dikupas kulitnya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Buah dan sayur dapat diamati sifat fisiknya yaitu dengan menguji warna,
aroma, rasa, bentuk, ukuran, dan kekerasannya. Sifat fisik dan kimia buah dan
sayur berbeda antara masing-masing jenis bahan dan tingkat kematangan. Tidak
semua bagian buah dan sayur dapat dimakan. Hal ini disebabkan adanya kulit,
dan biji. Buah dapat diawetkan dan ditegarkan dengan cara blanching dan
perendaman dalam larutan kapur. Perlakuan tersebut menghasilkan buah yang
tahan lama dalam penyimpanan dan terlihat lebih segar.
Saran
Dalam kegiatan praktikum harus lebih menjaga ketenangan dan kebersihan, agar
praktikum berjalan lebih lancar dan efisien. Praktikan harus menjaga kebersihan
tangan dalam melakukan praktikum ini, karna salah satu percobaannya adalah
mencicipi buah. Hal ini sangat perlu diperhatikan.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Buah. [terhubung berkala]. http://id.shvoong.com/.
[26 September 2011]
Anonim. 2010. Sifat fisik dan kimia buah dan sayuran. [terhubung berkala].
http://trove.nla.gov.au/work/10409051?selectedversion=NBD1952079.
[26 September 2011]
Anonim.2011. Buah pada tumbuhan [[terhubung berkala]. http://www.sentra-
edukasi.com/2011/06/buah-dan-biji-pada-tumbuhan.html.
[26 September 2011]

Anonim.2011. Pengawetan buah segar. [terhubung berkala].


http://www.scribd.com/doc/53331616/Pengawetan-buah-segar
[26 September 2011]
Anonim.2011. Fruits. (terhubung berkala). http://www.thefruitpages.com.
(23 september 2011)
Anonim.2011. Fruit and vegetableof the month. (terhubung berkala).
http://www.fruitsandveggiesmatter.gov. (23 september 2011)
Buckle K A, et al. 1978. Ilmu Pangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Syamsir Elvira. 2008. Prinsip pengawetan pangan. [terhubung berkala].
http://id.shvoong.com/. [26 September 2011]

Anda mungkin juga menyukai