Anda di halaman 1dari 19

KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT SELULITIS

MAKALAH

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Laila Nur Fitria (NIM: 1608771)
Rima Melati (NIM: 1608806)
Risma Nurwulan (NIM: 1608808)
Rizky Fauzi Pitriyandi (NIM: 1608813)
Robby Heriana Rochim (NIM: 1608815)
Selly Hardian (NIM: 1608818)
Siti Nurjali (NIM: 1608823)
Suci Musliha (NIM: 1608825)
Tata Santika (NIM: 1608828)

Tingkat : II-C

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG
Jalan Margamukti No. 93 Ds. Licin Cimalaka Sumedang Telp. (0261) 203084
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Selulitis”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka
maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai
dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari
berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus
penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini..
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan
dengan judul makalah ini.

Sumedang, Februari 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................................... 1

BAB II KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Penyakit ....................................................................................................... 2

2.2 Asuhan Keperawatan ................................................................................................ 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 15

3.2 Saran ......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selulitis adalah radang kulit dan subkutis yang cenderung meluas kearah
samping dan kedalam. Selulitis adalah infeksi streptococcus, staphylococcus akut
dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui
suatu area yang robek pada kulit,meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti
sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ektrimitas bawah (Tucker, 1998 : 633). Tetapi
selulitis juga dapat terjadi di kulit kepala dan leher (Cecity, Lynn Belz, 2009).
Menurut Alpers Ann, (2006), Penyebab selulitis antara lain streptococcus
grup B, Haemophylus influenza, Pneumococcus, stapyilococcus aureus dan
Steptococcus grup A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebakan selulitis, penyebab
yang paling sering dijumpai adalah staphylococcus dan Streptococcus (Medicastor,
2010).
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat dan di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan lemas dan lesu. Pada keadaan akut kadang-kadang bula. Dapat
diumpai limfadenofati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis, atau gangren).
Riwayat biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, seperti ulkus statis,
luka tusuk : sesudah satu atau dua hari timbul eritema local dan rasa sakit.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Untuk mengetahui konsep penyakit Selulitis.
1.2.2 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penyakit selulitis.

1.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan hasil penulisan ini dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh
mahasiswa keperawatan khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk mau dan
konsisten dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada penyakit selulitis.

1
BAB II
KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengertian Selulitis

Selulitis adalah radang kulit dan subkutis yang cenderung meluas kearah
samping dan kedalam. Selulitis adalah infeksi streptococcus, staphylococcus akut dari
kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu
area yang robek pada kulit,meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi
entri dan ini biasanya terjadi pada ektrimitas bawah (Tucker, 1998 : 633). Tetapi
selulitis juga dapat terjadi di kulit kepala dan leher (Cecity, Lynn Belz, 2009).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan
subkutan (Mansjoer, 2000; 82). Selulitis adalah infeksi yang menyebar kedalam
bidang jaringan (Brunner dan Suddart, 2004 : 496). Selulitis adalah interaksi lapisan
dermis atau subkutis oleh bakteri, biasanya terjadi setelah luka, gigitan di kulit atau
karbunkel atau furunkel yang tidak teratasi (Corwin, Elizabeth J, 2009).
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
stapylococus aureus, streptococus grup A dan streptococus pyorogenes.

2.2 Klasifikasi Selulitis

Selulitis dapat digolongkan menjadi:

2.2.1 Selulitis Sirkumskripta Serous Akut


Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia tasial,
yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya

2
sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasar ruang anatomi atau spasia
yang terlibat.

2.2.2 Selulitis Sirkumskripta Sufuratif Akut


Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenalnya. Jika terbentuk eksudat yang purulen.
Mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme
resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.

Sedangkan Benni et all 1999, dibedakan menjadi:

2.2.3 Selulitis Difus Akut


Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
2.2.3.1 Ludwig’s Angina

2.2.3.2 Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

2.2.3.3.Selulitis senator’s Difus Peripharingeal

2.2.3.4 Selulitis Facialis Difus

2.2.3.5 Fascitis Necrotizing dan gambara atypical lainnya.

2.2.4 Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.

2.2.5 Selulitis Difus yang sering dijumpai

Selulitis Difus yang sering dijumpai adalah Phlegmone/Angina Ludwig’s.


Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual,
submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia
pharingeal (Benni, Bresco & Gray 1999; Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari
dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/unilateral
disebut Pseudophlegmon.

2.3 Etiologi
Menurut Alpers Ann, (2006), Penyebab selulitis antara lain streptococcus
grup B, Haemophylus influenza, Pneumococcus, stapyilococcus aureus dan
Steptococcus grup A.

3
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebakan selulitis, penyebab
yang paling sering dijumpai adalah staphylococcus dan Streptococcus (Medicastor,
2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah
terutama antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas
sayatan pembedahan ( Lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy ) walaupun
selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di
kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Penyebab selulitis
paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus
beta hemolitikus grup A, sedangkan penyebab selulitis pada anak-anak usia dibawah
6 tahun, bakteri Haemophilus Influenzae tipe B (Hib) dapat menyebabkan selulitis,
khususnya di daerah wajah dan lengan.

2.4 Epidemiologi

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan
usia dekadekeempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki besar daripada perempuan
dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki
peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis sering meningkatnya usia, tetapi
tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

2.5 Faktor Predisposisi


Rosfanty, (2009) Menjelaskan bahwa ada beberapa factor yang
memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :

1. Usia
Semakin tua usia, keefektifatn system sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami
infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
2. Melemahnya system immun ( Immunodeficiency)
Dengan system immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita Leukimia Limphotic kronis dan Infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immune (bagi orang yang baru transplantasi organ)
juga mempermudah infeksi.
3. Diabetes Mellitus
Tidak hanya juga gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
system immune tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi

4
sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki
dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
4. Cacar dan Ruam syaraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
5. Pembengkakan kronis pada lengan dan tungkai (Lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko
bakteri penginfeksi masuk.
7. Penggunaan Steroid Kronik
Contohnya penggunaan Corticosteroid
8. Gigitan dan sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia
9. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi system immune sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
10. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis panas banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.
11. Kaheksia
12. Disgamaglobulinemia
13. Hygiene yang jelek

2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat dan di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan lemas dan lesu. Pada keadaan akut kadang-kadang bula. Dapat
diumpai limfadenofati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis, atau gangren).
Riwayat biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, seperti ulkus statis,
luka tusuk : sesudah satu atau dua hari timbul eritema local dan rasa sakit.
Gejala sistemik malaise, demam, dan menggigil. Eritema pada tempat infeksi
cepat bertambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat serasa sekali. Daerah
yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan, yaitu rubor (eritema), color (hangat),
dolor (nyeri), dan tumor (pembengakakan). Lesi tampak merah gelap. Pada infeksi

5
yang berat dapat pula ditemukan vesikel, bula, pustul, atau jaringan nekrotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pda
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis 15.000-40.000 (Mansjoer,
2000).

2.7 Patofisiologi

Bakteri Patogen

Streptococus piogenesis, Streptococus grup A, Staphylococus Aureus

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadinya peradangan akut

Eritema local pada kulit Oedem, kemerah

Lesi nyeri tekan

6
Gangguan Rasa
Kerusakan
Nyaman Nyeri
Integritas kulit

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksan Laboratorium

2.8.1.1 CBC (Complete Blood Count), Menujukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.

2.8.1.2 BUN Level

2.8.1.3 Kreatinin Level

2.8.1.4 Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga.

2.8.1.5 Mengkultur dan membuat apusan gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.

2.8.1.6 Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi


beberapa kriteria : seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada tanda
sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, tikikardia, dan hipotensi)dan tidak ada
factor resiko.

2.8.2 Pemeriksaan Imaging

2.8.2.1 Plain-film Radiograph, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)

2.8.2.2 CT ( Computed Tomography)

Baik Plain-film Radiograph maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata klinis
menyarankan subjacent osteomylietis,

2.8.2.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging), sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis necrotizing fasciitis, dan infeksi
selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subcutaneous (Rosfanty, 2009).

2.9 Komplikasi

2.9.1 Bacterimia/nanah atau local abces, Superinfeksi oleh bakteri gram negative,
Lymphangitis, Trombophlebitis

2.9.2 Ellulitis pada muka atau Facial Cellulitis pada anak menyebabkan meningitis
sebesar 8%.

7
2.9.3 Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangren), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.

2.9.4 Osteomielitis

2.9.5 Atritis septic

2.9.6 Glomerulonefritis

2.9.7 Fasitis Necroticans

(Corwin, Elizabeth J., 2009)

2.10 Penatalaksanaan

2.11 Pada pengobatan umum kasus selulitis, factor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan .

2.12 Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis

2.12.1 Penicillin G Prokain dan Semisintetiknya

2.12.1.1 Penicillin G Prokain


Dosisnya 1,2 juta / hari, I.M dosis anak 10.000 unit/kgBB perhari. Penicillin
merupakan obat pilihan (Drugs od Choice), walaupun di rumah sakit kota-kota
besar perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resisten. Obat ini tidak dipakai
lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering
terjadi shock Anafilatik.

2.12.1.2 Ampicillin
Dosisnya 4x500mg, berikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-
100mg/kgBB/hari dibagi dalam dosis.
2.12.1.3 Amoxicillin
Dosisnya sama dengan ampicillin, dosis anak 25-50mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan.
Juga cepat di absorpsi dibandingkan degnan ampicillin sehingga konsentrasi
dalam plasma lebih tinggi.
2.12.1.4 Golongan Obat Penicillin resisten-penicillinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya oksasillin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3x250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6.25-11,25mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.

8
2.12.1.5 Lincomycin dan Clindamicyn
Dosis Lincomycin 3x500mg/hari. Sedangkan clindamicyn diabsorpsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4x300-450mg/hari. Dosis Lincomycin untuk
anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalalm 3-4 dosis, sedangkan clindamycin
8-16 mg/kgBB/hari atau sampai 20mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam
3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penicillin
resisten-penisilline. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomycin tidak dipakai lagi dan
diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian peroral tidak terlalu dihambat oleh
adanya makanan dalam lambung.
2.12.1.6 Eritromycin
Dosisnya 4x500mg per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
lincomycin atau clindamycin dan obat golongan resisten-penicillinase. Sering
member rasa tak enak di lambung. Dosis clindamycin untuk anak yaitu 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
2.12.1.7 Sepalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sepalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat
untuk kuman gram positive ialag generasi I, juga generasi IV. Contohnya
sepadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2x500mg sehari
atau 2x1000mg seharai (Peroral), sedangkan dosis untuk anak 25-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

2.13. Topical
Bermacam-macam obat topical dapat digunakan untuk pengobatan selulitis.
Obat topical antimicrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak
tidak terjadi resisten dan hipersensitivitas, contohnya ialah bacitracyn, neomicyn,
dan mupirocyn. Neomycin juga berkhasiat untuk kuman gram negative. Neomycin
yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitasi, jarang ditemukan.
Teramycin dan kloramphenicol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena
harganya murah. Obat-obatan tersebut digunakan sebagia salep arau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya : larutan permanganas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium vavidon 7,5% yang dilarutkan 10
kali. Yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami
sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprai
dan mengiritasi kulit.

9
2.14 Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30% (necrotixing vaciitis) serta
memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotic secara infusi,
pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa
kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.

ASUHAN KEPERAWATAN SELULITIS


a. Pengkajian
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan nyeri lokal dan pada beberapa
pasien didapatkan ada keluhan malaise, demam, dan menggigil. Penting untuk dikaji
riwayat yang dapat meningkatkan resiko selulitis, seperti penyakit diabetes melitus,
riwayat intervensi diagnostik invasif pada penyakit jantung, riwayat penggunaan obat
imunosupresan atau kortikosteroid, riwayat pasca bedah penggantian sendi pinggul
(total hip replacement), pascabedah maspektomi radikal, serta pasca resekti untuk
bypass koroner. Selain itu, penting untuk dikaji adanya riwayat yang mencedrai kulit,
walaupun hanya cedera ringan misalnya : kondisi goresan, abrasi, gigitan hewan,
suntikan intra vena atau narkoba subkutan, dan pembuatan tato.
Pada pemeriksaan fisik yaitu fase awal bisa didapatkan adanya kemerahan dan
nyeri tekan yang terasa disuatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi
panas dan bengkak serta tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas. Dengan
berlanjutnya penyakit status lokasi didapatkan adanya lesi kulit berupa eritema lokal
yang nyeri, menjadi makin merah, meluas, namun batasnya tak jelas, dan bagian
tengahnya menjadi nodular dan bagian atasnya terdapat vesikula yang pecah dan
mengeluarkan pus (nanah) serta jaringan nekrotik.
Dikarenakan infeksi menyebar kedaerah yang lebih luas kelenjar getah bening
dapat membengkak dan teraba lunak. Kelenjar getah bening dilipatan paha
membesar karena infeksi di tungkai, dan kelenjar getah bening di ketiak membesar
karena infeksi di lengan. Penderita dapat mengalami demam, menggigil, peningkatan
denyut jantung, sakit kepala dan tekan darah rendah. Gejala tersebut akan timbul
beberapa jam sebelum gejala lainya muncul di kulit namun dalam beberapa kasus
gejala ini tidak ada.
Abses dapat timbul sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang dapat terjadi
komplikasi serius berupa penyebaran infeksi dibawah kulit yang menyebabkan
kematian jaringan dan penyebaran infeksi melalui aliran darah ke bagian tubuh lainya
jika selulitis menyerang kembali daerah yang sama maka pembuluh getah bening

10
dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat
menetap.

b. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri b.d respon inflamasi lokal jaringan subkutan
2. Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik
3. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d respon inflamasi lokal dan nekrotik
jaringan subkutis
4. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan

c. Rencana keperawatan
Tujuan intervensi keperawatan adalah menrunkan stimulus nyeri,
penurunan suhu tubuh, peningkatan integritas jaringan kulit, dan pemenuhan
informasi.

Nyeri b.d respons inflamasi lokal saraf perifer kulit


Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala
nyeri 0-1 (0-4)
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk
mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperawatan yang
telah dilakukan.
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri non farmakologi relaksasi dan non farmakologi lainnya
dan non infasif telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Lakukan menejemen nyeri Posisi fisiologis akan meningkatkan
keperawatan : asupan o2 ke jaringan yang
- Atur posisi fisiologis dan imobilisasi mengalami peradangan subkutan.
ektermitas yang mengalami Pengaturan posisi idealnya adalah

11
selulitis pada arah yang berlawanan letak
- Istirahatkan klien dengan selulitis.
- Lakukan kompres Bagian tubuh yang mengalami
inflamasi lokal dilakukan imobilisasi
untuk menurunkan respon peradangan
dan meningkatkan kesembuhan.
Istirahat diperlukan selama fase akut.
Kondisi ini akan meningkatkan suplai
darah pada jaringan yang mengalami
peradangan.
Pemberian kompres pada area
inflamasi dengan cairan NaCl 0,9%
bertujuan meningkatkan integritas
jaringan dan menurunkan respon nyeri.

Nyeri b.d respons implamasi lokal saraf perifer kulit


Intervensi Rasional
- Manajemen lingkungan : Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang, dan batasi stimulus nyeri eksterna dan
pengunjung pembatasan pengunjung akan
- Ajarkan teknik relaksasi nafas membantu meningkatkan kondisi o2
dalam ruangan yang akan berkurang apabila
- Ajarkan teknit distraksi pada saat banyak pengunjung yang berada di
nyeri ruangan. Meningkatkan asupan o2
- Lakukan manajemen sentuhan sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari peradangan.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endokrin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan resepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri

12
berupa sentuhan dukungan psikologis
dengan tujuan untuk membantu
menurunkan nyeri. Massage ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik sehingga nyeri akan berkurang
Kolaborasi dengan dokter untuk Terapi anibiotik sistemik, yang dipilih
pemberian antibiotik berdasarkan pemeriksaan sensitifitas
umumnya diperlukan. Prevarat, oral
penicilin dan eritromisin juga efektif
untuk mengatasi selulitis.

Kecemasan b.d prognosis penyakit, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan


Tujuan : dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang
Kriteria evaluasi :
- Pasien mengatakan kecemasan berkurang
- Mengenal perasaanya dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
memengaruhinya, koferatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan monverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat
kecemasan, dampingi pasien dan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
lakukan tindakan bila menunjukkan gelisah.
perilaku merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat
penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksterna yang
mengurangi kecemasan. Beri tidak perlu.
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi pasien Kontrol sensasi pasien ( dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara

13
memberikan informasi tentang
keadaan pasien, menekankan pada
penghargaan pada sumber-sumber
koping (pertahanan diri) yang positif,
membatu latihan relaksasi dan teknik-
teknik pengalihan, serta memberikan
respon balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktivitas yang dijalankan kecemasan
Beri kesempatan kepada pasien Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansietasnya terhdap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.

Kecemasan b.d prognosis penyakit kondisi sakit, dan perubahan kesehatan


Intervensi Rasional
Berikan privasi untuk pasien dan Memberikan waktu untuk
orang terdekat mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman-
teman yang dipilih pasien melayani
aktivitas dan pengalihan (misalnya
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi
Kolaborasi berikan anti cemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan
indikasi, contohnya diazepam menurunkan kecemasan

d. Evaluasi
1. Terjadinya penurunan respon nyeri
2. Suhu tubuh dalam rentang normal dan pasien merasa nyaman
3. Peningkatan integritas jaringan kulit
4. Tingkat kecemasan berkurang.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


Streptococcus dan S. Aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genetalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan terba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dna gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada.

3.2 Saran

3.2.1 Dengan mempelajari konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada selulitis akan
memberikan pengetahuan umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
3.2.2 Dengan mempelajari penatalaksanaan dengan benar, maka kita akan dapat
mengurangi resiko komplikasi pada penderita selulitis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. & Sari, K. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta
: Salemba Medika.

http://dokumen.tips/documents/lp-selulitis-570febd1071bd.html [Online]

http://www.academia.edu/6117119/89203682-SELULITIS [Online]

16

Anda mungkin juga menyukai