Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam
segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya
serta proses-prosesnya (Taufan, 2012).
Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi kesehatan selama
siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak remaja, dewasa
hingga massa pasca usia reproduksi.
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen
kesehatan reproduksi. Diketahui bahwa system pertahanan dari alat kelamin
atau organ reproduksi wanita cukup baik, yaitu asam basanya. Sekalipun
demikian, sistem pertahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi sering tidak
terbendung dan menjalar segala arah, menimbulkan infeksi mendadak dan
menahun dengan berbagai keluhan. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau
keadaan abnormal alat kelamin adalah keputihan (flour albus)(Manuaba,
2009).
Ada berbagai macam gangguan reproduksi, yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah vulvitis, vaginitis dan endometritis.
Vulvitis adalah peradangan pada vulva, vulva membengkak, tampak
merah, agak nyeri kadang-kadang disertai rasa gatal, dan juga terasa panas.
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina. Vaginitis dapat terjadi
secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan
mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung
nanah yang keluar dari daerah ulkus. Endometritis adalah suatu peradangan
endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.
(Taber, B., 1994).

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
dan memahami tentang konsep penyakit dan asuhan keperawatan
gangguan reproduksi pada ibu post partum akibat infeksi.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep penyakit dan
asuhan keperawatan gangguan reproduksi pada ibu post partum:
vulvitis.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep penyakit dan
asuhan keperawatan gangguan reproduksi pada ibu post partum:
vaginitis.
c. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep penyakit dan
asuhan keperawatan gangguan reproduksi pada ibu post partum:
endometritis.

C. Manfaat Penulisan
Diharapkan hasil penulisan ini dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa khususnya dan umumnya bagi masyarakat mengenai konsep
penyakit dan asuhan keperawatan gangguan reproduksi pada ibu post partum
akibat infeksi.

2
BAB II
KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar
1. Kesehatan Reproduksi
a. Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya (Taufan,
2012).
b. Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi
Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi kesehatan selama
siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak remaja,
dewasa hingga massa pasca usia reproduksi.

2. Gangguan Sistem Reproduksi


Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen
kesehatan reproduksi. Diketahui bahwa system pertahanan dari alat
kelamin atau organ reproduksi wanita cukup baik, yaitu asam basanya.
Sekalipun demikian, sistem pertahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi
sering tidak terbendung dan menjalar segala arah, menimbulkan infeksi
mendadak dan menahun dengan berbagai keluhan. Salah satu keluhan
klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin adalah keputihan
(flour albus)(Manuaba, 2009).
Ada berbagai macam gangguan reproduksi, yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah vulvitis, vaginitis dan endometritis.

3
3. Konsep Penyakit Vulvitis dan Asuhan Keperawatan
a. Definisi
Vulvitis adalah peradangan pada vulva, vulva membengkak,
tampak merah, agak nyeri kadang-kadang disertai rasa gatal, dan juga
terasa panas. Vulvilitis ini biasa terdapat pada daerah vulva,
khususnya pada kelompok bartolini pada labiya mayora dan minora.

b. Etiologi
Penyebab vulvilitis adalah sebagai berikut.
1) Penyakit kelamin gonore akibat bakteri streptokokus.
2) Herpes genitalis, yang disebabkan oleh herpes labialis.
3) Adanya jaringan yang banyak glukosa pada penderita diabetes
mellitus.

c. Klasifikasi
Vulvilitis umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan:
1) Bersifat local.

4
2) Timbul bersama-sama atau sebagai akibat vaginitis.
Merupakan permulaan atau manisfestasi dari penyakit umum.

Infeksi yang termasuk vulvitis lokal adalah :


1) Infeksi pada kulit, termasuk rambut kelenjar-kelenjar keringat.
Infeksi ini timbul karena trauma atau sebab lain.
2) Infeksi pada orifisium uretra eksternum, glandula parauretralis.
Infeksi ini biasanya disebabkan gonore.
3) Infeksi pada glandula bartolini.

d. ASUHAN EPERAWATAN
1) Pengkajian
a) Aktivitas dan istirahat.
Gejala malaise
b) Sirkulasi
Tanda :
(1) Tekanan darah normal atau sedikit di bawah jangkauan
normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat).
(2) Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamika) lemah,
lembut, mudah hilang, takikardi ekstrim syok.
(3) Suara jantung: disritmia dan dapat mengakibatkan
disfungsi miokrad, efek dari asidosis atau
ketidakseimbangan erektrolit.
(4) Kulit hangat kering bercahaya (vasodilatasi) pucat, lembab
dan buram (vasokontriksi).
c) Eliminasi
Gejala : diare, penurunan keluaran, konsentrasi urine
meningkat , perkembangan ke arah oliguria dan anuria.
d) Pencernaan

5
Tanda : penurunan BB, penurunan lemak subkutan atau massa
otot (malnutrisi).
e) Neurosensory
Gejala: sakit kepala pusing, pingsan.
Tanda : gelisah, ketakutan, kacau mental,
disorientasi,delirium,dan koma.
f) Nyeri, ketidak nyamanan
Gejala : kejang abdominal, lokalisasi, sakit atau
ketidaknyaman.
Tanda : urtikaria atau pruritus umum.
g) Pernapasan
Gejala : takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan
penggunaan infeksi baru, penyakit virus.
Tanda :
(1) Suhu umum meningkat (37,9℃ atau lebih), tetapi mungkin
normal pada lansia, kadang suhu subnormal (dibawah
36,6℃ ).
(2) Menggigil
(3) Luka lama yang sulit sembuh, drainase purulent,lokarisasi
eritema ruam, dan eritema macular.
h) Seksualitas
Gejala : pruritus perineum, baru saja menjalani kelahiran atau
aborsi
Tanda : laserasi, vulva pengeringan bagian purulent.
i) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : masalah kesehatan kronis atau melemahkan, misalnya
penyakit hati,, ginjal, sakit jantung, kanker, DM, dan
keracunan alkhol.

6
j) Riwayat splenektomi
Baru saja menjalani operasi prosedur invasive, luka
termatik, penggunaan antibiotic baru saja atau jangka panjang.

2) Diagnosis keperawatan
a) Risiko tinggi infeksi yang berhubunhgan dengan kegagalan
untuk mengatasi infeksi.
b) Hipertermia yang berhubungan dengan proses penyakit dan
efek langsung dari sirkulasi endoksin pada hipotalamus serta
perubahan pada regulasi temperature.

3) Intervensi keperawatan
a) Diagnosis 1: risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan
kegagalan untuk mengatasi infeksi
Intervensi Rasional
Mandiri
Cuci tangan sebelum dan Mengurangi kontaminasi silang,
sesudah melakukan aktivitas mengurangi jumlah lokasi yang dapat
atau tindakan menjadi tempat masuknya organisme,
mencantat tanda inflamasi : infeksi
local peruhbahan pada karakter luka
sputum dari urine
Batasi pengguna Dapat mengidentifikasikan secara
alat/prosedur invansif, jika dini gejala infeksi sekunder.
memungkinkan lakukan
infeksi terhadap luka/ sisi alat
infansif setiap hari
Gunakan teknik steril pada Mencegah masuknya bakteri,

7
waktu penggantian balutan, menguranbi resiko infeksi
pengisapan, berikan luka nosocomial. Demam (30,5° − 40℃)
perawatan disebabkan oleh efek endotoksin
pada hipotalamus dan endofin yang
melepaskan pirogen hipotermia.

b) Diagnosis 2 hipetermia yang berhubungan dnegan proses


penyakit efek langsung dari sirkulasi endoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperature.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau suhu ibu(derajat dan Suhu 38,9−41,1℃ menunjukan
pola) perhatikan adanya proses penyakit infeksi akut
menggigil diaphoresis
Pantau suhu lingkungan, batasi Suhu ruangan / jumlah selimut
/ tambahkan linen tempat tidur harus diubah untuk
sesuai dengan indikasi mempertahankan suhu mendeteksi
normal,sehingga dpat membantu
mengurangi demam.
Berikan kompres mandi Digunakan untuk mengurangi
hangat,hindari penggunaan demam dengan aksi sentralnya pada
alcohol hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dan
meningkatkan reproduksi dari sel-
sel yang terinfeksi

8
Kolaborasi
Berikan antiseptic misalnya
ASA (aspirin,
asetaminoven,Tylenol).
Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi
demam,umumnya lebih besar dari
39,5−40℃ pada waktu terjadi
kerusakan.

4) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupapkan tindakan yang sesuai dengan
tindakan yang sudah direncanakan , mencakup tidakan mandiri
kolaborasi.
Tindakan mandiri addalah tindakan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat, bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakakn keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
oetugas kesehatan lain.

5) Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman
kepadahasil dan tujuan yang hendak dicapai.

9
4. Konsep Penyakit dan Asuhan Keperawatan pada Vaginitis
a. Definisi
Kebanyakan wanita pemberitahuan dari waktu ke waktu bahwa
mereka memiliki cairan dari vagina. Ini adalah proses normal yang
menjaga daerah mukosa vagina lembab.
Tetapi tidak hanya itu daerah vagina yang lembab bisa berubah
menjadi sarang berkumpulnya bakteri-bakteri,jamur serta virus yang
bisa dengan mudah hidup di daerah tersebut dan bisa menimbulkan
penyakit,seperti yang terdapat di daerah vagina yang biasa di sebut
sebagai vaginitis.
Vaginitis (colpitis) adalah infeksi pada vagina yang disebabkan
oleh berbagai bakteri, parasit atau jamur (Manuaba. 2001).
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina.
Vaginitis dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui
luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah
ulkus.
Vaginitis di sebabkan oleh jamur dan bakteri akibat tidak
bersihnya genetalia,gejala pada vaginitis biasanya di sertai keluar
cairan vagina atau keputihan yang abnormal,di katakan abnormal
karena keputihan tersebut sangat berlebihan berbau dan terjadi iritasi
di sekitar vagina,vaginitis bisa juga di sebabkan bawaan pada saat
bersalin karena kurangnya keseterilan dari alat atau dari henskun si
penolong yang kurang steril.

10
11
b. Etiologi
Penyebab dari vaginitis adalah Candida albicans,
Trichomonas vaginalis, Neisseria gonorrhoeae, Hemophilus vaginalis.
Penyebab lain meliputi gabungan bedak tabur, cacing kremi,
benda asing, hygiene perineum yang buruk.

12
Menurut Universitas Padjadjaran (1981) penyebab vaginitis :
1. Vulvovaginitis pada anak
2. Sering disebabkan oleh gonorrhea atau corpus allienum.
3. Kolpitis senilis
4. Disebabkan karena ovaria berhenti berfungsi.
5. Kolpitis pada masa reproduktif
- Masturbasi
- Corpus allienum : pessaerium, obat atau alat kontrasepsi
kapas
- Rangsang themis seperti berenang dalam air dingin

c. KLASIFIKASI
1) Vaginitis Candida disebabkan oleh Candida albicans.
Penyebab :
a) Hygiene yag kurang.
b) Pertumbuhan Candida yang berlebihan, karena kadar glukosa
darah yang tinggi, dan pemberian antibiotik berspektrum luas.
Tanda dan gejala :
a) Pruritus vulvae.
b) Nyeri vagina yang hebat.
c) Disuria eksterna dan interna.
d) Rash pada vulva.
e) Eritematosa.
f) Sekret khas seperti keju lembut.
2) Vaginitis Trichomonas disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
Penyebab : hubungan seksual.
Tanda dan gejala :
a) Secret banyak dan bau busuk.
b) Disuria eksterna dan interna.

13
c) Pruritus vulva.
d) Edema vulva.
3) Vaginitis non spesifik disebabkan oleh Gardnerella vaginalis.
Penyebab :
a) Hygiene yang kurang.
b) Hubungan seksual.
Tanda dan gejala :
a) Vagina berbau busuk dan amis.
b) Sekret encer, kuning sampai abu-abu.
4) Vaginitis Atrofican disebabkan oleh infeksi epitel vagina yang
defisiensi estrogen.
Penyebab : pasca menopause rentan terhadap infeksi.
Tanda dan gejala :
a) Pendarahan pervaginam.
b) Disuria eksterna.
c) Pruritus.
d) Dispareunia.
e) Permukaan vagina merah muda, pucat, halus tanpa rugae.

d. Patofisiologi
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah, maka
organisme yang berpotensi patogen, yang merupakan bagian flora
normal, misalnya C. albicans pada kasus infeksi monolia serta
G. vaginalis dan bakteri anaerob pada kasus vaginitis non spesifik
berproliferasi sampai suatu konsentrasi yang berhubungan dengan
gejala. Pada mekanisme lainnya, organisme ditularkan melalui
hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora normal seperti
Trichomonas vaginalis dan Nisseria gonorrhoea dapat menimbulkan
gejala . Gejala yang timbul bila hospes meningkatkan respon

14
peradangan terhadap organisme yang menginfeksi dengan menarik
leukosit serta melepaskan prostaglandin dan komponen respon
peradangan lainnya.
Gejala ketidaknyamanan dan pruritus vagina berasal dari
respon peradangan vagina lokal terhadap infeksi T. vaginalis atau C.
albicans. Organisme tertentu yang menarik leukosit, termasuk T.
vaginalis, menghasilkan secret purulen. Diantara wanita dengan
vaginitis non spesifik. Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina
dibentuk sebagai hasil metabolisme bakteri anaerob. Histamin dapat
menimbulkan ketidaknyamanan oleh efek vasodilatasi local. Produk
lainnya dapat merusak sel-sel epitel dengan cara sama dengan infeksi
lainnya.

15
e. Manifestasi Klinis
Menurut Universitas Padjadjaran (1981) :
Vaginitis :
1) leukorea yang kadang-kadang berbau (anyir).
2) Perasaan panas/ pedih pada vagina.
3) Perasaan gatal pada vulva.
Menurut Sinklair & Webb (1992), tanda dan gejala vaginitis :
1) Akut
a) Pruritus.
b) Panas.
c) Eritema.
d) Edema.
e) Perdarahan.
f) Nyeri (mungkin sangat, menyebabkan tidak mampu berjalan,
duduk dan retensi urine akut).
g) Ulserasi dan vesikel.
2) Kronik
a) Inflamasi hebat dengan edema minimal.
b) Pruritus hebat ® ekskoriasi ® infeksi sekunder.
c) Daerah yang terserang : monpubis, perineum, paha yang
berdekatan, anus, sekitar paha.
d) Lesi ulseratif disebabkan : granuloma, karsinoma, melanoma.
e) Hasil akhir mungkin berupa ekstruksi vulva.

f. Faktor Predisposisi
1) Coitus, terutama dalam smegma preputium mengandung kuman-
kuman.

16
2) Tampon-tampon di dalam vagina, misalnya untuk menampon
darah haid.
3) Higiene yang kurang, pakaian kotor.
4) Atrofi epitel vagina pada mosa senile dimana epitel vagina kurang
mengandung glikogen dan menjadi tipis.
5) Korpus alineum : terutama pada anak-anak tetapi juga alat-alat
perangsang seks pada orang dewasa.
6) Masturbasi kronis.
7) Benda asing dalam vagina.

g. Komplikasi
1) Endometritis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian
mungkin karena perubahan pH, bisa menyebabkan peningkatan
angka endometritis.
2) Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks
menyebar ke tuba uterine.
3) Servisitis
Peradangan ini dapat terjadi bila infeksi menyebar ke serviks.

h. Pencegahan
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis
vaginitis dari berulang dan dapat meredakan beberapa gejala:
1) Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan
baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau
kasar, seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.

17
2) Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
3) Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteri dari tinja ke vagina.
Hal-hal lain yang dapat membantu mencegah vaginitis meliputi:
1) Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan
pembersihan lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche
mengganggu organisme normal yang berada di vagina dan dapat
benar-benar meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak
menghilangkan sebuah infeksi vagina.
2) Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
3) Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di
selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung
mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.

i. Penatalaksanaan

Jenis infeksi Pengobatan

Jamur  Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau


terconazole (krim, tablet vagina atau supositoria)
 Fluconazole atau ketoconazole< (tablet)

Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau


metronidazole (tablet).
Bakteri
Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan
ceftriaxon & tablet doxicyclin

18
Klamidia Doxicyclin atau azithromycin (tablet)

Trikomonas Metronidazole (tablet)

Virus papiloma Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat


manusia (kutil digunakan larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan ke
genitalis) kutil)

Virus herpes Acyclovir (tablet atau salep)

Selain obat-obatan penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam


yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap
terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva
(sebaiknya gunakan sebum gliserin).
Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin. Untuk mengurangi gatal-
gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep
kortikosteroid dan antihistamin per-oral (tablet). Krim atau tablet acyclovir
diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek lamanya infeksi
herpes.
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
a. Nyeri
b. Luka
c. Perubahan fungsi seksual
3. Riwayat Penyakit

19
a. Sekarang
Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin.
b. Dahulu
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Bagian Luar
1) Inspeksi
· Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan
klien
· Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan
eksoria
· Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap
pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
b. Pemeriksaan Bagian Dalam
1) Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan
warnanya
2) Palpasi
· Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
· Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri
tekan
· Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
· Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan

B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan syaraf, suplay
vaskularisasi atau efek samping therapy/tindakan,
2. Gangguan ganbaran diri (body image) berhubungan dengan tindakan
pembedahan

20
3. Perubahan pola eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan
oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan
sensorik / motorik.
4. Resiko tinggi gangguan integritas jaringan/kulit berhubungan dengan efek
treatment.

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan syaraf, suplay
vaskularisasi atau efek samping therapy/tindakan,
Tujuan: Nyeri berkurang/dapat teratasi dengan kriteria :
a. Melaporkan rasa nyeri yang sudah teratasi (rasa nyeri berkurang)
b. Dapat mongontrol ADLs seminimal mungkin.
c. Dapat mendemontrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
diversional sesuai situasi individu.

Intervensi:

a. Kaji riwayat nyeri seperti lokasi; frekwensi ; durasi dan intensitas


(skala 1 – 10) dan upaya untuk mengurangi nyeri.
b. Beri kenyamanan dengan mengatur posisi klien dan aktivitas
diversional.
c. Dorong penggunaan stress management seperti tehnik relaksasi,
visualisasi, komunikasi therapeutik melalui sentuhan.
d. Evaluasi/Kontrol berkurangnya rasa nyeri. Sesuaikan pemberian
medikasi sesuai kebutuhannya
e. Kolaborasi: kembangkan rencana management penanganan sakit
dengan klien dan dokter. Beri analgetik sesuai indikasi dan dosis
yang tepat.

21
Rasional:

a. Informasi merupakan data dasar untuk evaluasi atau efektifitas


intervensi yang dilakukan. Pengalaman nyeri setiap individu
bervariasi karena mengganggu fisik dan psikologi.
b. Menolong dan meningkatkan relaksasi dan refokus
c. Melibatkan dan memberikan partisipasi aktif untuk meningkatkan
kontrol
d. Tujuan umum/maksimal mengomtrol tingkat nyeri dan minimum ada
keterlibatan dalam ADLs.
e. Rencana terorganisasi dan meningkatkan kesempatan dalam
mengontrol rasa sakit. Klien harus berpartisipasi aktif dalam
perawatan di rumah.
f. Nyeri merupakan dampak/komplikasi suatu tindakan atau keadaan
penyakit serta perbedaan respon individu.

2. Gangguan gambaran diri (body image) berhubungan dengan tindakan


pembedahan
Tujuan: Gambaran diri berkembang secara positif dengan kriteria :
a. Mengerti tentang perubahan pada tubuh.
b. Menerima situasi yang terjadi pada dirinya.
c. Mulai mengembangkan mekanisme koping pemecahan masalah.
d. Menunjukkan penyesuaian terhadap perubahan.
e. Dapat menerima realita.
f. Hubungan interpersonal adekuat.

Intervensi:

22
a. Diskusi dengan klien tentang diagnosa dan tindakan guna membantu
klien agar dapat aktif kembali sesuai ADLs.
b. Review/antisipasi efek samping kaitan dengan tindakan yang
dilakukan termasuk efek yang mengganggu aktivitas seksual.
c. Dorong untuk melakukan diskusi dan menerima pemecahan masalah
dari efek yang terjadi.
d. Beri informasi/ konseling sesering mungkin.
e. Beri dorongan/ support psikologis.
f. Gunakan sentuhan perasaan selama melakukan interaksi
(pertahankan kontak mata).
g. Kolaborasi :
1) Refer klien pada kelompok program tertentu.
2) Refer pada sumber/ahli lain sesuai indikasi.

Rasional:

a. Menerima dam mengerti tentang hal-hal yang dilakukan merupakan


awal proses penyelesaian masalah.
b. Antisipasi dini dapat menolong klien untuk mengawali proses
adaptasi dalam mempersiapkan hal-hal yang dapat terjadi.
c. Dimungkinkan dapat menolong menurunkan masalah dengan
keterlibatan sehingga dapat menerima tindakan yang dilakukan.
d. Validasi tentang kenyataan perasaan klien dan berikan tehnik koping
sesuai kebutuhan.
e. Klien dengan gangguan neoplasma kanker membutuhkan support
tambahan selama periode tersebut.
f. Penghargaan dan perhatian merupakan hal penting yang diharapkan
klien guna menurunkan perasaan klien akan keraguan /
ketidaknyamanan.

23
g. Grup support biasanya sangat bermanfaat bagi klien dengan
meningkatkan kontak dengan klien lain dengan masalah sama.
h. Mungkin berguna untuk mempertahankan struktur psikososial.

3. Perubahan pola eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan


oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan
sensorik / motorik.
Tujuan: Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu
memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
Intervensi dan Rasional:
a. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Melihat perubahan pola eliminasi klien
b. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien.
c. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air
hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Mencegah terjadinya retensi urine

D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan
atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan
baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan

24
tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling
sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan
keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.
Penatalaksanaan bisa dilakukan dengan cara seperti berikut:
a. Menjelaskan pada klien tentang beberapa penyebab terjadinya keputihan
adalah jamur/bakteri (karena kurang bersih dalam menjaga kebersihan
daerah kelamin), atau adanya penyakit lain (tumor).
b. Menjelaskan kepada klien bahwa keputihan dapat terjadi itu secara
normal atau
tidak normal. Keputihan yang normal yaitu keputihan yang terjadi pad
a saat
sebelum menstruasi, pada saat hamil, tetapi menjadi tidak normal jika
pengeluaran lendir secara berlebihan dan terus menerus, berbau dan bi
asanya menimbulkan rasa gatal.
c. Menjelaskan kepada klien tentang beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya kekambuhan dari keputihan adalah:
· Menjaga kebersihan daerah genitalia dengan baik (cebok dari ara
h depan kebelakang dengan menggunakan sabun).
· Mengganti celana dalam, gunakan celana dalam yang katun dan
tipis serta mudah menyerap keringat.
· Anjurkan kepada suami untuk ikut kontrol serta meminum obat
yang diberikan dokter agar tidak terjadi saling menularkan penyakit.
d. Menganjurkan kepada klien untuk kontrol secara rutin dan
menghabiskan obat yang diberikan dokter meskipun keluhan sudah
berkurang.
e. Menganjurkan pada klien untuk menjelaskan kembali apa yang telah
dijelaskan oleh petugas.

25
E. EVALUASI
1. Tingkat kenyamanan pasien kembali seperti sebelum sakit
2. Pola seksualitas dapat berfungsi secara normal
3. Tidak terjadi inveksi
4. Klien mengerti mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

5. Konsep Penyakit dan Asuhan Keperawatan pada Endometritis


a. Definisi
1) Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994).
2) Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).
(Manuaba, I. B. G., 1998).
3) Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah
melahirkan.

26
b. Etiologi

Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea


terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah
ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda
jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B.
1994).
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi
pada wanita adalah:
1) Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2) Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3) Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya
ketuban.
4) Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5) Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6) Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7) Kelahiran secara bedah.
8) Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

c. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2002),
1) Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari
ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.

27
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi,
dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi
leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial.
Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan
partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas
dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke
parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam
keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang
bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di
luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,
memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah
endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di
sekitarnya.

Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa


patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu
dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam
pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah,
agar infeksi tidak menjalar.

Gejalanya :
a) Demam

28
b) Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour
yang purulent.
c) Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d) Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :

a) Uterotonika.
b) Istirahat, letak fowler.
c) Antibiotika.
d) Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma.
Dapat diberi estrogen.

2) Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi
yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri,
karena pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan
limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal
dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
a) Pada tuberkulosis.
b) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c) Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d) Pada polip uterus dengan infeksi.
e) Pada tumor ganas uterus.
f) Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

29
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital.
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium
yang meradang menahun.

Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat


desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena
adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a) Flour albus yang keluar dari ostium.
b) Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi :
a)Perlu dilakukan kuretase.

d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman,
daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea
tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah
rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada
perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari
pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam
kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh

30
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-
kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1) Nyeri abdomen bagian bawah.
2) Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3) Kadang terjadi pendarahan.
4) Dapat terjadi penyebaran.
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
1) Takikardi 100-140 bpm.
2) Suhu 30 – 40 derajat celcius.
3) Menggigil.
4) Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5) Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6) Sub involusi.
7) Distensi abdomen.
8) Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah
seropurulen.
9) Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10) Jumlah sel darah putih meningkat.

e.Patofisiologi
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi
dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan.
Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas
lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan
terjadilah penjalaran.

31
f. Komplikasi
1) Wound infection
2) Peritonitis
3) Adnexal infection.
4) Parametrial phlegmon
5) Abses pelvis
6) Septic pelvic thrombophlebitis.

g. Penatalaksanaan

1) Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi.


Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga
pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan
petunjuk untuk terapi antibiotik.

2) Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi


ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi
makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.

3) Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau
post partum.

4) Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.

5) Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta
yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting.
Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan
hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan
bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya
sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

32
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
a. Malaise, letargi.
b. Kelelahan/keletihan yang terus menerus.
2. Sirkulasi
a. Takikardi.
3. Eliminasi
a. Diare mungkin ada.
b. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
4. Integritas ego
a. Ansietas jelas (poritunitis).
5. Makanan atau cairan
a. Anoreksia, mual/muntah.
b. Haus, membran mukosa kering.
c. Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).
6. Neurosensori
a. Sakit kepala.
7. Nyeri/ketidaknyamanan.
a. Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen.
b. Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.
c. Nyeri/kekakuan abdomen.

33
8. Pernapasan
a.Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).
9. Keamanan
a. Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam
pascapartum.
b. Demam ringan.
c. Menggigil.
d. Infeksi sebelumnya.
e. Pemajanan lingkungan.
10. Seksualitas
a. Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama.
b. Hemorargi pascapartum.
c. Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
d. Subinvolusi uterus mungkin ada.
e. Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.
11. Interaksi social
a.Status sosio ekonomi rendah.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.
2. Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada adanya
infeksi.
3. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya anemia.
4. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal drainase
luka/pewarnaan gram dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi organisme
penyebab.
5. Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran kemih.
6. Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum.

34
7. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa,
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
8. Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk
pewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang
sering diisolasi dari darah pasien dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah
peptokokus, enterokokus, clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia coli,
Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus, proteus,
klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).
9. Kecepatan sedimentasi eritrosit:
Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderung meningkat
selama kehamilan maupun selama infeksi.
10. Foto abdomen
Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya mionekrosis klostridia.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
yang tidak adekuat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
interupsi pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada
kehidupan sendiri.

INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan I:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Intervensi:
a. Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum dan pascapartum.

35
b. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan
pengunjung.
c. Berikan dan instruksikan klien dalam hal pembuangan linen terkontaminasi.
d. Demonstrasikan massase fundus yang tepat.
e. Pantau suhu, nadi, pernapasan.
f. Observasi/catat tanda infeksi lain.
g. Pantau masukan oral/parenteral.
h. Anjurkan posisi semi fowler.
i. Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan dada.
j. Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa mulut bayi terhadap
adanya bercak putih.
k. Kolaborasi dengan medis.
2. Diagnosa Keperawatan II:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang
tidak adekuat.
Intervensi:
a. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila masukan oral
dibatasi.
b. Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup dan cairan nutrisi lain.
c. Anjurkan tidur/istirahat adekuat.
d. Kolaborasi dengan medis.
1) Berikan cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi.
2) Berikan parenteral zat besi dan atau vitamin sesuai indikasi.
3) Bantu penempatan selang nasogastrik dan Miller Abbot.
3. Diagnosa Keperawatan III:
Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.
Intervensi:
a. Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri.

36
b. Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan kebersihan dan
kehangatan.
c. Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi.
d. Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien memungkinkan.
e. Kolaborasi dengan medis:
1) Berikan analgesik/antibiotik.
2) Berkan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas/rendam
duduk sesuai indikasi.
4. Diagnosa Keperawatan IV:
Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi
pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri.
Intervensi:
a. Berikan kesempatan untuk kontak ibu bayi kapan saja memungkinkan.
b. Pantau respon emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti
depresi dan marah.
c. Anjurkan klien untuk menyusui bayi.
d. Observasi interaksi bayi-ibu.
e. Anjurkan ayah/anggota keluarga lain untuk merawat dan berinteraksi dengan bayi.
f. Kolaborasi dengan medis.

EVALUASI
1. Diagnosa Keperawatan I
Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual.
Melakukan perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat, menurunkan
risiko komplikasi.
Mencapai pemulihan tepat waktu.
2. Diagnosa Keperawatan II

37
Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu,
tingkat energi tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang
diharapkan pasca partum.
3. Diagnosa Keperawatan III
Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara individu.
Melaporkan ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
4. Diagnosa Keperawatan IV
Menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi orang tua-bayi.
Mempertahankan/melakukan tanggung jawab untuk perawatan fisik dan emosi
terhadap bayi baru lahir, sesuai kemampuan.
Mengekspresikan kenyamanan dengan peran sebagai orang tua.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan


reproduksi. Diketahui bahwa system pertahanan dari alat kelamin atau organ
reproduksi wanita cukup baik, yaitu asam basanya. Sekalipun demikian, sistem
pertahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi sering tidak terbendung dan menjalar
segala arah, menimbulkan infeksi mendadak dan menahun dengan berbagai keluhan.
Ada berbagai macam gangguan reproduksi pada ibu postpartum, seperti
vulvitis, vaginitis dan endometritis.
Vulvitis adalah peradangan pada vulva, vulva membengkak, tampak merah,
agak nyeri kadang-kadang disertai rasa gatal, dan juga terasa panas. Vaginitis adalah
suatu peradangan pada lapisan vagina. Vaginitis dapat terjadi secara langsung pada
luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994).

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.

39
DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Doengoes, Marilynn. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta: EGC.

Bobak. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus. (2001). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga
berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.

Padjadjaran, Universitas. (1981). Ginekologi. Bandung : Elstar Offset.

40

Anda mungkin juga menyukai