Anda di halaman 1dari 21

RESUME SKENARIO 5

BLOK 7

KELOMPOK B:

1. Dhea Anyssa Rachmawati (082010101010)


2. Deti Rosalina (082010101018)
3. Ellen Siska Susanti (082010101020)
4. Lutfiana Kolopaking (082010101022)
5. R. Anggi Dwi Putra Jodi (082010101035)
6. Mekania Tamarizki (082010101041)
7. Amin Kamaril W. (082010101051)
8. Nila Nuril Fatima (082010101052)
9. Jarwoto Roestanadjie (082010101055)
10. Sheilla Rahmania (082010101056)
11. Muhammad Afiful Jauhani (082010101057)
12. Dyna Ayu M. (082010101067)
13. Ina Soraya (082010101072)
14. M. Taufiq Shidqi (082010101073)
15. Wendy Yuhardika M.P. (082010101077)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2009
LEARNING OBJECTS

1. Mampu menjelaskan tentang trauma pada system respirasi, mencakup jenis


trauma, kondisi umum korban, dan first assessment.
2. Mampu menjelaskan jenis-jenis trauma, mencakup:
a. Trauma Pada Dinding Dada dan Jalan Napas
i. Fraktur Costae
ii. Fraktur Clavicula
iii. Flail Chest
iv. Trauma Trakeo-Bronchial
b. Trauma Pada Pulmo
i. Pneumothorax
ii. Hematothorax
iii. Hemopneumothorax
iv. Emboli Pulmo
v. Emfisema Pulmo
vi. Kontusio Pulmo
vii. Tamponade Jantung
4. Mampu menjelaskan tentang WSD (Water Sealed Drainage) mencakup alat
dan bahan dan tata cara.

1. TRAUMA PADA SISTEM RESPIRASI

DEFINISI
Trauma respirasi, terutama trauma thorax merupakan suatu keadaan yang
disebabkan oleh suatu trauma dan cedera yang menimbulkan perubahan patologis /
abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang
mengenai tulang rangka dada, pleura paru, diafragma, ataupun isi mediastinum (yaitu
paru-paru dan jantung) oleh benda tajam/tumpul yang bisa menyebabkan gangguan
sistem pernafasan.
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun sisi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut.

ETIOLOGI:
1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax.
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.
PATOFISIOLOGI
 Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus )dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan ( syok ).
 Perubahan patofisiologi yang terjadi, pada dasarnya adalah akibat dari
kegagalan ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, dan
kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor ini bisa
menyebabkan hipoksia, yang pada tingkat jaringan bisa menyebabkan
rangsangan terhadap cytokin yang bisa memacu terjadinya sindrom distress
pada sistem pernafasan.

JENIS JENIS TRAUMA


A. TRAUMA TUMPUL
a. RAPID DECELERATION : terjadi akibat gerakan berbeda dari bagian
tubuh yang bergerak dan tidak bergerak, missal akibat kecelakaan
sepeda motor atau jatuh dari ketinggian.
b. LEDAKAN (BLAST) : merupakan gelombang tekanan yang dapat
menyebabkan gangguan jaringan dan kemungkinan robeknya
pembuluh darah maupun jaringan alveolar, gangguan tracheobronchial,
dan diafragma traumatic.
c. KOMPRESI : akibat tertindih benda berat sehingga dapat mengganggu
respirasi dan ditandai dengan peningkatan tekanan darah vena dan
thorax bagian atas.
d. DIRECT IMPACT : akibat trauma langsung oleh benda tumpul,
cenderung menyebabkan fraktur costae , sternum, scapula, kontusio
jantung, maupun pneumothorax.

B. TRAUMA TAJAM (TEMBUS/ PENETRATING INJURY)


a. KECEPATAN RENDAH : luka karena pisau dan sejenisnya.
b. KECEPATAN MEDIUM : luka karena hand gun, maupun senapan
angin.
c. KECEPATAN TINGGI : luka karena senjata militer.

C. TRAUMA MAJEMUK
Hampir setiap trauma merupakan trauma majemuk. Yang paling penting dari
trauma ini adalah mentukan berapa organ dan sistem tubuh yang segera untuk
melakukan penganganan.
Cedera berat yaitu mengenai satu atau lebih daerah tubuh (kepala, leher, toraks,
vertebra, abdomen, pelvis, tungkai)
Cedera kritis yaitu cedera yang menyebabkan kegagalan satu atau lebih sistem
tubuh (saraf, pernapasan, kardiovaskular, hati, ginjal, pancreas)

Penyulit
Pada cedera terjadi penyulit berupa :
- Gangguan sirkulasi akibat pendarahan
- Gangguan koagulasi
- Sepsis akibat infeksi
- Gagal organ
- Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
- 1. Ada jejas pada thorak
- 2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
- 3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
- 4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
- 5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
- 6. Penurunan tekanan darah
- 7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
- 8. Bunyi muffle pada jantung
- 9. Perfusi jaringan tidak adekuat
- 10.Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung

KONDISI UMUM KORBAN


Respon metabolic pada penderita trauma :
 Fase pertama
Berlangsung beberapa jam etelah trauma. Dalam fase ini akan terjadi kembalinya
volume sirkulasi, peruse jaringan, dan hiperglikemia.
 Fase kedua
Pada fase ini terjadi katabolisme (metabolism yang disertai perusakan jaringan )
menyeluruh dengan imbang nitrogen yang negative, hiperglikemia, dan produksi
panas. Fase ini terjadi setelah perfusi jaringan drngan baik, dapat berlangsung dari
beberapa hari sampai beberapa minggu.

 Fase ketiga
Terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan lemak badan yang
terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Fase ini merupakan proses
yang lama, tetapi progresif dan biasanya lebih lama dari fase katabolisme karena
sintesis protein hanya bisa mencapai 35gr/hari

PRIORITAS PEMERIKSAAN
- Apakah jalan napas bebas ?
- Apakah penderita bernafas dengan leluasa ?
- Apakah nadi dapat diraba ?
- Apakah jantung berdenyut ?
- Apakah ada perdarahan massif ?

PENILAIAN DERAJAT TRAUMA

Derajat trauma (nilai 0-12)


Pemeriksaan angka
PERNAPASAN (kali/menit)
10-29 4
>29 3
6-9 2
1-5 1
0 0
TEKANAN SISTOL (mmHg)
>89 4
76-89 3
50-75 2
1-49 1
0 0
SKALA KOMA GLASSGOW
13-15 4
9-12 3
6-8 2
4-5 1
3 0

Skala koma glassgow (jumlah 3-15)


Angka
Mata terbuka
- Spontan 4
- Setelah dipanggil 3
- Dengan rangsang nyeri 2
- Tidak pernah 1
Respon motorik
- Mengikuti perintah 4
- Dapat menunjuk letak nyeri 3
- Gerak flexi menarik 2
- Gerak meluruskan anggota 1
Respon verbal
- Pembicaraan terarah 4
- Bingung, bicara tidak terarah 3
- Pembicaraan kacau 2
- Suara tidak dimengerti 1
- Tidak ada 0

INITIAL ASSESMENT DAN PENGELOLAAN:


1. Pengelolaan penderita terdiri dari :
a. Primary survey,yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam
jiwa,pertolongan ini dimulai dengan airway,breathing dan circulation.
b. Resusitasi fungsi fital
c. Secondary survey yang terperinci
d. Perawatan definitif
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma
thorax,intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3. Taruma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
4. Kebanyakan kasus trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau
dekompresi thorax dengan jarum.
5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma- trauma yang bersifat khusus.
Komplikasi:
1. pneumothorax tension : kegagalan respirasi akut.
2. pneumothorax spontan : pio-pneumothorax, hidropneumothorax/hemo-
pneumothorax, pneumomediastinum dan emfisima subkutan.

2. JENIS – JENIS TRAUMA

a. Trauma Pada Dinding Dada dan Jalan Napas

i. FRAKTUR COSTAE
DEFINISI
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa

KLASIFIKASI
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur, dibagi jadi :
1) Fraktur simple/ singular : fraktur yang terjadi pada 1 costae
2) Fraktur multiple : terjadi pada 1 costae atau lebih
Menurut jumlah fraktur pada setiap costa, dibagi jadi :
1) Fraktur segmental : terjadi di 2 tempat pada 1 costae
2) Fraktur simple : terjadi pada 1 tempat di 1 costae
3) Fraktur comminutif : terjadi pada beberapa tempat di satu costae

Menurut letak fraktur, dibagi menjadi :


1) Superior (costa 1-3 )
2) Median (costa 4-9)
3) Inferior (costa 10-12 ).
Menurut posisi :
1) Anterior,
2) Lateral
3) Posterior.
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana
pada keadaan ini terdapat fraktur segmental ,2 costa atau lebih yang letaknya
berurutan.

GEJALA BILA DILIHAT DARI TIPE FRAKTUR:


a. Pada fraktur tunggal/majemuk, penderita masih dapat bernapas dengan
baik karena gerak dada masih terlihat memadai dan teratur.
b. Pada fraktur costae multiple namun tidak di satu segmen/tempat,
dinding thorax masih stabil meski penderita terlihat kesulitan bernapas
dan kesakitan.
c. Pada fraktur costae multiple segmental terjadi flail chest/segmen
dinding dada lepas sehingga menghambat pergerakan dada dan
menyebabkan kesulitan bernapas.

DIAGNOSIS
Ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri local. Nyerinya berupa nyeri local
dan nyeri kompresi kiri-kanan atau depan-belakang dan nyeri pada gerak napas.

TATA LAKSANA
Fraktur tunggal atau majemuk dengan gerak dada yang masih memadai dan teratur
ditangani dengan pemberian analgesic atau anastetik. Nyeri harus dihilangkan untuk
menjamin pernapasan yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak napas tidak
memadai dan terganggunya batuk karena nyeri.
Jika pemberian anlgesik tidak menghilangkan nyeri, harus dilakukan anastesia blok
interkostal yang meliputi segmen di kaudal dan cranial costae yang patah
Dengan blok saraf interkostal,yaitu dengan pemberian narkotik atau relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah
sakit diperlukan unutk menghilangkan nyeri,penanganan batuk dan pengisapan
endotrakeal.
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti:
pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang
mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan
yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat
menghindari morbiditas/komplikasi.
KOMPLIKASI
Timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat manajemen analgetik
yang tidak adekuat
Prognosis pada fraktur costae:
Pada anak-anak biasanya prognosisnya baik karena tidak terjadi komplikasi.
Pada orang dewasa prognosisnya kurang baik karena:
 Penyambungan kembali tulang yang fraktur relatif lama
 Umumnya disertau dengna komplikasi karena costaenya lebih
rigit sehingga mudah menusuk orgaan lain.

ii. FRAKTUR KLAVIKULA

ETIOLOGI
Biasanya terjadi pada orang yang jatuh dengan bertumpu pada tangan

KLASIFIKASI BILA DILIHAT DARI LOKASI FRAKTURNYA:


a. 1/3 tengah : terjadi pada 80% kasus fraktur klavikula.
b. 1/3 lateral : terjadi pada 15% kasus fraktur klavikula.
c. 1/3 medial : terjadi pada 5 % kasus fraktur klavikula.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada fraktur 1/3 medial, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan
muskulus sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh
muskulus pectoralis mayor.

TATA LAKSANA
Tujuan penanganan adalah menjaga bahu tetap dalam posisi normalnya dengan cara
reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan
berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi
fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila
dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk
mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran
darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan
gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen
korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna.

iii. FLAIL CHEST


DEFINISI
Flail chest adalah fraktur costa multiple segmental sehingga ada segmen
dinding dada yang mengambang (fleil) menyebabkan gangguan pada pergerakan
dinding dada secara paradoksal. Jika dibawah dinding yang fraktur terjadi kerusakan
paru-paru, maka akan menyebabkan hypoxia yang serius. Gerakan paradoksal yaitu
segmen fraktur bergerak berlawanan arah dengan gerak pernapasan.

b. Trauma Pada Pulmo


i. PNEUMOTHORAX
Definisi :
Pengumpulan udara atau gas dalam ronga pleura, dibedakan menjadi tiga tipe :
- Traumatic pneumothorax
- Primary spontaneous pneumothorax
- Secondary spontaneous pneumothorax
Pneumothorax terjadi karena ada hubungan terbuka antara rongga dada dan dunia
luar. Pneumothorax bisa timbul secara spontan , bisa juga terjadi karena manifestasi
dari suatu penyakit atau trauma paru, atau karena puncture dinding dada.
Pneumothorax bisa menyebabkan komplikasi kolaps paru.

1. Pneumothoraks spontan
Adalah pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab.
Pneumothoraks spontan ini dibagi menjadi dua:
 Pneumothoraks spontan primer
Adalah suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa adanya riwatyat
penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
 Pneumothoraks spontan sekunder
Adalah suatu pneumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasari sebelumnya (misalnya TB Paru, PPOK, asma bronkial,
pneumonia, tumor paru dsb.
2. Pneumothoraks traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat trauma baik trauma penetrasi
maupun bukan yang mengakibatkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru. Berdasarkan kejadiannya pneumothoraks traumatik ini dibagi menjadi
dua yaitu:
 Pneumothoraks traumatik bukan iatrogenik
Adalah pneumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan misalnya
jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup
 Pneumothoraks traumatik iatrogenik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan
medis. Pneumothoraks traumatik iatrogenok ini dibagi menjadi dua
jenis yaitu:
 Pneumothoraks accidental
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi tindakan
medis, misalnya biopsi pleura
 Pneumothoraks traumatik iatrogenik artifisial
Adalah pneumothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan
suatu alat Maxwell box, biasanya untuk terapi TBC.
PATOFISIOLOGI :
Adanya benturan atau trauma menyebabkan robeknya alveolus dan dinding
pleura visceral sehingga udara dari paru masuk ke cavum pleura. Akibatnya, tekanan
negative intrapleura hilang dan respirasi terganggu. Bila dibiarkan, paru akan kolaps.
Hiperekspansi cavum pleura dapat menekan mediastinum ke sisi yang sehat, dan bila
hal ini terus terjadi tanpa adanya penanganan, akan terjadi penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Penekanan vena cava
dapat menyebabkan shock pada penderita.

D/D PNEUMOTHORAKS

 Perikarditis
 Miokard infark dan emboli paru
 Bronkhitis kronik dan efisema
 Diaphragmatica herniae
 Disecting aneurysme aortae

Diagnosa dan pemeriksaan pneumothorax


Diagnose
- Hemithorax mengembang
- Sesak napas
- Pekak pada perkusi
- Suara napas berkurang
- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Pemeriksaan fisik
- Saluran napas melemah, fremitus melemah, resonansi perkusi dapat
meningkat.
 Pneumothorax kecil  takikardi ringan
 Pneumothorax besar  suara napas melemah, fremitus menurun, perkusi
hipersonor.
 Pneumothorax tension  takikardi berat, hipotensi, pergeseran
mediastinum atau trakea
Pemeriksaan penunjang
1. Analisa gas darah arteri
hipoksemia
2. Pemeiksaan endoskopi
- Terbagi menjadi derajat:
a. Dearajat 1  gambaran paru mendekati normal
b. Derajat 2  pneumothorax dengan perlengketan dan hamethorax
c. Derajat 3  diameter blebh atau bulla < 2 cm
d. Derajat 4  diameterblebh atau bulla > 2 cm
3. Radiologi- foto thorax
4. Pemeriksaan faal paru
5. CT-Scan
Prognosis:
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa
perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka
kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan
segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan kondisi
ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary
pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu
1.5 sampai dua tahun.

ii. HEMATOTHORAX

DEFINISI
adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadi
pendarahan.
ETIOLOGI
Lacerasi paru, lacerasi pembulih darah dari arteri interkostal atau mamaria interna.
Baik pada trauma tumpul maupun tajam, atau dislokasi fraktur dari vertebra torakal
GEJALA
hematokrit cp>50% dari hematokrit serum
PATOFISIOLOGI
Luka/ trauma  pendarahan/ syok darah mengisi cavum pleura  surfaktan
terganggu  pengembangan paru tidak sempurna  kerja pernapasan meningkat 
hipoventilasi alveolar  peningkatan PaCO2  gagal napas.
Diagnose
- Tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yamg berdarah di dinding dada
- Tanda anemia dan syok hipovolemik merupakan keluhan dan gejala yamg
pertam amuncul
PEMERIKSAAN HEMATOTHORAKS
Pada inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau
pusat karena perdarahan. Fremitus sisi yang terkena lebih keras daripada sisi yang
lain. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin
tidak jelas, tergantung pada jumlah darah yang ada di rongga thoraks. Bunyi napas.
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan
suara pernafasan mungkin tidak terdengar atau menghilang.

Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:


 Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
 CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
 Analisa cairan pleura
 Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.

Ukuran Bayangan foto Pemeriksaan fisik Penanganan


rontgen
Kecil 0-15% Perkusi pekak sampai Gerakan aktif
iga IX (fisioterapi)
Sedang 15-35% Perkusi pekak sampai Aspirasi dan
iga VI transfuse
Besar >35% Perkusi pekak sampai Penyalir sekat air di
cranial, iga IV ruang antar iga,
transfuse

Keterangan table :
- 0-15% merupakan hemotoraks kecil, yaitu tampak sebagai bayangan kurang
dari 15% pada foto rontgen. Penanganannya cukup diobservasi dan tidak
memerlukan tindakan khusus
- 15-35% merupakan hemotoraks sedang artinya tampak bayangan yang
menutup 15-35% pada foto rontgen. Penanganannya dipungsi dan penderita
diberi tranfusi. Pada pungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan
>35% merupakan hemotoraks besar yaitu jika ternyata terjadi kambuhan, dipasang
penyalir sekat air dan diberikan tranfusi

PROGNOSIS: Bila tidak diberi perawatan segera, darah yang terakumulasi di cavum
pleura akan menekan mediastinum dan trakea sehingga terjadi deviasi trakea yang
mana akan berakhir pada kematian.

iii. HEMOPNEUMOTHORAX

GEJALA
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).
Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi)

PATOFISIOLOGI
Adanya trauma tajam maupun tumpul yang menyebabkan fraktur costae dapat
menyebabkan robeknya pembuluh darah maupun jaringan paru sehingga darah dapat
mengisi cavum pleura dan menyebabkan paru kolaps atau tidak dapat mengembang
sempurna.

iv. EMBOLI PULMO


Etiologi
Emboli paru adalah kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena,
terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang paling sering adalah bekuan
darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam.
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan
sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak
ditemukan adanya infark.
Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau
gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau
menyerupai gejala penyakit lainnya:
- batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
- sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika
sedang melakukan aktivitas
- nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya
tajam atau menusuk)
- nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau
membungkuk
- pernafasan cepat
- denyut jantung cepat (takikardia).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:


- wheezing/bengek
- kulit lembab
- kulit berwarna kebiruan
- nyeri pinggul
- nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
- pembengkakan tungkai
- tekanan darah rendah
- denyut nadi lemah atau tak teraba
- pusing
- pingsan
- berkeringat
- cemas

PATOFISIOLOGI
Dinding pembuluh darah rusak  terdapat embolus embolus bersama aliran darah
 terjadi penyumbatan  kompresi paru  restriksi jaringan vaskular paru 
hipertensi pulmonar  gagal jantung kanan

DIAGNOSIS dan PEMERIKSAAN

Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.


Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
- Gas darah arteri
- Oksimetri denyut nadi.

Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:


- Rontgen dada
- Skening ventilasi/perfusi paru
- Angiogram paru.

Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):


- USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
- Venografi tungkai
- Pletsimografi tungkai.

- Pada pemeriksaan fisik, tanda umum dan setempat yang ditemukan


bergantung pada besarnya arteri yang tersumbat.
- Darah tepi menunjukkan leukositosis biasanya <15.000/mm3.
- Pada elektrokardiograf terdapat perubahan pada segmen QRS dan peubahan
gelombang STT karena penyumbatan arteri pulmonalis.
- Pada analisis gas darah PO 2 jelas menurun, biasanya kurang dari 80 mmHg
- Pada foto toraks bisa ditemukan gambaran infark paru kedang dengan
diafragma tinggi, dan sering disertai efusi pleura
- Dignosis pasti dibuat dengan membuat skintigram paru dengan bahan
radioaktif xenon atau talium
PROGNOSIS: 50% dari kejadian dapat ditangani dengan baik dan pasien dapat
sembuh, tapi 50% sisanya atau bahkan lebih dapat berakhir dengan kematian
karena penanganan yang tidak segera ataupun karena berkaitan dengan penyakit
yang mendasari sehingga keadaan penderita memburuk.

v. EMFISEMA PULMO
DEFINISI
 perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan
ductus alveolaris akibat adanya jumlah udara berlebih. Pada emfisema kronik,
disertai proses obstruksi dan destruksi yang kompleks.
 Pelebaran permanen dari struktur paru yang melakukan pertukaran gas yaitu distal
dari bronkiolus terminalis, disertai destruksi dinding alveoli.

ETIOLOGI : infeksi kronik, obstruksi kronik, herediter, dan trauma pada alveolus /
parenkim paru.
PATOFISIOLOGI
Emfisema umumnya dicetuskan oleh iritan, misal asap rokok atau zat-zat di dalam
rokok, dimana dapat merangsang sekresi mucus dan menyebabkan iritasi pada
bronkus dan bronkiolus, melumpuhkan silia, dan menghambat makrofag. Akibatnya
lumpuhnya silia, mucus tidak dapat dibersihkan sehingga dapat terjadi infeksi dan
radang epitel. Hal ini memicu terjadinya obstruksi jalan napas kronik yang dapat
memicu penyumbatan saluran napas. Udara pun tidak dapat dikeluarkan saat
ekspirasi, menyebabkan terjadinya air trapping di alveolus; alveoli menjadi teregang
maksimal dan infeksi paru terjadi. Bila hal ini terus berlanjut, akan terjadi destruksi
pada 50-80% jaringan alveolar. Hal ini memicu peningkatan kerja napas, peningkatan
tahanan napas, penurunan kapasitas difusi paru, peningkatan tekanan vascular, dan
peningkatan beban jantung serta gagal jantung.

EMFISEMA DIBAGI MENJADI 2 :


a. Emfisema Centrilobular (CLE) : selektif pada bagian bronkiolus respiratorius
dan duktus alveolaris.
b. Emfisema Panlobular (PLE) : menyerang alveolus di bagian distal bronkiolus
terminalis, ditandai dengan adanya peningkatan resistensi jalan napas secara
lambat tanpa disertai bronchitis kronis.
MANISFESTASI KLINIS : batuk, sputum (bila infeksi -> mukoid/putih; bila non-
infeksi -> purulen/ mukopurulen), sesak napas, terlihat adanya pernapasan cuping
hidung dan gerak otot napas tambahan.
DIAGNOSIS :
1. Anamnesis : RPD, RPS, ditandai gejala-gejala di atas.
2. Pemeriksaaan Fisik : losing weight, barrel chest, perkusi dada hipersonor,
jarak hati mengecil, batas paru rendah, pekak jantung berkurang, nafas
melemah, ekspirasi memanjang.
3. Pemeriksaan Radiologis, fungsi paru, gas darah, EKG, lab darah.
TERAPI :
1. Pencegahan : hindari merokok, hindari polusi udara.
2. Antibiotik : amoxixilin dan streptomisin (untuk H. Influenza dan
S.Pneumonia), augmentin.
3. Terapi O2 pada kondisi hiperkapnia.
4. Fisioterapi untuk mengeluarkan sputum.
5. Bronkodilator untuk obstruksi jalan napas : B-adrenergik dan anti kolinergik,
Sabutamol dan Pararotropium bromide.
6. Terapi Jangka Panjang meliputi latihan fisik dan rehabilitasi.
7.
KOMPLIKASI
 Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
 Daya tahan tubuh kurang sempurna
 Proses peradangan yang kronis di saluran napas
 Tingkat kerusakan paru makin parah.

PROGNOSIS : baik dengan terapi, survival rate selama 5-10 tahun mencapai 40%.

vi. CONTUSIO PULMO


DEFINISI
M erupakan memar jaringan paru sehingga ventilasi tidak berjalan dengan baik.

KONTUSIO PARU
Tanda dan gejala:
- Sesak nafas/ dispnea
- Hipoksemia
- Tachikardi
- Suara nafas berkurang atau tak terdengar di sisi kontusio
- Patah tulang iga
- Cyanosis
- Krepitasi
- Ronki kasar seperti meniup gelembung

PATOFISIOLOGI
Memar yang disebabkan oleh flail chest. Memar ini menyebabkan paru kehilangan
elastisitas normal dan dalam waktu 72 jam permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi edema paru. Maka, paru akan terisi penuh cairan dan udara sehingga memicu
penurunan produksi surfaktan yang menyebabkan kolaps paru.
Normalnya, rasio udara dan darah dalam paru adalah 1:1. Namun pada kontusio paru
terjadi ketidakseimbangan ratio ini, karena alveoli terisi penuh oleh cairan edema
sehingga tidak terisi O2 secara full. Pulmonary hypoxic contriction terjadi sebagai
respon dari kadar oksigen rendah sehingga jantung mangadakan kompensasi dengan
meningkatkan resistensi vascular untuk mengurangi aliran darah ke paru. Hal ini
dapat menyebabkan hipoksemia yang dapat memicu syok hipovolemik.

TATA LAKSANA
Tujuan : a. Mempertahankan oksigenasi
b. mencegah atau mengurangi edema.
Tindakan : bronchial toilet, membatasi pembatasan cairan, O2, pain control, diuretik,
bila perlu ventilator dengan positif.
Membuat tekanan ventilasi positif pada akhir ekspirasi dapat menolongdan
memperbaiki kapasitas residu fungsional dan mengurangipintas
intrapulmoner. Hindari pemberian yanhg berlebihan.

vii. TAMPONADE JANTUNG


DEFINISI
Juga dikenal dengan tamponade pericardial, merupakan kondisi darurat dimana terjadi
kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intra
pericardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium dari rupture
jantung, trauma tembus, atau efusi yang progresif. Bila cairan meningkatkan tekanan
dari jantung dengan signifikan itu akan menyebabkan pengisian yang tidak sempurna
dari ventrikel jantung. Kondisi ini menyebabkan “low stroke volume”. Hasil pada
akhirnya adalah pemompaan darah yang tidak effektif, shock, dan sering
menyebabkan kematian.

GEJALA
 Pasien merasakan nyeri samar-samar / tekanan di dada.
 Nyeri akan bertambah buruk jika berbaring dan membaik jika duduk tegak.
 Pasien mengalami gangguan pernafasan yang berat, dan selama menghirup
udara, vena-vena di leher membengkak.

PATOFISIOLOGI
Terjadi trauma baik tajam maupun tumpul yang menyebabkan pembuluh darah besar
ataupun dinding atrium robek sehingga darah merembes mengisi cavum pericardial.
Apabila darah penuh mengisi cavum pericardial, dapat menekan jantung sehingga
jantung tidak dapat berdenyut dengan baik dan menghambat aliran darah ke ventrikel
sehingga sirkulasi terganggu.

Diagnose dan pemeriksaan Tamponade jantung


Diagnose
- Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi (leher)
- Bunyi jantung berkurang
3. WSD (Water Sealed Drainage)
RANGGI BELUM
TAUFIK BELUM

Anda mungkin juga menyukai