Anda di halaman 1dari 18

Pengertian Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan
(UU no.4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman).

Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan
kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga
fungsinya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman
perkotaan maupun permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997). Permukiman
adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata Ruang 1997)
Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga pengertian yaitu :
a. Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
b. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat
tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan
penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap.
Permukiman adalah suatau lingkungan hidup yang meliputi masalah lapangan kerja, struktur
perekonomian dan masalah kependudukan yang bukan saja mencakup mengenai pemerataan
dan penyebaran penduduk melainkan juga menyangkut kualitas manusia yang diharapkan pada
generasi mendatang (Hardriyanto. D, 1986: 17).
Konsep permukiman menurut daxiadis dalam soedarsono (1986) adalah sebagai berikut:
permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia dan tujuannya adalah untuk
berusaha hidup secara lebih mudah dan lebih baik terutama pada masa kanak-kanak) memberi
rasa bahagia dan rasa aman (seperti diisyaratkan oleh aristoteles). Dan mengandung
kesimpulan untuk membangun manusia seutuhnya.
Permukiman menurut Vernor C. Vinch dan Glenn T. Trewartha dalam R. Bintarto (1977),
menyatakan permukiman tempat kediaman penduduk adalah suatu tempat atau daerah dimana
penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan dan
sebagainya guna kepentingan mereka.
Batubara Dalam Blaang (1986) merumuskan bahwa permukiman adalah suatu kawasan
perumahan yang ditata secara fungsional, ekonomi dan fisik tata ruang yang dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, sarana secara umum dan fasilitas sosial sebagai suatu kesatuan yang
utuh dengan membudidayakan sumber daya dan dana, mengelolah lingkungan yang ada untuk
mendukung kelangsungan peningkatan mutu kehidupan manusia, memberi rasa aman, tentram
dan nikmat, nyaman dan sejahtera dalam keserasian dan keseimbangan agar berfungsi sebagai
wadah yang dapat melayani kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Permukiman merupakan suatu lingkungan hidup yang berada diluar kawasan lindung baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal serta tempat kegiatan usaha dan kerja yang mendukung kehidupan dan penghidupan.
Hal inilah yang menjadikan pada tingkat primer permukiman tempat tinggal. Pada tingkat lebih
lanjut, permukiman dapat diberi fungsi atau misi sebagai penyangga kawasan fungsional serta
kawasan produktif lainnya. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992
Tentang perumahan dan permukiman yang dimaksud dengan:
a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdcsaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
d. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk
dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
http://perumahan.pu.go.id/ruk/produk/show/28

Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain
dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan, sandang,
permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman menempati
posisi yang sentral, dengan demikian peningkatan permukiman akan meningkatkan
pula kualitas hidup.
Saat ini manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat berteduh, namun lebih
dari itu mencakup rumah dan segala fasilitasnya seperti persediaan air minum,
penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Pengertian ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1988) sebagai berikut:
“Permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi segala
sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu kesatuan
dengan tempat tinggal yang bersangkutan”.

Awal dibangunnya tempat tinggal semata-mata untuk memenuhi kebutuhan fisik,


selanjutnya pemilikan tempat tinggal berkemban fungsinya sebagai kebutuhan
psikologis, estetika, menandai status sosial, ekonomi dan sebagainya. Demikianlah
makna permukiman yang ada pada masyarakat pada saat ini. Pemilihan lokasi
permukiman di dasarkan pada berbagai faktor antara lain:
1) Faktor Kemudahan
Faktor yang dimaksud adalah kemudahan dalam menjangkau suatu tempat. Faktor ini
perlu diperhatikan, sebab akan berpengaruh terhadap biaya transportasi dan lamanya
perjalanan bagi penghuni untuk bepergian. Faktor kemudahan pada suatu permukiman
dapat berupa jalan penghubung atau masuk, yaitu jalan yang menghubungkan jalan
masuk dengan jaringan jalan umum menuju pusat kota.
2) Utilitas
Utilitas adalah kelengkapan fasilitas yang terdapat pada perumahan, antara lain listrik,
air minum, saluran pembuangan.
3) Faktor Status Tanah
Tanah mempunyai fungsi sosial ekonomi. Dalam pengaturan hak atas tanah dan ruang
pemanfaatanya harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, status tanah
mempunyai peranan penting bagi kelangsungan penghuni karena memberikan
kepastian hukum atas tanah yang menjadi haknya.
4) Faktor Penggunaan Tanah
Daerah perumahaan sedapat mungkin tidak menggunakan lahan yang produktif dan
menghindari daerah-daerah yang sudah terbangun. Dengan demikian penggunaan
lahan tersebut akan lebih efektif dan saling mendukung dengan kegiatan lainnya.
5) Faktor Kemungkinan Perluasan
Diharapkan daerah perumahan mampu menampung aktivitas-aktivitas yang sudah sulit
sulit dikembangkan di pusat kota, dengan demikian kawasan permukiman tidak berdiri
sendiri dan tidak lepas dari sistem kotanya.
6) Faktor Pusat Pelayanan
Lokasi perumahan yang baik adalah lokasi yang memudahkan atau dapat menjangkau
semua tempat karena tersedia macam-macam pelayanan, baik yang bersifat sosial
maupun bersifat ekonomi.
7) Faktor Efek Samping yang Mungkin Terjadi
Efek samping yang dimaksud adalah efek negatif yang mungkin timbul dengan di
bangunnya permukiman.

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/09/definisi-permukiman.html

Study
Kamis, 31 Januari 2013

KAJIAN TEORI PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN

Kajian Teori Perumahan dan Permukiman


Kajian teori mengenai perumahan dan permukiman membahas mengenai
Undang-Undang perumahan dan permukiman, fungsi perumahan, lingkungan
permukiman, perumahan pinggiran desa dan persyaratan permukiman.

1. Pengertian Rumah
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan,
“Rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali
jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan
terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud
atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan
penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang
dilakukan penghuni terhadap rumah”.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432),
rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk
hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan kehidupan.
Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman
menyebutkan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
disamping pangan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai
pelindung terhadap gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga
memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian
budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi
jati diri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya
maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan
datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya.
(Sumber: Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman
Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman )

2. Pengertian Perumahan
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
perumahan berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
(pasal 1 ayat 2).
Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus
macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan
permukiman (Sumber: Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman )
3. Pengertian Permukiman
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan
dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana
dan sarana lingkungan yang terstruktur (pasal 1 ayat 3).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa penataan
perumahan dan permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan merata,
kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan,
dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang
atau kelompok manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan
kondisi alam dan sosial kemasyarakatan sekitar.

4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan


dan Permukiman
Dalam Pasal I menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga; Perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan
permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur;
Asas dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri
sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup (Bab II Pasal 3).
Sedangkan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan
permukiman bertujuan untuk:
 Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
 Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
 Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional;
 Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-
bidang lain.
Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan
kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan
terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap (Bab IV Pasal 18). Pembangunan
kawasan permukiman tersebut ditujukan untuk menciptakan kawasan
permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman dan
mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan
perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya, yang dihubungkan oleh
jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang
memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan
perkotaan yang menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan olch pemerintah
daerah dengan mepertimbangkan berbagai aspck yang terkait serta rencana,
program, dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman.

5. Fungsi Rumah
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam
rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas
hunian atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal
dimaksudkan agar penghuni mempunyai tempat tinggal atau berteduh
secukupnya untuk melindungi keluarga dari iklim setempat.
2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam
kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga.
Fungsi ini diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa
akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke
tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga
di masa depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan
perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah
dan lahan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut
siapa penghuni atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow,
1954:10), kebutuhan akan rumah dapat didekati sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan
kebutuhan biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan
kebuthan terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam
tahap ini.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat
berlindung bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak
diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk
berinteraksi dengan keluarga dan teman.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya
sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

6. Lingkungan Perumahan
Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen,
yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
 Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti
topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
 Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya
seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
 Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
 Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok
melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
 Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air
bersih, listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri
dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam
masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik
permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan
pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang
membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman
tersebut.

7. Perumahan Pinggiran Desa


Menurut Silas (1993) dalam Razziati (1999:15) mengatakan bahwa desa
pinggiran di Surabaya yang berlokasi dalam jangkauan peluang kerja,
dibandingkan dengan di kampung, biaya penyediaan rumah di desa lebih murah.
Bermacam bentuk pembiayaan dengan berbagai cara pembayaran, selain aspek
positif dari peluang bangunan. Desa-desa tersebut tersebar dalam kisaran 100
Ha – 400 Ha, dengan penduduk antara 100 – 4000 orang atau 250 – 800
rumahtangga per desa. Kurang lebih sekitar 1/5 dari luas tanah digunakan untuk
perumahan dengan kepadatan sekitar 150 orang/Ha, dimana 4/5 luas tanahnya
untuk lahan pertanian.
Di desa pinggiran kota, rumah atau ruang kamarnya dapat dijual atau disewakan
serta dikontrakkan dengan perjanjian yang fleksibel, dan separoh (jauh lebih
murah) dari harga di kampung kota. Penjualan tanah untuk bangunan tidak
umum pada waktu itu (sebelum tahun 1970-an). Sampai awal tahun 1970-an,
kebanyakan desa pinggiran di Surabaya memiliki tingkat pertumbuhan yang
rendah. Tetapi sejak mengacu pada kebijakan pembangunan kota, para
pengembang menjadi tertarik pada desa serta potensinya. Banyak pembangunan
proyek real estate dekat desa dan mempengaruhi harga tanah di desa tersebut.
Dalam kurun waktu akhir 1970-an, harga tanah untuk kepentingan
pembangunan formal melonjak 100% - 150%. Meskipun harga tanah sudah naik,
pada perumahan untuk golongan pendapatan rendah, kenaikan harganya masih
berkisar 20% - 50% dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan Razziati (1999), masuknya industri besar ke sebuah desa akan
berpengaruh terhadap perkembangan hunian di desa tersebut melalui
transformasi sosial ekonomi. Bila dibandingkan dengan Kota Surabaya, maka
Desa Cangringmalang sebagai desa pinggiran mempunyai karakteristik yang
hampir sama dengan pada kurun waktu tahun 1970-an. Harga tanah pun masih
rendah seperti sebelum desa pinggiran Surabaya tersebut berkembang pesat.
Yang membedakan antara desa-desa tersebut adalah penyediaan sarana dan
prasarana serta fasilitas lain.

8. Persyaratan Permukiman
Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau
persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria
tersebut antara lain:
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal
dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air
beracun, dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi
pembinaan individu dan masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga
dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya
dukung yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan
bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu :

 Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.

 Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan


kesehatan, perdagangan, dan pendidikan.

 Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan


cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air.

 Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang


siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.

 Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan
sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.

 Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur


agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

 Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak,


lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman tersebut.

 Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.


(Sumber: “Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak
Bersusun” Departemen PU)

Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam
Joseph De Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila
ingin dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat, antara lain:
A. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting
1. Kondisi tanah dan bawah tanah.
Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan
persiapan, peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman,
memberikan daya dukung yang baik untuk penghematan konstruksi bangunan
yang akan dibangun. Untuk menghemat konstruksi, sebaiknya lapisan bawa
tanah tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain untk efisiensi galian
utilitas pondasi atau kolong bangunan.
2. Air tanah dan drainase
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari
genangan pada kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa,
dan kelandaian lereng yang cukup memungkinkan penyaluran curah hujan
permukaan normal dan kelancaran aliran air selokan.
3. Keterbebasan dari banjir permukaan
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang
disebabkan oleh sungai, danau atau air pasang.
4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya
dengan kostruksi hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian
melebihi kemampuan jangkuan air untuk keperluan rumah tangga dan
penangulangan kebakaran.
5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun
pejalan kaki, ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan
pelandaian yang sesuai dengan standar yang ada.
6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus
memungkinkan pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.
7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat
menyebabkan kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis
pantai yang berbahaya.
B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan
1. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter
Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan
saniter jangka panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini
dari pihak berwenang dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk
pembuatan fasilitas pembuangan air kotor pada tapak dan untuk usulan
pengembangan jaringan air maupun selokan yang akan melayani tapak tersebut.
2. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang
menyangkut hal ini tidak akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas
pengolahan sampah pada tapak atau di sekitas tapak untuk penguburan,
pembakaran dan proses kimiawi memerlukan upaya penelaahan untuk
pengalaman. Masalah yang utama adalah pemisahan lahan untuk pembuangan,
penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin serta penggunaan metode
pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus dan pembiakan serangga.
3. Listrik, bahan bakar dan komunikasi
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik
biasanya dapat diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan
apabila diperlukan maka listrik jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan
tapak. Gas tidak dianggap sebagai utilitas yang penting. Apabila keperluan gas
berada di luar jangkauan jaringan pelayanan, maka tabung gas bertekanan tinggi
yang mudah diangkut dapat digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik dapat
diperluas untuk tapak yang memerlukannya.
4. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi
seperti halnya perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya
terisolir maka segi pembiayaan harus diperhitungkan.
C. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat
1. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor
lainnya, bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan
adalah lalu lintas jalan dan jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat
terbang di dekat jalur pendaratan.
2. Kebisingan dan getaran
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan
oleh jalan kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan
sebagainya. Perumahan tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus
dilanda kebisingan yang tidak terkendali, terutama di malam hari.
3. Bau-bauan, asap dan debu
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:
 Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan
pabrik yang menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan
pupuk, pewarnaan atau pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan
pabrik gas.
 Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan
melibatkan pembakaran.
 Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak
berjalan dengan sempurna.
 Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara
berdesak-desakan dan dalam keadaan kotor.
 Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar
batubara. Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur
kereta api, tempat pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari
lahan terbuka seperti lahan kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat
rekreasi yang tak terurus dan daerah berdebu yang luas.
(Dirangkum dari: Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar Perencanaan
Tapak. 1994. Hal: 91-95)

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman


Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu
wilayah, dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat
mempengaruhi berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan secara
langsung dengan kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor
geografis, faktor kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran
serta masyarakat, faktor keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor
ekonomi dan moneter. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh perubahan nilai-nilai budaya
masyarakat.
(Sumber: “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, Nomor 12.April 1994)

Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi


perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak
geografis, kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan
daya beli, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan
peran serta masyarakat
(Sumber : Siswono, dkk)

1. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan
pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit
dijangkau akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga
berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi
daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi
kondisi permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni permukiman.
2. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman.
Jumlah penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi
pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang
efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan
merupakan beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan
dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak
merata, merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan
perumahan.
3. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan,
pembinaan, dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik
di pusat maupun di daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut
belum merupakan suatu sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda
memegang peranan dan mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan
pembangunan perumahan. Namun unsur-unsur perumahan di Tingkat Daerah
yang melaksanakan program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi
vertikal maupun horisontal dalam pembangunan perumahan, masih perlu
dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan
permukiman, keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang
Taruna, Kelompok wanita dan sebagainya.
4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara
swadaya masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah.
Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak
tetap serta amat rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun
rumahnya sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan
bangunan bekas atau sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan
bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah yang sudah bertingkat.
Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut juga
meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong
dan pekerjaan bersama lainnya.
5. Sosial dan Budaya
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap
rumahnya, adat istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses
modernisasi merupakan faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai
tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang
menjadi sarana yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan
permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat
pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi
pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan
meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan
daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan
permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin
banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah
permukiman yang ada.
7. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman
dapat mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya
untuk beraktivitas sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang
tersedia maka semakin banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal
di daerah tersebut.
8. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan
perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-
teknologi baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka
membuat pembangunan suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat
waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin membangun
rumahnya. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat


sebagai suatu bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama
permukiman tradisional yang wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan
budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat
dan elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan
lingkungan alami.
2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya
yang spesifik.
3. Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep
yang lebih luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan
pilihan-pilihan manusia, sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang
memungkinkan.
4. Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas
hukum yang berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.
5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana
menentukan material, waktu dan sumber-sumber simbolik.
6. Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan
sistem pilihan tersebut.
7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan
kualitas lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya
tradisional dapat diterapkan dalam rancangan yang baru.
8. Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal,
sosio kultur) dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

Anda mungkin juga menyukai