Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KECIL

“SISTEM UTILITAS 1”
SISTEM GREYWATER

DIBUAT OLEH:

SAMUEL ARIS
F 221 15 065

DOSEN PENGAMPU:
ANDI JIBA RIFAI B. S.T.,M.T
AIR LIMBAH ABU-ABU ( GREYWATER )
1. PENGERTIAN
Greywater merupakan air limbah yang berasal dari aktivitas mandi,
laundry, pencucian alat-alat, pencucian bahan makanan. Grey Water
mengandung berbagai bahan residu yang memiliki risiko bahaya bagi kesehatan
dan lingkungan.
Kandungan bahan-bahan dalam grey water berupa minyak dan lemak,
sodium, fosfor, nitrogen, garam, serta senyawa kimia yang terdapat pada
deterjen, sabun, dan bahan pembersih rumah tangga lainnya. Selain bahan-
bahan tersebut, grey water juga mengandung organisme penyebab
penyakitseperti bakteri, protozoa, dan virus.
Grey water dapat dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman, namun jika
penggunaan grey water dilakukan terus menerus akan menyebakan kelebihan
bahan organik pada tanah yang berdampak pada kejenuhan bahan organik
dalam tanah sehingga tanah sulit untuk ditumbuhi tanaman. Selain itu, grey
water berlebih dalam tanah berisiko merusak kualitas tanah dan berisiko
mencemari air tanah (Stevens. 2008).

Gambar : air abu-abu ( greywater )

Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah suatu bangunan yang


digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi, tempat cuci, dapur dan
lain-lain bukan dari WC atau pengurasan. SPAL yang sehat hendaknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dengan sumber air bersih
minimal 10 m)
 Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk
sarang nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat)
 Tidak menimbulkan bau (diberi tutup yang cukup rapat)
 Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak menyenangkan
(tidak bocor sampai meluap).
A. SISTEM PENGOLAHAN GREYWATER DENGAN SANITASI
TANAMAN

Gambar : skema pengolahan greywater dengan sanitasi tanaman.

Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran greywater adalah


dengan menanami selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat
pencemar. Tanaman yang bisa digunakan, antara lain jaringao, Pontederia
cordata (bunga ungu), lidi air, futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat),
melati air, dan lili air. Cara ini sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit
zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak dan sampah hasil dapur yang ikut
terbuang ke selokan.

Dan cara yang lain adalah construction wetlands. CW merupakan


teknologi hijau yang efesien menurunkan kadar pencemaran dalam limbah cair.
CW tidak hanya dimanffatkan untuk mengolah limbah cair plastik, tetapi juga
untuk limbah industri maupun tambang. Horizontal subsurface flow contruction
wetlands merupakan teknologi yang sesuai untuk di terapkan di daerah
perkotaan yang tidak terjangkau fasilitas pengolahan limbah terpusat.
Gambar : CW dengan pola aliran horizontal

Gambar : CW dengan pola aliran vertikal

Dengan pemilihan media dan kombinasi penggunaan media dapat


menurunkan kadar polutan. Sementara pemilihan jenis tanaman dilakukan
untuk menyesuaikan dengan lokasi construction wetlands berkenaan dengan
paparan sinar matahari dan berdasarkan pertimbangan estetika.

B. SISTEM PENGOLAHAN GREYWATER BIOFILTER ANAEROB –


AEROB

Gambar : sistem pengolahan greywater biofilter anaerob-aerob

Pertama air limbah dialirkan masuk ke bak pengendap awal, untuk


mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspesi. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta
bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap
awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas
ke bawah, dan dari bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi
dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Jumlah bak kontaktor
anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat-zat organik yang ada
dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh
lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan
zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob.
Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan pasltik tipe
rarang tawon, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro
organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah
serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air
limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air
maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat
proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih
besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini
lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan
dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak
kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk
membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah
proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan
kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat
organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat
dan lainnya.
C. SISTEM PENGOLAHAN GREYWATER DENGAN
PENYARINGAN

Gambar : sistem pengolahan greywater dengan sistem penyaringan

Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia


biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas
ke bawah (down flow), sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada
waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga
perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya
dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan
tenaga yang cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di Indonesia
yakni ada musim hujan air baku yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat
tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah
dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.

Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up Flow), jika
saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara
membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada
di atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back
wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat
Up Flow tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau pengerukan media
penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.

Saringan pasir lambat "Up Flow" ini mempunyai keunggulan dalam hal
pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan
saringan pasir yang konvesional.

Anda mungkin juga menyukai