Anda di halaman 1dari 8

J.

Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016


J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

PENGARUH pH DAN SUHU PASTEURISASI TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA,


ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SAMBAL

(Effect of pH and Pasteurization Temperature on Chemical Characteristics ,Organoleptic and Shelf Life of
Sambal)

Nursari¹)*, La Karimuna1), Tamrin1)


1)Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Halu Oleo

*Penulis Korespondensi: Email : Nursari451@yahoo.com (Telp 0853-9448-7155)

ABSTRACT
Sambal is a processed product of chilli (Capsicum sp) that crushed and added to other additives that have a spicy flavor and
serves as a complement in eating food. This study aims to produce a sauce that has a long shelf life without the addition of
chemical preservatives. This study treatment using pH adjustment and temperature pasteurization. This study design was
completely randomized in a factorial pattern with 9 treatments and 3 replications treatment that carried out by adjusting the
pH and temperature. pH 5 (R1), pH 4 (R2) and pH 3 (R3), while the pasteurization temperature 70°C (T1), 80°C (T2) and
90°C (T3). The treatment was repeated 3 times to get 27 experimental units. The results showed that the water content is
not real, whereas in vitamin C showed the best results at R2T2 in the first week. In organoleptic taste, aroma, texture and
color showed different results.

Keywords ; Sambal, pH, pasteurization temperature

ABSTRAK
Sambal adalah produk olahan dari cabai (Capsicum sp) yang dilumatkan dan ditambahkan bahan tambahan lainnya yang
memiliki rasa pedas dan berfungsi sebagai pelengkap dalam menyantap makanan. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan sambal yang mempunyai masa simpan yang panjang tanpa penambahan bahan pengawet kimia. Perlakuan
penelitian ini menggunakan pengaturan pH dan suhu pasteurisasi.Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
dalam pola factorial dengan 9 perlakuan dan 3 kali ulangan perlakuan yang dilakukan dengan pengaturan pH dan suhu. pH
5 (R1), pH 4 (R2) dan pH 3 (R3) sedangkan suhu pasteurisasi 70˚C (T1), 80˚C (T2) dan 90˚C (T3). Perlakuan tersebut
diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 27 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar air tidak nyata,
sedangkan pada vitamin C hasil terbaik menunjukan pada R2T2 pada minggu pertama. Pada uji organoleptik rasa,aroma,
tekstur dan warna menunjukan hasil yang berbeda-beda.

Kata Kunci ; Sambal, pH, suhu pasteurisasi

PENDAHULUAN
Saus cabai atau sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum Sp), baik yang
diolah dengan penambahan bumbu-bumbu atau tanpa penambahan makanan lain dengan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, tetapi banyak juga yang melakukan penambahan bahan pengawet yang berlebihan

151
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

bahkan bahan pengawet yang tidak di izinkan. Saus sambal adalah pelengkap makanan yang berbentuk cairan
kental yang umumnya berfungsi sebagai bahan penyedap dan penambah cita rasa masakan. Adapun pengertian
lain dari saus adalah suatu produk cair atau kental yang ditambahkan pada makanan ketika dihidangkan untuk
meningkatkan penampilan, aroma, dan rasa dari makanan tersebut. Di Indonesia kata saus merupakan suatu
bentuk terjemahan dari sauce dan ketchup. Lazim dikenal dengan red ketchup yang menggunakan tomat sebagai
bahan utama, sedangkan saus adalah jenis pelengkap masakan yang lebih encer dari kecap, misalnya saus cabai
(sambal) dan saus tomat (Ditjen POM, 1999).
Banyaknya industri yang sedang berkembang namun tidak semua yang berlaku jujur, seperti dengan
penambahan bahan pengawet yang berbahaya atau pemberian bahan pengawet yang tidak sesuai dengan
takaran yang dianjurkan, hal ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Saos cabai merupakan salah satu bahan penyedap masakan dan penambahrasa pada makanan. Bahan
baku utama saus cabai adalah cabai, selain itu ditambahkan pula bahan-bahan lain seperti bahan
pengganti,bumbu, pengawet, dan pengasam. Masing-masing bahan tersebut mempunyai fungsi
tersendiri.Sebagai produk yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah citarasa, maka rasa menjadi faktor
yang penting (Hartuti, 1996).

Tingkat keawetan saus cabai sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah
bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama pemasakan) dilakukan secara benar,
dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih (Astawan,
2007).Pada proses pasteurisasi, pemanasan ditujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk,
sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus dihambat pertumbuhanya dengan
penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan
dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 100˚ C dan pemanasan di atas 100˚C.
Perubahan aroma suatu bahan dapat disebabkan oleh proses penguraian senyawa volatil dari degradasi
komponen-komponen senyawa yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap (Anonim, 2008).

pH adalah salah satu indikator yang penting dalam prinsip pengawetan bahan pangan. Hal ini disebabkan
pH berkaitan dengan ketahanan hidup mikroba. Dengan semakin rendahnya pH, maka bahan pangan dapat lebih
awet karena mikroba pembusuk tidak dapat hidup. Selama penyimpanan pH cenderung menurun kemudian
meningkat pada penyimpanan bulan ke-3. Hal ini mungkin disebabkan karena penguraian glukosa menjadi asam
(Barlina, et al. 2004).

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabai rawit yang didapatkan di pasar tradisional
Andounohu Kendari.

Pembuatan sambal dengan metode pengaturan pH dan suhu pasteurisasi

152
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

Cabai rawit yang diperoleh dari pasar, disortasi dan di blensing dengan cara pengukusan selama 5-10
menit kemudian diblender (Philips,belanda) sampai halus dan disaring, setelah itu dimasukkan dalam wajan dan
di masak dengan api kecil, dan ditambahkan bumbu-bumbu seperti larutan tapioka, bawang putih, kecap inggris,
minyak wijen, garam, gula dan terakhir cuka.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif untuk perhitungan total mikroba dan perhitungan
protein. Sedangkan kadar air, vitamin C dan uji organoleptik akan menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL
) dalam pola Faktorial, yang terdiri dari, dua faktor. Faktor pertama adalah pH (R1) yang terdiri dari tiga taraf yaitu
(R1) pH 5, (R2) pH 4 dan (R3) pH 3. Faktor kedua adalah suhu (T) yang terdiri dari atas dua taraf yaitu (T1) 70˚C,
T2 80˚C dan (T3) 90˚C. Kedua faktor tersebut dikombinasikan sehingga didapatkan 9 kombinasi perlakuan.
Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali,sehingga terdapat 27 unit percobaan.

Variabel Penelitian
Kadar Air (Sudarmadji, et al. 1997)
Bahan yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri yang telah diketahui beratnya. Bahan dikeringkan pada oven (Froilabo, Japan) pada suhu 100-105°C
selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Bahan kemudian dikeringkan
dalam oven (Froilabo, Japan) selama 30 menit didinginkan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik (Cheetah, China). Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Selanjutnya kadar air
dihitung dengan menggunakan rumus :
berat awal−berat akhir
Kadar air = x 100%......................................................(1)
berat akhir

Vitamin C (Sudarmadji, et al. 1997)


Sampel ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik (Cheetah, China) 5 g ke labu takar dan
dilarutkan dengan aquadest hingga tanda tera. Kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam
erlemeyer lalu dititrasi dengan larutan iod (Aldrich, Singapore) 0,1 N dengan menggunakan indikator pati
sebanyak 2-3 tetes hingga berwarna biru tua. Persentase vitamin c dihitung dengan menggunakan rumus :
mL Iod x 0,88 x 4
Kadar Vit C = X 100................................................................(2)
Berat bahan

Uji organoleptik (Rampengan, et al. 1985)


Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat
diterima oleh panelis (konsumen). Metode Hedonic (uji kesukaan) meliputi tekstur, rasa, aroma, warna,
kenampakan dari produk yang dihasilkan. Dalam metode hedonic ini panelis diminta memberikan penilaian
berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak
suka), 1 (sangat tidak suka).

153
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, Apabila dari hasil
analisa sidik ragam terdapat pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan UJBD atau DMRT (Duncan Multiple
Range Test), Pada tingkat kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rekapitulasi analisis sidik ragam sambal cabai terhadap parameter uji organoleptik, vitamin C dan kadar
air.

Variabel
No Analisis Ragam
Penelitian
Minggu 0 minggu 2 minggu 4 Minggu 6
R T r*t R T r*t R T r*t r t r*t
1 kadar air tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
2 vitamin C ** ** * ** * * ** * tn ** tn tn
3 Organoleptik
a. rasa ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn tn
b. aroma ** tn tn ** tn tn ** ** tn ** ** tn
c.tekstur ** tn tn ** tn tn ** tn tn ** * tn
d. warna tn tn tn tn tn tn ** tn tn ** tn tn
Keterangan **= berpengaruh sangat nyata *= berpengaruh nyata tn= berpengaruh tidak nyata r= pH t = suhu;
r*t = interaksi
Vitamin C

Kandungan vitamin C dalam setiap minggunya terjadi penurunan kadar vitamin C, Pada saat penyimpanan,
terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi, kandungan asam askorbat (vitamin C) akan mengalami
penurunan. Kandungan asam askorbat selama penyimpanan kira-kira tinggal 1/2 sampai 2/3 bagian dari waktu
panen. Hal ini disebabkan karena asam askorbat yang terdapat dalam jaringan tanaman mudah teroksidasi,
misalnya oleh enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman tersebut (Matto dkk., 1975).
Rerata kandungan vitamin C selama penyimpanan ditunjkkan pada Gambar 1.

Kadar air
Rerata kandungan air dalam setiap minggunya relatif stabil yaitu dengan kadar air pada kisaran 30%.
Peningkatan kadar air dapat pula meningkatkan aktivitas air sehingga akan mempermudah pertumbuhan mikroba
yang akan menyebabkan kerusakan produk. Karena air sebagai media pertumbuhan mikroba, sehingga
kandungan air harus selalu diperhatikan. Air dapat menjadi katalis perantara dalam berbagai aktivitas biokimia
bakteri, khususnya pada proses perombakan substrat. Rerata kandungan air sambal selama penyimpanan
ditunjukkan pada Gambar 2.

154
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

RERATA KANDUNGAN VITAMIN


Kandungan vitamin 0,02
0,015
minggu ke 0
0,01
minggu ke 2
0,005
minggu ke 4
0
R1T1 R1T2 R1T3 R2T1 R2T2 R2T3 R3T1 R3T2 R3T3 minggu ke6
PERLAKUAN

Gambar 1. Rerata Kandungan Vitamin C

RERATA KADAR AIR


40
Kadar Air (%)

30
minggu ke 0
20
minggu ke 2
10
minggu ke 4
0
minggu ke 6
R1T1 R1T2 R1T3 R2T1 R2T2 R2T3 R3T1 R3T2 R3T3
PERLAKUAN

Gambar 2. Rerata Kadar Air Sambal Selama Penyimpanan

Uji Organoleptik

Setiap komponen bumbu menyumbangkan citarasa, warna, aroma, dan penampakannya yang khas,
sehingga kombinasinya satu sama lain akan memberikan sensasi baru yang dapat meningkatkan selera, daya
terima, dan identitas tersendiri kepada setiap produk yang dihasilkan. Secara alami rempah-rempah mengandung
berbagai macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan rasa suatu produk. Rempah-
rempah mengandung zat antioksidan, anti bakteri, antikapang, anti khamir, antiseptic, antikanker, dan antibiotic
yang kesemuannya itu sangat besar peranannya dalam membuat bumbu-bumbuan menjadi awet (Astawan,
2009).

Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk
menerima atau menolak suatu produk pangan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau
tidak disukai maka produk akan ditolak. Ada empat jenis rasa dasar yang dikenali oleh manusia yaitu asin, asam,

155
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

manis dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari keempat rasa tersebut (Soekarto, 1985).
Garam yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap rasa karena garam merupakan pemberi dan penguat rasa
bumbu yang sudah ada sebelumnya. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar
dan tidak disukai (Suprapti, 2000).

Tekstur

Kestabilan tekstur suatu produk semi basah dapat dilihat dari perubahan kekentalannya, apabila terjadi
perubahan kekentalan yang nyata kemungkinan besar produk itu sudah mengalami penurunan mutu. Parameter
kekentalan merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap mutu saus yaitu tekstur. Hal ini
disebabkan selama penyimpanan dilakukan, terjadi perubahan-perubahan pada komponen yang terdapat dalam
saus cabai sehingga memberikan pengaruh pada kekentalan produk saus cabai tersebut, salah satunya dengan
adanya komponen pati sebagai bahan pengental pada saus cabai yang selama proses pengolahan atau
pemasakan telah mengalami gelatinisasi sehingga mudah menyerap air dan pada saat penyimpanan akan
mampu menyebabkan penurunan kekentalan pada saus cabai. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Winarno
(1991) bahwa akibat paparan panas, pati yang ditambahkan akan membengkak dan menyerap air (pati
tergelatinisasi).

Aroma
Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan kualitas suatu
bahan pangan. Selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan berpengaruh dan menjadi perhatian utama.
Sesudah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah citarasa disamping teksturnya (Rubianty dan Berty,
1985).

Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan
suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki
warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka
tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena
warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004). Senyawa penyusun warna cabai merah yaitu karatenoid yang terdiri
dari karoten, kapsorubin, kapsantin, dan zeaxanthin (Farrel, 1990). Karatenoid merupakan senyawa yang larut
dalam lemak.

Total Mikroba
Pada bahan pangan pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor dan setiap mikroba
membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh
kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut (Sudiarto,
2009). Winarno et al. (1980) melaporkan bahwa proses pemanasan pada pengolahan pangan bertujuan untuk
mematikan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas. Namun jika suhu dan waktu pemanasan kurang tepat
maka tidak akan mematikan mikroorganisme atau hanya menyebabkan sel mengalami kerusakan. Pemanasan ini

156
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

disebut dengan pemanasan subletal. Dalam pengolahan pangan, sel-sel yang mengalami kerusakan karena
pemanasan subletal mungkin dapat sembuh kembali menjadi sel-sel normal dan berkembang biak selama
penyimpanan di dalam medium yang baik. Sebagian besar bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada
suhu 82-94oC, tetapi banyak spora bakteri yang masih tahan pada suhu air mendidih 100 oC selama 30 menit.
Standar total mikroba menurut SNI (01 - 7388 – 2009) bahwa jenis saus cabe, saus tomat dan saus cabe non
pengemulsi memiliki batas maksimum 1 x 105 koloni/gr (5,0 log cfu/gr).

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini bahwa dari hasil analisis sidik ragam kadar air sambal cabai tidak berpengaruh nyata.
Kandungan vitamin C pada sambal cabai terjadi penurunan selama penyimpan. Dari penilaian organoleptik
sambal cabai yang terdiri dari rasa, aroma, tekstur dan warna terdapat beberapa penilaian yang berbeda-beda
sehingga terjadi pengaruh sangat nyata dan berbeda nyata. Dari hasil penelitian pembuatan sambal cabai yang
dilakukan tanpa menggunakan tambahan pengawet dapat bertahan hingga 2 bulan dalam kondisi suhu ruang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. http://www.alibaba.com/showroom/sambal.html. Pengolahan Sambal Ulek Dengan Cara


Tradisonal. diakses 22 september 2015.
Astawan, M., 2007. Jangan Asal Nyocol Saus Cabai !, http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item115, diakses 15
september 2015.
Astawan. 2009. Sehat dengan Kacang-kacangan dan Biji-bijian. Penebar Swadaya: Jakarta.
Barlina, R Steivie Karouw, Juni Towaha, dan Ronald Hutapea., 2004. Pengaruh Perbandingan Air Kelapa dan
Penambahan Daging Kelapa Muda Serta Lama Penyimpanan Terhadap Serbuk Minuman Kelapa. Balai
Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Menado.
Ditjen POM, 1999. Peraturan Perundang-Undangan Di bidang Obat Tradisonal. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.
Farrel, K.T. 1990. Spicies, Condiments and Seasonings. Van Nostrand Reinhold: New York.
Hartuti, N. 1996. Penanganan Panen dan Pascapanen Cabai Merah. Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian.
Rampengan, V.J. 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Rubianty, S., B. Kaseger. 1985. Kimia Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur: Makassar.
SNI 01-2976-2006, Saus Cabe. Badan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia No. 01-2976-1992, 1992, Tentang Persyaratan Pengawet pada Saus Cabai.
Sudarmadji, S. 1997. Prosedur analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Edisi ketiga , Liberty, Yogyakarta.
Suprapti, L. 2000. Membuat Saos Tomat. Trubus Agrisarana: Jakarta.

157
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2016
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 1, No. 2, P. 151-158, Th. 2016

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara:
Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

158

Anda mungkin juga menyukai