Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling di sekolah mestinya dapat ikut serta dalam
mewujudkan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan seperti halnya yang telah
dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Lebih lanjut, mengenai fungsi pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan dua batasan di atas, maka pendidikan di Indonesia ini tidak
hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau pengetahuan
peserta didik, namun juga tetapi perkembangan individu sebagai pribadi
yang unik secara utuh. Oleh karena setiap satuan pendidikan harus
memberikan layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa
secara optimal berupa bimbingan dan konseling, maka perlu diketahui terkait
dengan dasar, aplikasi dan masalah-masalah yang ditemui oleh guru
bimbingan dan konseling di sekolah agar tujuan bimbingan dan konsleig
dapat tercapai dengan baik, serta memiliki manfaat bagi peserta didik di
sekolah maupun di masyarakat pada umumnya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1. Apasaja ketentuan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah?
2. Apasaja konsep guru bimbingan dan konseling di sekolah?
3. Apasaja ketentuan guru bimbingan dan konseling?
4. Apasaja tugas dan tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling di
sekolah?
5. Apasaja aplikasi ketentuan tentang kepala sekolah
6. Apasaja masalah dan solusi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan malasah, maka yang menjadi tujuan penulisan
makalah ini adalah:
1. Menjelaskan ketentuan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Menjelaskan konsep guru bimbingan dan konseling di sekolah.
3. Menjelaskan ketentuan guru bimbingan dan konseling.
4. Mejelaskan tugas dan tanggung jawab guru bimbingan dan konseling di
sekolah.
5. Menjelaskan aplikasi ketentuan tentang kepala sekolah.
6. Menjelaskan masalah dan solusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketentuan Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Beberapa ketentuan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah
telah dijelaskan dan di muat di UU, peraturan pemerintah dan lain sebagainya,
yang di jelaskan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dimana dalam UU sisdiknas disampaikan pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik. Selain itu dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa paradigma pembiasaan yang
harus dibangun adalah pemberian keteladanan, pembangunan kemauan dan
pengembangan kreativitas dalam konteks kehidupan sosial kultural sekolah.
Dan Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana
dan prasarana.

2. UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit menekankan


perlunya profesionalisme kedua jenis pendidikan itu. Dalam undang-undang
ini konselor belum diposisikan, kecuali hanya disebutkan kembali
sehubungan dengan jenis-jenis tenaga pendidik.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional


pendidikan, mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan harus
menyusun kurikulum yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
atau KTSP. Pada penerapan KTSP, Guru Bimbingan Konseling di sekolah
memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam memfasilitasi
“Pengembangan Diri” siswa sesuai minat, bakat serta mempertimbangkan
tahapan tugas perkembangannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) mengacu pada standar isi, standar proses, standar kompetensi,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.

3
4. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya
memuat struktur kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan
dilaksanakannya program pengembangan diri yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.

5. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan


dimana setiap sekolah dasar dan menengah harus mengadakan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan ppengawasan proses pembelajaran.

6. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus dicapai


peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi
peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan
konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri (self
actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yag
dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Sebaliknya, kesuksesan
peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang
terwujudnya pengembangan kemandirian.

7. Permendiknas 27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi akademik dan


kopetensi konselor. Setiap satuan pendidikan wajib mempekerjakan
konselor yang memiliki standar kualifikasi akademik dan kopetensi
konselor yang berlaku secara nasional.

8. Peremendiknas No 24 tahun 2007 Tentang standar sarana prasarana dimana


disebutkan sekolah secara standar sarana prasarana harus memiliki ruang
konseling dengan luas minimum 9 M persegi.

9. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007. Tentang standar pengelolaan dimana


sekolah harus memiliki rencana kerja sekolah (RKS). Yang disana terdapat
program pengembangan diri yang mencakup tugas pelayanan bimbingan
dan konseling.

4
10. PP Nomor 48 tahun 2008 Tentang standar pembiayaan pendidikan. Tentang
standar pembiayaan pelaksanaan bimbingan dan konseling.

11. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 Tentang standar penilaian pendidikan.


Tentang standar pelaksanaan penilaian di dalam pendidikan dimana
konselor juga merupakan pendidik.

12. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/


Madrasah yang mengisyaratkan adanya pembinaan dari pengawas terhadap
layanan bimbingan dan konseling.

13. PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, yang mencantumkan beban kerja
guru bimbingan dan konseling/konselor.

14. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya .yang menyebutkan konselor juga sebagai guru,
menangani 150 siswa dan tugas guru BK.

B. Konsep Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Konsep guru bimbingan dan konseling di sekolah telah di jelaskan


dalam pengertian bimbingan dan konseling di sekolah, ada beberapa konsep
yang dapat dijadikan sebagai acuan. Hal ini berguna karena konsep penting
khusus bagi pengertian bimbingan dalam lingkup sekolah, yaitu:

1. Bimbingan dalam pelaksanaannya merupakan suatu proses (Syaodih, E., &


Agustin, M. 2014). Maksudnya adalah bimbingan itu dilaksanakan dalam
rentang waktu yang relatif panjang, tidak sepintas lalu, insidental, dan tidak
sepintas jalan. Semua itu karena bimbingan bukanlah peristiwa yang terjadi
pada suatu hari sekolah. Proses tersebut mengandung pengertian bahwa
bimbingan dilakukan secara sistematis dan metodis dalam sifatnya yang
berencana, berprogram dan evaluative, yang pada akhirnya membuat
bimbingan dapat berkembang maju.

2. Bimbingan mengandung arti bantuan atau pelayanan. Maksudnya adalah


bimbingan itu tercipta atas kesukarelaan subyek bimbing. Kesukarelaan

5
pembimbing diwujudkan dalam sifat dan perilaku yang tidak memaksakan
kehendaknya untuk membimbing individu, namun menawarkan dan
menciptakan suasana yang membuat individu sadar bahwa dirinya
memerlukan layanan atau bantuan dari pihak lain. Kesukarelaan si individu
terbantu, diwujudkan dengan adanya keleluasaan dalam mengekspresikan
pikiran, perasaan dan perilaku sehubungan dengan arah dan pemahaman
diri, pengambilan keputusan, pembuatan pilihan dan pemecahan masalah
dalam proses bimbingan. Pemaduan antara kesukarelaan subyek bimbing,
pembimbing dan kesukarelaan si terbimbing akan melahirkan suatu
hubungan yang demokratis diantara keduanya.

3. Kelancaran pelaksanaan bimbingan dan pencapaian hasil bimbingan


diperlukan adanya subyek pelaksana bimbingan yang kompeten.
Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan khusus, ajar-latih, keterampilan
serta pribadi dan sikap dasar yang meyakinkan, baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain, khususnya bagi si terbimbing. Ini menunjukan pada
keperluan adanya tenaga professional yang punya kemampuan/ kecakapan/
keterampilan dalam wujud penggunaan pendekatan metode dan teknik-
teknik bimbingan yang memadai.

4. Bantuan diperuntukan bagi semua individu, semua peserta didik yang


berada dalam kondisi tertentu yang memerlukan bantuan, namun mereka
(peserta didik) memiliki kemungkinan untuk “bangkit” atau lebih maju
sendiri selama atau sesudah pelayanan. Tidak hanya bagi peserta didik yang
bimbang memilih kelompok program atau jenis pekerjaan/ karier, tidak juga
hanya bagi peserta didik yang mengalami gangguan belajar dan tidak pula
hanya bagi peserta didik yang mengalami salah-suai (maladjusted). Ciri
semua peserta didik pada umumnya adalah memiliki kemungkinan untuk
“bangkit diri” (self actualization) dan daya “nyata diri” (self realization).
Memang diakui bahwa pemilikan hal-hal tersebut adalah berbeda derajatnya
antara peserta didik satu dengan yang lain. Yang ini menimbulkan
perbedaan diantara para peserta didik mengenai kecakapan memahami diri

6
(self understanding), menerima diri (self acceptance) dan mengarahkan diri
(self direction). Keperbedaan itu menimbulkan konsekuensi dalam hal
derajat pengutamaan bimbingan pada setiap peserta didik, dan perbedaan
jenis layanan yang diutamakan bagi berbagai kelompok peserta didik.

5. Bimbingan mempunyai tujuan “jangka pendek” dan tujuan “jangka


panjang”. Tujuan jangka pendek merupakan seperangkat kumampuan yang
diharapkan dicapai peserta didik selama dan setelah proses bimbingan
diberikan. Tujuan jangka pendek ini antara lain : kemampuan si terbimbing
memahami diri, menerima diri dan mengarahkan diri; kemampuan nyata diri
yang diwujudkan dalam kecakapan memecahkan persoalan-persoalan,
membuat pilihan-pilihan dan mengadakan penyesuaian terhadap diri dan
lingkungan sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan yang dicapainya.
Adapun tujuan jangka panjang : bimbingan merupakan suatu patokan ideal
yang diharapkan dicapai individu yang telah memperoleh layanan
bimbingan, dengan pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi
individu (terbimbing) dan pencapaian kebahagian pribadi yang bermanfaat
bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Tujuan jangka pendek bimbingan
menjadi dasar bagi pencapaian tujuan jangka panjang. Hal ini membuat
tujuan-tujuan jangka pendek yang efektif dapat memudahkan/ menunjang
pencapaian kesejahteraan mental dan kebahagian yang ingin dimaksud.

Dari lima konsep penting di atas, dapat disimpulkan suatu ikatan yang
akan melahirkan satu batasan arti bimbingan, yang ditegaskan sebagai berikut:
Bimbingan boleh diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan
secara sistematis-metodis dan demokratis dari seseorang yang memiliki
kompetensi memadai dalam menerapkan pendekatan, metode dan teknik
layanan kepada individu (peserta didik) agar lebih memahami diri, menerima
diri, mengarahkan diri dan memiliki kemampuan nyata diri dalam mencapai
penyesuaian membuat pilihan dan memecahkan persoalan-persoalan secara
lebih memadai sesuai tingkatan perkembangan yang di capainya. Ke semua itu,

7
ditujukan untuk mencapai kesejahteraan mental dan kebahagian yang
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.”

C. Ketentuan Guru Bimbingan dan Konseling

Pada bagian awal telah dipaparkan mengenai dasar legal/ketentuan


tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, berikut akan
penulis paparkan mengenai ketentuan guru Bimbingan dan Konseling di
sekolah:

1. Terkait dengan tugas Guru bimbingan dan konseling, terdapat dalam SKB
Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 025 Tahun 1993
tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya
di atur pada pasal 1 ayat 10 mengenai penyusunan program, ayat 11
mengenai fungsi dan bidang BK, ayat 12 mengenai evaluasi pelaksanaan
layanan BK, ayat 13 mengenai analisis hasil evaluasi BK yang mencakup 6
jenis layanan dan kegiatan pendukung, ayat 14 mengenai tindak lanjut
pelaksanaan bimbingan dan konseling.

2. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


yang memuat konselor sebagai salah satu pendidik. Pada pasal 1 ayat 1,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak hanya cukup dilakukan dengan
pengajaran, namun harus disertai dengan pelayanan konseling yang
dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling. Kemudian pada ayat 6,
dijelaskan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Berdasarkan UU

8
ini dapat dipahami bahwa pelaksana kegiatan Bimbingan dan Konseling di
sekolah adalah Konselor.

3. Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru pada pasal 54 ayat 6
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan
dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan
pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka
terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang
dianggap perlu dan yang memerlukan.

4. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik


dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat
diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian
penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan
konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor.

5. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur


pendidikan formal dan nonformal adalah:

a. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

b. Berpendidikan profesi konselor.

Kemudian dijelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang


konselor antara lain: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

6. Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru


dan pengawas satuan pendidikan. Pada pasal: (2) Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, atau membimbing
40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal

9
dari guru bimbingan dan konseling/konselor. (3) Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan adalah paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau
membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan
pendidikan. (6) Beban mengajar guru bimbingan dan konseling/konselor
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima
puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. (7)
Beban mengajar guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, yang di
dalamnya memnuat tentang siapa itu guru bimbingan dan
konseling/konselor, jumlah beban jam kerja setiap minggu hingga jumlah
siswa asuh.
Pada bagian awal telah dipaparkan mengenai dasar legal/ketentuan
tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, berikut akan
penulis paparkan mengenai ketentuan guru Bimbingan dan Konseling di
sekolah:
8. Terkait dengan tugas Guru bimbingan dan konseling, terdapat dalam SKB
Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 025 Tahun 1993
tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya
di atur pada pasal 1 ayat 10 mengenai penyusunan program, ayat 11
mengenai fungsi dan bidang BK, ayat 12 mengenai evaluasi pelaksanaan
layanan BK, ayat 13 mengenai analisis hasil evaluasi BK yang mencakup 6
jenis layanan dan kegiatan pendukung, ayat 14 mengenai tindak lanjut
pelaksanaan bimbingan dan konseling.
9. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang memuat konselor sebagai salah satu pendidik. Pada pasal 1 ayat 1,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

10
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak hanya cukup dilakukan dengan
pengajaran, namun harus disertai dengan pelayanan konseling yang
dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling. Kemudian pada ayat 6,
dijelaskan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Berdasarkan UU
ini dapat dipahami bahwa pelaksana kegiatan Bimbingan dan Konseling di
sekolah adalah Konselor.
10. Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru pada pasal 54 ayat 6
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan
dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan
pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka
terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang
dianggap perlu dan yang memerlukan.
11. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat
diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian
penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan
konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor.
12. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dan nonformal adalah:
a. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
b. Berpendidikan profesi konselor.

11
13. Kemudian dijelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
konselor antara lain: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
14. Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru
dan pengawas satuan pendidikan. Pada pasal: (2) Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, atau membimbing
40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal
dari guru bimbingan dan konseling/konselor. (3) Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan adalah paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau
membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan
pendidikan (6) Beban mengajar guru bimbingan dan konseling/konselor
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima
puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. (7)
Beban mengajar guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, yang di
dalamnya memnuat tentang siapa itu guru bimbingan dan
konseling/konselor, jumlah beban jam kerja setiap minggu hingga jumlah
siswa asuh.

D. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Guru pembimbing tidak lepas dari tugas pokoknya yaitu guna terciptanya
layanan yang maksimal, diantaranya penyusunan program rencana pelayanan
bimbingan dan konseling. Langkah selanjutkannya adalah pelaksanaan setelah
itu tentu harus adanya evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling. Untuk
melaksanakan program pelayanan yang baik tentunya setiap guru pembimbing
harus mengetahui tugas pokoknya. Semua itu agar tidak terjadi penyelewengan
atau kekacauan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.

12
Sebenarnya ditinjau dari tugas antara guru bimbingan dan konseling dan
guru lain adalah sama, yakni sama-sama melakukan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, analisis dan tindak lanjut. Yang membedakan adalah ranah atau skop
dari kerja itu sendiri.Sebagai contoh guru bidang studi didalam mengevaluasi
identik dengan angka, mungkin nilai anak didik tinggi atau rendah. Tetapi di
dalam bimbingan dan konseling bukan dalam bentuk angka tetapi perubahan
tingkah laku yang sebenarnya sangat sulit untuk di ukur.

Sebagai pejabat fungsional guru pembimbing/ konselor dituntut


melaksanakan berbagai tugas pokok fungsionalnya secara profesional adapun
tugas pokok guru pembimbing menurut KEMENDIKBUD RI, tanggal 8 Maret
1995 ada 5 yaitu:

a. Menyusun Program Bimbingan dan konseling


Ada beberapa macam program kegiatan yang perlu disusun oleh guru
pembimbing (Prayitno, 1997) mengemukakan 5 program
kegiatan bimbingan dan konseling yang perlu disusun yaitu (1) Program
tahunan, (2) Caturwulan/ semester, (3) Bulanan, (4) Program mingguan,
(5) Program harian.

b. Melaksanakan Program Bimbingan dan Konseling


Pelaksanaan kegiatan layanan dilakukan sesuai dengan perencanaan
yang telah dipersiapkan pada bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar,
karier, kehidupan keragaman dan kehidupan berkeluarga. Dilaksanakan
melalui 9 jenis layanan yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, layanan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan
konseling kelompok, layanan mediasi dan layanan konsultasi.

c. Mengevaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling


Evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
menilai keberhasilan layanan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan
sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier, bimbingan kehidupan
beragama dan bimbingan kehidupan berkeluarga. Kegiatan mengevaluasi itu

13
meliputi juga kegiatan menilai keberhasilan jenis-jenis layanan yang
dilaksanakan. Evaluasi pelaksanaan BK dilakukan pada setiap selesai
layanan diberikan baik pada jenis layanan maupun kegiatan pendukung.

a) Evaluasi/penilaian hasil pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan


melalui 3 tahap (Prayitno, 2000).
b) Penilaian segera (laiseg), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan
dan kegiatan pendukung BK untuk mengetahui perolehan peserta didik
yang dilayani.
c) Penilaian jangka pendek (laijapen) yaitu penilaian dalam waktu tertentu
(satu minggu sampai dengan satu bulan).
d) Penilaian jangka panjang (laijapang)yaitu penilaian dalam waktu tertentu
(satu bulan sampai dengan satu semester) untuk mengetahui lebih jauh
dampak layanan atau kegiatan pendukung terhadap siswa.
e) Pelaksanaan penilaian

d. Tindak Lanjut Pelaksanaan Program


Upaya tindak lanjut didasarkan pada hasil analisis. Menurut Prayitno
(1997: 177) ada tiga kemungkinan kegiatan tindak lanjut yang dapat
dilakukan guru pembimbing sebagai berikut:
a) Memberikan tindak lanjut “singkat dan segera” misalnya berupa
pemberian penguatan (reinforcement) atau penugasan kecil (siswa
diminta melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya).
b) Menempatkan atau mengikutsertakan siswa yang bersangkutan dalam
jenis layanan tertentu (misalnya dalam layanan bimbingan kelompok atau
konseling kelompok).
c) Membentuk program satuan layanan atau pendukung yang baru, sebagai
kelanjutan atau pelengkap layanan/pendukng yang terdahulu.
Keputusan Mendikbud no. 025/0/1996 dimaksud merinci tugas poko
guru pembimbing, khususnya berkaitan dengan prestasi kerja dan jenjang
jabatannya seperti yang tertera dibawah ini:

14
No Tugas Guru Guru Madya Guru Dewasa Guru
pokok Pratama s/d s/d guru s/d guru Pembina s/d
Guru Muda Madya Tk.1 Dewasa Tk.1 guru Utama
Tk. 1
1 Menyusun Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
Program dengan
BK Bimbingan
2 Melaksana- Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
kan BK dengan
Bimbingan
3 Meng- Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
evaluasi dengan
pelaksanaan Bimbingan
BK
4 Menganali- Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
sis hasil dengan
evaluasi Bk Bimbingan
5 Tindak Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
lanjut dengan
pelaksanaan Bimbingan
BK

Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (2003:139) unsur utama tugas


pokok guru pembimbing itu meliputi:
1. Bidang bimbingan
a) Bimbingan Pribadi
b) Bimbingan Sosial
c) Bimbingan Belajar
d) Bimbingan Karier
2. Jenis layanan BK,yaitu meliputi layanan:
a) Orientasi
b) Informasi

15
c) Penempatan/ penyaluran
d) Pembelajaran
e) Konseling perorangan
f) Bimbingan Kelompok
g) Konseling kelompok
3. Jenis-jenis kegiatan pendukung BK:
a) Aplikasi Intrumentasi
b) Himpunan Data
c) Konfrensi Kasus
d) Kujungan Rumah
e) Alih Tangan Kasus
4. Tahap pelaksanaan program Bk
a) Persiapan( penyusunan) program BK
b) Pelaksanaan program BK
c) Evaluasi(hasil) program BK
d) Analisis hasil pelaksanaan BK
e) Tindak lanjut pelaksanaan BK

Jumlah siswa asuh yang menjadi tanggug jawab guru pembimbing


minimal untuk memperoleh layanan adalah 150 orang siswa asuh, sedangkan
kepala sekolah yang berasal dari guru pembimbing minimal 40 orang siswa
asuh, dan wakil kepala sekolah yang berasal dari guru pembimbing minimal 75
orang siswa asuh.

E. Aplikasi Ketentuan tentang Kepala Sekolah

Pelayanan bimbingan dan konseling pada saat ini cukup mendapat


apresiasi oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan tersebut, khususnya di
sekolah-sekolah. Guna menjamin keberlangsungan pelayanan di masa depan
serta menjaga kualitas pelayanan bagi pengguna jasa konseling di lembaga
pendidikan khususnya di sekolah-sekolah pemerintah sudah mengeluarkan
Peraturan Menteri No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Konselor. Tujuan adanya Standar Akademik dan Kompetensi

16
konselor yang dikeluarkan pemerintah tersebut adalah sebagai jaminan
dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh konselor dan guru BK sehingga
yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina
secara efektif dan efisien serta dapat memberikan pelayanan Bimbingan dan
Konseling dengan sebaik-baiknya.

Bentuk nyata dari pengaplikasian tersebut diantaranya adalah guru BK


harus (1) Mampu menguasai hakikat, menyusun, serta mengembangkan
instrumen assesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling, (2) Mampu
mengaplikasikan hakikat, arah profesi, dasar-dasar, dan model pendekatan
pelayanan bimbingan dan konseling, (3) Mampu menyusun program
bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta
didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, (4) Mampu
melaksanakan program bimbingan dan konseling, mampu mengevaluasi hasil,
proses, dan program bimbingan konseling, (5) Mampu menyelenggarakan
pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor, (6)
Mampu memahami, merancang, melaksanakan serta memanfaatkan penelitian
bimbingan dan konseling.

Penguasaan kompetensi profesional oleh guru BK dapat dilihat pada


penerapan aspek-aspek kompetensi tersebut dalam pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling di lapangan. Dengan menerapkan aspek-aspek yang
terdapat dalam standar kompetesi profesional konselor yang telah di tentukan
maka guru BK tersebut telah menguasai tingkat kompetensi minimal sesuai
SKAKK sehingga yang bersangkutan dapat diakui telah melakukan tugasnya
secara profesional.

Namun kenyataannya dilapangan menunjukkan gejala yang belum


semuanya sejalan dengan kondisi-kondisi yang digambarkan di atas. Adanya
kondisi riil yang terjadi di lapangan tersebut menunjukkan bahwa beberapa
guru BK belum optimal dalam menerapkan kompetensi dalam
menyelengglarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Padahal
kompetensi mencerminkan penguasaan kiat penyelenggaraan pelayanan

17
bimbingan dan konseling di sekolah. Apabila guru BK kurang optimal dalam
menguasai dan menerapkan kompetensi profesional, maka tujuan yang
diharapkan dalam Permendiknas nomor 27 tahun 2008, tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor tidak akan tercapai secara
optimal dan dikhawatirkan akan memberikan dampak menurunnya kualitas
guru BK dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling.

F. Masalah dan Solusi terkait Dasar dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling
di Sekolah

Tentunya dalam pelaksanaan BK disekolah sering kita jumpai ada saja


masalah yang di hadapi disekolah diantaranya:

1. Guru BK belum begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya sebagai


konselor sekolah
Solusi: Untuk mengatasi hal tersebut dalam upaya peningkatan
profesionalitas guru BK tentunya dapat dilakukan dengan mengikuti
seminar,work shop yang membahan pengetahuan tentang bimbingan
konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan bimbingan konseling.

2. Keterbatasan waktu dalam memberi layanan BK


Upaya pengetasan: Dalam masalah ini upaya yang bisa dilakukan untuk hal
tersebut konselor bisa melakukan bimbingan kelompok sehingga konselor
bisa memabntu konseli untuk menenukan solusi sendiri, mengambil
keputusan, sehingga banyak waktu yang sanagat sedikit itu dapat
dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal

3. Keterbatasan informasi yang diberikan dalam memberikan layanan BK


Solusi: Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor agar bisa untuk
mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari reverensi dibuku
baik perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian
informasi bisa terlaksanana dengan baik dan yang terpenting bisa
menjawab indicator yang diperlukan siswa.

18
4. Kuranganya dukungan dari sistem yang ada disekolah

Solisi: Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak


yang terkait yang ada disekolahan sehingga dengan hal demikian semua
sistem bisa bejalan dengan baik dan mendukung proses bk disekolah.

5. Konselor tidak bisa menyampaikan layanan BK layaknya sebagai seorang


konselor.

Solusi: Dalam menypaikan setiap layanan BK hendak nya konselor selalu


melibatkan peserta didik sebagai bagian dari pemberian layanan artinya
peserta didik dibuat aktif dalam setiap pemberian layanan bimbingan
sehingga setiap layanan yang diberikan akan lebih bermakna karena peserta
didik turut serta menjadi bagian dari pemberian layanan,untuk bisa
membuat hal ini terwujud hendaknya seorang konselor biasa menumbukan
dinamika kelompok dalam setiap layanan yang diberikan dan untuk
menumbuhkan dinamika kelompok itu konselor harus sering berlatih.

6. Konselor sering tidak bisa menjalin hubungan yang baik dengan pesrta
didik
Solusi: Menjadi konselor harus bisa menjadi mitra peserta didik bukannya
menimbulkan jarak hal ini salah satu cara yang bisa dilakukan:
a. Konselor harus bersikap ramah
b. Konselor membuang image killer
c. Mempunyai ketulusan
d. Penerimaan tanpa syarat terhadap semua peserta didik
e. Menumbuhkan sikap empati.
Dengan konselor sekolah melakukan hal sperti diatas maka peserta didik
akan lamabat laun akan bisa mendekat dengan atau konselor akan lebih mudah
mendekat dengan peserta didik dengan ha demikian kita akan mudah
melakukan tugas kita sebagai konselor karena telah terjalin hubungan yang
baik dan pesertadidik akan lebih cenderung terbuka dengan konselor tentang
apa yang sedang dialami dan konselor bisa dengan cepat melakukan

19
penanganan terhadap permsalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan
cenderung peserta didik yang dengan suka rela akan menemui konselor.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa:
1. Berbagai ketentuan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah
agar dapat diaplikasikan sesuai dengan ketentuan yang ada, baik ketentuan
dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Permendiknas.
2. Berkaitan dengan konsep guru bimbingan dan konseling di sekolah telah
dijelaskan bahwa bimbingan diartikan sebagai proses pemberian bantuan
yang secara sistematis-metodis dan demokratis dari seseorang yang
memiliki kompetensi memadai dalam penerapan pendekatan, metode dan
teknik layanan kepada individu (peserta didik) agar lebih memahami diri,
menerima diri, mengarahkan diri dan memiliki kemampuan nyata diri dalam
mencapai penyesuaian membuat pilihan dan memecahkan persoalan-
persoalan secara lebih memadai sesuai tingkat perkembangan peserta didik.
3. Ketentuan sebagai guru bimbingan dan konseling yang juga dimuat dalam
peraturan perundang-undangan, SKB Mendikbud, dan lain sebagainya
menjadi tugas pokok sebagai guru bimbingan dna konseling dan harus
dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan sebagaimana mestinya.
4. Beberapa tugas dan tanggung jawab sebagai guru pembimbing di sekolah
diantaranya: (1) Menyusun program bimbingan dan konseling, (2)
Melaksanakan program bimbingan dan konseling, (3) Mengevaluasi
pelaksanaan bimbingan dan konseling, (4) Tindak lanjut Pelaksanaan
Program.
5. Bentuk nyata dari pengaplikasian bimbingan dan konseling adalah (1) Guru
bimbingan dan konseling harus mampu menguasai hakikat, menyusun, serta
mengembangkan instrumen asessmen untuk keperluan bimbingan dan
konseling, (2) Mampu mengaplikasikan hakikat, arah profesi, dasar-dasar,
dan model pendekatan pelayanan bimbingan dan konseling, (3) Mampu
menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan

21
berdasarkan kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan
pendekatan perkembangan, (4) Mampu melaksanakan program bimbingan
dan konseling, (5) Mampu mengevaluasi hasil, proses, dan program
bimbingan dan konseling, (6) Mampu menyelenggarakan pelayanan sesuai
dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor, (7) Mampu
memahami, merancang, melaksanakan serta memanfaatkan penelitian
bimbingan dan konseling.
6. Berbagai masalah yang dihadapi oleh guru bimbingan dan konseling di
sekolah telah memiliki solusi masing-masing, selanjutnya adalah peran guru
bimbingan dan konseling itu sendiri yang mengaplikasikan atau
melaksanakannya agar bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan
dengan baik serta tujuan bimbingan dan konseling di sekolah dapat tercapai.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka penulis menyarankan agar guru
bimbingan dan konseling di sekolah dapat memahami dasar BK di sekolah
serta dapat mengaplikasikan ketentuan, tugas dan tanggung jawab sebagai guru
BK di sekolah. Hal ini tentunya sulit berjalan tanpa adanya kolaborasi atau
kerjasama antara guru BK, Kepala Sekolah, Guru Kelas, Guru Wali Kelas, dan
Personil Sekolah lainnya.
Diharapkan juga kapala sekolah, dan personil sekolah lainnya dapat
membantu dalam pelaksanaan atau pengaplikasian BK di sekolah dengan cara
memberikan jam masuk kelas bagi guru BK di sekolah, kemudian membantu
guru BK dalam melaksanakan program BK dan lain sebagainya.

22
Daftar Rujukan

Dewa Ketut Sukardi. (2003). Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah.


Alfabeta: Bandung.

Indonesia, P. R. (2003). Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun


2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Nasional, D. P. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19


Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas.

Nasional, D. P. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi.


Jakarta: Depdiknas.

Nasional, K. P. (2007). Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana


dan Prasarana. Jakarta: Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2014). Buku Pegangan Guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Jakarta: Kemendikbud.

Negara, P. M. N. P. A., & Nomor, R. B. (16). tahun 2009 tentang jabatan


fungsional guru dan angka kreditnya. Jakarta: Kemenpan.

Nomor, P. (12). Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.


Jakarta: Depdiknas RI.

Nomor, P. (19). Tahun 2007 tentang Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan
pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Depdiknas.

Nomor, P. (39). Tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Guru dan Pengawas
Satuan Pendidikan.

Nomor, P. M. P. N. (20). Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.


Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Nomor, P. M. P. N. (23). Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk


Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan SMALB.

Nomor, P. M. P. N. (35). Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.

Nomor, P. P. R. I. (48). tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Jakarta.


Kemendikbud.

P. P. No. (74). Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.

23
Pendidikan, B. S. N. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Permendiknas, N. (27). Tahun 2008 tentang. Standar Kualifikasi Akademik dan


Kompetensi Konselor.

Prayitno. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling (SLTP). Jakarta: Bina.

Prayitno. (2000). GIS Workbook terjemahan (Shunji Murai). Jakarta: Buana.

Surat Keputusan Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993 dan Nomor
25 Tahun 1993 Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Pembimbing
dan Angka Kreditnya. Jakarta: Depdikbud.

Syaodih, E., & Agustin, M. (2014). Bimbingan Konseling untuk Anak Usia Dini.

Undang-Undang, R. I. No. 14. (2005). tentang Guru dan Dosen.

24

Anda mungkin juga menyukai