1.1.Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu bahan baku industri yang digunakan di Indonesia. Kulit dapat
diolah menjadi perkamen dan ada yang disamak sehingga menjadi kulit (leather). Industri kulit
mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an. Pada sektor hulu, terjadi pertumbuhan dari
37 pabrik berukuran besar dan kecil pada tahun 1975 menjadi 112 pad atahun 1995. Hingga saat
ini sudah banyak industry kulit yang didirikan.
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi.
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang saat ini didorong
perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Potensi industry penyamakan kulit di
Indonesia tercermin dari data yang ada, dimana pada tahun 1994 terdapat 586 jumlah perusahaan
yang terdiri dari industry kecil sebesar 489 unit dan industry menengah sebesar 8 unit dan
sisanya adalah industry besar dengan kapasitas produksi sebesar 70,994 ton (Dirjen industry
aneka 1995 dalam Zaenab, 2008).
Kulit jadi merupakan kulit yang telah melalui proses pengolahan (penyamakan). Proses
penyamaka nmenggunakan air yang relatif lebih banyak begitu pula dengan beberapa jenis bahan
kimia. Berdasarkan hal tersebut menyebabkan bahwa industry ini tentunya akan menghasilkan
limbah cair yang mengandung berbagai polutan organik, baik dari bahan baku itu sendiri maupun
Polutan kimia dari bahan-bahan pembantu yang digunakan selama proses penyamakan
berlangsung (Said, 2015).
Industri penyamakan kulit menggunakan bahan kimia yang sifatnya berbahaya dan
beracun di hamper setiap tahapan proses penyamakan, terutama pada tahapan pra-tanning dan
tanning. Bahan-bahan kimia yang digunakan hanyaberkisar 70% saja yang terikat pada kulit
sedangkan sisanya terdapat dalam bentuk limbah cair maupun limbah padat. Bahan-bahan kimia
yang merupakan hasil buangan proses tersebut sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan
karena sifatnya yang sangat kompleks dan suli tuntuk ditangani. Disamping itu limbah yang
dihasilkan selama proses pra-tanning dan pasca tanning baik sebagai limbah fleshing, triming,
spliting, shaving dan buffing maupun hasil hidrolisis selama proses pra-tanning dapat mengalami
proses pembusukan serta dapat menimbulkan gas dan bau yang sangatmenyengat (Said, 2015).
Tujuan
1. Untukmengetahui sumber dan karakteristik limbahindustri penyamakan kulit
2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah pada Industri Penyamatan kulit
3. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri penyamakan kulit
terhadap terhadap kesehatan manusia
4. Untuk mengetahui apasajalimbah yang dihasilkandariindustripenyamakankulit
Rumusanmasalah
1. Bagaimana sumber dan karakteristik limbah cair industri penyamakan kulit ?
2. Bagaimana proses pengolahan limbah pada Industri Penyamatan kulit?
3. Apa dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri penyamakan kulit terhadap terhadap
kesehatan manusia?
4. Apasajalimbah yang dihasilkandariindustripenyamakankulit?
TINJAUAN PUSTAKA
Penyamakan kulit adalah suatu proses pengolahan untuk mengubah kulit mentah hides
maupun skines menjadi kulit tersamak atau leather. Penyamakan kulit merupakan cara untuk
mengubah kulit mentah (hide/skin) yang bersifat labil (mudah rusak oleh pengaruh fisik, kimia
dan biologis) menjadi kulit yang stabil terhadap pengaruh tersebut yang biasa disebut kulit
tersamak (leather). Kulit samak atau kulit jadi memiliki sifat-sifat khusus yang sangat berbeda
dengan kulit mentahnya, baik sifat fisis maupun sifat khemisnya. Kulit mentah mudah sekali
membusuk dalam keadaan kering, keras, dan kaku. Sedangkan kulit tersamak memiliki sifat
sebaliknya Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan. Dengan
demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap serangan
mikroorganisme. Prinsip mekanisme penyamakan kulit adalah memasukkan bahan penyamak ke
dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak
dan serat kulit (Raffy, 2012).
Dalam proses penyamakan dikenal adanya sistem penyamakan berbulu dan tidak
berbulu. Sistem penyamakan berbulu tentunya ditujukan untuk mempertahankan keindahan
bulunya sedangkan penyamakan tidak berbulu tentunya sengaja ditujukan untuk menghilangkan
bulu. Sekilas yang membedakan kedua proses ini adalah dilakukannya proses pengapuran pada
sistem penyamakan tidak berbulu dengan tujuan supaya mempermudah dalam menghilangkan
bulunya (Raffy, 2012).
Terdapat tiga tahapan pokok dalam industri penyamakan kulit yaitu (Raffy, 2012) :
1. Pengerjaan basah (beamhouse) atau yang biasa disebut pretanning, terdiri dari proses
perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming), baitsen (bating), dan
pengasaman (pickling).
2. Penyamakan (tanning), kulit pickle direndam pada bahan penyamak, yang proses
penyamakannya terdiri dari penyamakan nabati, penyamakan krom, penyamakan kombinasi, dan
penyamakan sintesis.
3. Penyelesaian akhir (finishing), prosesnya terdiri dari pengetaman (shaving), pemucatan
(bleaching), penetralan (neutralizing), pengecatan dasar, peminyakan (fat liquoring),
penggemukan (oiling), pengeringan, pelembaban, dan perenggangan.
b. Penyamakan nabati
Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
seperti akar, batang dan daun. Prinsipnya bahwa semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung
tannin dapat digunakan. Contoh tumbuhan yang sering digunakan antara lain : mahoni, pisang,
teh, akasia, bakau. Tumbuhan yang mengandung tannin dicirikan oleh rasa yang sepat dan
reaksi dengan besi seperti pisau menghasilkan warna ungu kehitaman. Produk kulit jadi yang
dihasilkan adalah sepatu sol (sepatu kerja/sepatu militer/polisi)
c. Penyamakan sintetis
Penyamakan sintetis menggunakan bahan-bahan dari golongan fenol yang telah dibesarkan
molekulnya melalui proses sulfonasi dan kondensasi. Produk komersial dijual dengan merek
Basyntan, Irgantan dan Tanigan. Tujuan yang diharapkan dari penyamakan ini adalah
memperoleh kulit jadi dengan menampilkan kesan aslinya. Seperti kulit reptil (ular, buaya
biawak) maupun pada kulit kaki ayam. Melalui teknik penyamakan ini relief (rajah) khas yang
dimiliki masing-masing kulit tetap dipertahankan dan akan tetap tampak sebagai suatu seni (art)
tersendiri.
d. Penyamakan minyak
Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah berasal dari minyak ikan salah satu contohnya
adalah minyak ikan hiu. Dalam perdagangan biasa dikenal dengan nama minyak ikan kasar.
Minyak ikan yang digunakan memiliki ikatan C rangkap atau bilangan yodium berkisar 80-120.
Produk kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit bulu (zemleer).
Kegiatan penyamakan kulit dilakukan dengan cara seperti berikut: (Raffy, 2012) :
1. Pretanning
Kegiatan ini bertujuan untuk mengawetkan kulit mentah agar dapat bertahan hingga
penyamakan sesungguhnya dilakukan. Kegiatan ini dinamakan dengan pengerjaan basah yang
meliputi proses perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming),
baitsen (bating), dan pengasaman (pickling). Adapun tujuan dari masing-masing kegiatan yaitu :
a. Perendaman bertujuan untuk mengubah kondisi kulit kering menjadi lemas dan lunak.
b. Pengapuran bertujuan untuk menghilangkan bulu dan epidermis, kelenjanr keringat dan lemak,
zat-zat yang tidak diperlukan, memudahkan pelepasan subcutis, dsb.
c. Pembuangan kapur bertujuan untuk menghilangkan kapur yang tergandung dalam kulit, karena
penyamakan dilakukan dalam kondisi asam sehingga harus terbebas dari kapur yang bersifat
basa.
d. Bating merupakan proses penghilangan zat-zat non kolagen
e. Pengasaman bertujuan membuat kulit bersifat asam (pH 3,0 – 35), agar kulit tidak bengkak bila
bereaksi dengan obat penyamaknya.
2. Tanning
Tahapan proses penyamakan disesuaikan dengan jenis kulit. Kulit dibagi atas 2
golongan yaitu hide (untuk kulit dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dan lain-
lain), dan skin(untuk kulit domba, kambing, reptil dan lain-lain). Jenis zat penyamak yang
digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperolah. Penyamak nabati (tannin) memberikan
warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tapi empuk, kurang tahan terhadap panas.
Penyamak mineral paling umum menggunakan krom. Penyamakan krom menghasilkan kulit
yang lebih lembut/ lemes, dan lebih tahan terhadap panas.
3. Finishing
Kegiatan setelah penyamakan kulit terdiri atas pengetaman (shaving), pemucatan
(bleaching), penetralan (neutralizing), pengecatan dasar, peminyakan (fat liquoring),
penggemukan (oiling), pengeringan, pelembaban, dan perenggangan, masing-masing kegiatan
yaitu seperti berikut :
a. Pengetaman merupakan suatu kegiatan yang membuat kulit memiliki tingkat ketebakan yang
sama.
b. Pemucatan bertujuan untuk menghilangkan flek-flek besi, merendahkan pH, dan lebih
menguatkan ikatan antara bahan penyamak dengan kulit.
c. Penetralan dilakukan bagi kulit samak krom, karena kulit samak krom berkadar asam tinggi,
sehingga perlu dinetralkan agar tidak mengganggu proses selanjutnya.
d. Pengecatan dasar dilakukan dengan tujuan agar pemakaian cat tutup tidak terlalu tebal
e. Peminyakan pada kulit memiliki tujuan antara lain untuk pelumas serat- serat kulit agar kulit
menjadi tahan tarik dan tahan getar, menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang
lainnya, dan membuat kulit tahan air.
f. Penggemukkan bertujuan agar zat penyamak tidak keluar ke permukaan sebelum kering.
g. Pengeringan dilakukan bagi kulit atasan dengan tujuan untuk menghentikan proses kimiawi
dalam kulit. Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan.
h. Pelembaban dilakukan bagi kulit bawahan dengan tujuan agar kulit dengan mudah dapat
menyesuaikan dengan kondisi udara disekitar.
i. Kegiatan akhir dari bagian ini adalah peregangan yang bertujuan agar kulit mulut secara
maksimal. Sehingga dengan demikian, tidak akan mulur lagi setelah menjadi barang.
DAFTAR PUSTAKA
Irfan, M. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Gazali, I. 2011. Teknologi Pengawetan dan Pengolahan. http://irmangasali .blogspot.com/2011 / 03/
teknologi- pengawetan-dan-pengolahan.html. Diakses pada tanggal 18 April 2013.