Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rasulullah SAW bersabda: “Mencari ilmu (belajar) wajib hukumnya bagi setiap

orang Islam”. Dan pada kesempatan lain beliau pun pernah menganjurkan, agar setiap

manusia untuk mencari ilmu meski sampai berada di negeri orang (Cina) sekalipun.

Anjuran tentang belajar dan yang terkait dengan pencarian ilmu banyak disebut dalam

al-Hadis, demikian juga dalam Al-Qur’an al-Karim. Hal ini merupakan indikasi, bahwa

betapa belajar dan mencari ilmu itu sangat penting artinya bagi umat manusia. Dengan

belajar manusia dapat mengerti akan dirinya, lingkungannya dan juga Tuhan-nya. Dengan

belajar pula manusia mampu menciptakan kreasi unik dan spektakuler yang berupa

teknologi.

Belajar dalam pandangan Islam memiliki arti yang sangat penting, sehingga

hampir setiap saat manusia tak pernah lepas dari aktivitas belajar. Keunggulan suatu umat

manusia atau bangsa juga akan sangat tergantung kepada seberapa banyak mereka

menggunakan rasio, anugerah Tuhan untuk belajar dan memahami ayat-ayat Allah SWT.

Hingga dalam al-Qur’an dinyatakan Tuhan akan mengangkat derajat orang yang berilmu

ke derajat yang luhur (lihat : Qs. Al- Mujadilah : 11).

Apalagi dalam konsep Islam terdapat keyakinan yang menegaskan, bahwa

belajar merupakan sebuah kewajiban dan berdosa bagi yang meninggalkannya.

Keyakinan demikan ini begitu membentuk dalam diri umat yang beriman,

sehingga mereka memiliki etos belajar yang tinggi dan penuh semangat serta

1
mengharapkan “janji luhur” Tuhan sebagaimana yang difirmankan dalam ayat-ayatNya.

Sehubungan dengan pentingnya belajar untuk peserta didik, maka makalah ini akan

membahas strategi memberdayakan belajar di lembaga Pendidikan Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar

Dalam konteks pendidikan di madrasah, hampir semua aktivitas yang dilakukan

adalah aktivitas belajar. Para Pakar pendidikan saling berbeda dalam menjelaskan

mengenai cara atau aktivitas belajar itu berlangsung. Akan tetapi dari beberapa

penyelidikan dapat ditandai, bahwa belajar yang sukses selalu diikuti oleh kemajuan

tertentu yang terbentuk dari pola pikir dan berbuat.1 Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa aktivitas belajar ialah untuk memperoleh kesuksesan dalam pengembangan

potensi-potensi seseorang. Beberapa aspek psikologis aktivitas belajar itu misalnya:

motivasi, penguasaan keterampilan dan ilmu pengetahuan, pengembangan kejiwaan dan

seterusnya.

Bahwa setiap saat dalam kehidupan mesti terjadi suatu proses belajar, baik

disengaja atau tidak, disadari maupun tidak. Dari proses ini diperoleh suatu hasil, yang

pada umumnya disebut sebagai hasil belajar. Tapi untuk memperoleh hasil yang optimal,

maka proses belajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja dan terorganisasi dengan

baik dan rapi. Atas dasar ini, maka proses belajar mengandung makna: proses internalisasi

sesuatu ke dalam diri subyek didik; dilakukan dengan sadar dan aktif, dengan segenap

panca indera ikut berperan.2

Sumadi Suryabrata menjelaskan pengertian belajar dengan mengidentifikasikan

ciri-ciri yang disebut belajar, yaitu: “Belajar adalah aktivitas yang dihasilkan perubahan

1
Imam Barnadib, Filsafat pendidkan: Sistem Dan Metode, Yogyakarta, Andi ofset, 1988. Hal 24.
2
Ibid, hal 23.

3
pada diri individu yang belajar ( dalam arti behavioral changes) baik aktual maupun

potensial; perubahan itu pada pokoknya adalah diperolehnya kemampuan baru, yang

berlaku dalam waktu yang relatif lama; perubahan itu terjadi karena usaha”.3

Menurut Begge dalam Arifin bahwa belajar adalah suatu perubahan yang

berlangsung dalam kehidupan individu sebagai upaya perubahan dalam pandangan,

sikap, pemahaman atau motivasi dan bahkan kombinasi dari semuanya. Belajar selalu

menunjukkan perubahan sistematis dalam tingkah laku yang terjadi sebagai konsekwensi

pengaalaman dalam situasi khusus.4

Bertolak dari pemahaman di atas dapatlah ditegaskan, bahwa belajar

senantiasa merupakan perbuatan tingkah laku dan penampilah dengan serangkaian

aktivitas misalnya: membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Dengan demikian, belajar juga bisa dilihat secara makro dan mikro, luas dan khusus.

Dalam arti makro, luas, belajar dapat diartikan sebagai aktivitas ruhani-jasmani menuju

perkembangan pribadi yang utuh.

Seperti yang dijelaskan oleh teori Bloom, bahwa belajar itu mencakup tiga ruang

lingkup, yaitu cognitive domain yang berkaitan dengan pengetahuan hapalan dan

pengembangan intelektual, affective domain, yang berkaitan dengan minat, sikap dan

nilai serta pengembangan apresiasi dan penyesuaian, psychomotor domain, yang

berkaitan dengan prilaku yang menuntut koordinasi syaraf.

3
Sumadi Suryabrata, Proses Belajar mengajar Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Ofset, 1983. Hal
15.
4
M. Arifin, Filsafat Pendiddikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Hal 1-2.

4
B. Dasar Belajar dalam Islam

Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang teguh oleh Umat Islam adalah Al-

Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar adalah juga

berasal dari dua sumber tersebut, yang merupakan dasar dan sumber bagi landasan

berpijak yang amat fundamental.

Tentang dua sumber ajaran yang fundamental ini, Allah SWT, telah memberikan

jaminan-Nya, yaitu jika benar-benar dipegang teguh, maka dijamin tidak akan pernah

sesat dan kesasar, sebagaimana Nabi pernah bersabda : “Susungguhnya telah aku

tinggalkan untukmu dua perkara, jika kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu

tidak akan sesat selamanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”5

Hadis tersebut juga dikukuhkan oleh banyak Al-Qur’an, antara lain surat Al-

Ahzab: 71, Allah berfirman : “Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya,

sungguh ia akan mencapai kebahagiaan yang tinggi”.6

Ayat tersebut dengan tegas menandaskan, bahwa apabila manusia menata seluruh

aktivitas kehidupannya dengan berpegang teguh kepada prinsip Al- Qur’an dan As-

Sunnah, maka jaminan Allah adalah jalan yang lurus dan tidak akan kesasar, tetapi

sebaliknya, jika manusia tidak menata seluruh kehidupannya dengan petunjuk Al-Qur’an

dan As-Sunnah Rasul-Nya, maka kesempitan akan meliputi dirinya, sebagaimana firman-

5
Imam Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari: perilaku kehidupan Rasulullah. Surabaya : Pustaka adil,
2010. Hal 42.
6
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya . Jakarta: CV Penerbit J-ART,
2005. hal 302.

5
Nya : “Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang

sempit”. (Qs. Thaha : 124).7

Al-Qur’an dan Al-Hadis penuh dengan konsep dan tuntutan hidup manusia, begitu

juga mengenai petunjuk ilmu pengetahuan. Jika manusia mau menggal kandungan isi Al-

Qur’an, maka banyak diketemukan mengenai beberapa persoalan yang berkaitan dengan

ilmu (baik ilmu pengetahuan sosial maupun ilmu pengetahuan alam), Misalnya

perhatikan surat Ali Imran : 190-191. Disini dipaparkan tentang kreasi penciptaan alam

oleh Allah SWT. Yang harus direnungkan, demikian pula tentang kisah dan sejarah umat-

umat di masa lampau.

Sebagaimana dikatakan oleh Munawar Anis, bahwa kata ilmu disebutkan dalam

Al-Qur’an mencapai 800 kali8, yang berarti hanya berada di bawah konsep tauhid

tingkatan urgensinya. Belum lagi yang disebutkan dalam Al- Hadist atau Sunnah Rasul.

C. Tujuan dan moral Belajar dalam Islam

Dalam Islam, bahwa belajar itu memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika

horizontal dan ketundukan vertikal. Dalam dimensi dialektika horizontal, belajar dalam

Islam tak berbeda dengan belajar pada umumnya, yang tak terpisahkan dengan

pengembangan sains dan teknologi (menggali, memahami dan mengembangkan ayat-

ayat Allah). Pengembangan dan pendekatan-Nya secara lebih dalam dan dekat,

sebagai rab al-alamin. Dalam kaitan inilah, lalu pendidikan hati (qalb) sangat dituntut

7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan … hal 342.
8
Mujaddidul Islam, keajaiban kitab suci Al Qur’an. Sidayu: Delta Prima Press, 2010. Hal 34.

6
agar membawa manfaat yang besar bagi umat manusia dan juga lingkungannya, bukan

kerusakan dan kezaliman, dan ini merupakan perwujudan dari ketundukan vertikal tadi.

Karena pendidikan dan belajar dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan

ilmu dan mengabdi kepada Allah SWT, maka sistem moralnya juga harus diderivasi dari

norma-norma Islam tersebut, atau wahyu.

Seperti yang dijelaskan oleh Sayid Abul A’la Al-Maududi dalam M. Arifin,

bahwa sistem moral Islam ini memiliki ciri-ciri yang komprehensif, yang berbeda dengan

sistem moral lainnya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut 9:

1. Keridaan Allah merupakan tujuan hidup Muslim. Dan keridaan Allah itu menjadi

jalan bagi evolusi moral kemanusiaan. Sikap mencari rida Allah memberikan

sanksi moral untuk mencintai dan takut kepada-Nya, yang pada gilirannya

mendorong manusia untuk mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar,

Dengan dilandasi dengan iman kepada Allah dan hari kiamat, manusia terdorong

untuk mengikuti bimbingan moral secara sungguh-sungguh dan jujur, seraya

berserah diri secara iklas kepada Allah SWT ;

2. Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan diatas moral Islami

sehingga moral Islam tersebut berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan

manusia, sedang hawa nafsu dan kepentingan pribadi tidak diberi kesempatan

menguasai kehidupan manusia. Moral Islam mementingkan keseimbangan dalam

semua aspek kehidupan manusia: indivudual maupun sosial.

9
M. Arifin, Filsafat Pendiddikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara 1991. Hal 142.

7
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang berdasarkan

norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Islam memerintahkan perbuatan yang

ma’ruf dan menjauhi perbuatan munkar, bahkan memberantas kejahatan dalam segala

bentuknya.

Jadi, belajar di dalam perspektif Islam juga mencakup lingkup kognitif (domain

cognitive), lingkup efektif (domain affective) dan lingkup psikomotor (domain motor-

skill). Tiga ranah atau lingkup tersebut sering diungkapkan dengan istilah : Ilmu amaliah,

amal ilmiah dalam jiwa imaniah. Dengan demikian, tujuan belajar adalah untuk

memperoleh ilmu. Ilmu tersebut dikembangkan dan diamalkan demi kesejahteraan umat

manusia, dan lingkungan yang aman sejahtera di tempat pendidikan berdasarkan

tanggungjawab moral seluruh umat Islam.

D. Strategi menumbuhkan motivasi belajar siswa di madrasah

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta

didik di lembaga Pendidikan Islam, diantaranya;

1. Menjelaskan tujuan

Untuk memulai proses pembelajaran di lembaga Pendidikan Islam perlu dijelaskan pada

siswa apa yang akan dipelajari pada saat itu dan apa manfaatnya bagi siswa kalau

memahami dan mengerti tema / hal yang akan dipelajari. Dengan menyampaikan hal hal

tersebut, guru bukan saja telah mencoba manarik perhatian siswa agar fokus pada proses

pembelajaran, tapi sudah mulai mengajak siswa untuk menggunakan pikiran. Karena

fungsi dan manfaat tema adalah hasil olah pikir yang akan dicerna oleh siswa dengan

pikiran juga.

8
2. Hadiah

Hadiah dapat menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa di lembaga Pendidikan

Islam tertarik pada bidang tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika

hadiah diberikan untuk suatu pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.

3. Kompetisi

Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan

motivasi belajar di lembaga Pendidikan Islam. Karena terkadang jika ada saingan, siswa

akan menjadi lebih bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.

4. Ego-involvement

Menurut Mirwan Choky, menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan

pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah

sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa dapat

terlibat secara kognitif yaitu dengan mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi.10

5. Memberi Ulangan

Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan. Tetapi ulangan

jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan dan akan jadi rutinitas belaka.

6. Mengetahui Hasil

Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar anak. Dengan

mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika

10
Irawan, http://www.mirwans.com/2016/07/cara-membuat-siswa-aktif-dalam.html, di akses 4 oktober
2017.

9
hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha mempertahankannya

atau bahkan termotivasi untuk dapat meningkatkannya.

7. Pujian

Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu

diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan memberikan

motivasi yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu yang tepat, sehingga

akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi motivasi belajar serta

sekaligus akan membangkitkan harga diri.

8. Hukuman

Hukuman adalah bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan

bijaksana, bisa menjadi alat motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus memahami

prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.

E. Memberdayakan belajar di madrasah

Ada beberapa cara/strategi agar peserta didik mau untuk belajar dan terkondisikan untuk

menjadi pribadi pembelajar;

1. Diskusi setiap hari

Menurut Jamal Makmur Asmani , diskusi adalah symbol dinamisasi pengetahuan,

diskusi menjadi arena adu gagasan dan pemikiran.11 Semakin banyak seseorang memiliki

teman diskusi yang berkualitas, semakin banyak pula peluang menyerap pengetahuan.

Madrasah yang ingin melahirkan pemikir dan ilmuwan handal seyogyanya mewarnai

11
Jamal Makmur Asmani, Kiat melahirkan madrasah unggulan. Yogyakarta: Diva Press, 2013. Hal 113.

10
kegiatannya dengan diskusi terbuka. Dengan demikian, anak didik dapat mengevaluasi

pengetahuannya, kekurangan dan kelemahannya, kemudian memperbaiki terus menerus.

Jadilah mereka seorang pemikir yang gigih untuk mengembangkan pemikiran dan

mempertahankan gagasannya.

Spirit inilah yang harus dicetak dan ditingkatkan. Setiap hari, diskusi akan

menyegarkan pemikiran dan mendorong pengembangannya terus menerus. Oleh karena

itu, diskusi setiap hari perlu dipropagandakan secara konsisten dengan tema yang menarik

dan narasumber yang dapat memberikan penyegaran gagasan dan tawaran ide-ide

cemerlang sehingga semangat belajar tergugah dan cita-cita luhurpun terpancang.

Diskusi bisa dilaksanakan waktu istirahat dan setelah jamaah sholat dhuhur, atau

waktu lain yang tidak membosankan anak didik. Hal ini disesuaikan dengan kondisi lokal.

Kalau madrasah itu memakai system fullday school, aplikasi program diskusi akan lebih

mudah karena waktu yang sangat luas. Sedangkan, jika proses KBM menerapkan system

konvensional, yaitu dari jam 7 pagi hingga siang, waktu di sela-selanya dapat

dimanfaatkan secara fleksibel dan kondisional.

Narasumber bisa berasal dari guru maupun siswa yang berkualitas menonjol

sehinggs terjadi pengayaan dan dialektika yang dinamis serta kompetitif. Pada momen-

momen tertentu, mengundang narasumber dari luar sebaiknya dilakukan untuk

menyegarkan suasana dan menggugah semangat belajar. Diskusi ini sebaiknya diikuti

oleh komunitas yang dibentuk sekolah sehingga bisa berjalan secara komprehensif dan

istiqamah. Dari komunitas inilah, semangat diskusi saling menular secara perlahan dan

bertahap. Proses dan hasil diskusi dapat didokumentasikan dalam wadah komunikasi

siswa sehingga multimanfaat.

11
2. Menulis setiap hari

Tradisi menulis harus dirintis dan dikembangkan terus menerus. Program menulis

setiap hari dijadikan langkah awal untuk menggerakan semangat menulis anak didik.

Sama halnya dengan diskusi, alangkah baiknya jika dibentuk komunitas menulis yang

fokus pada pengembangan tradisi menulis, digawangi oleh mereka yang bertekat menjadi

penulis hebat di masa depan.

Demi efektifnya program ini, dibutuhkan sosok mentor yang aktif memonitori

perkembangan komunitas tersebut dan tidak bosan-bosan memberikan semangat,

motivasi, dan tips-tips sukses menjadi penulis professional. Sosok mentor ini sendiri

tentulah seorang penulis atau yang mempunyai kepedulian besar kepada pengembangan

bakat menulis anak didik dan rajin berkonsultasi dengan penulis.

Program menulis setiap hari dicanangkan dalam rangka menumbuhkan kecintaan

terhadap dunia tulis-menulis. Menulis membutuhkan keseriusan, kesungguhan,

ketekunan, dan semangat pantang menyerah, meski tidak harus dilakukan secara kaku.

Anak-anak dibebaskan menulis sesuai bakatnya, sesuai topik yang disukainya, dan tidak

ditargetkan yang muluk-muluk. Yang terpenting, setiap hari mereka mengasah

kemampuan menulis sehingga ada kemajuan yang diperoleh secara konsuisten.

Setelah komunitas menulis ini tumbuh dengan baik, pelan dan pasti, anggota

komunitas ini akan menular virus menulis ini kepada eman-temannya yang lain. Secara

bertahap, menulis akan menjadi tradisi di madrasah. Ketika proses ini terus berjalan,

karya anak didik bisa diterbitkan oleh penerbit madrasah sendiri atau bekerja sama

dengan penerbit luar, khususnya pada karya fiksi; seperti puisi, cerpen, pantun, dan

sejenisnya.

12
3. Lomba setiap hari

Lomba adalah ajang kompetisi yang sangat bermanfaat untuk dinamisasi potensi

anak didik. Inilah spirit luar biasa yang ada pada lomba. Ia menjadi sumber energi dan

motivasi besar bagi mereka untuk mengasah kemampuannya secara maksimal agar

menjadi pemenang. Namun lomba biasanya diselenggarakan secara incidental pada

peringatan hari besar agama, peringatan hari besar nasional, atau momen-momen tertentu.

Bayangkan jika lomba bisa diselenggarakan setiap hari dengan hadiah yang

terjangkau, akan selalu ada sensasi yang menjadi sumber energi anak didik untuk aktif

menggali dan mengembangkan potensinya. Ia dapat merasakan manfaat dari belajar yang

digelutinya setiap hari. Tentu imbalan atau hadiah yang diberikan dapat disesuaikan

dengan keuangan lembaga. Misalnya, setiap hari, tulisan siswa siswi yang terpilih

diumumkan dan mendapat hadiah yang menarik dan terjangkau. Dengan begitu, semangat

anak didik senantiasa terpompa untuk meningkatkan keterampilannya sehingga

potensinya selalu meningkat. Begitu juga dengan lomba kaligrafi, puisi, Bahasa asing,

dan lain-lain.

Terobosan ini boleh jadi awalnya terasa berat, namun dapat menjadi pemicu

prestasi anak didik jika bisa berjalan secara rutin. Cara-cara tak biasa tentunya akan

menelurkan hasil yang luar biasa pula, itulah filosofinya. Terobosan ini akan menciptakan

budaya belajar yang kompetitif, produktif, dan dinamis.

4. Praktek setiap hari

Praktek adalah kunci kesempurnaan, sebab setiap kemampuan besar lahir dari

praktek yang intensif. Praktek menjadi ajang penggalian dan pengembangan kemampuan

yang efektif. Spirit praktek inilah yang harus ada pada madrasah. Sebagai contoh, jamaah

13
sholat menjadi teratur karena dipraktekan secara kontinyu setiap hari, sehingga alam

bawah sadar anak didik meyakini bahwa shalat berjamaah lebih utama daripada shalat

sendirian. Begitu juga dengan potensi yang lain, jika dipraktekan setiap hari, kemampuan

anak lebih melekat dalam dirinya.

Semua aktivitas positif anak didik, seperti menulis, diskusi, menjahit, kaligrafi,

computer, bahasa asing, pidato, menyanyi, dan lain-lain, jika diasah setiap hari dengan

praktek, akan terjadi akselerasi yang mencengangkan. Maka, seyogyanya madrasah

terpanggil untuk menyediakan ruang praktek sebagai tempat menyalurkan seluruh

potensi anak didik.

Praktek akan mengajari anak didik tentang pentingnya belajar secara mandiri (self

study) yang menjadi suksesnya para pemikir besar bangsa ini, seperti ; Hamka, Gusdur,

Ainun Najib, Hasbi As Shiddiqie, Ali yafie, Sahal Mahfudh, Mustofa Bisri, dll. Mereka

belajar sendiri dalam mencari dan mengembangkan ilmu, sehingga prinsip long life

education menjadi pegangan hidup yang membuat mereka menjadi ilmuwan besar dan

menjadi sumber inspirasi jutaan umat di negeri ini.

Jika spirit ini melekat pada anak didik, maka tanpa disuruh pun, mereka akan rajin

mengunjungi perpustakaan, berlama-lama menikmati pemikiran-pemikiran besar yang

mengguncang dunia, menulis setiap hari, berdiskusi, dan melakukan kegiatan

pengembangan potensi diri terus -menerus. Sebab, mereka sudah merasakan kenikmatan

pengetahuan yang merupakan kenikmatan tertinggi dalam dunia Pendidikan.

5. Perpustakaan berjalan

Perpustakaan adalah jantung pendidikan karena merupakan tempat sumber ilmu.

Sayangnya, di madrasah sering kali sepi pengunjung. Sebab para siswa hanya pergi ke

14
perpustakaan pada waktu istirahat yang sangat singkat. Malah kebanyakan siswa

memanfaatkan waktu istirahatnya untuk jajan. Realitas negatif ini terus berlangsung tanpa

ada pembenahan.

Sudah waktunya madrasah merubah cara berpikir bahwa perpustakaan adalah

tempat yang kumuh dan tidak berperan sentral dalam proses pembelajaran. Perpustakaan

seharusnya menjadi tempat yang nyaman dengan koleksi buku dan multi media yang

memadai, agar siswa-siswi tidak bosan berkunjung ke sana. Kegiatan-kegiatan seperti

bedah buku, lomba menulis resensi, makalah ilmiah, cerpen, dan puisi, studi banding,

diskusi, dan sebagainya dirancang dengan rapi dan dilaksanakan secara disiplin dan

kompetitif.

Dalam konteks ini, penulis menawarkan ide perpustakaan berjalan. Artinya, selain

gedung perpustakaan, ada pula pelayanan langsung di kelas-kelas. Secara teknis, ada

petugas perpustakaan yang setiap hari datang membawa buku-buku baru yang menarik

minat baca siswa, seperti cerpen, motivasi, biografi tokoh, dll. Dengan kata lain,

perpustakaan berjalan adalah perpustakaan yang proaktif mencari pembaca, tidak pasif

menunggu mereka datang. Langkah ini dibutuhkan bertujuan untuk membangkitkan

semangat membaca anak didik.

6. Melatih penelitian sederhana

Penelitian melatih anak didik agar termotivasi untuk mengetahui hal-hal yang

belum terpikirkan. Pada pelajaran IPA misalnya, guru bisa mendorong anak-anak untuk

meneliti objek yang menjadi materi pelajarannya. Terjun langsung sebagai peneliti

dengan modal metodologi yang mantap, membuat anak-anak masuk dalam ruang

15
laboratorium dengan kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi bahwa mereka mampu

memecahkan masalah yang akan timbul.

Menurut Jamal Makmur Asmani ketika peserta didik dilatih untuk meneliti

dengan cermat, mereka akan aktif melakukan penelitian dan berani

mendemonstrasikannya.12 Hal inilah yang seharusnya dilatih pada anak didik di lembaga

Pendidikan Islam agar mereka terbiasa meneliti, sebagai salah satu kemampuan akademik

yang semakin jarang di negeri ini. Sejak usia belajar di madrasah, anak-anak seharusnya

dibekali denagn penelitian yang mantap. Guru harus terus melatih siswa untuk

mengadakan penelitian secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga secara teori dan

praktek, siswa menjadi matang melakukan penelitian.

7. Mengadakan studi banding

Studi banding ke lembaga-lembaga bergengsi nan unggulan akan meningkatkan

kepercayaan yang tinggi dalam diri siswa. Selain berekreasi dan wisata ke tempat-tempat

yang menarik, studi banding membuat pemahaman peserta didik lebih komprehensif dan

kaya makna.

Studi banding membuat peserta didik menjadi kaya pengalaman. Ide untuk

berkreasi dalam berkarya meningkat dan semangat belajar bertambah kuat. Mereka akan

melihat sejauh mana kemampuannya selama ini dan bagaimana mengembangkannya

secara maksimal. Dengan studi banding, mereka sadar bahwa masih banyak kelemahan

dan kekurangan yang harus ditutupi dan masih banyak tantangan kedepan yang harus

segera dijawab. Semangat besar hasil studi banding tentu sangat berguna pada dinamisasi

potensi anak didik dan pengembangan madrasah secara umum. Dalam hal ini, guru

bertindak sebagai dinamisator dan fasilitator, sehingga potensi tersebut bisa tergali dan

12
Jamal Makmur Asmani, Tips 7 Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Diva Press, cet ke x 2014. Hal 144.

16
dikembangkan secara efektif dan produktif, demi meraih prestasi besar yang menjadi cita-

cita dan idaman bersama.

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Belajar senantiasa merupakan perbuatan tingkah laku dan penampilah dengan

serangkaian aktivitas misalnya: membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain

sebagainya. Dalam pandangan Islam belajar itu memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi

dialektika horizontal dan ketundukan vertikal. Dalam dimensi dialektika horizontal,

belajar dalam Islam tak berbeda dengan belajar pada umumnya, yang tak terpisahkan

dengan pengembangan sains dan teknologi (menggali, memahami dan mengembangkan

ayat-ayat Allah). Pengembangan dan pendekatan-Nya secara lebih dalam dan dekat,

sebagai rab al-alamin. Dalam kaitan inilah, lalu pendidikan hati (qalb) sangat dituntut

agar membawa manfaat yang besar bagi umat manusia dan juga lingkungannya, bukan

kerusakan dan kezaliman, dan ini merupakan perwujudan dari ketundukan vertikal tadi.

Untuk menumbuhkan minat belajar di lembaga Pendidikan Islam dibutuhkan trik/

cara agar peserta didik termotivasi sebagai pembelajar mandiri diantaranya, menjelaskan

tujuan tentang manfaat belajar, pemberian hadiah, dimunculkan sistem kompetisi, ego-

involment, memberi ulangan, pemberitahuan hasil belajar, pujian atas karya siswa, dan

hukuman yang membangun kreatifitas.

Di lembaga Pendidikan Islam tentu belajar perlu diberdayakan agar peserta didik

menjadi sosok pembelajar mandiri seumur hidupnya, ada beberapa strategi

memberdayakan belajar di lembaga Pendidikan Islam diantaranya; diskusi setiap hari,

menulis setiap hari, lomba setiap hari, praktek setiap hari, system perpustakaan berjalan,

melatih penelitian, dan mengadakan studi banding.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bigge, Morris L. Learning Theories For Teacher. New York Harper&Row, 1982.

Blom, Benjamin S, et. Al. Taxonomy of Education Obyektive The Classification of

Education Goal. New York: David McKey, 1974.

C.A. Qadir. Filsafat pendidikan : Sistem Dan Metode. Yogyakarta : Andi ofset, 1988.

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Depag RI, 1990.

Hamad, Syafi’i Maarif. “Posisi Umat Islam Terhadap Perkembangan Teknologi

Modern”, dalam Ahmad Busyairi dan Azharuddin Sahil (peny.), Tantangan

Pendidkan Islam. Yogyakarta: LPM UII, 1987.

Imam, Barnadib. Filsafat pendidkan: Sistem Dan Metode. Yogyakarta : Andi ofset, 1988.

Koentowibisono. Beberapa Hal Tentang Filsafat Ilmu, Sebuah Sketsa Umum Sebagai

Pengantar Untuk Memahami Hakekat Ilmu dan Kemungkinan

Pengembangannya. Yogyakarta : IKIP PGRI,1988.

Makmur Asmani, Jamal. Tips 7 Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Diva Press, cet ke x 2014

M. Arifin. Filsafat Pendiddikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1991.

Mujaddidul, Islam. keajaiban kitab suci Al Qur’an. Sidayu : Delta Prima Press. 2010.

Pujowijatno. Pembimbing Kearah Filsafat. Jakarta : PT. Pembangunan, 1963.

Salim, Bahreisy. Terjemah Riyadh al-Shalihin . Bandung : al-Maarif Bandung, 1978,

19
Seyyed, Hoesen Nasr. Scinence and Civilization in Islam The New American

Library, 1970.

Sumadi, Suryabrata. Proses Belajar mengajar Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Andi

Ofset, 1983.

http://www.mirwans.com/2016/07/cara-membuat-siswa-aktif-dalam.html, di akses 4

oktober 2017.

20

Anda mungkin juga menyukai